BUDAYA RELIGIUS: IMPLIKASINYA DALAM MENINGKATKAN KARAKTER KEAGAMAAN SISWA DI MIN KOTA MALANG
Fitriah Rahmawati1, Muhammad Afifulloh2, Muhammad Sulistiono3 Universitas Islam Malang
e-mail: 1[email protected], 2[email protected],
Diterima: 2 Agustus 2020 I Direvisi: 25 Agustus 2020 I Disetujui: 29 Agustus 2020
© 2020 Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Agama Islam Universitas Islam Malang
Abstract
This research was conducted to find out how the implementation of cultures that are generally implemented in various elementary schools, especially those in MIN 2 Kota Malang, which is about increasing religious character through the application of religious culture. The research was conducted using observations, interviews and documentation. In this research researchers use interview instruments arranged to get interviews. At this time many children are less concerned about the education of religious characters, the main cause is a poor community environment and the lack of religious character education in every educational institution. In this case researchers will discuss about the religious character of students in MIN 2 Kota Malang , the forms of implementation of religious culture, and the application of religious culture in improving religious character in MIN 2 Kota Malang. Related to this, researchers found its uniqueness in MIN 2 Kota Malang, namely religious character education started early and religious character education is applied through religious cultures that exist in Madrasah.
Keywords: Religious culture, Religious Characters.
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana implementasi budaya yang umumnya diterapkan di berbagai sekolah dasar khususnya yang ada di MIN 2 Kota Malang yaitu tentang peningkatan karakter religius melalui penerapan budaya religi.
Penelitian dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan instrumen wawancara yang disusun untuk mendapatkan wawancara. Saat ini banyak anak yang kurang memperhatikan pendidikan karakter agama, penyebab utamanya adalah lingkungan masyarakat yang buruk dan minimnya pendidikan karakter agama di setiap institusi pendidikan.
Dalam hal ini peneliti akan membahas tentang karakter religius siswa di MIN 2 Kota Malang, bentuk-bentuk implementasi budaya religi, dan penerapan budaya religi dalam peningkatan karakter religius di MIN 2 Kota Malang. Terkait hal tersebut,
23 peneliti menemukan keunikannya di MIN 2 Kota Malang yaitu pendidikan karakter agama dimulai sejak dini dan pendidikan karakter agama diterapkan melalui budaya religi yang ada di Madrasah.
Kata kunci: Budaya religius, Karakter keagamaan Pendahuluan
Dunia pendidikan masih dipercaya sebagai media yang sangat ampuh dalam hal membangun kecerdasan dan juga kepribadian seorang anak agar menjadi manusia yang berguna bagi orang-orang disekitarnya. Pendidikan diharapkan dapat menjadikan seseorang memiliki kepribadian yang baik, kecerdasan, akhlaqul karimah, karakter keagamaan yang kuat, serta karakter yang bisa bermanfaat bagi masyarakat.
Salah satu permasalahan dalam dunia pendidikan yaitu kurangnya penanaman pendidikan karakter keagamaan pada peserta didik. Pendidikan karakter keagamaan merupakan suatu sistem pendidikan yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan sejak dini yang bertujuan agar peserta didik memiliki kepribadian dengan karakter dan moral yang baik, serta memiliki prinsip- prinsip islami yang kuat. Pendidikan karakter merupakan penanaman kebiasaan- kebiasaan baik dan bisa dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Salim (2013:27) berpendapat bahwa “pendidikan adalah upaya sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada para peserta didik terhadap aspek perkembangan kepribadian, baik jasmani dan rohani yang berjalan terus menerus untuk mencapai kebahagiaan dan nilai yang tinggi (baik nilai insaniyah maupun ilahiyah)”.
Pendidikan karakter keagamaan adalah hal yang utama dalam pendidikan.
Marzuki (2015:6) menjelaskan bahwa “pendidikan karakter bukanlah hal yang baru pada sistem pendidikan islam. Sebab inti dari pendidikan islam adalah pendidikan karakter yang semula dikenal dengan pendidikan akhlak”. Pendidikan karakter keagamaan dapat membentuk akhlakul karimah yang baik, serta karakter-karakter yang baik pada siswa. Jika sudah terbentuk dalam diri siswa dengan spontan mereka melakukan kebiasaan-kebiasaan baik pada kehidupan mereka tanpa harus disuruh atau dipaksa-paksa.
