• Tidak ada hasil yang ditemukan

BESARAN DAN SATUAN Fisika

N/A
N/A
Afifah

Academic year: 2023

Membagikan "BESARAN DAN SATUAN Fisika"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1

BESARAN DAN SATUAN

I. IDENTITAS

Mata kuliah : Fisika Dasar 1

Program Studi : Fisika/Pendidikan Fisika Jurusan : Fisika

Fakultas : MIPA

Dosen : Tim Dosen Matakuliah Fisika Dasar 1

SKS : 3

Kode : FIS1.62.1005 Minggu ke : 1

II. CAPAIAN PEMBELAJARAN

Menjelaskan konsep besaran dan satuan, dan mengoperasikan dasar-dasar vektor III. MATERI

1. Pendahuluan

Ilmu fisika adalah ilmu yang mempelajari gejala alam yang tidak hidup serta interaksi dalam lingkup ruang dan waktu. Fisika merupakan cabang ilmu yang berhubungan dengan sifat materi dan energi serta hubungan antara materi dan energi. Ilmu fisika dikembangkan berdasarkan penyelidikan terhadap gejala-gejala alam, melalui pengukuran untuk memperoleh data dari gejala alam tersebut.

Dalam mempelajari fisika, kita selalu berhubungan dengan besaran yaitu sesuatu yang dapat diukur dan dioperasikan. Setiap besar atau magnitudo dari besaran dalam fisika terdiri dari suatu bilangan dan suatu satuan. Misalnya seseorang mengatakan bahwa ia telah berlari dengan kecepatan 1 m/s ke Utara. Berarti magnitudo kecepatan orang tersebut terdiri dari bilangan 1 dan satuan kecepatan m/s. Untuk keseragaman penggunaan satuan disepakati suatu sistem satuan secara internasional yang disebut Système International yang disingkat dengan SI. Dalam SI dikenal tujuh besaran pokok (dasar) berdimensi dan dua besaran tambahan yang tidak berdimensi.

Selain besaran pokok, ada lagi besaran turunan, yaitu besaran-besaran yang tersusun dari besaran-besaran pokok, di mana satuannya diperoleh dari satuan besaran pokok sesuai dengan definisi operasional dari besaran turunan tersebut.

2. Materi

2.1. Besaran dan Satuan

Dalam percobaan fisika, pengukuran merupakan kegiatan penting untuk mengumpulkan data. Misalnya untuk memperoleh data tentang percepatan benda yang jatuh bebas, kita perlu mengukur ketinggian jatuh benda dan waktu yang diperlukan dari ketinggian tersebut sampai ke titik acuan tertentu, misalnya lantai. Kegiatan yang tidak kalah penting berikutnya adalah melaporkan hasil pengukuran tersebut.

Hasil pengukuran dinyatakan dalam tiga komponen, yaitu:

1. Nilai

Nilai adalah magnitudo atau besarnya angka yang terbaca pada alat ukur. Pada pengukuran berulang nilai sering diungkapkan sebagai nilai rata-rata.

2. Ketidakpastian

(2)

2 Ketidakpastian merupakan suatu tingkat perkiraan yang mana nilai dari pengukuran menyimpang dari nilai sebenarnya. Ketidakpastian dari suatu pengukuran akan dijelaskan lebih lanjut dalam Bab IV.

3. Satuan

Satuan merupakan ukuran standar untuk besaran fisika.

Ketiga komponen di atas harus ada dalam setiap lapoan hasil pengukuran. Cara penulisan hasil pengukuran memenuhi kaidah :

Hasil Pengukuran = ( Nilai ketidakpastian )

satuan

Hasil pengukuran yang kita peroleh adalah berupa angka-angka. Angka-angka tersebut menyatakan magnitudo dari suatu besaran yang di ukur. Agar hasil pengukuran memiliki arti fisis, maka haruslah dinyatakan dalam satuan standar dari besaran fisis tersebut. Misalnya, jika kita mengukur panjang meja dan diperolehpanjangnya 1 meter.

Hali ini berarti magnitudonya 1 dengan satuannya meter.

Bila seseorang menyatakan hasil pengukurannya terhadap suatu besaran fisika adalah 10, apa yang anda pikirkan? Mungkin saja anda berpikir 10 meter, 10 gram, 10 volt dan lain sebagainya. Lain halnya jika ia menyebutkan hasil pengukurannya beserta satuannya, misalkan 10 meter. Jadi, ternyata satuan yang disertakan dalam hasil pengukuran akan memberikan makna fisis yang sama antara orang yang melaporkan dengan orang lainnya.

Kerumitan lain yang timbul adalah ketika satuan yang digunakan di setiap negara atau daerah berbeda-beda. Misalnya hasta, gautang, buskel, slug, rod, dan lain-lain.

Tahukah anda dengan satuan-satuan di atas?

Untuk kepentingan komunikasi ilmiah di seluruh dunia, ditetapkanlah sebuah sistem satuan yang dinamakan dengan sistem internasional atau SI.

