VII. NILAI KERUGIAN NEGARA AKIBAT PENEBANGAN LIAR DI CAPC
7.1. Kerugian Negara Akibat Penebangan Liar di Kawasan CAPC
Dalam penelitian ini, analisa kerugian ekonomi negara akibat penebangan liar di kawasan Cycloops, sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi negara akibat hilangnya kayu-kayu yang terdapat di Gunung Cycloops. Untuk menghitung kerugian tersebut dengan menggunakan pendekatan potensi kerugian ekonomi akibat kayu hilang dan juga pendekatan penerimaan iuran kehutanan berupa Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) Tahun 2007.
Aktivitas masyarakat yang berada di dalam dan di luar kawasan Cycloops, sehingga menyebabkan meningkatnya kerusakan hutan Cycloops setiap tahunnya. Data terakhir tahun 2008 jumlah hutan Cycloops yang rusak mencapai 9.374 hektar (Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Jayapura, 2008).
Jumlah potensi kayu di Papua yakni sebesar 135,1m3/ha (FWI/GFW, 2001). Maka dengan demikian jumlah potensi kayu yang hilang pada CA. Cycloops yakni: 9.374 hektar X 135,1 m3/hektar = 1.266.427,4m3. Potensi kayu yang terdapat di hutan Cycloops terdiri dari pohon Merbau dan Non Merbau.
Proporsi jenis kayu Merbau: 1/3 X 1.266.427,4m3 = 422.142,48m3. Proporsi jenis kayu Non Merbau 2/3 X 1.266.427,4m3 = 844.284,93m3. Harga kayu jenis Merbau sebesar Rp 2.200.000/m3 dan jenis Non Merbau sebesar Rp 1.200.000/m3 (Tabel 12).
Tabel 12 Kerugian Ekonomi Negara Akibat Penebangan Liar Tahun 2007
No. Jenis Kayu Volume Kayu (m3) Harga Kayu (Rp) Jumlah (Rp) 1. Merbau 422.142,48 2.200.000 928.713.456.000 2. Non Merbau 844.284,93 1.200.000 1.013.141.916.000
Jumlah 1.941.855.537.720
Dari hasil tabel di atas menunjukkan jumlah kerugian ekonomi jenis kayu Merbau yakni volume kayu 422.142, 48 m3, harga kayu Rp 2.200.000 jumlah kerugian sebesar Rp 928.713.456.000, sedangkan kerugian ekonomi untuk jenis kayu Non Merbau yakni volume kayu 844.284,93 m3, harga kayu Rp 1.200.000, jumlah kerugian sebesar Rp 1.013.141.916.000. Total kerugian ekonomi Negara akibat hilangnya kayu di hutan Cycloops yakni sebesar Rp 1.941.855.537.7201.
Kerugian negara lainnya dalam bentuk kehilangan pendapatan berupa Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) tahun 2007 yakni sebesar Rp 465.211.270 dan jumlah Dana Reboisasi (DR) tahun 2007 yakni sebesar Rp 546.145.282. Total penerimaan iuran kehutanan berupa PSDH dan DR Kabupaten Jayapura pada tahun 2007 yakni Rp 465.211.270 + Rp 546.145.282 = Rp 1.011.356.552 (Subdin Peredaan Hasil Hutan, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua, 2007).
Total kerugian Negara akibat penebangan liar yakni jumlah kerugian ekonomi akibat hilangnya kayu di hutan Cycloops dan kehilangan iuran kehutanan berupa Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) (Tabel 13).
Tabel 13 Total Kerugian Ekonomi Negara Akibat Penebangan Liar di Kabupaten Jayapura Tahun 2007
No. Jenis Kerugian Negara Jumlah (Rp)
1 Kehilangan Kayu 1.941.855.537.720
2 Iuran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) 465.211.270
3 Iuran Dana Reboisasi (DR) 546.145.282
Total 1.942.866.894.272
Sumber: Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten Jayapura, 2008.
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah kerugian negara akibat penebangan liar berupa kehilangan kayu sebesar Rp 1.941.855.537.720, dan iuran PSDH sebesar Rp 465.211.270 dan DR sebesar Rp 546.145.282. Total kerugian ekonomi negara sebesar Rp 1.942.866.894.272.
1
Penjumlahan kerugian negara bersumber dari data buku Statistik Kehutanan Provinsi Papua tahun 2007, tanpa memperhitungkan nilai waktu.
Implikasi dari penebangan liar terhadap ekologi hutan Cycloops yakni menimbulkan kerusakan vegetasi hutan Cycloops, dan mengganggu siklus kehidupan keanekaragaman hayati Cycloops. Serta mengakibatkan fungsi hutan Cycloops sebagai sumber air, penghasil oksigen, penyerap karbon terganggu.
Implikasi kerusakan hutan Cycloops terhadap kehidupan masyarakat yakni, tidak lagi dapat menikmati pemandangan yang sejuk, menimbulkan kekuatiran dan trauma yang mendalam pada masyarakat yakni terjadinya longsor dan banjir kembali. Dan sumberdaya alam tersebut tidak dapat lagi dinikmati oleh generasi yang akan datang.
7.2. Deskripsi Kerusakan Hutan CAPC yang Dirasakan Oleh Masyarakat Analisa kerugian ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat akibat longsor Pegunungan Cycloops dihitung dengan menggunakan pendekatan Perubahan Produktivitas, pendekatan Cost of Illness, pendekatan Transfer Benefit, pendekatan Deskriptif Kualitatif dan pendekatan Total Economic Value.
Kerusakan hutan CAPC yang terjadi beberapa tahun terakhir ini memang sangat besar, hal itu terlihat dari semakin banyaknya penebangan liar, konversi lahan menjadi lahan pertanian, pembangunan rumah di atas gunung Cycloops, serta kegiatan-kegiatan masyarakat suku Wamena, Paniai dan lainnya yang tidak bertanggungjawab dan menyebabkan kerusakan pada flora yang menjadi endemik di Cycloops, selain itu juga menyebabkan banyaknya tanah-tanah yang tidak terawat dan terlantar (Gambar 8).
Dampak sosial yang dirasakan oleh masyarakat akibat kerusakan ekologi Gunung Cycloops yakni berupa biaya sosial, perubahan budaya/gaya hidup dan munculnya kecemburuan sosial. Pada aspek modal sosial yang dirasakan masyarakat mengalami peningkatan, hal itu disebabkan oleh komunikasi, solidaritas antar masyarakat semakin baik. Peningkatan yang utama terjadi disebabkan oleh perasaan senasib dan seperjuangan antar masyarakat dalam menanggulangi banjir dan merehabilitasi kembali perumahan dan lingkungan masyarakat pada masa yang lalu.
Kekompakan dan kerjasama yang ada sampai sekarang terus terjalin dan dijaga, hal itu dapat dibuktikan pada saat kondisi cuaca/iklim terjadi hujan lebat dan selama minimal ± dua jam berturut-turut dan bahkan sampai seharian, biasanya masyarakat tersebut secara sadar dan tanpa dikomando telah melakukan patroli dan pengawasan langsung pada Gunung Cycloops yang rusak.