Pendidikan karakter keagamaan pada sekolah lebih memusatkan pada pembentukan budaya religius yaitu pembiasaan-pembiasaan yang mendasari tentang pendidikan perilaku, kebiasaan sehari-hari, serta aktivitas baik yang diimplementasikan langsung oleh semua warga madrasah dan masyarakat disekitarnya. Menurut Mulyasa (2012:9) “penerapan pendidikan karakter memfokuskan pada pembiasaan, keteladanan, penciptaan lingkungan dan kegiatan-
kegiatan yang kondusif. Dengan demikian, apa yang didengar, dilihat, dirasakan, dan dilakukan oleh peserta didik dapat membentuk karakter mereka. Selain itu, penciptaan budaya dan lingkungan yang kondusif juga sangat penting”. Budaya madrasah menjadi simbol suatu sekolah dan menjadi suatu ciri khas yang dapat menjadi ikon dimasyarakat luas. Talcott Parson dalam (Sobirin, 2000:52) menjelaskan bahwa “budaya terdiri dari suatu pola yang terkait dengan perilaku dan hasil tindakan manusia yang berlaku turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya yang terpisah dari dan tidak terkait dengan hubungan biologis”.
Jadi, menurut perspektif Sobirin, budaya merupakan suatu kebiasaan yang merupakan hasil dari pola pikir manusia sehingga menjadi perilaku yang dilakukan secara turun temurun.
Menurut Sulistiono (2019:286) dalam Manullang menjelaskan bahwa
“Faktor penting dalam mencapai tujuan pendidikan yang baik adalah guru yang baik. Masalah pendidikan di Indonesia selama ini bukan bukan persoalan kurikulum, melainkan persoalan guru. kurikulum yang baik di tangan guru yang kurang berkarakter, hasilnya gagal. Kurikulum yang kurang baik di tangan guru yang berkarakter hasilnya lebih baik.”.
Guru merupakan salah satu faktor utama dalam pendidikan karakter siswa. Guru menjadi pendidik juga menjadi teladan bagi para siswa. Oleh karena itu, guru harus selalu memberikan motivasi kepada para siswa dan guru harus selalu memberikan contoh dalam berkarakter yang baik dalam sehari-hari.
Setiap sekolah mempunyai visi dan misi yang mana berangkat dari visi misi tersebut kemudian dimasukkan dalam kegiatan sehari-hari. Dalam menciptakan budaya sekolah harus memiliki tujuan sesuai dengan visi dan misi madrasah yang inovatif sehingga dapat menyenangkan untuk para peserta didik agar mereka dengan mudah menerima budaya-budaya sekolah sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas dan memiliki karakter yang baik. Setiap sekolah memiliki ciri khas tersendiri dalam menciptakan budaya sekolah sebagai identitas sekolah, serta sebagai suatu keunikan dan rasa bangga terhadap sekolahnya. Dalam menciptakan budaya sekolah yang baik, hendaknya tetap mengarah pada visi dan misi. Keteladanan pendidik yaitu dengan mendidik dengan baik, memahami keperluan belajar siswa, mengembangkan sikap sosial yang baik agar terciptanya suatu lingkungan madrasah dan kondisi belajar yang menyenangkan dan mendukung.
Budaya religius merupakan pembiasaan-pembiasaan yang memiliki nilai- nilai agama, seperti tentang akhlakul karimah, kebiasaan-kebiasaan baik dalam sehari-hari yang dilaksanakan oleh seluruh bapak dan ibu guru, karyawan, siswa
25 dan seluruh warga sekolah. Seperti yang disampaikan oleh Kurniawan (2013:128)
“Kegiatan religius yang dapat diajarkan kepada peserta didik di sekolah tersebut yang dapat dijadikan sebagai pembiasaan”. Dalam pelaksanaan budaya religius tidak bisa terbentuk begitu saja, namun harus dengan pembiasaan dan kegiatan- kegiatan sehari-hari. Adanya budaya religius di madrasah sangat diharapkan dapat menanamkan sikap karakter keagamaan pada siswa dan dapat mengembangkan sikap sosial yang baik.
Fenomena di lingkungan sekolah MIN 2 Kota Malang terdapat suatu keunikan yaitu adanya kegiatan-kegiatan religius yang dilaksanakan disetiap hari.
Guru menyambut kedatangan siswa dengan hangat dan siswa bersalaman kepada guru disertai dengan mengucapkan salam. Setelah itu siswa diperbolehkan untuk memasuki kelas. Namun sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung, seluruh siswa diwajibkan menuju masjid untuk melangsungkan sholat dhuha berjama’ah dan dilanjutkan dengan bimbingan membaca Al-Qur’an. Dalam hal ini, terlihat bahwa terdapat pembiasaan sholat dhuha, selain itu pembiasaan untuk siswa laki- laki membawa sajadah dan untuk siswa perempuan membawa mukenah serta pembiasaan untuk seluruh siswa membawa Al-Qur’an disetiap harinya. Sedangkan untuk siswa kelas 1 dan 2, dilaksanakan bimbingan membaca Al-Qur’an atau mengaji di kelas masing-masing.
