• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM REVEGETASI LAHAN KRITIS

N/A
N/A
Fauzul Adzim

Academic year: 2023

Membagikan "PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM REVEGETASI LAHAN KRITIS"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM REVEGETASI LAHAN KRITIS Fauzul Adzim

ABSTRAK

PENDAHULUAN

Upaya pelestarian lahan miring dan lahan kritis memiliki peran vital dan strategis bagi perekonomian wilayah (Walangitan, 2014). Disamping juga, penting untuk mendukung bidang ekonomi, pembangunan dan lingkungan (Norsidi, 2016), tercapainya pemanfaatan semua sumber daya alam secara efisien dan efektif (Polie et al., 2014).

Sebenarnya upaya pengelolaan lahan kritis dapat dilakukan dengan mengedepankan proses perencanaan dan persiapan secara terpadu dan terintegrasi. Permasalahan yang muncul ialah penggunaan lahan-lahan pertanian yang kurang bijaksana menyebabkan lahan menjadi tidak subur, tererosi, daya dukung rendah, tanah padat dan keras, dan kekeringan.

Supriatna dan Ismail (2016), ini mengakibatkan menurunkan produktivitas lahan serta banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Mengakibatkan munculnya ketidakseimbangan lingkungan (Nugroho, 2000), sehingga membentuk lahan terdegradasi, dan akibat lanjut dari kejadian itu adalah timbulnya areal-areal tidak produktif atau dikenal sebagai lahan kritis (Dariah et al., (2004). Hal ini menjadi sangat mengkawatirkan jika pengelolaan lahan pertanian tidak dilakukan secara konservasi. Dampak panjangnya ialah semakin memperpuruk keberlanjutan lahan.

Disamping itu, rendahnya hasil-hasil pertanian menjadi faktor utama rendahnya pendapatan petani. Rendahnya hasil pertanian yang diperoleh petani salah satunya disebabkan oleh rendahnya daya dukung lahan pertanian untuk dapat mensuplai hara/nutrisi kepada tanaman. Dalam kondisi yang secara terus menurus, sehingga tanaman tidak akan tumbuh dengan baik karena kahat hara. Lambat laun akan timbul pula masalah klasik dari petani bahwa rasa enggan untuk melakukan budidaya kembali, karena lahan mereka tidak

(2)

produktif lagi. Kondisi lahan yang tidak produktif ini bila diterlantarkan dan tanpa perlakuan perbaikan maka akan dapat membentuk lahan menjadi kritis. Lahan yang kritis terjadi karena akibat dari penggunaan lahan yang tidak menerapkan teknik-teknik konservasi atau pengawetan tanah. Hal ini menimbulkan tingginya erosi, lajunya aliran permukaan, hilangnya hara dalam tanah, pencemaran oleh zat toksik dalam tanah, serta timbulnya pencemaran tanah dan lingkungan akibat perlakuan yang tidak baik kepada tanah yang dilakukan oleh manusia.

Langkah tatis yang dapat dilakukan dalam merekondisi kembali lahan-lahan pertanian yang telah kritis adalah dengan merehabilitasi lahan yang telah kritis tersebut.

Rehabilitasi lahan merupakan suatu kegiatan untuk memulihkan kembali kondisi lahan dengan perlakuan-perlakuan konservasi. Salah satunya adalah dengan melakukan penanaman tanaman tahunan pada lahan yang telah kritis. Upaya rehabilitasi lahan kritis telah banyak dilakukan baik oleh masyarakat, pemerhati lingkungan, pemerintah, dan stakeholder terkait yang mendambakan keseimbangan lingkungan dan alam ini. Namun, hal mendasar yang menjadi kunci sukses rehabilitasi lahan adalah partisipasi masyarakat itu sendiri sebagai subjek dari segala bentuk kegiatan yang dilakukan. Suparwata (2016), mengatakan bahwa partsipasi masyarakat dalam rehabilitasi lahan kritis merupakan keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat dalam segala kegiatan/program yang dicanangkan dimulai dari perencanaan program, realisasi, pemantauan dan pendampingan hingga evaluasi program. Olehnya keberhasilan rehabilitasi lahan sangat ditentukan oleh partisipasi masyarakat yang terlibat langsung pada pengelolaan lahan-lahan yang telah kritis.