Kegiatan-kegiatan tersebut dapat berlangsung berkat dukungan dana dan tenaga swadaya masyarakat. Jumlah dana tersebut biasanya bervariasi tergantung kerelaan masyarakat, dan kondisi ekonomi. Ada yang memberikan bantuan berbentuk natura, bentuk uang dan juga dalam bentuk tenaga tergantung kesiapan dan himbauan ketua RT/RW setempat. Apabila dikalkulasikan secara riil terjadi peningkatan pengeluaran masyarakat pada waktu-waktu, sesuai dengan situasi dan kondisi iklim daerah setempat.
Pada aspek budaya atau kebiasaan hidup sehari-hari masyarakat juga mengalami perubahan. Kondisi dulu sebelum terjadi banjir/longsor Gunung Cycloops, hubungan sosial antar masyarakat tidak terlalu baik dan lebih mementingkan diri sendiri. Kondisi sekarang setelah banjir/longsor Cycloops hubungan masyarakat semakin akrab dan gaya hidup mereka semakin menunjukkan kepedulian dengan sesama masyarakat lainnya, yang ditandai dengan kegiatan gotong-royong dalam membersihkan kotoran-kotoran dan lumpur yang menggenangi rumah tetangganya tanpa dibayar dan dipaksa.
Perubahan kepedulian tersebut terjadi secara tidak langsung dan tanpa paksaan, hal itu semata-mata terjadi sebagai bagian dari upaya penanggulangan dan rehabilitasi akibat dampak banjir/longsor yang terjadi. Kondisi lain juga menunjukkan bahwa budaya masyarakat setempat yang telah terjalin lama tidak
mengalami perubahan contohnya kegiatan arisan RT/RW, kegiatan-kegiatan tersebut tetap ada dan berlangsung sampai sekarang ini.
Kecemburuan sosial antar masyarakat sebagai dampak banjir/longsor Cycloops tidaklah terjadi, akan tetapi sebaliknya yang terjadi yakni keakraban dan hubungan (relationship) antar masyarakat semakin baik, dan bahkan masyarakat tidak segan-segan untuk membantu tetangganya yang mengalami bencana, tanpa adanya unsur paksaan dan imbalan jasa.
7.3. Dampak Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Perubahan Produktivitas Pertanian Sebelum dan Sesudah Banjir/Longsor Cycloops
Responden dalam penelitian ini sebagian besar berprofesi sebagai PNS/TNI di kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura dan kantor pemerintahan lainnya, wiraswasta, BUMN, pegawai swasta, dan honorer. Sedangkan responden yang lainnya berprofesi sebagai petani/peternak dan perikanan.
Hasil tabel 14 menunjukkan bahwa dampak longsor/banjir gunung Cycloops mengakibatkan kerugian yang cukup besar terhadap penurunan produktivitas sektor pertanian, peternakan dan perikanan masyarakat. Jumlah luas lahan terbesar adalah lahan tanaman singkong dan lahan tanaman pinang masing sebesar 150 m, jumlah produktivitas sebesar 633, 59 kg/m. Harga produk terendah yakni harga pisang sebesar Rp 15.000 kg/m, sedangkan harga tertinggi adalah harga pinang sebesar Rp 80.000 kg/m. Total pendapatan masyarakat sebelum banjir sebesar Rp 1.473.614.250.
Total produktivitas masyarakat setelah banjir/longsor menjadi 132,66 kg/m, dan total pendapatan masyarakat menjadi Rp 299.235.250. Penurunan pendapatan masyarakat yang sangat besar tersebut, disebabkan oleh penurunan produktivitas sektor penternakan babi menjadi 62,5 kg/m, dengan pendapatan menjadi Rp 150.000.000. Penurunan produktivitas peternakan sapi menjadi 58,33 kg/m, jumlah pendapatan sebesar Rp 139.992.000.
Penurunan produktivitas sektor pertanian, peternakan, perikanan masyarakat setelah banjir/longsor Cycloops terbesar yakni pada bidang peternakan sapi menjadi 281,67 kg/m dengan jumlah pendapatan sebesar Rp 700.008.000.
penurunan terbesar kedua yakni peternakan babi menjadi 187,5 kg/m dengan jumlah pendapatan mencapai Rp 450.000.000. Total penurunan produktivitas sebesar 501 kg/m dengan jumlah pendapatan sebesar Rp 1.178.264.000.
Implikasi dari kerugian masyarakat akibat kerusakan hutan (banjir/longsor) terhadap kerusakan lahan pertanian yakni menyebabkan penurunan tingkat kesuburan tanah, dan menyebabkan menurunnya kemampuan tanah untuk berproduksi. Sedangkan implikasi terhadap masyarakat yakni menyebabkan pengurangan pendapatan akibat tanah/lahan tersebut tidak dapat berproduksi dengan baik, implikasi lainnya yakni menyebabkan tambahan pengeluaran untuk membeli pupuk sehingga dapat mengembalikan kesuburan tanah/lahan yang rusak, serta menyebabkan energi tambahan akibat perbaikan dan merapikan kembali lahan yang ditutupi oleh batu-batu dan pasir.
Tabel 14 Nilai Kerugian Penurunan Produktivitas Sektor Pertanian, Peternakan dan Perikanan Tahun 2007
Jenis Komoditi
Sebelum Banjir/Longsor Sesudah Banjir/ Longsor
Penurunan Produktivitas (kg/m) Jumlah (Rp) Luas (m) Produktivitas (kg/m) Harga (Rp/kg) Pendapatan (Rp) Produktivitas (kg/m) Pendapatan (Rp) 1. Cabe 50 (1) 0,3 65.000 975.000 0,04 130.000 0,26 845.000 2. Singkong 150 0,13 20.000 390.000 0,06 180.000 0,07 4.095.000 3. Pinang 150 0,13 80.000 1.560.000 0,06 720.000 0,07 840.000 4. Pisang 50 7 15.000 5.250.000 3 2.250.000 4 3.000.000 5. Ikan 50 (2) 12,5 35.000 21.875.000 2,5 4.375.000 10 17.500.000 6. Babi 30 250 80.000 600.000.000 62,5 150.000.000 187,5 450.000.000 7. Sapi 30 350 80.000 840.000.000 58,33 139.992.000 291,67 700.008.000 8. Ayam 5 5,2 65.000 1.690.000 2 650.000 3,2 1.040.000 9. Itik 3 8,33 75.000 1.874.250 4,17 938.250 4,16 936.000 J u m l a h 518 633,59 515.000 1.473.614.250 132,66 299.235.250 501 1.178.264.000
Sumber : Data Primer diolah, 2009. Keterangan: (1) Meter; (2) Ekor
7.4. Pendekatan Cost of Illness
Dalam pendekatan ini, yang dianalisis adalah seberapa besar kerugian masyarakat/responden untuk memulihkan kesehatan sebagai dampak banjir/longsor Gunung Cycloops. Total biaya dihitung baik secara langsung maupun tidak langsung. Biaya langsung yang meliputi: biaya berobat di Rumah Sakit atau Puskesmas, biaya perawatan selama penyembuhan, biaya obat-obatan, atau biaya pelayanan kesehatan lainnya.
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura Tahun 2007 menunjukkan bahwa akibat dari banjir air dan lumpur Cycloops menyebabkan terjadi peningkatan penyakit yang dialami masyarakat yang terdiri dari penyakit gatal-gatal, kudis, malaria, flu, sakit kepala dan lain-lain (Tabel 15).
Tabel 15 Rekapitulasi Penyakit Akibat Longsor/Banjir Cycloops di Distrik Sentani Tahun 2007
No.