MIN 2 Kota Malang memiliki pembiasaan-pembiasaan yang religius seperti bersalaman, hormat kepada guru, disiplin, sopan santun kepada guru. Hal ini merupakan suatu bentuk pendidikan dan pembiasaan sejak dini kepada para siswa.
Kepala Madrasah juga menyampaikan bahwa penerapan budaya religius ini merupakan suatu bentuk untuk membiasakan dan menumbuhkan karakter keagamaan siswa selain itu juga ingin menjadikan madrasah dengan nuansa Islami.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif sebagaimana yang diungkapkan oleh Bogdan dan Quba dalam Suharsaputra (2014:181) yaitu
“penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati”.
Sedangkan menurut Sugiyono (2016:1) “penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci”. Dan menggunakan pendekatan kualitatif yang berbentuk deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah etnografi. Sukadari, Suyata, Shodiq A. Kuntoro (2015:61) menjelaskan bahwa
“Etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan. Tujuan
utamanya adalah untuk memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli dan intinya adalah upaya untuk memperhatikan makna tindakan dari kejadian orang yakni suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif”.
Jadi penelitian ini fokus pada penerapan budaya religius dalam meningkatkan karakter keagamaan siswa di MIN 2 Kota Malang.
Pelaksanaan penelitian yaitu sejak tanggal 21 Maret 2019 sampai dengan 25 April 2019 di MIN 2 Kota Malang yang terletak di Jl. Kemantren II No. 26 Bandungrejosari, Sukun, Kota Malang. Moleong (2015:168) menjelaskan bahwa
“kehadiran peneliti dalam penelitian kualitatif yaitu meneliti sesuatu yang terjadi secara alamiah, apa adanya, dalam situasi normal yang tidak dimanipulasi kondisinya, menekankan pada deskripsi secara alami sehingga kehadiran peneliti merupakan faktor penting dalam proses penelitian”. Oleh karena itu, kehadiran peneliti disini sangat penting dan sangat diperlukan karena dalam penelitian kualitatif ini peneliti sebagai instrumen kunci atau instrumen utama. Target atau sasaran dalam penelitian ini adalah siswa MIN 2 Kota Malang. dan subjek penelitiannya yaitu kepala sekolah, waka kurikulum, waka kesiswaan, salah satu guru kelas, dan beberapa siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Dan menggunakan instrumen wawancara. Dan tahapan dalam analisis data seperti menurut Sugiyono (2016:92) yaitu terdapat 3 tahapan dalam analisis data kualitatif dengan menggunakan reduksi data, penyajian data, kesimpulan dan verifikasi.
Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian yang dilaksanakan di MIN 2 mengenai penerapan budaya religius dalam meningkatkan karakter keagamaan siswa yaitu:
1. Karakter keagamaan siswa di MIN 2 Kota Malang
Guru merupakan salah satu komponen penting yang berperan dalam membentuk karakterisktik siswa. Pembentukan karakter pada siswa sangatlah penting dilakukan sejak dini. Guru harus senantiasa menerapkan kegiatan-kegiatan yang bisa membangun karakter siswa terutama pada karakter keagamaan. Kepala sekolah, guru, maupun seluruh karyawan harus memiliki cara tersendiri untuk membentuk karakter keagamaan pada siswa yang sesuai dengan visi, misi, dan tujuan sekolah. Hal ini juga diterapkan oleh guru di MIN 2 Kota Malang dalam membentuk dan meningkatkan karakter keagamaan pada siswa dengan menanamkan budaya-budaya religius, yaitu pembiasaan-pembiasaan seperti sholat dhuha berjama’ah, pembelajaran Al-Qur’an, berdo’a sebelum dan sesudah pelajaran, serta kegiatan-kegiatan yang lain. Peningkatan karakter keagamaan pada siswa MIN
27 2 Kota Malang ini salah satunya dengan pembiasaan, pemberian motivasi, keteladanan, mengarahkan, dan mengontrol seluruh kegiatan pada siswa yang mana diharapkan dapat meningkat di setiap harinya. Seperti yang dijelaskan oleh Komalasari (2017:2) Istilah “karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein, yang berarti to engrave atau mengukir. Membentuk karakter diumpamakan seperti mengukir di atas batu permata atau permukaan besi yang keras. Kemudian berkembang pengertian karakter yang diartikan sebagai tanda khusus atau pola perilaku”. Dari penjelasan tersebut karakter berarti lebih difokuskan pada nilai-nilai moral atau tingkah laku. Dan untuk pembentukan karakter diumpamakan dengan mengukir diatas batu permata atau permukaan besi yang keras. Hal ini berarti bahwa membentuk karakter seseorang itu membutuhkan waktu yang lama dan proses yang panjang serta tidak dapat secara instan. Begitu pula pada pembentukan karakter keagamaan di MIN 2 Kota Malang dengan waktu yang tidak singkat.
