• Tidak ada hasil yang ditemukan

Paradigma Penelitian Kualitatif dalam Ilmu Sosial

N/A
N/A
Erni Ernawati

Academic year: 2024

Membagikan "Paradigma Penelitian Kualitatif dalam Ilmu Sosial"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

ketiga yan neliti (konteks aplikasi, context of application) adalah ditambahkan. Men an pendapat Hoyningen-Huene, kita dapat mengikuti paradigma urut berbeda dalam fase yang berbeda. Dalam konteks penemuan dan aplikasi, posisi kritis akan menjadi penting. Penelitian yang bagus dalam ilmu sosial harus mencerminkan relevansi pertanyaan penelitian dan kemungkinan konsekuensinya; Hal ini adalah penting terutama dalam penelitian kualitatif. Namun dalam konteks pembenaran, posisi POStpositivistik atau konstruktivis moderat akan cukup untuk menjamin kekakuan ilmiah (scientific rigor).

D. Paradigma Penelitian Kualitatif

Setiap penelitian harus mempunyai landasan kerangka berfikir dan landasan dasar yang memandu penelitian. Beberapa iStilah yang digunakan, seperti Creswell (2009) memilih menggunakan istilah pandangan dunia (wold views) yang memiliki arti kepercayaan dasar yang memandu tindakan. Lincoln dan Guba (2000) menyebutnya paradigma. Sementara itu Crotty (1989) menggunakan istilah ontologi dan epistemologi (ontolog and epistemolog), sedangkan Neuman (2000) menggunakan istilah metodologi penelitian (research methodolou).

Penulis lebih memilih menggunakan istilah paradigma yang

mengandung arti suatu model, teori, konsep, orientasi persepsi, kerangka

berfikir (frame ofreference) atau cara pandang yang disesuaikan denga

n
(2)

perubahan tata nilai (core belief/core value) sebagai keyakinan dasar d

an

nilai dasar. Menurut Kuhn (1970), paradigma diartikan sebagai satu kerangka referensi atau pandangan dunia yang menjadi dasar keyakinan

8

(3)

Metode Penelitian Kualitatif dan Campuran dalam Kesehatan Masyarakat

atau pijakan suatu teori. Bogdan dan Taylor (1975) paradigma diartikan sebagai kumpulan longgar tentang asumsi Yang secara logis dianut bersama, konsep atau proposisi Yang mengarahkan cara berfikir dan cara penelitian.

Dengan demikiany paradigma ialah suatu perangkat kepercayaan, nilai- nilai, suatu pandang tentang dunia sekitar. Paradigma mengarahkan penelitian, setiap metode ataupun pendekatan selalu didasari oleh pemikiran ataupun teori yang digunakan sebagai landasan berpikir. Tanpa teori suatu metode ataupun pendekatan bagiakan bangunan tanpa fondasi akibatnya metode tersebut akan mudah

tergoyahkan. Salah satu fungsi utama teori ialah memberikan fondasi dalam berpikir ilmiah.

paradigma penelitian akan membedakan, menjelaskan, dan menentukan orientasi berfikir terhadap realitas, meliputi apa yang dikaji oleh pengetahuan (ontologi)? Bagaimana caranya mendapatkan pengetahuan (epistomologi) dan untuk apa pengetahuan tersebut dipergunakan (aksiologi). Dengan kata lain setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistomologi) dan untuk apa (aksiologi). Setiap buah pemikiran manusia dapat dikembalikan pada dasar-dasar ontologi, epistemologi dan aksiologi dari pemikiran yang bersangkutan (Suriasumantri, 2003).

Perbedaan tersebut tersusun dalam asumsi, proses penelitian, konsep teori dan metodologi yang akhirnya membedakan metode yang digunakan yaitu metode kuantitatif, metode kualitatif, atau metode campuran (mixed method). Dengan timbulnya paradigma baru tentang dunia, timbul pula paradigma baru dalam penelitian serta metode yang digunakan. Paradigma baru memberi dorongan kuat dan segar untuk mengadakan penemuan baru. Akan tetapi lambat laun paradigma itu menjadi usang dan tidak produktif lagi untuk menemukan hal-hal yang baru, bahkan menjadi penghambat dalam usaha untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam mengenai dunia. Perubahan paradigma dalam ilmu pengetahuan merupakan revolusi dalam cara berpikir yang menstimulasi imajinasi, harapan, kepercayaan, tetapi juga risiko (Nasution, 1988).

Paradigma penelitian kualitatif berakar pada antropologi budaya dan sosiologi Amerika (Kirk dan Miller, 1986). Penelitian kualitatif diadopsi Oleh peneliti pendidikan (Gall et al., 2003). Maksud penelitian kualitatif adalah untuk memahami situasi sosial, kejadian, peristiwa,

peran,

(4)

kelompok, atau interaksi tertentu (Locke et al., 1987). Penelitian kualitatif secara luas menyelidiki proses yaitu peneliti secara bertahap membuat fenomena sosial menjadi masuk akal dengan mengkonstraskan,

membandingkan, mereplikasi, membuat katalog, dan mengklasifikan objek penelitian (Miles dan Huberman, 1994, 2009). Marshall dan Rossman (1990) menyarankan agar penelitian kualitatif dilakukan sesuai

9

(5)

Metode Penelitian Kualitatif dan Campuran dalam Kesehatan Masyarakat

keadaan kehidupan sehari-hari dari Iokasi yang dipilih untuk penelitian Peneliti memasuki dunia partisipan dan melalui interaksi secara berkesinambungan, mencari perspektif dan makna partisipan.