Pola Pencegahan
Penyakit
Jumlah Orang Sakit Pada Saat
Banjir (Orang) Jumlah Orang Sakit Pada Kondisi Normal (Orang) Biaya Berobat Rata-Rata/ Orang (Rp) Selisih Total Biaya Pengobatan (Rp) 1. Dirawat dan Menginap 215 105 825.000 90.750.000 2. Dirawat dan Tidak Menginap 735 350 51.000 19.635.000 3. Beli Obat Sendiri 4.172 2.075 20.000 41.940.000
Jumlah 5.122 2.530 - 152.325.000
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura, 2008.
Hasil analisis rekapitulasi penyakit akibat longsor/banjir Cycloops menunjukkan bahwa jumlah orang sakit pada saat longsor/banjir, masyarakat yang dirawat dan menginap di RS/Puskesmas sebanyak 215 orang, pada saat kondisi normal yakni sebanyak 105 orang. Biaya berobat rata-rata/orang yakni sebesar Rp 825.000/orang. Selisih total biaya pengobatan yakni sebesar Rp 90.750.000.
Jumlah orang sakit yang dirawat dan tidak menginap pada saat banjir, yakni sebanyak 735 orang dan sebanyak 350 orang pada kondisi normal. Biaya berobat rata-rata sebesar Rp 51.000/orang. Selisih total biaya pengobatan masyarakat yakni sebesar Rp 19.635.000.
Jumlah orang sakit yang membeli obat sendiri sebanyak 4.172 orang dan
sebanyak 2.075 pada kondisi normal. Biaya berobat rata-rata sebesar Rp 20.000/orang. Selisih total biaya pengobatan masyarakat yakni sebesar Rp 41.940.000.
Jumlah orang sakit pada saat banjir yakni sebanyak 5.122 orang, sedangkan jumlah orang sakit pada kondisi normal yakni sebanyak 2.530 orang. Selisih total
biaya pengobatan yang ditanggung oleh masyarakat yakni sebesar Rp 152.325.000.
Rata-rata biaya kesehatan akibat banjir/longsor hutan Cycloops relatif lebih tinggi dibandingkan perhitungan kerugian secara nasional tahun 1997 baik yang dilakukan oleh EEPSEA dan WWF (1998) Rp 462.000/orang maupun UNDP dan Kementerian LH (1999) Rp 311.000/orang. Perbedaan ini disebabkan karena harga-harga barang di Kota dan Kabupaten Jayapura Provinsi Papua lebih mahal dibandingkan dengan perhitungan secara nasional.
Implikasi dari kerugian masyarakat akibat penurunan kesehatan yakni menyebabkan penurunan pendapatan dan kesejahteraan akibat tidak dapat bekerja dalam beberapa waktu karena sakit. Implikasi lainnya masyarakat harus mengeluarkan dana tambahan di luar pengeluaran rutin, untuk berobat di Rumah Sakit (RS) dan Puskesmas, serta keperluan lainnya yang terkait.
Biaya tidak langsung yang ditanggung oleh masyarakat akibat banjir/longsor Cagar Alam Pegunungan Cycloops adalah kehilangan pendapatan akibat tidak bekerja karena mengalami sakit, dan melakukan aktivitas lain yang tidak menghasilkan pendapatan misalnya seperti membersihkan rumah, memperbaiki kerusakan rumah dan juga membantu merehabilitasi kembali fasilitas dan sarana dan prasana setempat yang mengalami kerusakan (Tabel 16).
Tabel 16 Nilai Kerugian Ekonomi Penduduk Tidak Bekerja Akibat Banjir/Longsor Cycloops di Distrik Sentani Tahun 2007
Kampung No. Jenis
Pekerjaan
Periode Banjir/Longsor CA. Cycloops Maret 2007
Jumlah Pekerja (Orang) Jumlah Tdk Kerja (Orang) Upah Harian Tahun 2007 (RP/org/hr) Lama Hari Tdk Kerja (Hari) Jumlah Nilai Kerugian Thn 2007 (Rp)
Hinekombe 1 Peg. Negeri 18 15 48.000 4 2.880.000
2 Peg. Swasta 15 8 39.480 2 631.680 3 Peg. BUMN 2 2 300.000 2 1.200.000 4 Wiraswasta 2 2 30.000 7 420.000 5 Honorer 1 1 24.000 5 120.000 6 Petani - - - Jumlah 38 26 441.480 20 5.251.680 Sentani Kota 1 2. Peg. Negeri Peg. Swasta 14 6 12 4 48.000 39.480 5 2 2.880.000 315.840 3. Peg. BUMN 3 1 300.000 2 600.000 3 Wiraswasta 1 1 30.000 5 150.000 4 Honorer - - - 5 Petani 1 1 30.000 7 210.000 Jumlah 25 19 447.480 21 4.155.840
Dobonsolo 1 Peg. Negeri 22 18 48.000 4 3.456.000
2 Peg. Swasta 10 7 39.480 3 829.080 3 Peg. BUMN 4 2 300.000 2 1.200.000 4 Wiraswasta - - - 5 Honorer - - - 6 Petani 1 1 30.000 7 210.000 Jumlah 37 28 417.480 16 5.695.080 Total 100 73 1.306.440 57 15.102.600 Rata-Rata 33.34 24.34 435.480 19 5.034.200
Sumber : Data Primer diolah, 2009.
Hasil tabel 16, menunjukkan bahwa jumlah upah harian pada semua pekerjaan berkisar antara Rp 20.000 - Rp 250.000 perhari. PNS mendapat upah/hari sebesar Rp 40.000, Pegawai Swasta sebesar Rp 32.900, Pegawai BUMN sebesar Rp 250.000, Wiraswasta sebesar Rp 30.000, Honorer sebesar
Rp 20.000, dan Petani sebesar Rp 25.000. Gaji harian pada PNS dari rata-rata gaji yang diterima tiap bulan dibagi dengan 25 hari kerja, demikian juga dengan pegawai Swasta, dan BUMN, Honorer.
Variasi pada gaji PNS tergantung pada jumlah golongan PNS yang bekerja di Pemerintah Kabupaten Jayapura. PNS yang bekerja di Kabupaten lebih banyak pada Golongan IIa-IVb sehingga rata-rata gaji tiap bulan adalah Rp 961.000- Rp 2.136.000/bulan.
Jumlah nilai kerugian terbesar yang dirasakan masyarakat yakni pada Kelurahan Dobonsolo yaitu sebesar Rp 5.695.080, diikuti Kelurahan Hinekombe dengan jumlah kerugian sebesar Rp 5.251.680, dan Kelurahan Sentani Kota yakni sebesar Rp 4.155.840. Total kerugian dirasakan masyarakat Kecamatan Sentani akibat tidak bekerja adalah sebesar Rp 15.102.600.
7.5. Nilai Kerusakan Infrastruktur
Dampak yang dialami masyarakat berupa kerusakan infrastruktur antara lain yakni terjadinya kerusakan perumahan, sarana dan prasarana jalan raya dan transportasi, telekomunikasi, layanan air bersih, macetnya aktivitas perekonomian dan perdagangan. Sedangkan pada aspek ekologis yakni kepunahan spesies yang terdapat pada Gunung Cycloops, rusaknya habitat hewan-hewan dan burung, perubahan alur dari mata air dan sungai serta terkikisnya lapisan tanah gunung Cycloops. Akibat kerusakan-kerusakan tersebut menimbulkan terjadinya penurunan sarana dan prasarana umum daerah (Tabel 17).