Pendekatan rehabilitasi lahan kritis harus dilakukan secara holistik dengan memperhatikan aspek sosial ekonomi dan budaya masyarakat (Njurumana et al., 2008).

Untuk meningkatkan keberhasilan rehabilitasi lahan kritis, disinilah sangat diperlukan partisipasi masyarakat dalam ikut langsung baik pada perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program. Dengan dasar itulah partisipasi masyarakat dalam setiap program mutlak diperlukan, tanpa adanya partisipasi, masyarakat hanyalah menjadi objek semata (Ansori, 2012). Sampai saat ini temuan beberapa penelitian mengungkapkan masih rendahnya

(3)

tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lahan kritis, utamanya pada perencanaan dan evaluasi, dan nampak sedang pada pelaksanaan program (Dipokusumo, 2011; Ansori, 2012; Dewi, 2013).

Peran dan kewenangan masyarakat masih rendah dalam pengelolaan lahan kritis, sehingga sebenarnya fokus rekondisi ini bukan semata mengatasi dampak, tetapi lebih penting adalah memberi kesadaran kritis pada masyarakat. Maka isu sentral tersebut terletak pada partisipasi masyarakat sebagai bentuk intervensi dan kewenangan penuh dalam membentk model pengelolaan SDL. Hal ini mengindikasikan bahwa partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dan menjadi penentu keberlanjutan program pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah dalam pelestarian Kawasan lahan kritis.

HASIL DAN PEMBAHASAN Lahan Kritis

Lahan kritis merupakan lahan yang keadaannya sudah tidak berfungsi dengan baik karena kerusakan secara fisik, kimia, maupun biologis. Dalam penyertaan tersebut bisa diartikan bahwa lahan kritis dapat menyebabkan produktivitas lahan menjadi rendah karena akibat adanya erosi. Namun terdapat beberapa parameter penentu lahan kritis sebagai berikut: penutup lahan, kemiringan lereng, tingkat Bahasa erosi, produktivitas lahan, dan manajemen lahan (Permenhut Nomor P.32/Menhut-II/2009). Klasifikasi tingkat lahan kritis dibagi menjadi 5 bagian yaitu tidak kritis, agak kritis, potensial kritis, kritis, dan sangat kritis. Lahan kritis di Indonesia terjadi akibat banyaknya penebangan dan pembukaan lahan liar yang tidak berizin dan pengalihan penggunaan lahan dari kawasan lahan pertanian ataupun lahan kawasan hutan menjadi lahan bukan pertanian atau lahan terbangun sehingga menyebabkan fungsi lahan serapan air semakin berkurang dan terjadinya degradasi lahan, erosi, tanah longsor, bencana banjir, kekeringan serta berkurangnya air bersih pada saat terjadinya musim kemarau.

Faktor-faktor penyebab lahan kritis cukup beragam, meliputi degradasi sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Lahan yang termasuk ke dalam katagori kemunduran sifat fisik tanah, diantaranya adalah yang disebabkan oleh tumbukan butir- butir hujan atau erosi,

(4)

pemadatan tanah akibat penggunaan alat-alat dan mesin pertanian atau proses eluviasi, banjir dan genangan. Sedangkan lahan kritis yang disebabkan oleh kemunduran sifat kimia, diantaranya yang disebabkan oleh proses penggaraman, pemasaman, dan pencemaran oleh bahan agrokimia, serta pengurasan unsur hara tanaman (Kurnia, Sutrisno, & Sungkana, 2007).