Penelitian kualitatif sebagai penemuan (inquiry) telah berkembang sehingga menjadi divisi tersendiri. Pergerakan intelektual yang dihasilkan - bila disederhanakan - telah melahirkan tiga paradigma: postpositivisme konstruktivisme, dan perspektif kritis. Ada baiknya kita meninjau bagaimana, kapan, dan mengapa tiga paradigma tersebut muncul. pada tahun 1960-an la-itik luas terhadap logika positivisme mengalihkan kesetiaan pengikut filsafat abad ke-20 (khususnya fenomenologi) dan menerima pemikiran di kalangan intelektual Perancis seperti Jacques Derrida, Michel Foucault, dan Jean Baudrillard. Sejumlah filosuf dan ilmuwan sosial di Eropa dan Amerika Serikat bergabung dengan gerakan postmodern (Harding, 1987; Rabinow dan Sullivan (eds), 1979). Dalam antropologi, Geertz (1973, 1988) serta Clifford dan Marcus (1986) terinspirasi untuk mengkaji ulang etnografi dari asumsi sebelumnya tentang "realisme naif (naive realism)". Dalam sosiologi, Berger dan Luckmann dalam realitas konstruksi sosial (social construction reality, 1991) memberikan inspirasi untuk positivisme. Terakhir, Lincoln dan Guba (2000) berkolaborasi dengan Denzin dan Lincoln (eds). (2005) menetapkan definisi metode kualitatif yang terpisah dan sebagian besar

bertentangan dengan positivisme. Kuhn (1970) melakukan observasi terhadap pergeseran paradigma, berpendapat bahwa epistemologi merupakan hal terpenting dan positivisme dapat dibandingkan dengan pendekatan baru sebagai konstruktivisme, Pada akhir 1980-an, batas disiplin menjadi kabur bagi ilmuwan sosial yang menganut filsafat humaniora, sastra, dan seni yang menghasilkan karya seperti puisi, tari, dan otobiografi.

Pada tahun 1980, metode kualitatif bemaksud menarik ke dalam argumentasi paradigma yang didorong untuk mendeklarasikan kesetiaan seseorang, dengan suara yang paling menonjol menyerukan penolakan terhadap post-positivisme (Denzin dan Lincoln, 2005). Sebagai lawn dari post-positivisme, nama yang diberikan yaitu: resistance-postmodern,

adalah post-structural,suatu keyakinan bahwa fenomena manusia secara Konstruktivisme sosial dibangun atas kenyataan objektif sebagai kekuatan yang membebaskan bagi banyak peneliti (Denzin dan Lincoln 2005). Hal ini berdampak pada peninjauan ulang dan kritik reflektif terhadap apa yang dimaksud dengan ras, jenis kelamin, penyimpangan, penyakit mental dan fakta

(6)

sosial lainnya. Menyingkapkan konsep tersebut dilakukan sebagai sumber utama pemahaman baru dalam ilmu sosial. Mengambil sudut pandang ini berarti bahwa tidak ada realitas yang melekat pada konseP seperti ras atau gender. Meskipun ada yang berpendapat bahwa ras adalah

10

(7)

Metode Penelitian Kualitatif dan Campuran dalam Kesehatan Masyarakat

penemuan yang pahng mengganggu terhadap kemanusiaan, ia memiliki eksistensi Objektif yang diwujudkan dalam perlakuan diskriminatif dari individu dengan kulit yang lebih gelap bagi masyarakat pada umumnya.

Demikian pula, kemiskinan memiliki beberapa pengertian absolut dan relatif dan memiliki konsekuensi dalam kesehatan dan kesejahteraan.

Epistemologis secara eksplisit ditujukan untuk penelitian tentang ketidaksetaraan sebagai keharusan ideologis dan moral. Pendekatan kritis seperti feminis, Marxis, ras, dan teori-teori homoseksual bersatu dalam satu komitmen (Padgett, 2012). Teori kritis menunjukkan ketidaksetaraan berdasarkan jenis kelamin, ras, kelas sosial, dan orientasi seksual yang tersembunyi dari banyak pengetahuan yang dihasilkan oleh sains Barat. Kesenjangan ini diperkuat pada perbedaan kekuasaan yang meng-

abadikan diri. Implikasi atau dengan sengaja, kritik postmodern dianut oleh metode kualitatif sebagai jawaban atas kekurangan dan reduksionisme penelitian positivisme, serta konstruktivisme dan teori kritis menjadi selaras dengan gerakan postmodern, meskipun beberapa ahli kurang setuju, dan memunculkan pragmatisme.

Pragmatisme sebagai jalan tengah dimungkinkan untuk menghargai aspek kritik postmodern (terutama yang difokuskan pada hak kekuasaan) tanpa mendukung paradigma secara keseluruhan. Semua keraguan tentang kuantifikasi dan desain penelitian tradisional telah muncul dari dalam dan dari luar paradigma positivisme. Beberapa peneliti kualitatif (Creswell, 2009; Patton, 2002) mendukung filosofi pragmatis sebagai jalan tengah sekalipun kurang ideologis. Sebuah fenomena unik yang dikembangkan di Amerika, antara lain oleh John Dewey, Charles Peirce, dan Jane Addams, pragmatisme dalam bentuk baru lahir sebagai reaksi terhadap argumen metafisik pada sifat dasar kebenaran dan realitas (Cherryholmes, 1992; Menand, 2001; Rorty, 1998; West, 1989).

Pragmatisme menerima kekeliruan pengembangan pengetahuan, peningkatan penggunaan atas ideologi atau filsafat. Dengan demikian, seseorang dapat merasa nyaman dengan gagasan bahwa ada kesempatan ketika klaim atas realitas dan perbuatan (seperti genosida di Rwanda), ketika realitas dianggap akan mendekonstruksi (seperti perilaku menyimpang), dan ketika beberapa pengertian subjektif dapat menghasilkan pemahaman yang lebih luas tentang sesuatu (seperti Penderitaan pasca-trauma). Semua konsep adalah penemuan manusia, tetapi ada yang lebih sosial dan konsekuensial daripada yang lain.

(8)

Sementara itu, Creswell (2009) membahas empat pandangan-dunia (Paradigma): post-positivisme, konstruktivisme, advokasi/ partisipatoris, Pragmatisme. Elemen-elemen penting dalam setiap paradigma dapat

dalam Tabel 1.1.