Tabel 17 Dampak Banjir/Longsor Cycloops Terhadap Kerusakan Infrastruktur di Distrik Sentani Tahun 2007
No. Nama Aset Satuan
(Unit/m) Penggantian Aset Nilai
A. 1 2 3 4 5 6 7 BANGUNAN : Perumahan
Kantor Dispenda Kab. Jayapura Kantor BPTP Prov. Papua Yonif 751 Jayapura Panti Asuhan Mushola Sekolah 1.795 1 1 1 1 1 10 10.608.370.000 50.000.000 855.000.000 200.000.000 20.000.000 35.000.000 200.000.000 Jumlah 1.810 11.968.370.000
Tabel 17 Dampak Banjir/Longsor Cycloops Terhadap Kerusakan Infrastruktur di Distrik Sentani Tahun 2007
No. Nama Aset Satuan
(Unit/m) Nilai Penggantian Aset B. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 INFRASTRUKTUR DAERAH :
Pembangunan Jembatan Flavouw Pembangungan Jembatan Kali Belo Rehabilitasi Jalan Komba
Rehabilitasi Jembatan Komba
Rehabilitasi Jalan Lingkar Utara Sentani Penggantian Jalan di Sereh
Rehabilitasi Jalan Ifar Gunung Talud depan Polsek Sentani Pipa PDAM
Pembangunan Jembatan 5 Lingkar Utara Pembangunan Jembatan 8 Lingkar Utara Pembangunan Jembatan 9 Lingkar Utara Pembangunan Jembatan Akuatan Kemiri
25 25 30 30 24 200 500 50 850 15 6 10 10 1.255.000.000 1.255.000.000 1.400.375.000 102.143.000 1.870.000.000 3.000.000.000 4.500.000.000 4.500.000.000 42.500.000 1.400.375.000 553.256.000 936.250.000 936.250.000 Jumlah 1775 21.751.149.000 C. 1 2 3 4 USAHA PERDAGANGAN : Pertanian Peternakan Perikanan Toko Kelontongan 2 5 2 4 10.900.000 358.580.000 28.350.000 813.300.000 Jumlah 13 1.211.130.000 D. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
BARANG NON BANGUNAN :
Mobil Sepeda Motor Televisi Gudang Laptop Kulkas Lemari Kursi Mesin Cuci Kipas Angin Kasur/Springbed Dop Pintu Rak TV Meja Perabot Dapur Tape Air Minum Pakaian Lainnya 32 112 56 18 18 106 236 136 94 22 208 22 208 38 90 26 40 200 84 198 226.700.000 163.610.000 29.850.000 717.000.000 44.500.000 62.600.000 146.350.000 92.850.000 54.550.000 4.050.000 67.450.000 4.250.000 71.200.000 9.000.000 27.550.000 39.150.000 17.100.000 24.495.000 25.700.000 133.590.000 Jumlah 1.944 1.961.545.000
Tabel 17 Dampak Banjir/Longsor Cycloops Terhadap Kerusakan Infrastruktur di Distrik Sentani Tahun 2007
No. Nama Aset Satuan
(Unit/m) Nilai Penggantian Aset E. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kenyamanan :
Biaya Makan Dan Minum (Maksimum) Pasokan Bahan Makanan dari dan ke Kota Sentani
Pasokan Air Minum Dari dan ke Kota Sentani Biaya Transportasi
Kerugian Perusahaan Angkutan
Kerugian Yang Timbul Akibat Perubahan Rute Oleh Armada
Kerugian Yang Timbul Akibat Perubahan Rute Oleh Penumpang
Kerugian Yang Timbul Akibat Hilangnya Waktu Lama Sekolah Tutup
15.000 25.000 6.000 12.000 100.000 5.000 1.000 3.500 5.000 135.000.000 150.000.000 36.000.000 144.000.000 12.000.000.000 600.000.000 6.000.000 315.000.000 1.500.000.000 Jumlah 172.500 14.886.000.000 Total A+B+C+D+E 178.029 51.778.194.000
Sumber : Tim Inventaris Kerugian Akibat Banjir di Sentani, 2007.
Hasil tabel 17 menunjukkan bahwa kerusakan tertinggi pada infrastruktur berupa perumahan masyarakat sebanyak 1.795 unit dengan nilai kerugian sebesar Rp 10.608.370.000 bangunan, sedangkan kerusakan kedua berupa sekolah sebanyak 10 unit dengan nilai kerugian sebesar Rp 200.000.000. Total kerusakan bangunan sebanyak 1.810 unit dengan jumlah kerugiaan Rp 11.968.370.000.
Bidang infrastruktur daerah jumlah kerugian terbesar yakni kerusakan rehabilitasi jalan ifar gunung sepanjang 500 m dengan jumlah kerugian sebesar Rp 4.500.000.000, diikuti pembuatan talud di depan Kepolisian Sektor Sentani sepanjang 50 m dengan jumlah kerugian sebesar Rp 4.500.000.000. Total kerusakan sebanyak 1.775 unit, dengan jumlah kerugian Rp 21.751.149.000.
Bidang usaha perdagangan jumlah kerugian terbesar yakni toko kelontongan sebanyak 4 dengan nilai kerugian sebesar Rp 813.300.000, diikuti usaha peternakan sebanyak 5 dengan nilai kerugian sebesar Rp 358.850.000. Total kerusakan yakni sebanyak 13 unit dengan jumlah kerugian Rp 1.211.130.000.
Bidang barang non bangunan jumlah kerugian terbesar yakni gudang sebanyak 17 dengan nilai kerugian sebesar Rp 717.000.000, diikuti kerusakan lemari sebanyak 253 unit dengan nilai kerugian sebesar Rp 146.350.000. Total kerusakan sebanyak 1.944 unit dengan jumlah kerugian Rp 1.961.545.000.
Pada aspek kenyamanan masyarakat kerugian terbesar perusahaan angkutan sebanyak 100.000 unit/m dengan nilai kerugian sebesar Rp 12.000.000.000, diikuti dengan total kerusakan sekolah sebanyak 5.000 unit dengan nilai kerugian sebesar Rp 1.500.000.000. Jumlah kerusakan 172.500 unit/m dengan nilai kerugian sebesar Rp 14.886.000.000. Total kerusakan sebanyak 178.029 unit/m dengan kerugian sebesar Rp 51.778.194.000.
Dampak banjir/longsor Cycloops terhadap perumahan responden di Distrik Sentani juga mengalami kerusakan yang cukup besar, berbagai bentuk kerusakan berupa hancur, roboh, hanyut, retak-retak, tergenang air dan lumpur dan lainnya yang menimbulkan kerugian yang sangat besar (Tabel 18).