Pembentukan karakter keagamaan dilaksanakan setiap hari melalui kegiatan- kegiatan religius.
Al Ghazali dalam Komalasari (2017:2) memandang bahwa “karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu spontanitas seseorang dalam bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi”. Oleh karena itu, betapa pentingnya penanaman karakter sejak dini pada siswa MIN 2 Kota Malang. Siswa MIN 2 Kota Malang memiliki kegiatan- kegiatan yang dilakukan secara spontanitas tanpa disuruh oleh guru. Seperti contoh ketika bel pukul 06.30 yang menunjukkan siswa harus melaksanakan jama’ah sholat dhuha, mereka tanpa disuruh langsung menuju masjid dengan membawa al-qur’an dan peralatan sholat masing-masing. Siswa sudah dibiasakan untuk disiplin terutama dalam hal keagamaan.
Menurut Marzuki (2015:9) “kerangka dasar ajaran islam juga meliputi tiga konsep kajian dasar, yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Akidah bertujuan mengantarkan manusia sehingga beriman, syariah bertujuan mengantarkan manusia sehingga bertakwa kepada Allah, dan akhlak bertujuan mengantarkan manusia sehingga berakhlak atau berkarakter mulia”.
MIN 2 Kota Malang memiliki visi, misi, dan tujuan yang salah satunya yaitu bertujuan mengantarkan siswa untuk lebih bertakwa kepada Allah Swt. Seluruh guru dan kepala sekolah seluruh berusaha menanamkan dalam diri siswa syariah dan aqidah yang baik sesuai dengan ketentuan dan ketetapan Allah SWT melalui pembiasaan-pembiasaan yang bersifat religius seperti pembiasaan sholat dhuha, sholat dhuhur, dan sholat jum’at berjama’ah. selain itu siswa dibiasakan untuk selalu membaca asmaul husna sebagai ciri khas dari MIN 2 Kota Malang dan
pembinaan baca Al-Qur’an setelah sholat dhuha di setiap harinya. Siswa MIN 2 Kota Malang juga selalu dibiasakan untuk selalu berdo’a sebelum melaksankaan pelajaran dan setelah melaksanakan pelajaran. Selain itu siswa MIN 2 Kota Malang juga ditanamkan untuk selalu memiliki akhlak yang baik, yaitu dengan pembiasaan awal dengan setiap akan memasuki sekolah, mereka bersalaman kepada guru dan mengucapkan selam. Selain itu, setiap siswa bertemu guru siswa juga dibiasakan untuk bersalaman dan mengucapkan salam. Hal ini diajarkan dengan harapan siswa akan terbiasa jika bertemu dengan orang yang lebih tua untuk bersikap sopan.
Penerapan budaya religius di sekolah salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan karakter keagamaan siswa. Menurut Afifulloh (2019:90) menjelaskan bahwa “Karakter keagamaan layak dikembangkan sebagai landasan dan sandaran hidup di dunia yang fana dan bersifat sementara”. Dalam hal ini sekolah harus melestarikan dan menjaga seluruh pembiasaan-pembiasaan dalam upaya meningkatkan karakter keagamaan kepada siswa. Agar budaya religius yang diterapkan membuahkan hasil yang positif kepada seluruh siswa maupun warga sekolah.
Siswa MIN 2 Kota Malang juga memiliki kebiasaan untuk selalu bersalaman dan mengucapkan salam ketika bertemu dengan guru. Oleh karena itu, setiap ada guru lewat mereka spontan bersalaman dan mengucapkan salam. Selain itu mereka juga dibiasakan untuk membuang sampah pada tempatnya. Dengan adanya pembiasaan ini, siswa spontan setelah makan membuang bungkus sampah ke dalam tempat sampah. Dan siswa juga dibiasakan untuk makan dengan duduk dan menggunakan tangan kanan. Dengan pembiasaan ini, siswa tanpa disuruh guru spontan mencari tempat duduk dan makan menggunakan tangan kanan.
Karakter siswa MIN 2 Kota Malang sudah dikatakan baik. Para siswa memiliki akhlak yang baik. Hal ini terlihat dengan adanya spontanitas dari siswa ketika guru lewat. Mereka spontan bersalaman dan mengucapkan salam kepada guru tersebut.