(9)

1. Paradigma Post-positivisme

Asumsi post-positivis merepresentasikan bentuk penelitian tradisional, yang kebenarannya lebih sering disematkan untuk penelitian kuantitatif daripada penelitian kualitatif. Paradigma ini terkadang disebut sebagai metode saintifik atau penelitian sains. Ada pula yang menyebutnya sebagai penelitian post-positivis, sains empiris, dan postpositivisme. Disebut post-positivisme karena ia merepresentasikan pemikiran post-positivisme yang menentang gagasan tradisional tentang kebenaran absolut ilmu pengetahuan dan mengakui bahwa kita tidak bisa terus menjadi "orang yang yakin/positif' pada klaim tentang pengetahuan ketika mengkaji perilaku dan tindakan manusia. Dalam historis, tradisi post-positivis lahir dari penulis-penulis abad XIX, seperti Comte, Mill, Durkheim, Newton, dan Locke dan dikembangkan lebih lanjut Oleh Phillips dan Burbules (Creswell, 2009).

Pandangan post-positivisme mengkritik positivisme sebagai

suatu filsafat ilmu yang hanya melihat fenomena sebagai kenyataan

nyata sesuai hukum alam. Positivisme terlalu percaya pada metode

observasi, bahkan positivisme terlalu memisahkan antara peneliti dan

objek Yang diteliti. Post-positivis menganut filsafat deterministik

yang berpendapat bahwa sebab (faktor-faktor kausatif) sangat

Sumber: Creswell

(2009)

(10)

mungkin menentukan akibat atau hasil akhir. Untuk itulah, problem

yang dikaji oleh kaum postpositivis mencerminkan adanya

kebutuhan untuk mengidentifikasi faktorfaktor penyebab Yang

memengaruhi hasil akhir, seperti pada penelitian eksperimen

kuantitatif. Filsafat post-positivis juga cenderung reduksioniStiS

yang berorientasi mereduksi gagasan besar menjadi gagasan terpisah

yang lebih kecil untuk diuji lebih lanjut, seperti halnya variabel Yang

umumnya terdiri dari sejumlah rumusan masalah dan hipotesis

penelitian•

(11)

Metode Penelitian Kualitatif dan Campuran dalam Kesehatan Masyarakat

pengetahuan yang berkembang melalui pandangan post-positivis selalu didasarkan pada observasi dan pengujian yang sangat cermat terhadap realitas objektifyang muncul di dunia luar. Untuk itu, dilakukan observasi dan meneliti perilaku individu dengan berlandaskan pada ukuran angka-angka. Akibatnya, muncul hukum atau teori yang mengatur dunia yang menuntut adanya pengujian dan verifikasi atas kebenaran teori tersebut agar dunia ini dapat dipahami oleh manusia.

Oleh karena itu, dalam metode ilmiah, peneliti harus mengawali penelitiannya dengan menguji teori tertentu, lalu mengumpulkan data baik yang mendukung maupun yang membantah teori tersebut, baru kemudian membuat perbaikan lanjutan sebelum dilakukan pengujian ulang.

Terdapat sejumlah asumsi dasar yang menjadi inti dalam paradigma penelitian post-positivis (Phillips dan Burbules, 2000), antara lain: (i) pengetahuan bersifat terkaan (conjecturaO dan tidak berlandasan apa pun (anti foundational): Peneliti tidak akan pernah mendapatkan kebenaran absolut, oleh karena bukti yang dibangun dalam penelitian sering kali lemah dan tidak sempurna. Karena itu, banyak peneliti yang tidak dapat membuktikan hipotesisnya; bahkan, tak jarang gagal untuk menyangkal hipotesisnya; (ii) Penelitian merupakan proses membuat klaim, kemudian menyaring sebagian klaim tersebut menjadi klaim lain yang kebenarannya jauh lebih kuat. Sebagian besar penelitian kuantitatif selalu diawali dengan pengujian atas suatu teori; (iii) Pengetahuan dibentuk oleh data, bukti dan pertimbangan logis: Peneliti mengumpulkan informasi dengan menggunakan instrumen pengukuran tertentu yang diisi oleh responden atau dengan melakukan observasi mendalam di lokasi penelitian; (iv) Penelitian harus mampu mengembangkan statemen yang relevan dan benar: Statemen yang dapat menjelaskan situasi yang sebenamya atau dapat mendeskripsikan relasi kausalitas dari suatu persoalan. Dalam penelitian kuantitatif, peneliti membuat hubungan antarvariabel dan mengemukakannya dalam bentuk pertanyaan dan hipotesis; dan (v) Aspek terpenting dalam penelitian adalah sikap objektif: para peneliti harus menguji kembali metode dan kesimpulan yang sekiranya mengandung bias. Untuk itulah, dalam penelitian kuantitatif, standar validitas dan reliabilitas menjadi dua aspek penting yang wajib dipertimbangkan oleh peneliti.

2. Paradigma Konstruktivisme Sosial

(12)

Konstruktivisme sosial seringkali dikombinasikan dengan interPretisme. Paradigma ini sebagai suatu pendekatan dalam penelitian kualitatif. Penggagas paradigma ini, antara lain Mannheim (1936), Berger dan Luckmann (1966), Lincoln dan Guba (2000), Neuman (2000), Crotty (1989), dan Schwandt (2000). Konstruktivisme sosial berasumsi bahwa

13

(13)

Metode penelitian Kualitatif dan campuran dalam Kesehatan Masyarakat

individu selalu dunia tempat mereka hidup bekía, makna subjektif atas pengalaman dan yang diarahkan pada objek atau benda tertentu.

cukup banyak dan beragam sehingga peneliti dituntut untuk kompleksitas pandangan daripada mempersempit makna kategori dan gagasan. peneliti bemsaha mengungkap mungkin pandangan partisipan tentang

situasi yang tengah diteliti. mengeksplorasi pandangan partisipan, pertanyaan periu semakin terbuka peftanyaan, peneliti bisa

mendengarkan apa yang dilakukan partisipan dalam kehidupannya (Creswell, 2009).

Makna subjektif perlu dinegosiasikan secara sosial dan historis tidak sekedar dikonfirmasi kepada partisipan, tetapi harus dibuat melalui interaksi dengan partisipan (karena itulah dinamakan konstruktivisme sosial) dan melalui norma historis dan sosial yang berlaku dalam kehidupan partisipan sehari-hari. Makna itu juga harus ditekankan pada konteks tertentu tempat partisipan tinggal dan bekerja agar peneliti dapat memahami latar belakang historis dan kultural partisipan.