Tabel 18 Dampak Banjir/Longsor Gunung Cycloops terhadap Kerusakan Perumahan Responden Tahun 2007
Nama Kampung
Jumlah Kerusakan Nilai Kerugian
Jumlah Kerugian (Rp) Rusak Ringan (Unit) Rusak Sedang (Unit) Rusak Berat (Unit) Hanyut/ Hancur (Unit) Rusak Ringan (Rp) Rusak Sedang (Rp) Rusak Berat (Rp) Hanyut/ Hancur (Rp) Hinekombe 32 1 4 3 13.550.000 2.100.000 8.800.000 245.000.000 269.450.000 Sentani Kota 20 3 - 2 7.850.000 2.050.000 - 370.000.000 379.900.000 Dobonsolo 27 1 5 2 9.570.000 1.800.000 10.150.000 60.000.000 81.520.000 J u m l a h 79 5 9 7 30.970.000 5.950.000 18.950.000 675.000.000 730.870.000
Hasil tabel 18 menunjukkan bahwa jumlah kerusakan rumah yang sifatnya rusak ringan di Kelurahan Hinekombe sebanyak 32 unit, di Kelurahan Sentani Kota sebanyak 20 unit dan di Kelurahan Dobonsolo sebanyak 27 unit. Jumlah rumah rusak ringan sebanyak 79 unit.
Tingkat kerusakan rumah rusak sedang dan rusak berat dan hanyut hancur di Distrik Sentani masing-masing sebanyak 5 unit, 9 unit dan 7 unit. Banyaknya rumah yang hanyut disebabkan letak rumah-rumah tersebut berada disamping kali sehingga pada saat air dan material lain turun dari puncak gunung Cycloops mengakibatkan rumah tersebut hanyut.
Nilai kerugian untuk jenis rusak ringan di Kelurahan Hinekombe, Sentani Kota dan Dobonsolo sebesar Rp 30.970.000, sedangkan nilai kerugian tingkat kerusakan sedang sebesar Rp 5.950.000, nilai kerugian dengan tingkat kerusakan berat sebesar Rp 18.950.000, dan tingkat kerusakan hanyut/hancur adalah Rp 675.000.000. Jumlah nilai kerugian total di tiga kelurahan tersebut adalah sebesar Rp 730.870.000.
Implikasi dari akibat kerusakan infrastruktur yakni menyebabkan masyarakat tidak dapat beraktivitas sehari-hari dengan baik. Implikasi lainnya yakni masyarakat harus mengeluarkan dana tambahan di luar pengeluaran rutin, untuk membeli kembali alat-alat kebutuhan rumah tangga yang baru, serta memperbaiki kembali rumah mereka yang rusak, usaha perdagangan, lahan pertanian, perikanan dan perkebunannya.
7.6. Dampak Sosial Banjir/Longsor Cycloops di Distrik Sentani
Banjir dan longsor Gunung Cycloops, mengakibatkan kerusakan yang sangat parah pada perumahan masyarakat dan juga fasilitas umum lainnya. Perhatian masyarakat pasca bencana banjir dan longsor yakni memperbaiki dan membersihkan rumahnya masing-masing. Aspek budaya masyarakat tidak mengalami gangguan, karena tidak ada aktivitas masyarakat yang mengganggu kebiasaan dan norma-norma yang terdapat pada masyarakat.
Pada aspek psikologi menimbulkan ketakutan dan trauma yang mendalam. Apabila terjadi hujan lebat disertai petir hingga beberapa jam, masyarakat tersebut sudah merasakan ketakutan. Sebagai antisipasi masyarakat melakukan kegiatan
ronda bersama untuk menjaga dan mengantisipasi kemungkinan datangnya banjir kembali.
Dampak pada bidang transportasi yakni terputusnya dua jembatan utama di pusat Kota Sentani yang berfungsi sebagai penghubung kota-kota terdekat. Selain itu juga menyebabkan arus distribusi barang di kabupaten dan kota Jayapura terganggu. Angkutan umum dengan trayek luar kota yakni Abepura-Sentani, Bonggo-Abepura, Sarmi-Abepura, Lereh-Abepura dan lain sebagainya juga tidak dapat berfungsi dengan baik.
Dampak lainnya yakni bertambahnya waktu tempuh trayek tersebut hingga mencapai 15 menit dari 45 menit sehingga menjadi 60 menit. Bertambahnya waktu tempuh trayek menimbulkan konsumsi BBM meningkat. Hal itu disebabkan karena adanya perubahan jalur/trayek hingga mencapai ± 2.5 km dari trayek sebelumnya. Perubahan trayek berdampak terhadap kenaikan ongkos transpor berkisar antara Rp 1.000–Rp 1.500 pergi-pulang (PP) untuk setiap trayek. Pada angkutan transportasi udara juga terpengaruh yakni mengalami keterlambatan.
Pada bidang perekonomian, menyebabkan distribusi barang dan jasa dalam dan luar Kabupaten/Kota Jayapura terganggu. Masyarakat tidak bisa mendapatkan barang yang dibutuhkannya, sedangkan pihak produsen mengalami kerugian yang cukup besar karena tidak dapat memasarkan hasil panennya ke pasar terdekat. Akibatnya sebagian barang-barang kebutuhan pokok tersebut mengalami kebusukan.
Dampak lainnya yakni fungsi habitat sebagai tempat tinggal flora dan fauna setempat tidak dapat berfungsi dengan baik, sehingga mengganggu kelangsungan kehidupan flora dan fauna serta biodiversitas lainnya yang terdapat di gunung Cycloops.
Pada bidang ekologi yakni terjadinya perubahan jalur mata air serta munculnya jalur mata air yang baru. Kondisi tersebut mempengaruhi terhadap jumlah debit air PDAM Kabupaten Jayapura. Apabila hujan datang maka air tersebut tidak lagi diserap oleh tanah di kawasan gunung Cycloops, dan langsung menuju Danau Sentani.
7.7. Nilai Ekonomi Total (NET) Kerugian Masyarakat Akibat Banjir/Longsor Hutan Cycloops
Pendekatan Nilai Ekonomi Total bertujuan untuk mengetahui dampak kerugian total yang dialami oleh masyarakat akibat banjir/longsor hutan Cycloops (Tabel 19).
Tabel 19 Total Nilai Kerugian Ekonomi Akibat Banjir/Longsor Hutan Cycloops di Distrik Sentani Tahun 2007
No. Jenis Kerusakan Jumlah/unit Nilai Kerugian
1. Kerusakan Sarana dan Prasarana (1)
a. Bangunan 1.810 11.968.370.000
b. Infrastruktur 1.775 21.751.149.000
c. Barang Non Bangunan 1.944 1.961.545.000
Jumlah -1 5.529 35.681.064.000
2. Dampak Banjir/Longsor Cycloops (2)
a. Perubahan Produktivitas (Pertanian, Peternakan dan Perikanan)
501 1.178.264.000
b. Usaha Perdagangan 13 1.211.130.000
c. Kesehatan Masyarakat 2.592 152.325.000
d. Penduduk Tidak Bekerja 100 15.102.600
e. Kerusakan Perumahan Masyarakat 100 730.870.000 Jumlah - 2 3.306 3.287.691.600 3. Kenyamanan (3) 172.500 14.886.000.000 Total Kerugian (1-3) 181.335 53.854.755.600
Sumber : Data Primer diolah, 2009.
Keterangan: (1) Perunit; (2) Perhektar; (3) Perkilogram dan Rupiah
Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah kerusakan sarana dan prasarana terbesar adalah kerusakan barang non bangunan sebanyak 1.944 dengan nilai kerugian sebesar Rp 1.961.545.000, diikuti kerusakan bangunan sebanyak 1.810 unit dengan nilai kerugian sebesar Rp 35.681.064.000.