Untuk menggambarkan suatu fenomena yang terjadi atau dialami suatu benda, maka didefinisikan beberapa besaran-besaran fisika. Besaran dalam fisika dibedakan menjadi dua jenis, yaitu besaran pokok (Base Quantities) dan besaran turunan (Derived Quantities). Besaran pokok adalah besaran yang satuannya didefinisikan terlebih dahulu dan tidak dapat dijabarkan dari besaran lain.

Satuan didefinisikan sebagai pembanding dalam suatu pengukuran besaran. Setiap besaran mempunyai satuan masing-masing. Apa bila ada dua besaran berbeda dan mempunyai satuan sama, maka besaran itu pada hakekatnya adalah sama. Sebagai contoh Gaya (F) mempunyai satuan Newton dan Berat (w) mempunyai satuan Newton. Kedua besaran ini sesungguhnya sama yaitu besaran turunan gaya. Berat adalah besaran gaya gravitasi yang bekerja pada benda.

Dimensi suatu besaran dapat dinyatakan dengan suatu rumusan yang disesuaikan dengan definisi operasional besaran tersebut. Maksudnya adalah bahwa rumusan dimensi suatu besaran menyatakan bagaimana cara tersusunnya besaran itu dari besaran pokok.

Perhatikanlah dimensi dari besaran berikut.

 kecepatan =

waktu n perpindaha

, maka dimensinya LT1 T

L .

 massa jenis =

volume massa

, maka dimensinya 3ML3 L

M .

Jadi untuk menentukan rumusan dimensi suatu besaran, kita harus memahami definisi operasional dari besaran tersebut. Namun demikian, bila satuan suatu besaran diberikan, maka kita dapat menentukan rumusan dimensinya.

Misalnya : besaran gaya ; F = 5 S2

kgm , di mana

kg adalah satuan dari besaran massa, berdimensi M

(3)

3 m adalah satuan dari besaran panjang, berdimensi L

s adalah satuan dari besaran waktu, berdimensi T maka dimensi gaya adalah MLT-2.

Contoh soal 1.1:

Tentukan dimensi untuk percepatan dan tekanan ! Penyelesaian:

 Percepatan =

waktu besaran

tan kecepa besar

Dimensi percepatan [a] =

 

 

2

1

LT

T LT t v

 Tekanan =

Luas besaran

gaya besaran

Dimensi tekanan

     

2

2

L MLT A

P F

Tabel 1.1 memuat semua besaran pokok dan besaran tambahan beserta satuan dan rumusan dimensinya.

Tabel 1.1. Besaran Pokok dan Besaran Tambahan No

. BESARAN POKOK SATUAN

DIMENSI

NAMA LAMBANG

1. Panjang meter M L

2. Massa kilogram Kg M

3. Waktu sekon (detik) S T

4. Arus listrik ampere A I

5. Suhu Termodinamika kelvin K O

6. Jumlah zat mole Mol N

7. Intensitas cahaya kandela Cd J

BESARAN TAMBAHAN

1. Sudut datar radian rad -

2. Sudut ruang steradian Sr -

Untuk menyatakan bilangan-bilangan yang sangat besar dan sangat kecil ditetapkan penggunaan awalan-awalan pangkat dari 10 seperti pada tabel 1.2. Penulisan suatu bilangan sebagai hasil kali bilangan 1-10 dengan pangkat dari 10 di namakan dengan notasi ilmiah. Misalnya 1600 meter di tulis 1,6103 meter atau 1,6 km.

(4)

4 Tabel 1.2. Awalan-awalan Sistem Satuan Internasional. Awalan yang sering digunakan ditandai dengan huruf cetak tebal (bold)

Faktor Awalan Lambang Faktor Awalan Lambang

101 deka da 10-1 deci d

102 hecta h 10-2 centi c

103 kilo k 10-3 milli m

106 mega M 10-6 micro

109 giga G 10-9 nano n

1012 tera T 10-12 pico p

1015 peta P 10-15 femto f

1018 exa E 10-18 atto a

1021 zetta Z 10-21 zepto z

1024 yotta Y 10-24 yocto y

Dalam mekanika digunakan tiga besaran pokok saja, yaitu panjang (satuannya meter), massa (satuannya kg), dan waktu (satuannya sekon atau detik) sehingga sering juga dikenal dengan sistem satuan MKS (meter-kilogram-sekon). Tabel 1.3 memuat satuan standar dari besaran pokok, panjang, massa, dan waktu pada masa lampau dan sekarang.

Tabel 1.3. Satuan Standar Besaran Pokok Besaran

Pokok

Satuan Standar

Dahulu Sekarang (Standar atomik) Panjang 1 meter = jarak dua garis standar pada

batang platina iridium yang tersim-pan di Sevres

1 meter = 1.650.763,73 kali panjang gelombang radiasi atom Kr.86

Massa 1 kg = massa silinder platina iridium

yang disimpan di Sevres 1 kg = 2

1 massa kilo mol isotop C.12

Waktu 1 sekon =

9744 , 925 . 556 . 31

1 kali satu tahun tropis

1 sekon = 9.192.631.770 kali periode getar radiasi yang dipancarkan atom Cessium 133

Ilustrasi grafik besaran dan satuan dari besaran pokok dan besaran turunannya, diperlihatkan dalam Gambar 1.1.