Peneliti perlu menyadari bahwa latar belakang peneliti dapat memengaruhi penafsiran mereka terhadap hasil penelitian. Oleh karena itu, peneliti harus memosisikan diri sedemikian rupa, dan mengakui bahwa interpretasi peneliti tidak pernah lepas dari pengalaman pribadi, kultural, dan historis peneliti sendiri. Dalam konstruktivisme, peneliti memi\iki tujuan utama yakni berusaha memaknai (atau menafsirkan) makna yang dimiliki partisipan tentang dunia. Penelitian tidak diawali dengan suatu teori (seperti dalam post-positivisme), tetapi membuat atau mengembangkan suatu teori atau pola makna tertentu secara induktif.

Beberapa asumsi konstruktivisme menurut Crotty (1989): (i) Makna dikonstruksi oleh manusia agar mereka bisa terlibat dengan dunia yang tengah mereka tafsirkan. Para peneliti kualitatif cenderung menggunakan pertanyaan terbuka agar pafiisipan dapat mengungkapkan pandangannya; (ii) Manusia senantiasa terlibat dengan dunianya dan berusaha memahaminya berdasarkan perspektif historis dan sosial mereka sendiri• Untuk itu, peneliti kualitatif harus memahami konteks atau latar belakang partisipan dengan cara mengunjungi situs dan mengumpulkan sendiri informasi yang diperlukan, serta menafsirkan apa yang dibentuk Oleh pengalaman dan latar belakang partisipan; (iii) Pada dasarnya yang menciptakan makna adalah lingkungan sosial, yang muncul di dalam dan di luar interaksi dengan komunitas manusia.

(14)

3. Paradigma Advokasi/Partisipatoris/Emansipat0ñs

Paradigma ini muncul sejak 1980-an hingga 1990-an dañ

kalangan yang merasa bahwa asumsi post-positivis telah membebankar

14

(15)

Metode Penelitian Kualitatif dan Campuran dalam Kesehatan Masyarakat

hukum dan teori struktural yang sering kali tidak sesuai dengan/tidak menyertakan individu yang teminggirkan dalam masyarakat atau isu keadilan sosial yang perlu dimunculkan. Paradigma ini cocok dengan penelitian kualitatif, namun ia juga bisa menjadi dasar untuk penelitian kuantitatif. Dalam sejarahnya, pembahasan tentang advokasi/partisipatoris (atau emansipatoris) dilakukan oleh Marx, Adorno, Marcuse, Habermas, dan Freire (Neuman, 2000), Fay (1987), Heron dan Reason (1997), serta Kemmis dan Wilkinson (1998). Mereka berpendapat bahwa pandangan konstruktivis tidak memadai dalam mengadvokasi program aksi untuk membantu orang yang termarjinalkan (Creswell, 2009).

paradigma advokasi/partisipatoris berasumsi bahwa penelitian harus dihubungkan dengan politik dan agenda politik. Untuk itulah, penelitian pada umumnya memiliki agenda aksi untuk reformasi yang diharapkan dapat mengubah kehidupan partisipan dan institusi tempat mereka hidup dan bekerja, dan kehidupan peneliti sendiri. Terdapat isu yang perlu mendapat perhatian lebih, utamanya isu kehidupan sosial, seperti pemberdayaan, ketidakadilan, penindasan, penguasaan, ketertindasan, dan pengasingan.

Peneliti bertindak secara kolaboratif agar tidak ada partisipan yang terpinggirkan dalam hasil penelitiannya. Bahkan, para partisipan dapat membantu merancang pertanyaan, mengumpulkan data, menganalisis informasi. Penelitian advokasi menyediakan sarana bagi partisipan untuk menyuarakan pendapat dan hak-hak mereka yang selama ini tergadaikan.

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran partisipan akan realitas sosial yang sebenarnya atau dapat mengusulkan suatu agenda perubahan untuk memperbaiki kehidupan partisipan. Kondisi ini akan mendorong lahirnya satu suara untuk reformasi dan perubahan.

Paradigama filosofis advokasi/partisipatoris memfokuskan pada kebutuhan suatu kelompok atau individu tertentu yang termarginalkan secara sosial. Untuk itulah, tidak menutup kemungkinan diintegrasikannya paradigma ini dengan perspektif teoritis lain yang mengkonstruksi suatu gambaran tentang isu/masalah yang hendak diteliti, orang yang diteliti, dan perubahan yang diinginkan, seperti perspektif feminis, rasialisme, teori kritis, teori queer (homoseksual), dan teori disabilitas.

Adapun karakteristik inti penelitian advokasi atau partisipatoris menurut Kemmis dan Wilkinson (1998) adalah: (i) Tindakan Partisipatoris bersikap dialektis dan difokuskan untuk membawa Perubahan. Oleh karena itu, penelitian advokasi/paftisipatoris, peneliti

(16)

hans memunculkan agenda aksi demi reformasi dan perubahan; (ii) Penelitian ditekankan untuk membantu individu agar bebas dari kendala Yang muncul dari media, bahasa, aturan kerja, dan relasi kekuasaan dalam ranah pendidikan. Penelitian advokasi/partisipatoris sering kali dimulai dengan satu isu penting atau sikap tertentu terhadap masalah sosial,

15

(17)

Metode penelitian Kualitatifdan campuran dalam Kesehatan as

seperti pemberdayaan; (iii) Penelitian bersifat emansipatoris yang bahwa penelitian membantu membebaskan manusia dari yang dapat membatasi perkembangan dan determinasi diri.

advokasi/partisipatoris beńujuan untuk menciptakan perdebatan dan diskusi politik untuk menciptakan perubahan; serta (iv) Penelitian bersifat praktis dan kolaboratif karena ia hanya dapat sempuma jika dikolaborasikan dengan

penelitian lain, dan bukan menyempumakan penelitian yang lain. Dengan spirit iniiah peneliti mengikutsertakan para sebagai kolaborator aktif dalam penelitian.