Kemudian mereka berbicara dengan baik. Selain itu mereka juga berbicara dengan temannya dengan baik. Dan setiap memasuki ruang kelas, mereka mengucapkan salam terlebih dahulu. Hal ini mereka lakukan secara spontan karena memang telah dibiasakan sehingga akan tertanam dalam diri mereka.
Pendidikan karakter keagamaan sangat berpengaruh dalam diri seorang siswa. Agar tercipta pendidikan karakter keagamaan sesuai dengan yang diharapkan, maka ditetapkan beberapa peraturan dan tata tertib sekolah yang harus dipatuhi oleh semua warga sekolah.
2. Bentuk pelaksanaan penerapan budaya religius dalam meningkatkan karakter keagamaan di MIN 2 Kota Malang
29 Bentuk pelaksanaan penerapan budaya religius di MIN 2 Kota Malang yaitu:
a. Bersalaman dan mengucapkan salam kepada guru
Ketika akan memasuki gerbang sekolah siswa MIN 2 Kota Malang bersalaman dan mengucapkan salam terlebih dahulu kepada bapak atau ibu guru piket. Dan hal ini sudah menjadi suatu kebiasaan pada diri siswa. Jika siswa bertemu bapak atau ibu guru ia spontan mengampiri, bersalaman, dan mengucapkan salam.
b. Sholat dhuha berjama’ah
Siswa memiliki pembiasaan sebelum melaksanakan pembelajaran yaitu sholat dhuha berjama’ah yang dilaksanakan oleh seluruh siswa MIN 2 Kota Malang.
Untuk siswa laki-laki membawa sajadah dan untuk siswa perempuan membawa mukenah. Dan seluruh siswa membawa Al-Qur’an untuk pelaksanaan pembinaan baca Al-Qur’an setelah sholat.
c. Pembacaan Asmaul Husna dan pembinaan baca Al-Qur’an
Pembacaan asmaul husna dan pembinaan baca Al-Qur’an dilaksanakan setelah pelaksanaan sholat dhuha berjama’ah. Sebelum melaksanakan pembinaan baca Al-Qur’an seluruh siswa membaca Asmaul Husna sebagai unggulan di MIN 2 Kota Malang setelah itu pembinaan baca Al-Qur’an yang dipandu oleh guru UMMI.
d. Mengucapkan salam saat memasuki ruangan
Siswa MIN 2 Kota Malang memang sudah terbiasa jika memasuki kelas atau memasuki ruangan mengucapkan salam terlebih dahulu. Hal ini memang diajarkan sedari dini agar mereka terbiasa mengucapkan salam sebelum memasuki ruangan. Mengucapkan salam saat memasuki ruangan merupakan contoh kecil namun diperhatikan oleh para bapak dan ibu guru agar siswa MIN 2 Kota Malang memiliki akhlak yang baik.
e. Berdo’a sebelum dan sesudah pembelajaran
Pembacaan do’a sebelum memulai pelajaran merupakan kegiatan wajib yang dilakukan seluruh MIN 2 Kota Malang. setelah membaca do’a sebelum memulai pelajaran, siswa membaca asmaul husna dan dilanjutkan membaca surat-surat pendek. Dan sebelum pulang, setelah siswa merapikan buku dan alat tulis ke dalam tas, siswa duduk dengan rapi dan kemudian membaca do’a setelah pembelajaran bersama.
f. Sholat dhuhur dan sholat jum’at berjama’ah
Kegiatan di MIN 2 Kota Malang selain pembiasaan sholat dhuha, setiap harinya siswa juga diwajibkan untuk melaksanakan sholat dhuhur dan sholat jum’at berjama’ah. Hal ini merupakan suatu bentuk pembiasaan agar siswa rajin beribadah. Sholat dhuhur dilaksanakan dalam 2 gelombang. Gelombang
pertama dilaksanakan pada pukul 12.10 WIB. Gelombang pertama untuk siswa kelas 3 dan 5. Kemudian untuk kelas 4 dan 6 melaksanakan sholat dhuhur pada gelombang kedua, yaitu pukul 12.45 WIB. Untuk kelas 1 dan 2 belum melaksanakan sholat dhuhur berjama’ah di sekolah karena siswa kelas 1 dan 2 pulangnya pukul 12.10 WIB. Dan untuk sholat jum’at dilaksanakan oleh seluruh siswa MIN 2 Kota Malang.
g. Mengaji sesuai jilid
MIN 2 Kota Malang memiliki tambahan pelajaran ngaji yaitu pembelajaran UMMI. Akan tetapi pembelajaran UMMI ini masuk dalam intrakurikuler yang dibagi kedalam jilid-jilid. Jadi setiap siswa di tes kemampuan mengaji sampainya kemudian dibagi kedalam jilid-jilid. Pengajar UMMI merupakan guru dari luar, yaitu dari lembaga UMMI Foundation langsung.