(5)

5 Gambar 1.1. Ilustrasi besaran pokok dan besaran turunannya dalam SI dilengkapi dengan

nama dan satuannya. (Sumber: www. http://physics.nist.gov/cuu/Units/index.html) 2.2. Konversi Satuan

Apabila besaran-besaran fisika dijumlahkan, dikurangkan, dikalikan atau dibagi dalam suatu persamaan aljabar, maka satuannya juga harus diperlakukan sama seperti bilangan. Misalnya sebuah pengendara mobil memacu mobilnya dengan laju konstan 40 kilometer per jam selama 2 jam, berapakah jarak yang ditempuhnya. Jarak x dapat dihitung dari hasil perkalian antara laju v dan waktu t.

Cara seperti di atas dengan mencoret satuan waktu, yaitu jam (j), memudahkan untuk melakukan konversi dari satu satuan ke satuan lainnya. Perhatikan contoh di bawah ini.

Contoh Soal 1.2:

Berapakah 80 km/jam dinyatakan dalam m/s.

Penyelesaian:

Pertama dilakukan pengubahan kilometer menjadi meter dan jam menjadi sekon, sebagai berikut:

1 km = 1000 m

1 jam = 60 menit dan 1 menit = 60 s

sehingga akan diperoleh beberapa faktor konversi yang bernilai 1.

Selanjutnya kalikan 80 km/jam dengan sekumpulan faktor konversi yang masing-masing bernilai 1, sebagai berikut:

km j j

t km v

x 40 2 80

(6)

6

Faktor 1

1 1000 

km

m , 1

60

1 

menit

jam , 1

60

1 

s menit

dinamakan dengan faktor konversi.

Di antara besaran-besaran di atas ada yang hanya dinyatakan dengan nilai atau harga dan satuan saja, tidak perlu penjelasan lain. Besaraan-besaran demikian disebut skalar.

Pengoperasian besaran skalar sama dengan pengoperasian bilangan secara aljabar biasa.

Ada besaran di samping nilai dan satuannya juga perlu dinyatakan arahnya. Besaran semacam ini disebut vektor. Aturan pengoperasian vektor tidak sama dengan bilangan biasa yang terpakai sehari-hari. Operasi matematika vektor mempunyai aturan tersendiri yang akan kita bahas dalam bagian berikutnya.

2.3. Analisis Dimensi

Rumus untuk suatu besaran mungkin berbeda dalam kasus yang berbeda, tetapi dimensinya tetap sama. Misalnya, luas segitiga dengan alas a dan tinggi h adalah A = ½ ah, sedangkan luas lingkaran yang berjari-jari r adalah A = πr2. Terlihat rumus luas yang berbeda dalam dua kasus tersebut, tetapi dimensi luas selalu sama yaitu L2.

Dimensi dapat membantu dalam menentukan apakah hubungan dalam persamaan besaran fisika benar atau salah, dimana dalam suatu persamaan ruas kanan dan kiri haruslah memiliki dimensi yang sama. Prosedur demikian dinamakan dengan analisis dimensi. Sebagai contoh, apakah persamaan kecepatan v = v0 + ½ at2 benar atau tidak?

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara memeriksa apakah kedua ruas persamaan tersebut memiliki dimensi yang sama.

v dan v0 adalah kecepatan memiliki dimensi T

L

a adalah percepatan memiliki dimensi 2 T

L

t adalah waktu memiliki dimensi T Jadi,

Ruas kiri memiliki dimensi:

T L

Ruas kanan memiliki dimensi: L

T T L T

L T

L22  

Terlihat bahwa dimensi ruas kiri tidak sama dengan dimensi ruas kanan, berarti persamaan v = v0 + ½ at2 tidak benar. Silahkan Anda cari persamaan yang benarnya.

Selain contoh di atas, analisis dimensi dapat pula digunakan untuk memprediksi persamaan matematis dari suatu besaran fisika. Perhatikan contoh soal di bawah ini.

Contoh Soal 1.3:

Tinjau sebuah ayunan sederhana terdiri dari benda kecil bermassa m yang tergantung pada seutas tali sepanjang l. Cobalah prediksi periode getaran T dari ayunan ini.

s s m

menit menit

jam km

m jam

km 22,22 /

60 1 60

1 1000

80    

(7)

7 Penyelesaian:

Kita anggap bahwa periode getaran ayunan dipengaruhi oleh; panjang tali l, massa benda m, dan percepatan gravitasi g. Selanjutnya susun sebuah persamaan yang menyatakan hubungan masing-masing variabel-variabel di atas dalam bentuk perkalian dengan bentuk sebagai berikut:

c b al g km

T  (1.1)

Dengan k adalah konstanta tanpa dimensi, a,b,c adalah eksponen yang tidak diketahui dan akan segera kita ketahui setelah menerapkan analisis dimensi sebagai berikut:

T adalah periode dengan dimensi sama dengan dimensi waktu, T m adalah massa dengan dimensi M

l adalah panjang dengan dimensi L

g adalah percepatan gravitasi dengan dimensi 2 T

L

Dimensi ruas kiri: T Dimensi ruas kanan:

c b

a

T L L

M

 