4. Paradigma Pragmatisme

Pragmatisme berawal dari kajian Peirce, James, Mead, dan Dewey.

Penulis paradigma pragmatisme kontemporer antara lain Rorty (1990) Murphy (1990), Patton (1990), dan Chenyholmes (1992). Paradigna pragmatisme pada umumnya Iahir dari tindakan, situasi dan konsekuensi yang sudah ada, dan bukan dari kondisi sebelumnya (seperti dalam post.

positivisme), berpijak pada aplikasi dan solusi atas problem yang ada (Patton, 2002). Peneliti pragmatik lebih menekankan pada pemecahan masalah dan menggunakan semua pendekatan yang ada untuk memahami masalah tersebut.

Patton (2002) menekankan pentingnya paradigrna pragmatik bagi peneliti metode campuran, yang pada umumnya berfokus pada masalah penelitian dalam ilmu sosial humaniora, kemudian menggunakan pendekatan yang beragam untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang problem tersebut. Berdasarkan kajian Creswell (2009), pragmatisme merupakan dasar filosofis untuk setiap bentuk penelitian, khususnya penelitian metode campuran: Pertama, pragmatisme tidak hanya diterapkan untuk satu sistem filsafat atau realitas: Pragmatisme dapat digunakan untuk penelitian metode campuran yang di dalamnya melibatkan asumsi kuantitatif dan kualitatif. Kedua, setiap peneliti memiliki kebebasan memilih: Peneliti bebas untuk memilih metode, teknik, dan prosedur penelitian yang dianggap terbaik untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan penelitian. Ketiga, pragmatisme tidak melihat dunia sebagai kesatuan mutlak: Peneliti metode campuran dapat menerapkan pelbagai pendekatan dalam mengumpulkan dan menganalisis data daripada hanya menggunakan satu pendekatan.

Keempat, kebenaran apa Yang terjadi Pada saat itu: Kebenaran tidak didasarkan pada dualisme antara kenyataan Yang berada di luar pikiran dan kenyataan Yang ada dalam pikiran. Untuk itu, peneliti menggunakan data kuantitatif dan kualitatif untuk memiliki pemahaman Yang baik terhadap masalah penelitian. Kelima, peneliti pragmatis selalu melihat apa dan bagaimana meneliti, serta apa akibat

(18)

Yang alcan diterima, kapan dan di mana tujuan atas pencampuran (mixing) sebagai alasan mengapa data kuantitatif

(19)

Metode Penelitian Kualitatif dan Campuran dalam Kesehatan Masyarakat

dan kualitatif perlu dicampur menjadi satu. Keenam, penelitian selalu muncul dalam konteks sosial, historis, politis, dan lain sebagainya: Penelitian metode campuran bisa beralih pada paradigma post-modem, suatu pandangan teoritis yang reflektif terhadap keadilan sosial dan tujuan politis. Ketujuh, peneliti pragmatis percaya akan dunia ekstemal yang berada di luar pikiran sebagaimana yang berada di dalam pikiran manusia: Peneliti percaya bahwa ia harus berhenti bertanya tentang realitas dan hukum alam. Bahkan sepertinya mereka ingin mengubah subjek; dan Kedelapan, pragmatisme dapat membuka pintu untuk menerapkan metode yang beragam, paradigma yang berbeda- beda, dan asumsi yang bervariasi, serta bentuk yang berbeda dalam pengumpulan dan analisis data.

E. Kerja Teori, Konsep dan Berpikir Teoritis dalam Penelitian Kesehatan Masyarakat: Peran 11mu Sosial dan Perilaku

Kerangka kerja konseptual (conceptual framework) merupakan tatanan ide dalam bentuk hubungan-hubungan konseptual yang memberikan struktur untuk penelitian dalam rangka membangun teori.

Menurut Miles dan Huberman (1994, 2009), kerangka konsep adalah produk visual dan tertulis yang menjelaskan hal-hal utama yang akan diteliti, meliputi faktor-faktor, konsep-konsep dan variabel-variabel kunci, dan dugaan teoritis tentang hubungan mereka. Sementara itu teori adalah seperangkat ide atau gagasan yang diformulasikan berdasarkan alasan- alasan dari fakta-fakta yang ada untuk menjelaskan sesuatu.

Hubungan penelitian kualitatif dan teori adalah kompleks dan bervariaSi. Di satu sisi, memungkinkan satu atau lebih teori untuk mendorong penemuan (inquiry) melalui penelitian kualitatif apa yang terbaik yang tidak diketahui atau menemukan cara-cara baru untuk memahami apa yang diketahui. Di Sisi lain, penelitian kualitatif tidak terjadi dalam ruang hampa konseptual. Hal ini membantu untuk membedakan antara beberapa versi yang dimaksud dengan "teori" dalam kesehatan masyarakat. Keanekaragaman dalam ani karena perbedaan derajat penjelasan ambisi, abstraksi konseptual dan keterbukaan dengan beberapa interpretasi. Perbedaan makna berbeda termasuk: (i) teori induk (grand theory) yang memiliki cakupan luas dan tingkat abstraksi tinggi (misalnya, teori Freudian atau Marxis); (ii) teori tingkat menengah (mid range theory) yang digunakan dalam penelitian perubahan perilaku dan organisasi (misalnya, teori pembelajaran sosial Bandura atau teori difusi inovasi Rogers); (iii) kerangka kerja konseptual yang menawarkan

(20)

Pengorganisasian prinsip dan konsep menggugah, tanpa prediktif yang kuat (misalnya, model kepercayaan kesehatan, health belief model dan

17

(21)

Metode Penelitian Kualitatif dan Campuran daiam e

model pemanfaatan layanan, model ofservice utilization da:i Andersen Newman); (iv) teori kritis (feminis, ras, dil) Yang mengatasi

detenninistik sosial; (v) teori (misalnya, Yang beroperasi teori interaksi sebagai simbolik sistem "terbuka" Blumer's ataudan tidak

ekologi sosial Bronfenbrenner's); dan (vi) teori jajaran menengah mduktifdilandasi teori metodologi (Glaser dan Straus, 1978).