Jumlah kerusakan akibat dampak banjir/longsor Cycloops terbesar yakni pada kesehatan masyarakat sebanyak 2.592 kasus dengan nilai kerugian sebesar Rp 152.325.000. Sedangkan kerugian terbesar pada sektor usaha perdagangan sebanyak 13 unit dengan nilai kerugian sebesar Rp 1.211.130.000.
Jumlah kerusakan sarana dan prasarana sebanyak 5.529 unit/ha/kg dan kerugian sebesar Rp 35.681.064.000. Sedangkan dampak banjir/longsor terhadap kerugian masyarakat sebanyak 3.306 unit/ha/kg dengan jumlah kerugian sebesar Rp 3.287.691.600.
Jumlah kerugian kenyamanan sebanyak 172.500 unit/ha/kg dengan jumlah kerugian sebesar Rp 14.886.000.000. Total kerugian ekonomi masyarakat akibat
banjir/longsor Cycloops di Distrik Sentani Tahun 2007 adalah sebesar Rp 53.854.755.600. Dalam hal ini diasumsikan seluruh nilai kerugian berdasarkan
nilai basis perhitungan tahun 2007.
Total kerugian ekonomi tersebut memiliki makna sebagai jumlah kerugian yang harus ditanggung oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura. Total kerugian tersebut akan berdampak terhadap peningkatan pengeluaran pemerintah yakni harus membangun kembali fasilitas sarana dan prasarana umum seperti jalan raya, jembatan, kantor-kantor pemerintahan, sekolah-sekolah dan fasilitas lainnya yang mengalami kerusakan.
Dampak lainnya bahwa dana yang dianggarkan terhadap rekonstruksi sarana dan prasarana umum akan mempengaruhi komposisi pengeluaran dan penentuan prioritas program pemerintah daerah Kabupaten jayapura tahun 2008 dan tahun berikutnya.
7.8. Distribusi Responden Berdasarkan Kesediaan Membayar (WTP)
Untuk mengetahui distribusi responden berdasarkan kesediaan membayar (WTP) dilaksanakan beberapa tahapan Contingent Valuation Method (CVM) terhadap peningkatan kualitas lingkungan dan kelestarian Cagar Alam Pegunungan Cycloops dengan responden sebanyak 100 KK. Pelaksanaan CVM dilakukan dengan tahapan: pembentukan pasar hipotetik, mendapatkan nilai penawaran, menghitung nilai rata-rata WTP, memperkirakan kurva permintaan dan penjumlahan data.
7.8.1. Pembentukan Pasar Hipotetik
Pasar hipotetik yang dibentuk adalah suatu pasar dengan kualitas lingkungan yang berbeda dengan kondisi saat ini (sebelum penelitian). Peningkatan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan melestarikan Cycloops dilakukan untuk menanggulangi kerusakan dan mencegah banjir/longsor Cycloops di waktu yang akan datang.
Upaya peningkatan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan melestarikan Cycloops dilakukan dengan mengadakan sosialisasi tentang manfaat dan fungsi Cycloops, pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian masyarakat setempat, untuk mengurangi ketergantungan pada sumberdaya alam setempat, pemberian bantuan yang sifatnya menumbuhkan jiwa kewirausahaan dan juga kemandirian masyarakat.
Usaha peningkatan kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian Cycloops dilakukan secara bersama-sama antara pemerintah daerah Kabupaten Jayapura, Tokoh Adat, Tokoh Agama, LSM, Akademisi dan Masyarakat itu sendiri.
Kegiatan perbaikan kualitas lingkungan Cycloops dilakukan melalui program rehabilitasi lahan di luar kawasan hutan. Sedangkan langkah-langkah untuk mencegah kerusakan hutan Cycloops, penebangan liar dan meningkatnya lahan kritis dapat diatasi melalui pengawasan dan patroli yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus dengan melibatkan masyarakat setempat. Untuk terselenggaranya kegiatan pengamanan dimaksud, maka pemerintah telah menganggarkan dana operasional pengamanan dan pengawasan (Tabel 20).
Tabel 20 Anggaran Operasi Pengamanan dan Perlindungan Hutan Cycloops Tahun 2007
No. Jenis Kegiatan Volume Harga
Satuan (Rp) Jumlah (Rp) Operasi Rutin 1. A. Belanja Bahan : a. BBM Transportasi Tim (26 hari x12 bln) 312 150.000 46.800.000 b. Alat Tulis Kantor 12 PKT 350.000 4.200.000 c. Dokumentasi dan Penggandaan
Laporan
12 PKT 350.000 4.200.000
Tabel 20 Anggaran Operasi Pengamanan dan Perlindungan Hutan Cycloops Tahun 2007
No. Jenis Kegiatan Volume Harga
Satuan (Rp)
Jumlah (Rp) B. Honor Yang Terkait dengan
Output Kegiatan :
a. Upah Penyusunan Rencana Operasi (7 org x 4 kali x 5 hari)
140 OH 30.000 4.200.000 b. Upah Tenaga Motoris (5 org x 5
hari)
25 HOK 50.000 1.250.000 c. Upah Penyusunan Laporan (7 org
x 4 kali x 5 hari) 140 OH 30.000 4.200.000 Jumlah -B 9.650.000 Total -1 64.850.000 2. Operasi Fungsional A. Belanja Bahan : a. BBM Transportasi Tim 4 PKT 300.000 1.200.000 b. Alat Tulis Kantor 2 PKT 350.000 700.000 c. Dokumentasi dan Penggandaan
Laporan
4 PKT 550.000 2.200.000
Jumlah –A 4.100.000
B. Honor Yang Terkait dengan Output Kegiatan :
a. Upah Penyusunan Rencana
Operasi (5 org x 2 kali x 5 hari) 50 OH 30.000 1.500.000 b. Upah Tenaga Motoris ( 3 org x 2
kali x 5 hari) 30 HOK 50.000 1.500.000 c. Upah Penyusunan Laporan (5 org
x 2 kali x 5 hari) 50 OH 30.000 1.500.000
Jumlah -B 4.500.000
C. Belanja Perjalanan Lainnya (DN): a. Uang Harian Petugas Operasi (10
org x 2 kali x 5 hari) 100 120.000 1.200.000
Total -2 9.800.000
3. Operasi Gabungan A. Belanja Bahan :
a. BBM Transportasi Tim 4 PKT 750.000 3.000.000 b. Alat Tulis Kantor 4 PKT 300.000 1.200.000 c. Dokumentasi dan Penggandaan
Laporan 4 PKT 500.000 2.000.000
Tabel 20 Anggaran Operasi Pengamanan dan Perlindungan Hutan Cycloops Tahun 2007
No. Jenis Kegiatan Volume Harga
Satuan (Rp)
Jumlah (Rp) B. Honor Yang Terkait dengan
Output Kegiatan :
a. Upah Penyusunan Rencana Operasi (5 org x 4 kali x 5 hari)
100 PKT 30.000 3.000.000 b. Upah Tenaga Motoris (3 org x 4
kali x 7 hari)
84 PKT 50.000 4.200.000 c. Upah Penyusunan Laporan
(5 org x 4 kali x 5 hari)
100 OH 30.000 3.000.000
Jumlah -B 10.200.000
C. Belanja Perjalanan Lainnya (DN): a. Uang Harian Petugas Operasi (7
org x 4 kali x 7 hari)
196 PKT 120.000 23.520.000
Total -3 39.920.000
4. Pembinaan Satuan Pengamanan Swakarsa Masyarakat
A. Belanja Bahan :
a. BBM Transportasi Tim 1 PKT 750.000 750.000 b. Alat Tulis Kantor 1 PKT 350.000 350.000 c. Dokumentasi dan Penggandaan
Laporan 1 PKT 500.000 500.000
Jumlah –A 1.600.000
B. Honor Yang Terkait dengan Output Kegiatan :
a. Upah Penyusunan Rencana Operasi (5 org x 5 hari)
25 PKT 30.000 750.000 b. Upah Penyusunan Laporan
(5 org x 5 hari)
25 PKT 30.000 750.000
Jumlah -B 1.500.000
C. Belanja Perjalanan Lainnya (DN): a. Uang Harian Petugas Operasi
(5 org x 7 hari) 35 HOJ 120.000 4.200.000
Total -4 7.300.000
Total 1 + 2 + 3 + 4 121.870.000
Jumlah anggaran operasi pengamanan dan pengawasan hutan konservasi Papua dan Cagar Alam Pegunungan Cycloops khususnya tahun 2007 dibagi dalam 4 bidang kegiatan yakni, pertama, operasi rutin, kedua, operasi fungsional, ketiga, operasi gabungan dan keempat, pembinaan satuan pengamanan swakarsa masyarakat.