h. Membuang sampah pada tempatnya
Siswa MIN 2 Kota Malang sangat peduli terhadap lingkungan. Mereka sadar betapa pentingnya menjaga kebersihan. Dalam hal ini sudah dijelaskan dalam hadits nabi bahwa kebersihan adalah sebagian dari iman. Dan ternyata siswa setelah makan snack yang ada bungkusnya mereka langsung membuang bungkusnya ke tempat sampah. Terdapat sekitar 47 tempat sampah yang ada di MIN 2 Kota Malang. Diantaranya terdapat di depan kelas, di halaman sekolah, di depan kantin, di depan perpustakaan, dan di kamar mandi. Hal ini sangat memudahkan siswa untuk membuang sampah di tempat sampah dimanapun berada.
i. Makan dengan duduk dan menggunakan tangan kanan
Makan dengan duduk dan menggunakan tangan kanan merupakan adab makan yang baik menurut Nabi Muhammad SAW. Siswa MIN 2 Kota Malang saat sedang istirahat membeli jajan di kantin. Dan setelah keluar dari kantin ternyata mereka tidak langsung membuka jajan tersebut tetapi mencari tempat duduk dan makan dengan duduk dan mereka memakan dengan tangan kanan. Begitu juga pada siswa yang membawa bekal dari rumah, mereka tidak makan sambil berdiri, tapi mereka berjalan mencari tempat duduk sebelum akhirnya memakan bekalnya.
j. Pembiasaan beramal setiap hari jum’at
Pembiasaan beramal setiap hari jum’at dilaksanakan dikelas masing-masing.
Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan sikap peduli kepada semua. Selain itu mengajarkan siswa untuk saling membantu kepada orang yang sedang membutuhkan. Selain itu, amal yang telah dilaksanakan setiap hari jum’at yang dikoordinir tiap kelas kemudian disetorkan kepada guru yang telah menjadi
31 koordinator amal. Amal tersebut digunakan untuk merenovasi masjid. Selain itu, amal digunakan untuk kegiatan-kegiatan masjid seperti untuk bisyaroh khotib sholat jum’at, untuk melengkapi fasilitas masjid seperti membeli karpet, lampu, atau peralatan lainnya.
k. Peringatan Hari Besar Islam (PHBI)
Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh seluruh siswa MIN 2 Kota Malang, diantaranya peringatan maulid nabi, takbir keliling, peringatan tahun baru hijriah, dan manasik haji.
Kegiatan ini dikemas semenarik mungkin seperti pawai saat memperingati tahun baru hijriah, takbir keliling ketika akan melaksanakan hari raya, adanya lomba-lomba maulid nabi yang ditutup dengan syukuran, dan lain sebagainya.
Diatas merupakan budaya-budaya religius yang ada di MIN 2 Kota Malang, dan menurut Sahlan (2017:132-135) yang judulnya Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah, terdapat beberapa bentuk wujud kebudayaan dimadrasah diantaranya:
a. Senyum, Salam, Sapa (3S)
Islam sangat menganjurkan untuk saling memberi sapaan dengan mengucapkan salam pada orang lain saat bertemu atau berpapasan di jalan.
Ucapan salam di samping sebagai doa bagi orang lain juga sebagai bentuk persaudaraan antar sesama manusia. Sapaan dan salam secara sosiologis dapat meningkatkan interaksi antar sesama. Senyum, sapa dan salam dalam perspektif budaya menunjukkan bahwa komunitas masyarakat memiliki kedamaian, santun, saling tenggang rasa, toleran dan rasa hormat. Oleh karena itu, pembiasaan senyum, salam dan sapa atau biasa dikenal dengan istilah 3S sangat dianjurkan untuk diterapkan dalam lingkungan sekolah. Siswa harus dibiasakan dengan sikap-sikap religius dari hal terkecil. Hal ini akan mengajarkan sikap saling menghormati dan saling menghargai kepada siswa.
b. Saling hormat dan toleran
Sejalan dengan budaya hormat dan toleran, dalam Islam terdapat konsep ukhuwah dan tawadlu’. Konsep ukhuwah (persaudaraan) memiliki landasan normatif yang kuat, banyak ayat Al-Qur’an berbicara tentang hal ini. Konsep tawadlu’ secara bahasa adalah dapat menempatkan diri, artinya seseorang harus dapat bersikap dan berperilaku sebaik baiknya (rendah hati, hormat, sopan, dan tidak sombong). Dalam islam guru sangat dihormati sebab itu ada konsep “berkah”, artinya seorang murid hanya akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat apabila memperoleh berkah dari sang guru. Maka dari itu siswa harus dibiasakan memiliki rasa hormat dan toleran antar sesama terutama kepada guru dan orang tua. Hal ini sangat berpengaruh dalam diri siswa
dikemudian hari. Karena manusia yang dinilai pertama yaitu sikap hormat, sopan dan rendah hatinya kepada sesama.