Mungkin, versi 1, 2, dan 3 yang paling cocok untuk studi kualitatif sejauh mereka menentukan orientasi pada maksud dan penggunaannya. Teori psikologis dan biomedis menyajikan tantangan yang berbeda karena mereka difokuskan pada identifikasi dan pemecahan masalah khusus yang bersifat intrapsikis atau fisik. Seperti disebutkan sebelumnya, teori kritis (versi 4) telah diadopsi oleh para peneliti kualitatif tetapi kurang metodologi. Sebaliknya, versi 5 dan 6 cocok

untuk penelitian kualitatif yang memberikan keterbukaan untuk penalaran induktif. Versi 6 hanya mungkin dengan penelitian kualitatif.

Konsep tidak harus dalam kerangka teoritis untuk menjadi berguna. Glaser (2002) mencatat secara tepat, daya tahan dan kapasitas untuk representasi dan pembangkit yang membuat konsep lebih penting pada gambaran lokal. Morse (2011) lebih jauh mencatat bahwa konsep memenuhi sejumlah fungsi penting, memungkinkan peneliti untuk terlibat dalam pengenalan pola, sintesis, perbandingaa konstan, dan generalisasi. Konsep terdiri dari teori. Kontribusi untuk Studi kualitatif tidak pernah dijamin, tetapi tanpa kerangka kerja konseptual yang datang sebelum analisis data, kontribusi penelitian adalah sangat kurang.

Meskipun secara tradisional erat bersatu antara kedokteran dengan kesehatan masyarakat dan semakin tertarik pada ilmu sosial dan perilaku untuk memahami masalah kesehatan masyarakat yang kompleks.

Kerangka teoritis dari disiplin teori kritis, teori ekologi, teori perilaku, dan teori organisasi telah menemukan cara memasuki ke dalam penelitian kesehatan masyarakat dan berperan sebagai jembatan penghubung antara dunia konseptual kesehatan dan masalah psikososial. Sebagai contoh' teori psikologi memberikan intervensi kesehatan perilaku, penggunaan tembakau, penyalah gunaan zat, dan kegemukan.

Perhatian terhadap faktor-faktor psikologi, sosial, dan budaya

menawarkan gambaran jauh lebih komprehensif masalah kesehatan

masyarakat di luar mekanisme dasar biologi. Epidemi ADS pada 1980-an

(22)

telah membuka Pintu untuk mengenali syndemics atau masalah kesehatan Yang terjadi berakar Pada kekmatan struktural (Singer dan Clair, 2003),

menunjukkan bahwa masalah kesehatan lebih terkonsentrasi di antara masyarakat miskin dan terpinggirkan, baik karena penyakit biologis

Metode Penelitian Kualitatif dan Campuran dalam Kesehatan Masyarakat

IDgkungan terkontaminasi, Iuka kekerasan, penyakit mental, atau penyalahgunaan zat, dan gaya hidup berisiko (seks yang tidak aman, penyalahgunaan zat, makan berlebihan, dll). Dalam konteks ini, bubungan dari gaya hidup berrisiko adalah keadaan yang melibatkan lebih dari pilihan individu. Metode kualitatif menjadi pusat konsepsi multifaktorial masalah kesehatan masyarakat.

Dalam merenungkan lebih lanjut peran teori dalam studi kualitatif, beberapa pertanyaan yang muncul, yaitu: Apa (jika ada) ide teoritis dan konsep yang akan digunakan?; Kapan ide teoritis dan konsep menginformasikan pada penelitian? Bagaimana ide teoritis dan konsep bekerja? Menjawab penanyaan-pertanyaan tersebut tergantung pada landasan studi epistemologis, pendekatan dan metodologi.

J, \ Il,

Ill.

IV.

V.

VI.

Vil.

Vill.

Gambar 1.1. Pondasi dan Proses Penelitian Kualitatif Sumber: Padgett (2012).

Epistemology (Post-Positivist; Pragmatism; Critical;

Constructivist)

Theoritical Lens (es) (e.g., Symbolic Interaction; Feminist; Ecological; Systems) Conceptual Framework (s) (e g. , sentitizing concepts)Approach (Case Study, Ethnografy, Grounded Theory;

Phenomenology; Narrative; Mixed Method)

Methodology (Participant Observation; Constant Comparison; Narrative Analysis; Case Study; Discourse Analysis; Conversation Analysis; Action Research, etc)

Methods,'Techniques of Data Collection :

Interviews-Individual & Focus Group-Audiotapes; Transcripts; Notes

Observation-Field notes; Videotapes; Photographs

Documents-Records; Memos; Minutes; Diaries

Methodsrrechniques of Data Analysis :

Open and Axial Coding

Textual Analysis

Immersion

Numerical; Statistical

Format for Writing and Presentation (Quotes;

Vignettes; Matrices; Graphics; Diagrams; ets)

(23)

Gambar 1.1 mengilustrasikan bagian dari hal abstrak ke konkret, dengan contoh yang diberikan untuk setiap fase ditunjukkan oleh angka Romawi. Pertanyaan "apa" membangun diskusi dengan titik pandangan Peneliti kualitatif dapat menarik secara bersamaan pada beberapa kerangka teoritis dan konsep sebagai "lensa/perspektif (lens/

perspective)"

19

(24)

penelitian Kualitatif dan Campuran dalam Kesehatan Masyarakat

melalui penelitian data dan ide. Pertanyaan „mi adalah alasan baik untuk mengadopsi perspektif multidisiplin karena keterbukaan ide- ide dari berbagai sumber memberi kesegaran dan kreativitas penelitian kualitatif. Namun, hal itu juga memerlukan keputusan pengambilan risiko.

Bagaimana bisa bekerja? Sebuah studi tentang pengasuh keluarga (family caregiver) pasien Alzheimer menarik pada konsep dari penukaran sosial (social exchange theory) - sebagai timbal balik, dari literatur penelitian (seperti menanggulangi, beban, dan stigma), dan dari orientasi peneliti sendiri (seperti ketahanan). Hal ini merupakan tempat untuk memulai tetapi tidak untuk menyelesaikan, kelangsungan hidup mereka tergantung pada apakah mereka mendapatkan cara untuk pe. nemuan. Potensi penelitian terwujud bila temuannya mengajak pembaca untuk memahami pengasuhan lebih dalam, lebih bernuansa, dan bahkan dalam cara yang menakjubkan.