Kegiatan pertama, Operasi rutin diselenggarakan setiap hari oleh polisi kehutanan dari BKSDA Papua dengan jumlah personil tujuh orang, jumlah dana operasional sebesar Rp 64.850.000. Pengeluaran terbesar yakni untuk membiayai BBM Transportasi Tim sebesar Rp 55.200.000, diikuti dokumentasi dan penggandaan laporan sebesar Rp 4.200.000. Besarnya biaya BBM disebabkan oleh luas hutan Cycloops membentang dari ujung Kota Jayapura sampai ujung Kabupaten Jayapura.
Kegiatan kedua, Operasi Fungsional dilaksanakan oleh masing-masing seksi yang terdapat di BKSDA Papua dengan jumlah personil tujuh orang, jumlah anggaran sebesar Rp 9.800.000. Jumlah biaya terbesar adalah biaya dokumentasi dan penggandaan laporan sebesar Rp 2.200.000, diikuti upah penyusunan rencana operasi dan upah motoris masing-masing sebesar Rp 1.500.000.
Kegiatan ketiga, Operasi Gabungan yang diselenggarakan oleh gabungan BKSDA Papua, Masyarakat dan Polri dengan jumlah personil 5 orang dan jumlah anggaran sebesar Rp 39.920.000. Biaya terbesar yakni belanja perjalanan dinas berupa upah harian petugas pelaksanaan sebesar Rp 23.520.000.
Kegiatan keempat, Pembinaan Satuan Pengamanan Swakarsa Masyarakat dengan jumlah personil 5 orang dan jumlah anggaran sebesar Rp 7.300.000. Biaya terbesar yakni belanja perjalanan dinas berupa upah harian petugas pelaksanaan sebesar Rp 4.200.000, diikuti BBM transportasi, upah penyusunan rencana operasi, upah penyusunan laporan masing-masing sebesar Rp 750.000.
Jumlah total anggaran operasional pengamanan dan pengawasan hutan papua hanya mencapai Rp 121.870.000, bila dibandingkan dengan luas hutan Cycloops sebesar 22.500 hektar sangatlah tidak sebanding. Disisi lain total anggaran operasional pengamanan dan pengawasan hutan menunjukkan perbedaan yang sangat besar dengan jumlah kerugian ekonomi negara akibat
penebangan liar dan juga jumlah kerugian masyarakat akibat dampak banjir/longsor Cycloops.
Minimnya anggaran operasional pengamanan hutan tersebut mengakibatkan operasi pengamanan dan pengawasan yang dilakukan oleh BKSDA Papua tidak maksimal, serta menyebabkan ketidakmampuan BKSDA Papua untuk menekan penebangan liar yang semakin meningkat setiap tahunnya.
Oleh karena itu, sangat diharapkan keseriusan pemerintah pusat dan daerah untuk mengatasi hal tersebut. Keseriusan pemerintah tersebut yakni berupa peningkatan jumlah anggaran operasi pengamanan hutan setiap tahunnya, serta program-program lainnya yang dapat menekan kerusakan hutan Cycloops.
Menindaklanjuti masalah di atas, maka pemerintah juga sangat mengharapkan partisipasi dan swadaya masyarakat untuk memperbaiki kualitas lingkungan. Partisipasi dan swadaya masyarakat tersebut berupa kesediaan untuk membayar (Willingness to Pay) dari masyarakat. Untuk mengetahui tingkat kesanggupan masyarakat untuk menyumbang terhadap upaya perbaikan lingkungan tersebut, maka dalam penelitian ini dirancang skenario sebagai berikut (Kotak 1).
7.8.2. Mendapatkan Nilai Penawaran (Obtaining Bids)
Berdasarkan skenario yang ditawarkan pada responden dalam bentuk kuesioner, maka diperoleh nilai penawaran (pilihan) responden terhadap peningkatan kualitas lingkungan Cagar Alam Cycloops atas kesediaan mereka untuk membayar sejumlah uang (WTP). Dari hasil tabel di bawah ini menunjukkan bahwa total nilai tengah (median) WTP responden di Kelurahan Hinekombe sebesar Rp 1.500 dan standar deviasi 6031,31, dan Kelurahan Sentani Kota Rp 1.000 dan standar deviasi 6561,15 serta Kelurahan Dobonsolo Rp 1.500 dan standar deviasi 6560,51 (Tabel 21).
Kotak 1 Skenario Program Perbaikan Kualitas Lingkungan CAPC
Cagar Alam Pegunungan Cycloops merupakan kawasan konservasi yang berada di Kabupaten Jayapura. Kawasan Cycloops dalam dekade terakhir ini mengalami tekanan degradasi yang cukup kritis. Degradasi lingkungan tersebut menyebabkan luas hutan CA. Cycloops semakin berkurang. Kekhawatiran yang timbul adalah semakin meningkatnya degradasi yang berpengaruh terhadap produksi air bersih bagi masyarakat di Kabupaten dan Kota Jayapura, ketersediaan air untuk Danau Sentani, serta terciptanya pembangunan berkelanjutan.
Seiring hal tersebut, pemerintah akan memprioritaskan kawasan hutan Cycloops untuk direhabilitasi. Dana rehabilitasi kawasan tersebut selain dari pemerintah juga ditambah dengan sumbangan dari pihak swasta dan lembaga swadaya masyarakat. Biaya rehabilitasi hutan di Indonesia berkisar antara US$ 43 hingga US$ 15.221 per hektar. Sedangkan biaya rehabilitasi standar HTI adalah US$ 550 atau (Rp 5.000.000) per hektar. Maka total dana rehabilitasi di CA. Cycloops adalah Rp 5.000.000 X 9.374 ha (luas lahan kritis) = Rp 46.870.000.000.