2

Kedua ruas persamaan harus memiiki dimensi yang sama, akan diperoleh:

0 = a 0 = b + c 1 = -2c

Ketiga persamaan di atas memiliki solusi:

a = 0 b = ½ c = - ½

Subsitusikan nilai a,b,c tersebut ke dalam persamaan (1.1), akan diperoleh:

2 / 1 2 / 1

0

km l g T

Atau, g k L T

Perlu diingat, analisis dimensi hanya dapat memprediksi persamaan besaran fisika yang dicari, tetapi tidak dapat menyatakan bentuk sempurna dari persamaan tersebut. Seperti dalam contoh ini, analisis dimensi tidak dapat menentukan nilai konstanta k. Pendekatan teoritis akan memberitahukan pada kita bahwa nilai konstanta dalam persamaan di atas adalah, k = 2π.

2.4. Vektor

Besaran vektor biasanya dituliskan dengan huruf tebal, misalnya vektor A atau huruf biasa yang diberi tanda panah diatasnya A

. Besar atau nilai dari suatu vektor dinyatakan dengan A

atau A saja. Vektor digambarkan berupa garis yang diujungnya diberi tanda panah. Anak panah menyatakan arah vektor, dan panjang anak panah sebanding dengan nilai vektornya. Titik pangkal vektor (P) disebut titik tangkap vektor, sedangkan garis yang berimpit dengan vektor disebut garis kerja vektor.

(8)

8

Gambar 1.2. Representasi vektor. Panjang anak panah sebanding dengan nilai/magnitudo vektor. Dalam Gambar di atas A

sama dengan 3 satuan.

Suatu vektor juga dapat dinyatakan secara analitis dengan menyebutkan nilai arahnya. Misalnya kecepatan angin besarnya 0,5 m/s ke arah Barat atau gaya F = 10 N membentuk sudut 600 dengan garis horizontal, seperti Gambar 1.3.

Gambar 1.3. Vektor gaya F yang membentuk sudut 600 terhadap garis horizontal.

Cara lain menyatakan vektor adalah dengan menggunakan komponen dalam sistem koordinat tertentu (koordinat bidang atau koordinat ruang. Dalam hal ini kita bayangkan bahwa titik tangkap vektor itu berada di titik pusat koordinat sistem salib sumbu. Komponen vektor dalam dua dimensi, seperti terlihat dalam Gambar 1.4.

Gambar 1.4. Komponen vektor A dalam dua dimensi, yaitu Ax dan Ay.

Besar atau magnitudo vektor A dinyatakan dengan:

dan sudut θ adalah: (1.3)

Vektor dalam 3 dimensi, misalnya vektor A pada sistem koordinat ruang seperti pada Gambar 1.5, di bawah ini.

600

F P

Vektor A memiliki komponen- komponen vektor Ax dan Ay yang saling tegaklurus.

Komponen skalarnya adalah:

Ax=A cos θ

Ay=A sin θ (1.2)



 

 

x y y x

A A A A A

1 2 2

 tan

(9)

9

Gambar 1.5 Representasi vektor dalam 3-dimensi.

Ketiga proyeksi vektor ini Ax , Ay , dan Az disebut komponen-komponen vektor A.

Dalam hal ini vektor A dapat dituliskan sebagai pasangan berurutan dari ketiga komponennya sebagai berikut:

A = (Ax , Ay , Az) (1.4)

Atau dinyatakan arahnya dengan vektor satuan pada sumbu x, y, dan z, yaitu secara berurutan : i,j,dank

; di mana A Axi Ayj Azk

 .

Besar vector

2 z 2 y 2

x A A

A A

A     

. (1.5)

Arahnya diwakili oleh sudut yang dibentuk oleh vektor A

dengan masing-masing sumbu koordinat, yaitu ;

A cos A A ; cos A A ;

cos Ax  y  z . (1.6)

2.4. Operasi Dasar Vektor a. Kesamaan Vektor

Sesuai dengan definisi, bahwa vektor adalah besaran yang mempunyai besar dan arah, maka dua vektor dikatakan sama bila besar dan arahnya sama. Namun titik tangkap dan garis kerjanya tidak harus sama.

Misalnya vektor A

dan B

seperti Gambar 1.6 di bawah ini.

Gambar 1.6. a. Kesamaan dua vektor. b. Ketidaksamaan dua vektor A bertitik tangkap di O (0,0,0) Proyeksi A pada sumbu x adalah Ax

pada sumbu y adalah Ay

pada sumbu z adalah Az

 O Ay

Ax Az

A z

x y

a = b

(10)

10 Bila vektor A

=B

, maka secara analitik masing-masing komponen vektor pada sumbu x, y, dan z, juga haruslah sama. Misalnya:

A

= B

maka Ax = Bx

Ay = By Az = Bz

b. Perkalian Vektor dengan Skalar

Perkalian vektor dengan skalar atau skalar dengan vektor adalah merupakan sebuah vektor. Misalnya vektor 12A

adalah suatu vektor yang arahnya sama dengan vektor A , tetapi besar atau panjangnya 12 x panjang vektor A

. Perhatikan Gambar 1.7.