Pertanyaan "kapan" tentang teoli mengacu pada waktu (yaitu, apakah teori memengaruhi penelitian dari awal atau dilakukan penundaan sampai analisis data dan tahap interpretasi)v Pendekatan terakhir ini sering digunakan dalam penelitian fenomenologi, yang terbenam kepentingan dan wawasan segar. Sebagian besar pendekatan kualitatif melibatkan beberapa ide teoritis dan konsep awal dalam proses, ide dan konsep yang dapat tetap selama analisis dan beberapa yang baru dapat juga dimasukkan. Dalam arti, Tahap II pada Gambar 1.1 dapat dilihat sebagai mengalir turun ke bawah melalui fase berikutnya, meskipun tidak hams meletakkan tangan (put hand) atau mendesak ke luar temuan secara kebetulan dan induktif.

Pertanyaan "bagaimana" adalah pertanyaan yang paling menantang berkaitan dengan peran teori dalam penelitian kualitatif.

Sebagai aturan, teori yang diimpor tetapi belum tentu dimasukkan

ke dalam studi kualitatif (yaitu, ringan diadakan dan mudah

(25)

dibuang). Pada tahap awal penelitian, teori memberikan arahan dan petunjuk dalam

merumuskan pertanyaan penelitian. Ada beberapa panduan untuk diikuti, setiaP peneliti harus memutuskan berapa banyak untuk melakukan hal ini.

Kepentingan ide teoritis menjadi lebih rumit dalam tahap analisis data karena saat ini, ide-ide Yang muncul mulai mendukung atau menggantikan konsep dan ide sebelumnya. Peneliti kualitatif bat-us berhati-hati ketika membuat keputusan "bagaimana" (yaitu, data berperanan penting daripada mengikuti prediksi pribadi peneliti sendiri).

Metode Penelitian Kualitatif dan Campuran dalam Kesehatan Masyarakat

Langkah

peltanyaan peneffan konkret (relevansi dengan pralsis. alh%nya Ypotesis.

formulasi dan penjeiasan prasangka)

Langkah 2

Menghublmgkm patæyaan parYtian teori (keadaan sei. pendekatan tcoråsa prasan*a ultulc htcrprctnso

Langkah 3

Pengeti%'l desafrl pene%tian (eksplorasi, korelasåonal- kausal

Langkah 4 sampel atau bahan dan

5trateS pengaznbdan sampel

Langkab 5

Metode pcngumpulan dan anaßs data, coba

(26)

Fø Definisi Penelitian Kualitatif

Memahami definisi penelitian kualitatif sangat penting sebelum peneliti rnelangkah melakukan penelitian. Oleh karena dilakukan dalam situasi yang wajar - apa adanya atau dalam latar alamiah (natural setting) maka metodenya disebut metode naturalistik pada umumnya metode ini mengumpulkan data yang bersifat kualitatif dan karena itu disebut juga metode kualitatif Denzin dan Lincoln (2005) menegaskan bahwa kata kualitatif menyatakan penekanan pada proses dan makna yang tidak diuji atau diukur dengan setepat-tepatnya, dalam istilah kuantitas, jumlah, intensitas, atau frekuensi. Para peneliti kualitatif menekankan sifat realitas dikonstruk secara sosial, hubungan akrab antara peneliti dan apa yang diteliti, dan kendala situasional yang membentuk inkuiri. Peneliti menekankan penemuan bermuatan nilai (value-laden),

dan mencari jawaban atas pertanyaan yang menekankan pada bagaimana pengalaman sosial diciptakan dan diberi makna.

Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan, tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari individu- individu (subjek) itu sendiri (Bogdan dan Taylor, 1975). Pendekatan ini langsung menunjukkan latar dan individu dalam latar itu secara keseluruhan.

Subjek penelitian berupa organisasi ataupun individu, tidak dipersempit menjadi variabel yang terpisah atau menjadi hipotesis, melainkan dipandang sebagai bagian dari suatu entitas/keseluruhan. Sementara itu menurut Miles dan Huberman (1994, 2009) penelitian kualitatif adalah proses investigasi yang di dalamnya peneliti secara perlahan-lahan memaknai suatu fenomena sosial dengan membedakan, membandingkan, menggandakan, menganalogikan, dan meng-

klasifikasikan objek penelitian

Menurut Strauss dan Corbin (1990) penelitian kualitatif adalah suatu jenis penelitian yang menghasilkan temuan yang tidak diperoleh melalui alat-alat prosedur statistik atau alat-alat kuantifikasi lainnya. Penelitian kualitatif dapat mengarah pada penelitian tentang kehidupan, sejarah, perilaku seseorang atau hubungan interaksional. Pengertian tersebut menekankan bahwa penelitian kualitatif ditandai oleh penekanan pada penggunaan non-statistik khususnya dalam proses analisis data hingga dihasilkan temuan penelitian secara alamiah.

subjek penelitian dalam penelitian kualitatif tidak harus banyak sebagaimana pada penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif bisa dilakukan hanya dengan satu subjek penelitian. Tetapi tentu bukan sembarang individu atau subjek yang dipilih sesuka peneliti. Latar/individu yang hendak diteliti hendaknya memiliki keunikan tersendiri sehingga hasilnya betul-betul bermanfaat baik secara teoritis

(27)

maupun praktis. Reunikan latar/individu yang menjadi subjek penelitian itu menentukan tingkat bobot ilmiah

22

(28)

Metode Penelitian Kualitatif dan Campuran dalam Kesehatan Masyarakat

Menurut Patton (2002) metode kualitatifbeftujuan untuk memahami fenomena yang sedang terjadi secara natural (alamiah).

Pengertian ini menekankan pentingnya sifat data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif, yakni data alamiah. Data alamiah ini utamanya diperoleh dari hasil ungkapan langsung dari subjek penelitian.

