Biografi Moh. Hatta, Tokoh Proklamator dan Bapak Koperasi Indonesia
Biodata Moh. Hatta
Moh. Hatta lahir di keluarga ulama yang taat dengan ajaran agama Islam. Setelah mengenyam pendidikan di Padang, ia sempat bersekolah di Jakarta sebelum akhirnya melanjutkan pendidikan di Belanda. Di sana jugalah dimulainya sepak terjang Moh. Hatta di bidang politik.
Nama : Dr. (H. C.) Drs. H. Mohammad Hatta
Alias : Bung Hatta, Pak Hatta, Bapak Proklamator, Bapak Koperasi Indonesia, Mohammad Athar
Lahir : Bukittinggi, 12 Agustus 1902 Meninggal : Jakarta, 14 Maret 1980
Orang Tua : Muhammad Djamil dan Siti Saleha Istri : Rahmi Rachim
Pendidikan :
Sekolah Dasar Melayu Fort de Kock
Europeesche Lagere School (ELS), Padang (1916)
Meer Uirgebreid Lagere School (MULO), Padang (1919)
Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School, Batavia (1921)
Handels Hogeschool, Rotterdam (1932)
Kehidupan Pribadi Moh. Hatta
Moh. Hatta yang lahir dengan nama Mohammad Athar merupakan putra dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha. Ayahnya yang merupakan keturunan ulama Naqsyabandiyah di Batuhampar, Sumatera Barat, membuat Moh. Hatta dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama.
Beliau pertama kali mengenyam pendidikan formal di sebuah sekolah swasta, tetapi setelah 6 bulan, Hatta pindah ke sekolah rakyat dan satu kelas dengan kakaknya, Rafiah.
Setelah menjalani 3 semester, Moh. Hatta pindah ke Europeesche Lagere School (ELS) di Padang.
Selanjutnya, Hatta melanjutkan pendidikan di Meer Uirgebreid Lagere School (MULO). Pada saat inilah Moh. Hatta mulai tertarik dengan perhimpunan pemuda dan bergabung dengan Jong Sumatranen Bond. Di organisasi tersebut, beliau berperan sebagai bendahara.
Perjuangan Moh. Hatta di Belanda
Moh. Hatta melanjutkan pendidikannya ke Handels Hogeschools di Rotterdam, Belanda, dari tahun 1921 sampai 1931. Selama bersekolah di Belanda, Moh. Hatta bergabung dengan perkumpulan pelajar tanah air, yaitu Indische Vereeniging.
Perkumpulan ini mulai mencuat di bidang politik karena pengaruh dari Ki Hajar Dewantara, Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo. Organisasi ini kemudian berganti nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI) dan memiliki tujuan baru, yaitu untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Moh. Hatta ditunjuk sebagai pemimpin PI pada tahun 1925. Pada saat itu, Hatta pernah memimpin delegasi Kongres Demokrasi Internasional untuk perdamaian yang diadakan di Berville, Prancis. Saat inilah Moh. Hatta mulai memperkenalkan Indonesia ke berbagai kalangan internasional.
Dua tahun setelahnya, Moh. Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme di Belanda dan bertemu dengan seorang aktivis asal India, Jawaharhal Nehru.
Aktivitas politiknya tersebut membuat Kerajaan Belanda menangkapnya bersama Nazir St. Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul madjid Djojodiningrat. Baru dibebaskan setelah melakukan pidato pembelaan yang berjudul Indonesia Merdeka (Indonesie Vrij) pada tahun 1928.
Moh. Hatta Kembali ke Indonesia
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Belanda, Moh. Hatta pulang ke Indonesia pada tahun 1932. Hatta sibuk menulis artikel politik seperti “Soekarno Ditahan” (10 Agustus 1933), “Tragedi Soekarno” (30 Nopember 1933), dan “Sikap Pemimpin” (10 Desember 1933) yang merupakan reaksi keras atas pengasingan Soekarno oleh Belanda.