Gambar 1.7. Perkalian vektor dengan skalar. (a). 1x A

, (b). ½ x A

, (c). 2 x A c. Penjumlahan Vektor

Dua atau lebih vektor yang bekerja serentak pada suatu benda dapat diganti dengan sebuah vektor yang pengaruhnya sama. Vektor pengganti itu disebut resultan vektor. Cara memperoleh resultan vektor itu disebut penjumlahan vektor. Resultan dari dua vektor dapat ditentukan dengan dua cara, yaitu dengan aturan jajaran genjang dan aturan segitiga.

Aturan Jajaran Genjang Dua vektor A

dan B

bekerja pada suatu objek seperti pada Gambar 1.8.

B C A

Penjumlahan kedua vektor itu dapat dinyatakan : A

+ B = C

. (1.7)

Besar vektor resultan C

= A2 B2 2ABcos, (1.8)

Resultan dari dua vektor menurut aturan jajaran genjang adalah merupakan suatu vektor yang besar maupun arahnya sesuai dengan diagonal jajaran genjang yang sisi-sisinya adalah kedua vektor tersebut. Artinya; bila dan bekerja serentak pada suatu benda maka pengaruhnya sama apabila kedua vektor itu diganti dengan sebuah vektor ( adalah diagonal jajaran genjang dengan sisi dan ).

Gambar 1.8. Aturan Jajaran Genjang

2 (a) (b) (c)

(11)

11 di mana A dan B adalah besar atau nilai dari vektor A

danB

, sedangkan  adalah sudut yang dibentuk oleh kedua vektor tersebut.

Bila kita ingin menyatakan selisih dari kedua vektor itu, misalnya : A - B

= C

. Dalam hal ini kita harus menggambarkan vektor -B

yang berlawanan dengan vektor B

, sehingga diagonal jajaran genjang ( C

) adalah merupakan resultan dari A - B

atau:

A - B

= C . Besarnya vektor C

dinyatakan dengan B

 A B 2ABcos

C 2 2

. -B

A C

Aturan Segitiga

Menentukan resultan dari dua vektor menurut aturan segitiga adalah sebagai berikut.

Misalkan A danB

adalah dua vektor seperti pada Gambar 1.9 di bawah ini.

B

A

C

B A

A

B

C

Gambar 1.9. Metode segitiga

Dari keadaan di atas, dapat dinyatakan bahwa : A

+ B = B

+ A = C

. (1.10)

Baik besar maupun arah C

pada dua keadaan di atas sama. Selisih dua vektor, A - B dapat ditentukan resultannya dengan mengikuti definisi penjumlahan, yaitu : A

- B = A + (- B

). Untuk menentukan resultan A - B

= A

+ (- B

), berarti di ujung A kita pindahkan - B

(vektor yang berlawanan dengan B

). Hubungkan pangkal A

dengan ujung - B

itulah vektor resultan C .

A B

C

B A

A - B

= C .

Pindahkan pangkal ke ujung . Hubungkan pangkal dengan ujung , itulah vektor . Jadi + = , atau pindahkan pangkal ke ujung . Hubungkan pangkal dengan ujung

, itulah vektor . Jadi + = .

Besar vektor C ditentukan dengan rumus cosinus sebagai berikut.

(1.9)

 

 

(12)

12

Aturan Poligon

Bila pada suatu benda bekerja banyak gaya (lebih dari 2) baik besar maupun arah masing-masing gaya berbeda seperti Gambar 1.10(a), maka untuk menentukan gaya resultannya dapat digunakan sistem poligon sebagai berikut.

Gambar 1.10. Aturan poligon.

Contoh Soal 1.4:

Tentukan besar dan arah vektor resultan dari vektor A

dan B

yang masing-masingnya memiliki besar 3 dan 4 satuan, dan membentuk sudut 600.

Penyelesaian:

R = A2 B2 2ABcos

= 32 42 2(3)(4) cos600 = 2524(0,5)

= 37 satuan Arah vektor resultan dapat dihitung dengan persamaan :

R sin  = 4 sin  37 sin  = 4 sin 600

Perhatikan Gambar 1.10 (b)

 Ambil sebagai vektor awal, misalnya yang berpangkal di O.

 Pindahkan ke ujung .

 Pindahkan ke ujung .

 Pindahkan ke ujung .

 Hubungkan titik pangkal O dengan ujung vektor terakhir ( ), itulah vektor resultan ( ).

Hasil yang diperoleh akan sama bila vektor awal dan vektor-vektor yang dipindahkan serta urutan pemindahan berbeda, asal syarat pemindahan vektor dipatuhi, yaitu

“baik besar maupun arah vektor yang dipindahkan tidak berubah.

600 (a)

O O

(b)

(13)

13 37

3 x sin 4 2

1

 = 0,57   = 34,70. d. Perkalian Vektor

Ada dua jenis perkalian vektor, yaitu perkalian titik dan perkalian silang.