Sebagaimana dikatakan oleh patton (2002) bahwa data kualitatif adalah apa yang dikatakan oleh partisipan atas seperangkat pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Apa dikatakan partisipan mempakan sumber utama data kualitatif, baik yang apa yang dikatakan secara verbal melalui wawancara atau dalam bentuk tertulis melalui analisis dokumen.

penelitian kualitatif sebagai suatu proses penelitian untuk memahami masalah sosial atau manusia, berdasarkan pada pembentukan gambaran yang kompleks dan holistik, yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan sudut pandang informan secara rinci, dan dilakukan dalam kondisi alami (natural setting) (Creswell, 2002). Sementara itu menurut Marshall dan Rossman (1990) penelitian kualitatif adalah suatu proses untuk memperoleh pemahaman mengenai kompleksitas dalam interaksi manusia. Definisi tersebut menunjukkan beberapa kata kunci dalam penelitian kualitatif, yaitu: proses, pemahaman, kompleksitas, dan interaksi manusia. Pertama, proses penelitian mendapatkan penekanan dalam penelitian kualitatif oleh karena itu peneliti lebih berfokus pada proses daripada hasil akhir. Proses penelitian kualitatif memerlukan waktu, sementara itu kondisi situs penelitian berubah-ubah. Hal tersebut akan berdampak pada desain penelitian dan cara melakukan penelitian yang juga berubah-ubah atau bersifat fleksibel.

Kedua, pemahaman yang dimaksud bahwa dalam penelitian kualitatif makna pemahaman bersumber dari dalam (verstehen), artinya peneliti hendaknya memahami permasalahan dari dalam konteks masalah yang diteliti, oleh karena itu peneliti kualitatif tidak mengambil jarak dengan objek penelitian, tidak seperti halnya pada penelitian kuantitatif yang membedakan antar peneliti sebagai subjek dan yang diteliti sebagai

Objek, sehingga terdapat jarak antara peneliti dengan yang diteliti. Dalam penelitian kualitatifpeneliti berbaur menjadi satu dengan objek penelitian sehingga peneliti dapat memahami persoalan dari sudut pandang "orang dalam (inside)" itu sendiri.

Ketiga, kompleksitas mengandung arti bahwa objek penelitian kualitatif bersifat kompleks, rumit dan saling terkait satu dengan yang lain sebagaimana karakteristik kehidupan sehari-hari. Konsekuensi logis

(29)

kondisi seperti ini, maka dalam penelitian kualitatif masalah harus dipandang secara holistik tidak dapat difragmentasi dalam pecahanPecahan atau bagian-bagian masalah seperti dalam penelitian kuantitatif. Ciri utama masalah yang kompleks adalah tidak berdiri sendiri dan saling

23

(30)

Metode Penelitian Kualitatif dan Campuran dalam Kesehatan Masyarakat

terkait dengan masalah lain, oleh karena itu pemecahan masalah harus secara menyeluruh tidak dilakukan secara sepotong-sepotong dan terfragmentasi. Interaksi terjadi pada semua mahkluk hidup, terutama manusia sebagai makhluk sosial. Kata interaksi menyiratkan adanya hubungan satu dengan yang lain sehingga dalam melakukan pene)itian kualitatif, seorang peneliti selayaknya selalu bertanya dan mengkaji apakah masalah yang diteliti berkaitan dengan masalah atau kondisi lain dan tidak berdiri sendiri.

Keempat, interaksi manusia: Sasaran utama penelitian kualitatif adalah manusia karena manusia merupakan sumber masalah dan sekaligus penyelesai masalah (problem solver). Sekalipun

sasaran penelitian kualitatif tidak hanya membatasi terhadap manusia saja. Sasaran lain dapat berupa peristiwa, kejadian, sejarah, benda, foto, artefak, peninggalan peradaban kuno dan lain sebagainya.

Dengan demikian, sasaran penelitian kualitatif ialah manusia dengan segala kebudayaan dan kegiatannya.

Penelitian kualitatif merupakan suatu metode ganda (multiple)

dalam fokus, yang melibatkan suatu pendekatan interpretatif dan logis

terhadap setiap pokok permasalahan. Untuk itu, penelitian kualitatif

dilakukan dalam tatanan (setting) alamiah, berupaya untuk

memahaml, dan memberi interpretasi terhadap fenomena yang dilihat

dan yang diberikan oleh subjek penelitian. Penelitian kualitatif

melibatkan penggunaan dan pengumpulan berbagai bahan empiris,

seperti studi kasus, pengalaman pribadi, instropeksi, riwayat hidup,

wawancara, observasi, teks sejarah, interaksional dan visual yang

menggambarkan momen rutin dan problematis, serta maknanya

dalam kehidupan individual dan kolektif (Denzin dan Lincoln, 2005).

(31)

G. Karakteristik Penelitian Kualitati

(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)

Gambar

Gambar   1.1.   Pondasi   dan   Proses   Penelitian   Kualitatif Sumber: Padgett (2012).

Referensi

Dokumen terkait

Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya.. Bandung: PT

Penelitian kualitatif adalah suatu jenis pendekatan penelitian dalam ilmu sosial yang menggunakan paradigma alamiah, berdasarkan teori.. fenomenologis (dan sejenisnya) untuk

berkenaan dengan ilmu pengetahuan contohnya adalah, “ilmu pengetahuan dianggap baik apabila memberikan manfaat yang berarti. Dalam paradigma, unsur yang mencakup.. tentang

Setiap paradigma selalu mempunyai metode analisis tertentu, yang kadang-kadang sama dengan paradigma yang lain, tetapi selalu ada metode analisis data yang khas

iii JURNAL PENELITIAN SOSIAL ILMU KOMUNIKASI Vol.1 No.2 Tahun 2019 SALAM DARI REDAKSI Jurnal Penelitian Sosial Ilmu Komunikasi ini merupakan ringkasan dari penelitian – penelitian

Dokumen ini membahas tentang strategi penelitian kualitatif dan

Dengan pemahaman yang mendalam terhadap pilihan paradigma ini, berbagai hasil penelitian dalam pengembangan ilmu akuntansi menjadi lebih berwarna.Pada saat yang sama, kita dapat

Buku ajar yang membahas metode penelitian