Aktivitas Hatta ini membuat Pemerintah Belanda memusatkan perhatian padanya dan Klub Pendidikan Nasional Indonesia, di mana Hatta menjadi salah satu pemimpinnya bersama Sutan Sjahrir.
Pergerakan Hatta membuat Belanda takut, sehingga ditangkap dan diasingkan ke Digul, Papua. Pada masa pengasingannya, Hatta aktif menulis di surat kabar dan mengajarkan teman-temannya.
Hatta dan Sjahrir sempat dipindahkan ke beberapa lokasi, seperti Banda Neira (1935), Sukabumi (1942), dan Jakarta saat pemerintah Belanda menyerah kepada Jepang.
Persiapan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Pada awal Agustus 1945, Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) berubah nama menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), di mana Soekarno dan Hatta menjadi ketua dan wakil ketua organisasi tersebut.
Sehari sebelum proklamasi kemerdekaan dilakukan, PPKI mengadakan rapat di rumah Laksamana Maeda. Panitia yang hadir pada saat itu hanyalah Soekarno, Moh. Hatta, Ahmad Soebardjo, Soekarni, dan Sayuti Melik. Mereka merumuskan teks proklamasi yang akan dibacakan oleh Soekarno dan ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta atas usulan Soekarni.
Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pagesangan Timur 56 pada pukul 10:00. Kemerdekaan ini diproklamasikan oleh Soekarno dan Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia, dengan Moh. Hatta menjadi Wakil Presiden Indonesia.
Berita kemerdekaan itu terdengar hingga ke Belanda. Akibatnya, Belanda ingin kembali menjajah Indonesia. Untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, ibukota pada saat itu dipindahkan sementara ke Yogyakarta.
Tidak hanya itu, Indonesia juga melakukan perundingan dengan Belanda yang menghasilkan Perjanjian Linggarjati dan Renville. Akan tetapi, perjanjian ini berakhir dengan kecurangan Belanda.
Moh. Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia
Selain menjadi negarawan, Moh. Hatta juga turut ikut serta dalam memajukan koperasi di Indonesia. Mengingat latar belakangnya yang masih berkaitan dengan ekonomi, Ia banyak memberikan ceramah serta menulis artikel dan buku ilmiah mengenai ekonomi dan koperasi.
Moh. Hatta sempat menyampaikan pidato di radio dalam rangka menyambut Hari Koperasi pada tahun 1951. Salah satu pemikirannya tentang koperasi tertuang dalam buku
“Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun” yang diterbitkan pada tahun 1971. Gelar Bapak Koperasi Indonesia diterima oleh Moh Hatta dalam Kongres Koperasi Indonesia di Bandung pada tahun 1953.
Meskipun Moh. Hatta disebut sebagai Bapak Koperasi Indonesia, beliau bukanlah pelopor yang mendirikan koperasi di Indonesia. Koperasi pertama di Indonesia dibentuk pada tahun 1886 oleh seorang patih Purwokerto bernama R. Aria Wiraatmadja. Koperasi ini merupakan koperasi simpan pinjam dengan nama Hulf Sparbank.
Akhir Hayat Moh. Hatta
Moh. Hatta mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Presiden Indonesia pada tahun 1956. Selanjutnya, Hatta menambah penghasilan dari menulis buku dan mengajar.
Beliau kemudian jatuh sakit pada tahun 1963 dan dibawa ke Swedia untuk perawatan.
Setelah dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo selama 11 hari, Moh. Hatta menghembuskan napas terakhirnya pada 14 Maret 1980. Beliau dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta, dengan upacara kenegaraan yang dipimpin oleh Wakil Presiden Indonesia pada saat itu, Adam Malik.
Berkat jasanya yang luar biasa dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia, Moh.
Hatta ditetapkan sebagai Pahlawan Proklamator Indonesia oleh Presiden Soeharto di tahun 1986, serta ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2012.