Pemerintah hendaknya melibatkan masyarakat dalam program perbaikan lingkungan Cycloops yakni berupa penanaman pohon kembali. Seandainya skenario program tersebut dilaksanakan :
1. Apakah Bapak dan Ibu bersedia membayar/menyumbang untuk membiayai kegiatan perbaikan lingkungan tersebut?
2. Jika bersedia, berapa besarnya jumlah uang yang akan dibayarkan oleh Bapak dan Ibu?
Tabel 21 Nilai Tengah (Median) WTP dan Standar Deviasi Responden di Distrik Sentani
No. Nama Kelurahan Median (Rp) Standar Deviasi
1. Hinekombe 1.500 6031,31
2. Sentani Kota 1.000 6561,15
3. Dobonsolo 1.500 6560,51
Sumber : Data Primer diolah, 2009.
7.8.3. Menghitung Rata-Rata Nilai WTP
Rata-rata nilai WTP responden yang tinggal di Distrik Sentani dan menjadi korban banjir/longsor Gunung Cycloops (Tabel 22). Hasil tabel 22 menunjukkan Jumlah responden di Kelurahan Hinekombe sebanyak 40 KK, nilai WTP terendah sebesar Rp 1.000 dengan jumlah 15 KK atau 37,5% dan WTP tertinggi Rp 20.000 sebanyak 4 KK atau 10%. Sedangkan total WTP sebesar Rp 187.500 dengan rata-rata Rp 4.687.
Jumlah responden di Kelurahan Sentani Kota sebanyak 25 KK, sedangkan WTP terendah sebesar Rp 1.000 dengan jumlah 12 KK atau 48% dan WTP tertinggi Rp 20.000 sebanyak 2 KK atau 8%. Total WTP responden sebesar Rp 104.500 dengan rata-rata Rp 4.180.
Jumlah responden di Kelurahan Dobonsolo sebanyak 35 KK, sedangkan WTP terendah di Kelurahan Dobonsolo sebesar Rp 1.000 dengan jumlah 14 KK atau 40% dan WTP tertinggi Rp 20.000 sebanyak 5 KK atau 14,29%. Total WTP sebesar Rp 206.500 dengan rata-rata Rp 5.900. Jumlah responden di tiga kelurahan sebanyak 100 KK, total WTP responden sebesar Rp 498.500 dengan rata-rata WTP responden di Distrik Sentani sebesar Rp 4.985.
Rendahnya WTP responden di tiga kelurahan tersebut disebabkan oleh kondisi pekerjaan masyarakat sebagai PNS/TNI golongan rendah, serta kehidupan responden yang semakin sulit dan kebutuhan hidup semakin meningkat. Faktor lainnya nilai riil mata uang masyarakat semakin merosot dan tingkat perbandingan pendapatan responden dengan kebutuhan hidup yang tidak sebanding.
Tabel 22 WTP Rata-Rata Responden di Distrik Sentani Per Bulan Tahun 2007 No. Nama Kelurahan WTP (Rp) Frekuensi (KK) Persentase (%) Kumulatif WTP X F (Rp) 1. Hinekombe 1.000 15 37,5 37,5 15.000 1.500 8 20 57,5 12.000 3.500 3 7,5 65 10.500 5.000 6 15 80 30.000 10.000 4 10 90 40.000 20.000 4 10 100 80.000 Jumlah 40 100 187.500 Rata-rata 4.687 2. Sentani Kota 1.000 12 48 48 12.000 1.500 5 20 68 7.500 5.000 3 12 80 15.000 10.000 3 12 92 30.000 20.000 2 8 100 40.000 Jumlah 25 100 104.500 Rata-rata 4.180 3. Dobonsolo 1.000 14 40 40 14.000 1.500 5 14,29 54,29 7.500 5.000 5 14,29 68,58 25.000 10.000 6 17,14 85,72 60.000 20.000 5 14,28 100 100.000 Jumlah 35 100 206.500 Rata-rata 5.900 Total 100 498.500 Rata - Rata 4.985
Sumber : Data Primer diolah, 2009.
7.8.4. Memperkirakan Kurva Permintaan (Bid Curve)
Kurva permintaan dibentuk berdasarkan nilai WTP masyarakat yang diperoleh. Dari kurva permintaan tersebut dapat dihitung surplus konsumen ditunjukkan dengan segitiga di atas WTP rata-rata yaitu:
SK = ∑ (WTPi – P) Dimana : WTPi > P
SK = Surplus Konsumen WTPi = WTP Masyarakat ke – i P = WTP rata-rata
Gambar 9 menampilkan gabungan kurva permintaan WTP masyarakat di Distrik Sentani, surplus konsumen ditunjukkan dengan segitiga di atas WTP
rata-rata. Surplus konsumen masyarakat di Kelurahan Hinekombe adalah sebesar Rp 35.000, di Kelurahan Sentani Kota yakni sebesar Rp 35.000 dan di Kelurahan
Dobonsolo yakni sebesar Rp 30.000.
Sumbu P menunjukkan harga atau jumlah uang yang dibayarkan oleh masyarakat yakni sebesar Rp 33.333, sedangkan sumbu Q menunjukkan jumlah responden yakni sebanyak 33 orang. Titik E menunjukkan garis harga keseimbangan yang ditunjukkan pada harga Rp 4.985. Selisih harga antara harga di atas titik E dan di bawah harga tertinggi Rp 35.000 yakni sebesar Rp 28.348 adalah sebagai surplus konsumen.
Jumlah Responden (Orang)
Gambar 9 Kurva Permintaan WTP Masyarakat di Distrik Sentani.
7.8.5. Menjumlahkan Data (Agregating Data)
Tabel 23 adalah merupakan penjumlahan WTP masyarakat di Distrik Sentani. WTP rata-rata masyarakat di Kelurahan Hinekombe Rp 59.820 jumlah populasi masyarakat yang mendiami kelurahan ini yakni sebanyak 3.750 KK, total WTP/ tahunnya adalah sebesar Rp 224.325.000.
Surplus Konsumen P E Garis Harga W T P (Rp) 10 20 30 0 40 Q 33.333 20.000 33 4.985 35.000
Pada Kelurahan Sentani Kota WTP rata-rata sebesar Rp 59.820 dengan jumlah populasi sebesar 4.062 serta Total WTP sebesar Rp 242.988.840. pada Kelurahan Dobonsolo WTP rata-rata sebesar Rp 59.820 dengan jumlah populasi masyarakat sebanyak 926 KK dengan total WTP sebanyak Rp 55.393.320. Sedangkan total WTP masyarakat di Distrik Sentani Tahun 2007 sebesar Rp 522.707.160.
Tabel 23 Total WTP Masyarakat di Distrik Sentani Tahun 2007
No. Nama Kelurahan WTP Rata-Rata (Rp/Thn) Jumlah Masyarakat (KK) Total WTP (Rp/Thn) 1 Hinekombe 59.820 3.750 224.325.000 2 Sentani Kota 59.820 4.062 242.988.840 3 Dobonsolo 59.820 926 55.393.320 Jumlah 522.707.160
Sumber : Data Primer diolah, 2009, dengan basis data Tahun 2007
WTP tersebut akan dipergunakan sebagai dana tambahan untuk membiayai berbagai program kegiatan rehabilitasi (reboisasi) hutan Cycloops pada daerah penyangga. Kegiatan-kegiatan tersebut terdiri dari biaya penyamaian, biaya penanaman, biaya peralatan lapangan, pemeliharaan, biaya tenaga kerja (masyarakat) dalam membantu melakukan pengamanan dan patroli kehutanan mendampingi polisi kehutanan dari Dinas Kehutanan Kabupaten Jayapura dan BKSDA Papua.