Masing-masing perkalian vektor tersebut mempunyai arti dan sifat yang berbeda. Oleh sebab itu kita harus hati-hati dan jang sampai dikacaukan antara yang satu dengan lainnya.

Ingat bahwa penerapan dan sifat fisisnya sangat berbeda.

Perkalian Titik (Dot Product) Diketahui dua vektor A

dan B

seperti pada Gambar 1.11.

B

Gambar 1.11. Dua buah vektor A

dan B

Hasil perkalian titik kedua vektor itu adalah berupa skalar, di mana : A = besar atau nilai vektor A

B = besar atau nilai vektor B

= besar sudut yang dibentuk oleh A dan B

.

Bila kita perhatikan secara trigonometri, B cos itu tak lain adalah panjang proyeksi B di sepanjang A

, dan dapat dinyatakan dengan BA, sehingga persamaan di atas dapat juga ditulis sebagai berikut :

B . A

= A

. BA (1.12)

Jika vektor satuan sepanjang A dinyatakan dengan Aˆ , maka BA = B

.Aˆ = B .A

A . Berdasarkan persamaan di atas, maka perkalian dua vektor yang sama adalah :

A .A

= A A cos  = A2 (1.13) Jika vektor-vektor (A

dan B

) mempunyai komponen pada sumbu x, y, dan z, dengan vektor satuannya berturut-turut adalah iˆ , jˆ , dan kˆ , maka vektor B

dan A

dapat dinyatakan dengan :

kˆ A jˆ A iˆ A

A  xyz

; B BxiˆByjˆBzkˆ Sehingga :

jˆ B kˆ A iˆ B kˆ A kˆ B jˆ A

iˆ B jˆ A kˆ B iˆ A jˆ B iˆ A

kˆ B kˆ A jˆ B jˆ A iˆ B iˆ A B . A

y z x z z y

x y z x y x

z z y y x x

 

Perlu diingat bahwa :

1 0 cos 1 . 1 kˆ . kˆ jˆ . ˆ j iˆ .

iˆ    

0 0 sin 1 . 1 kˆ . jˆ kˆ . iˆ jˆ .

iˆ    

dan membentuk sudut .

Perkalian titik vektor dan dapat dinyatakan sebagai berikut :

. = A B cos  (1.11)

(1.14)

(14)

14 Jadi : A

. B

= AxBx AyBy AzBz (1.15)

Perkalian titik (skalar) dapat digunakan untuk menentukan sudut  antara dua vektor A

dan vektor B

bila komponen-koponennya diketahui.

2 z 2 y 2 x 2 z 2 y 2 x

z z y y x x

B B B A A A

B A B A B A AB

B cos A

 

 

 (1.16)

Dalam fisika, perkalian titik kita jumpai pada konsep usaha yang akan kita bahas pada Bab berikutnya.

Sifat-sifat perkalian titik-titik:

a. A B B A

b. A (B C) A B A C

c. m(A B) (mA) B A (mB) (A B)m

Perkalian Silang (Cross Product)

Perkalian silang disebut juga dengan perkalian vektor. Perkalian vektor dari dua vektor

A dan

B dinyatakan dengan AxB

. Dalam fisika, perkalian vektor misalnya digunakan untuk menerangkan konsep torsi dan momentum sudut yang akan dibahas dalam Bab selanjutnya.

Untuk mendefenisikan perkalian vektor AxB

dari dua vektor

A dan

B, kita akan menggambarkannya dengan putaran sekerup atau kaedah tangan kanan seperti pada Gambar 1.12.

(a)

(b)

Gambar 1.12(a) Vektor AxB

, (b) Vektor

Bx

A = -

A x

B

Perkalian vektor didefinisikan sebagai berikut:

ABsin B

x A 

(1.17)

(15)

15 Arah dari perkalian silang AxB

sebagai hasil perkalian silang vektor

A dan

B didefeniskan tegak lurus terhadap bidang yang dibentuk oleh

A dan

B. Untuk menentukan arah AxB

, kita bayangkan kita bayangkan sebuah sekerup kanan yang sumbunya tegak lurus terhadap bidang yang dibentuk oleh

A dan

Bseperti pada Gambar 1.12(a). Bila sekerup diputar dari

A dan

B melalui sudut  yang diapitnya maka arah majunya sekerup didefenisikan sebagai arah dari perkalian vektor AxB

. Cara lain untuk memperoleh arah vektor AxB

adalah sebagai berikut. Bayangkan sebuah sumbu tegak lurus pada bidang

A dan

B melalui titik asal. Sekarang kepalkan jari-jari tangan kanan melingkupi sumbu sambil mendorong vektor

A ke arah vektor

B, sementara itu ibu jari tetap tegak berdiri; maka arah dari perkalian vektor AxB

ditunjukkan oleh arah ibu-jari yang tegak tersebut. Perhatikanlah bahwa

Bx

A tidak sama dengan

A x

B karena itu urutan faktor-faktor dalam perkalian silang sangatlah penting. Sesungguhnya

A x

B = -

Bx A , dimana ABsin sama besar dengan BAsin, tetapi arah A x

B berlawanan dengan arah

Bx

A . Bila sebuah sekerup kanan diputar dari

A ke

B melalui  bergerak maju ke satu arah, maka jika diputar dari

B ke

A melalui  akan bergerak ke arah yang berlawan.