c. Shalat Dhuha
Pembiasaan melaksanakan sholat dhuha merupakan salah satu bentuk penanaman sikap religius kepada siswa yang mana dalam hal ini untuk membiasakan sikap agar selalu melaksakan sholat wajib dan sholat sunnah. Jika siswa terbiasa melaksankan sholat dhuha di sekolah, maka mereka akan terbiasa sholat dhuha di rumah.
d. Tadarus Al-Qur’an
Tadarus Al-Qur’an merupakan suatu penanaman sikap religius dalam diri siswa.
Dengan tadarus Al-qur’an atau membaca al-qur’an, siswa dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dan dapat meningkatkan ketaqwaan siswa.
Selain itu, tadarus al-qur’an dapat menumbuhkan kecintaan siswa kepada Al- Qur’an. oleh karena itu, pembiasaan tadarus al-qur’an di sekolah sangat penting dalam pembiasaan sikap religius pada siswa.
Jadi, peneliti mendapatkan temuan tambahan tentang wujud-wujud budaya religius di MIN 2 Kota Malang selain yang disebutkan dalam teori sahlan.
Terdapat budaya-budaya religius yang dapat meningkatkan karakter keagamaan siswa di MIN 2 Kota Malang mulai dari hal-hal terkecil yang dapat membentuk akhlak siswa menjadi lebih baik.
Pelaksanaan budaya religius bertujuan untuk meningkatkan karakter keagamaan pada siswa MIN 2 Kota Malang. Sehingga dengan adanya kegiatan- kegiatan religius ini merupakan salah satu upaya untuk menanamkan dalam diri siswa karakter-karakter keagamaan yang baik. Penanaman dan pembentukan karakter tidak bisa dilakukan dengan cara instan atau sebentar. Oleh karena itu, kegiatan pembiasaan penanaman sikap religius harus dilaksanakan setiap hari dalam waktu yang lama.
3. Penerapan budaya religius dalam meningkatkan karakter keagamaan siswa MIN 2 Kota Malang
Budaya madrasah yang baik akan membentuk karakter yang baik pula pada peserta didiknya. MIN 2 Kota Malang memiliki budaya-budaya religius yang dalam hal ini berupaya untuk membentuk karakter keagamaan siswa. Seluruh bapak dan ibu guru berusaha untuk selalu meningkatkan karakter keagamaan siswa menjadi lebih baik.
Karakter keagamaan di MIN 2 Kota Malang selalu ditingkatkan dengan adanya suatu pembiasaan di setiap harinya berupa kegiatan-kegiatan yang mengacu pada visi, misi, dan tujuan MIN 2 Kota Malang. Pembentukan karakter keagamaan di
33 MIN 2 Kota Malang ini bertujuan agar pendidikan di sekolah tidak hanya dengan penguasaan ilmu pengetahuan saja tetapi juga harus diimbangi dengan pembentukan perilaku atau sikap baik siswa untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sesuai dengan Sahlan (2017:131) berpendapat bahwa budaya religius merupakan “sekumpulan nilai-nilai agama yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru, peserta didik, dan masyarakat sekolah. Perwujudan budaya tidak hanya muncul begitu saja, tetapi melalui proses pembudayaan”.
Budaya madrasah di MIN 2 Kota Malang selain bertujuan untuk pembentukan perilaku juga sebagai penanaman nilai agama yang dalam hal ini dibuktikan dengan adanya pembiasaan sholat dhuha, sholat dhuhur dan sholat jum’at berjama’ah. selain itu adanya pembinaan baca al-qur’an dan pembacaan asmaul husna yang dilaksanakan setiap hari setelah pelaksanaan sholat dhuha. Dan berdo’a bersama di dalam kelas setiap sebelum memulai pelajaran dan setelah melaksanakan pelajaran.
Budaya religius merupakan suatu bentuk terwujudnya nilai-nilai agama yang harus dilaksanakan oleh seluruh warga madrasah. Cara MIN 2 Kota Malang untuk membudayakan nilai-nilai agama yaitu dengan adanya budaya religius. dimulai dari peran kepala madrasah dalam mengembangkan budaya madrasah dan diikuti oleh seluruh bapak dan ibu guru yang kemudian diterapkan oleh siswa dalam wujud kegiatan pembiasaan religius yang disebut dengan budaya religius. Budaya religius tidak bisa muncul begitu saja namun harus melalui proses pembudayaan yaitu adanya pembiasaan-pembiasaan pada siswa yang kemudian bisa disebut dengan budaya.