Kriteria kekritisan lahan menurut Perdirjen BPDAS PS Nomor. P. 4/VSet/2013 yang menggolongkan lahan kritis menjadi lima kelompok yaitu tidak kritis, potensial kritis, agak kritis, kritis dan sangat kritis. Kriteria ini didasarkan pada variabel-variabel yang terdiri dari, kondisi tutupan vegetasi, kemiringan lereng, tingkat erosi, manajemen, dan produktivitas lahan.

Tingkat bahaya erosi dapat dihitung dengan cara membandingkan tingkat erosi di suatu satuan lahan dan kedalaman tanah efektif pada satuan lahan. Dalam hal ini tingkat erosi dihitung dengan menghitung perkiraan rata-rata tanah hilang tahunan akibat erosi lapis dan alur yang dihitung dengan rumus Universal Soil Loss Equation (USLE) (Ramayanti et al., 2015). Meningkatnya laju erosi hingga melebihi laju pembentukan tanah akan mengakibatkan lapisan tanah menjadi tipis dan bahkan mungkin hilang dan tinggal batuan dasarnya. Kehilangan lapisan tanah berarti kehilangan potensi untuk produksi pertanian dan kehutanan dan bahkan produksi air.

Kemiringan lereng adalah perbandingan antara jarak vertikal suatu lahan beberapa satuan, diantaranya adalah dengan persen dan derajat. Data spasial kemiringan lereng dapat disusun dari hasil pengolahan data garis kontur dengan bersumber pada peta topografi atau peta rupa bumi (Sunartomo, 2011). Kemiringan lereng merupakan faktor lain yang mempengaruh keadaan lahan suatu wilayah. Wilayah yang terletak di dataran tinggi pada umumnya didominasi oleh lahan dengan kemiringan lereng di atas 15%. Kondisi wilayah tersebut berpotensi mengalami erosi yang besar.

Revegetasi Lahan Kritis

Revegetasi umumnya dilakukan dalam tiga tahap, mulai dari penanaman vegetasi penutup tanah (cover crops), kemudian penanaman pohon cepat tumbuh (fast growing

(5)

species) dan terakhir menanam tanaman sisipan dengan jenis pohon lokal klimaks (climax species) (Darmawan & Irawan, 2009). Kriteria pemilihan jenis yang berpotensi untuk revegetasi lahan pasca tambang adalah pohon yang bersifat intoleran, yaitu tahan hidup pada tempat terbuka. Jenis-jenis pohon yang intoleran umumnya ditemukan pada hutan- hutan sekunder dan sebagian merupakan jenis-jenis pionir. Permenhut No P.4/Menhut- II/2011 mengatur mengenai pemilihan spesies, penyusunan rancangan teknis dan pelaksanaan reklamasi. Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki dan menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan umum, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai dengan peruntukannya (Kepmen ESDM No. 1211.

Ll0081M. PE/199S. Upaya reklamasi pada lahan pertambangan yang masuk dalam Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK) mengacu pada aturan yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan yang mensyaratkan penanaman jenis pohon lokal (Permenhut No P.4/Menhut-II/2011). Karena jika menggunakan jenis pohon non lokal akan merubah ekosistem dari kondisinya semula sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan hilangnya sebagian jenis tumbuhan maupun hewan. Sementara reklamasi menggunakan jenis lokal dapat mendukung masuknya jenis-jenis lain dan cenderung dapat memulihkan lingkungan ekosistem mendekati kondisi aslinya (Rahmawati, 2002). Kegiatan reklamasi diharapkan akan berdampak positif terhadap komponen lingkungan geofisik dengan terjadinya perubahan iklim makro yang baik, peningkatan kestabilan lereng dan penurunan erosi tanah. Reklamasi lahan bekas tambang terdiri dai dua kegiatan yaitu pemulihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yag terganggu ekologinya dan mempersiapkan lahan baru yang telah diperbaiki untuk dimanfaatkan selanjutnya. Salah satu tanaman jenis pohon lokal yang berpotensi digunakan untuk reklamasi lahan bekas tambang adalah tanaman Pulai (Alstonia scholaris).