Kesimpulan yang sama juga diperoleh dari aturan tangan kanan. Bila C

=

A x

B, maka C searah dengan majunya sekerup kanan atau ibu jari pada aturan kanan seperti yang dilukiskan pada Gambar 1.12(b). Dapat disimpulkan bahwa perkalian silang dari dua vektor adalah sebuah vektor, sehingga hasilnya mempunyai besar dan arah.

Nilai  berada dalam rentangan 0 sampai 180o. Bila

A dan

Badalah sejajar dan anti sejajar,  = 0 atau  = 180o. Hal ini berarti perkalian silang dari dua vektor yang sejajar atau anti sejajar selalu nol. Dalam cara yang sama, perkalian vektor dari suatu vektor dengan dirinya sendiri adalah nol.

Bila kita mengetahui komponen-komponen dari

A dan

B, kita dapat menghitung perkalian vektor dari masing-masing komponen menggunakan prosedur yang sama dengan perkalian skalar. Dengan menggunakan persamaan (1.17), aturan sekerup dan kaedah tangan kanan, kita mendapatkan perkalian vektor dari beberapa vektor satuan iˆ , jˆ dan kˆ adalah:

0 kˆ x kˆ jˆ x jˆ iˆ x

iˆ   

ˆ j kˆ x iˆ iˆ x kˆ

iˆ ˆˆj x kˆ kˆ x ˆˆj

kˆ iˆ x jˆ jˆ x iˆ

 (1.18)

Selanjutnya kita akan mengungkapkan perkalian silang

A x

B dalam bentuk komponen- komponennya, yaitu

) jˆ B jˆ B iˆ B ( x ) kˆ A jˆ A iˆ A ( B x

A   xyz xyz

(16)

16

kˆ x kˆ B A jˆ x kˆ B A iˆ x kˆ B A

kˆ x jˆ B A jˆ x jˆ B A iˆ x jˆ B A

kˆ x iˆ B A jˆ x iˆ B A iˆ x iˆ B A B x A

z z y

z X

z

z y y

y X

y

z x y

x x

x

 

Dengan merujuk sifat perkalian vektor satuan pada pers. (1.18), kita dapat menuliskan perkalian silang dari dua vektor

A dan

B

A x

B = (Ay Bz – Az By) iˆ + (Ax Bz – Az Bx) jˆ + (Ax By – Ay Bx) kˆ (1.19) Perkalian vektor juga diungkapkan dalam bentuk determinan sebagai

A x

B =

z y x

z y x

B B B

A A A

kˆ jˆ iˆ

(1.20)

yang hasilnya sama dengan pers.(3). Bila Anda tidak biasa dengan determinan-determinan, tidak apa-apa, gunakan saja bentuk dalam persamaan (1.19).

Adapun sifat-sifat perkalian silang a.

A x

B= -

B x

A b.

Cx (

A +

B) =

Cx

A +

C x

A d. (

A x

B) x

C =(

A .

C)

B- (

A .

B)

C

c. m(

A x

B)= (m

A )x

B=

A x(m

B) = (

A x

B)m Contoh soal 1.5:

Hitunglah hasil (a). perkalian titik dan (b). perkalian silang dari dua vektor berikut.

A = 2i

+ 3 j + k

dan B = 4i

+ 2 j - 2k

. Penyelesaian :

a) perkalian titik.

A . B

= Ax Bx + Ay By + Az Bz = (2)(4) + (3)(2) + (1)(-2) = 8 + 6 - 2 = 12.

b) perkalian silang.

A x B

= (Ay Bz + Az By) i

+ (Az Bx + Ax Bz) j

+ (Ax By + Ay Bx) k = {(3)(-2) – (1)(2)} i

+ {(1)(4) – (2)(-2)} j

+ {(2)(2) – (3)(4)} k = - 8i

+ 8 j - 8k

.

Contoh-contoh soal dan penyelesaian tentang vektor

(17)

17 1. Tentukan komponen-komponen dalam arah sumbu x dan sumbu y dari vektor E

pada Gambar . Diketahui panjang vektor E

adalah E = 3 m dan sudut vektor E

terhadap sumbu x adalah  = 45o.

Jawab :

Sudut antara vektor E

terhadap sumbu x mesti dihitung negatif θ = - α = - 45o. Ex= Ecosθ = (3 m) cos (-45o) = +2,1 m

Ey= Esinθ = (3 m) sin (-45o) = - 2,1 m 2. Diketahui dua buah vektor A 2iˆ3jˆkˆ

dan B 4iˆ2jˆkˆ

. Tentukan a. Panjang vektor A

dan B b. A

xB c. A

B

d. Sudut apit antara vektor A dan B Jawab

a. Panjang vektor A dan B

diberikan berdasarkan pers. (1-3) A |A| 2 3 1 14

2 2

2  

 

B |B| ( 4) 2 ( 1) 21

2 2

2    

 

b. Perkalian silang dua vektor A xB

diberikan pada pers. (1-19)