Simpulan
Berdasarkan paparan data dan hasil temuan penelitian di lapangan yang diperoleh dari observasi, wawancara dan dokumentasi maka peneliti dapat menyimpulkan beberapa hal yaitu Karakter keagamaan yang ada di MIN 2 Kota Malang sudah terstruktur dalam kurikulum dan sudah melalui perencanaan yang matang. Adanya kegiatan pembiasaan-pembiasaan yang diharapkan dapat membentuk karakter keagamaan dalam diri siswa terorganisir dengan baik. Siswa MIN 2 Kota Malang memiliki karakter keagamaan yang baik, guru mendidik siswa agar memiliki tanggung jawab dan mandiri dalam penerapan dalam kesehariannya dan dalam hal ini siswa sudah menjalankan kegiatan-kegiatan tanpa adanya dorongan dan paksaan.
Bentuk pelaksanaan penerapan budaya religius dalam meningkatkan karakter keagamaan di MIN 2 Kota Malang diantaranya: a) bersalaman dan mengucapkan salam ketika akan masuk sekolah dan ketika bertemu bapak ibu guru, b) sholat dhuha, c) membaca asmaul husna dan pembinaan baca al-qur’an, d) mengucapkan salam saat memasuki ruangan, e) berdo’a sebelum dan sesudah pembelajaran, f) sholat dhuhur dan sholat jum’at berjama’ah, g) mengaji sesuai jilid h) membuang sampah pada tempatnya, i) makan dengan duduk dan menggunakan tangan kanan, j) pembiasaan beramal setiap hari jum’at di kelas, k) peringatan hari besar islam (PHBI).
Penerapan budaya religius di MIN 2 Kota Malang sangat baik dan sangat membantu dalam meningkatkan karakter keagamaan siswa. Dengan adanya kegiatan-kegiatan religius yang dilaksanakan setiap hari dapat membiasakan siswa agar terbiasa dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan religius tersebut. Guru merupakan komponen terpenting dalam pembentukan karakter siswa. Oleh karena itu, guru harus menjadi teladan yang baik pada siswa. Kepala sekolah selalu berusaha untuk selalu mengajak guru untuk selalu memiliki akhlak yang baik serta memiliki karakter yang baik sehingga siswa dengan mudah untuk meniru kebiasaan guru. Kepala sekolah dan guru selalu berusaha untuk terus memotivasi dan mengawasi siswa MIN 2 Kota Malang dalam pelaksanaan penerapan kegiatan religius. Dan melalui penelitian, peneliti bisa menyimpulkan bahwa budaya religius yang diterapkan di MIN 2 Kota Malang sangat mempengaruhi siswa MIN 2 Kota Malang dalam membentuk karakter keagamaan yang baik. Siswa MIN 2 Kota Malang memiliki karakter keagamaan yang baik dan memiliki akhlak yang baik dibuktikan keseharian-keseharian siswa di lingkungan sekolah.
Daftar Rujukan
Afifulloh, Mohammad. (2019). Pendidikan Karakter Kebangsaan Teori dan Praktik.
Dalam Sa’dullah (Ed). Pendidikan Karakter Kebangsaan dalam Pendekatan Historis (hlm. 83-96). Malang: Inteligensia Media.
Komalasari, Kokom dan Didin Saripudin. (2017). Pendidikan Karakter Konsep dan Aplikasi Living Values Education. Bandung: Refika Aditama.
Kurniawan, Syamsul. (2013). Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Implementasinya secara terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, dan Masyarakat. Yogyakarta:Ar-Ruzz.
Marzuki. (2015). Pendidikan Karakter Islam. Jakarta: Amzah.
35 Moleong, Lexy J. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Mulyasa. (2012). Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara
Sahlan, Asma’un. (2017). Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah (Upaya Mengembangkan Teori ke Aksi). Malang: Uin Maliki Press.
Salim, Hitami. (2013). Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Sobirin, Ahmad. (2000). Budaya Organisasi. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Sugiyono. (2016). Memahami Peneitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Suharsaputra, Uhar. (2014). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan. Bandung: Refika Aditama.
Sukadari, Suyata, Shodiq A. Kuntiri. (2015). Penelitian Etnografi tentang Budaya Sekolah dalam Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar, 3 (1), 61.
http://journal.ung.cc.id/index.php/jppfa.
Sulistiono, Muhammad. (2019). Pendidikan Karakter Kebangsaan Teori dan Praktik.
Dalam Sa’dullah (Ed). Desain Pendidikan Karakter Kebangsaan (hlm. 278- 289). Malang: Inteligensia Media.