Penelitian tentang reklamasi telah dilakukan oleh Prawito (2009), dengan menanam tiga jenis tumbuhan lokal di Bengkulu dan memperoleh hasil bahwa Pueraria javanica dan Melastoma malabathicum lebih baik dibanding Wedelia trilobata dalam memperbaiki sifat- sifat tanah pascatambang batubara di Bengkulu. Revegetasi tailing timah di Pulau Bangka dengan jenis lokal dilakukan oleh Nurtjahya et al. (2008) menyimpulkan bahwa Hibiscus

(6)

tiliaceus, Ficus superba, Calophyllum inophyllum, and Syzygium grandehad berpotensi untuk revegetasi tailing timah. Iriansyah dan Susilo (2009) melakukan penelitian ujicoba penanaman jenis pohon cepat tumbuh di PT. Kitadin dan memperoleh hasil yaitu Hibiscus tiliaceus, Gmelina arborea dan Acacia crassicarpa lebih berpotensi dengan persen hidup lebih dari 70%. Reklamasi pada lahan bekas tambang batu kapur menggunakan jenis pohon lokal telah dilakukan oleh Alifah (2014), Pulai juga berpotensi ditanam dilahan bekas tambang batu bara (Waluyo dan Ulfa, 2006).

Partisipasi Masyarakat pada Dalam Revegetasi Lahan Kritis

Partisipasi masyarakat merupakan kontrol adanya kekuasaan yang berlebih agar lebih efektif ditujukan sebesar-besarnya untuk masyarakat dalam konsep good governance (Fadil, 2013). Kegiatan perencanaan bertujuan untuk mempersiapkan segala sesuatu secara sistematis supaya hasilnya mampu dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan.

Oleh karena itu, pertemuan atau rapat perlu dilakukan untuk menyusun perencanaan sebelum penanaman dilaksanakan. Melalui rapat-rapat perencanaan tersebut diharapkan mampu menghasilkan keputusan secara mufakat berdasarkan aspirasi dari setiap warga (Auliyani et al., 2014). Dimensi perencanaan merupakan tahap awal yang dilakukan dalam upaya pengelolaan lahan kritis. Pada tahap perencanaan beberapa kegiatan yang dilakukan ialah penetuan lokasi rehabilitasi dan penentuan jenis tanaman.

SIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui agihan tingkat kekritisan lahan yang ada pada lahan kritis lahan kawasan budidaya pertanian Kabupaten Sleman serta mengetahui

Parameter yang digunakan untuk penentuan lahan kritis di kawasan hutan budidaya pertanian antara lain kemiringan lereng, manajemen lahan , produktivitas pertanian, tingkat

Arahan pengendalian penggunaan lahan skenario kedua, dimana hutan yang berada di kawasan lindung dan sawah yang berada di kawasan pertanian lahan basah

Rusaknya hutan mangrove yang ada di Desa Lubuk Kertang akibat dari penebangan liar untuk bahan baku arang dan sebagian kawasan hutan mangrove telah berubah fungsi

Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam upaya pengelolaan mata atr diharapkan terpeliharanya hutan dari penebangan dan pengalihan fungsi lahan yang salah, dengan perlindungan

Rusaknya hutan mangrove yang ada di Desa Lubuk Kertang akibat dari penebangan liar untuk bahan baku arang dan sebagian kawasan hutan mangrove telah berubah fungsi

Banyaknya perubahan bentuk penggunaan lahan dari lahan pertanian ke non pertanian di wilayah sekitar Hartono Mall tidak dapat dihindarkan seperti halnya pada periode tahun

Parameter penentuan lahan kritis yang digunakan adalah tutupan lahan, kemiringan lereng, tingkat erosi tanah, manajemen hutan, dan produktivitas pertanian. Parameter