Ax

B = (2 Bz – Az By) iˆ + (Ax Bz – Az Bx) jˆ + (Ax By – Ay Bx) kˆ ={(3)(-1) - (1)(2)} iˆ + {(1)(2) - (-1)(2)} jˆ +{(2)(2) - (-4)(3)} kˆ = -5iˆ + 4 jˆ + 16 kˆ

c. Perkalian titik dua vektor A xB

diberikan pada pers. (1-15) A B AxBx AyBy AzBz (2)(4)(3)(2)(1)(1)3

e. Sudut antara vektor A

dan vektor B

diberikan pada pers. (1-16)

175 , 21 0 14

3 B

B B A A A

B A B A B A AB

B cos A

2 z 2 y 2 x 2 z 2 y 2 x

z z y y x

x  

 

 

 

θ =100o.

3. Ada empat buah gaya F1 ,F2

F3

dan F4

setitik tangkap masing-masing besarnya adalah 4, 2, 3, dan 6 newton dan membentuk sudut 450, 300 , 1200 dan 2400 terhadap sumbu horizontal. Bila ke empat gaya berada dalam keadaan setimbang, dan tentukan besar dan arah keempat gaya tersebut.

Jawab :

α y

x

(18)

18 Lukis keempat vektor kedalam koordinat Kartesian dan uraikan ke empat buah vektor tersebut kedalam komponen-komponennya.

Komponen vektor –vektor gaya terhadap sumbu x

F = Fx 1x cos 45o + F2x cos 30o + F3x cos 120o + F4x cos 240o

= 4 cos 45 + 2 cos 30 + 3 cos 120 + 6 cos 240 = 0,06048 N

Komponen vektor –vektor gaya terhadap sumbu y

F = Fy 1y cos 45o + F2y cos 30o + F3y cos 120o + F4y cos 240o

= 4 sin 45 + 2 sin 30 + 3 sin 120 + 6 sin 240 = 1,2303 N F

Besar resultan keempat vektor gaya adalah F F F 0,003 1,514 1,5166

2 y 2

x    

= 1,2315 N

Arah resultan keempat vektor gaya adalah tg  = Fy/Fx = 1,2303/0,06048 = 20,34  = 87,180 (terhadap sumbu x positif)

4. Sebuah beban yang bobotnya 100 N digantung pada dua utas kawat yang massanya diabaikan seperti terilihat pada Gambar. Tentukanlah beberapa newton tegangan masing- masing kawat (T1 dan T2).

Gambar . Beban digantung pada kawat tak bermassa Jawab :

240o x

120o





y

 = 37o  = 53o

100 N

T1

T2

(19)

19 Uraikan tegangan kedua kawat terhadap sumbu x dan y

T = - Tx 1 cos  + T2 cos β = 0 T1 cos 37 = T2 cos 53

0,8 T1 = 0,6 T2

T1 = ¾ T2

T = Ty 1 sin 37 + T2 sin 53 =100 N 0,5 T + 0,8 T2 = 100 N

Dengan mensubsitusikan T1 = ¾ T2 sehingga diperoleh : T2 = 80 N dan T1 = ¾ T2 = ¾ (80 N) = 60 N 5. Sebuah gaya

F=120 iˆ+ 75 jˆ Newton memindahkan benda dari posisi (2,0) ke posisi (10,2). Jarak diukur dalam meter. Bila usaha adalah perkalian titik antara vektor gaya dengan vektor perpindahan, tentukanlah berapa joule usaha yang dilakukan gaya tersebut ? Jawab :

vektor posisi s1 x1iˆy1jˆ2iˆ (m) vektor posisi s2 x2iˆy2jˆ10iˆ2jˆ

(m) Perpindahan ss2s1

Usaha = adalah perkalian titik antara vektor

F dengan vektor S W =

FS

W = (120iˆ + 75jˆ ). {(10iˆ+ 2jˆ ) – (2iˆ+ 0 jˆ )}

W = (120iˆ + 75jˆ ) (8iˆ+ 2jˆ ) W = (120) (8) + (75) (2) W = 1110 joule

REFERENSI

Sutrisno, 1996. Fisika Dasar Unit Mekanika, dan Thermodinamika. Penerbit ITB.

p. 1 – 14.

International System of Units, tersedia pada halaman web:

http://physics.nist.gov/cuu/Units/index.html, diunduh tanggal 2 Juli 2013.

P.A. Tipler. 1998. Fisika untuk sains dan teknik, Terjemahan, Erlangga. Jakarta. p. 1-17.

H.D. Young dan R.A. Freedman, 2008. University Physics. 12th Edition. Addison Wesley.

New York. p. 1-35.

Referensi

Dokumen terkait

Bukti: 1 Akan ditunjukan bahwa SV memiliki elemen terkecil dan elemen terbesar Karena SV adalah himpunan semua subruang dari ruang vektor V maka berdasarkan definisi subruang berarti

REPRESENTASI VEKTOR Penulisan besaran vektor menggunakan notasi khusus Misal, vektor R ditulis 𝑹 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑅 Secara grafis, vektor diinterpretasikan sebagai anak panah yang menunjukkan