• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku Plastisitas Dan Struktur Tanah Modul 4: Mekanika Tanah dan Pondasi

N/A
N/A
Fatimah Nursadiyah6

Academic year: 2024

Membagikan "Buku Plastisitas Dan Struktur Tanah Modul 4: Mekanika Tanah dan Pondasi"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/359547026

Plastisitas dan Struktur Tanah

Book · January 2017

CITATIONS

0

READS

4,467

1 author:

Tri Mulyono Jakarta State University 66PUBLICATIONS   69CITATIONS   

SEE PROFILE

(2)

0 Mulyono,T (2017).,Plastisitas dan Struktur Tanah, Jakarta: FT-UNJ

Program Studi D3 Transportasi Fakultas Teknik

Universitas Negeri Jakarta

Plastisitas dan Struktur Tanah

Tri Mulyono, MT

(3)

Plastisitas Dan

Struktur Tanah

Modul 4: Mekanika Tanah dan Pondasi

Tri Mulyono

Staft Pengajar Program Studi D3 Transportasi. FT UNJ

Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta Jl. Rawamangun Muka Jakarta 13220 Kontak Penulis: trimulyono@unj.ac.id

(4)

ii

Plastisitas dan Struktur Tanah

Modul 4: Mekanika Tanah dan Pondasi

Tri Mulyono

Fakultas Teknik

Universitas Negeri Jakarta

Jl. Rawamangun Muka Jakarta 13220 Kontak Penulis: trimulyono@unj.ac.id

Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog dalam Terbitan (KDT) Mulyono, T.

Plastisitas dan Struktur Tanah/Penulis, Tri Mulyono. Jakarta: Program Studi D3 Teknik Sipil FT UNJ, 2017 iv, 42 hlm; 21 cm x 29,7 cm; Microsoft Sans Serif 12pt

1. Plastisitas dan Struktur Tanah. 2. Modul 4: Mekanika Tanah dan Pondasi I. Judul II. Universitas Negeri Jakarta

Cetakan Pertama: 3 Nopember, 2017.

Hak Cipta© 2017 pada Penulis Hak Cipta dilindungi Undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa ijin tertulis dari Penerbit atau Penulis

(5)

PRAKATA

Allhamdulillah, atas berkat rahmat dan ridho ALLAH juahlah maka penulis dapat menyelesaikan modul ini yang berisi materi untuk matakuliah Mekanika Tanah Dan Pondasi di Program Studi D3 Teknik Sipil FT UNJ@2017. Modul ini merupakan rangkaian materi yang terdiri dari:

1 | Sejarah mekanika tanah dan pondasi 2 | Sifat dan karakterisitik tanah

3 | Hubungan antar parameter tanah 4 | Plastisitas dan sturktur tanah 5 | Klasifikasi tanah

6 | Kepadatan Tanah, CPT dan SPT

Referensi yang digunakan berasal dari beberapa referensi yang berhubungan dengan materi dalam modul yang bersumber dari standar ASTM, AASTHO, British Standard dan terutama Standar Nasional Indonesia (SNI) yang disesuaikan dengan kebutuhan akademik.

Semoga Modul ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi pembacanya

Jakarta, November 2017 Penulis

Tri Mulyono

(6)

iv

Daftar Isi

A. Tujuan _____________________________________________________ 1 B. Uraian Materi, Indikator Keberhasilan dan Alokasi Waktu Pembelajaran _ 1 C. Kegiatan (Strategi/Metode) ____________________________________ 2 D. Tugas _____________________________________________________ 2 E. Tes/Evaluasi & Tagihan _______________________________________ 2 F. Sumber dan Media Pembelajaran _______________________________ 3 G. Rangkuman Materi __________________________________________ 3 H. Materi Pembelajaran _________________________________________ 5 4.1 Batas cair (Liquid Limit), LL ________________________________ 5 4.1.1 Metode A – Standar tiga titik __________________________ 8 4.1.2 Metode B – Pengujian Satu Titik ______________________ 10 4.2 Batas Plastis (Plastic Limit), PL ____________________________ 17 4.3 Batas Susut (Shrinkage limit), SL ___________________________ 19 4.3.1 Alat uji batas susut ________________________________ 20 4.3.2 Langkah pengujian ________________________________ 22 4.3.3 Hitungan Batas Susut ______________________________ 24 4.4 Tingkat Keaktifan Tanah (Activity) __________________________ 28 4.5 Liquidity Index dan Consistency Indeks _____________________ 30 4.6 Diagram plastisitas (Plasticity Chart) ________________________ 31 4.7 Struktur Tanah (Soil Structure) ____________________________ 33 4.7.1 Tanah Non-Kohesif ________________________________ 34 4.7.2 Struktur pada Tanah kohesif _________________________ 35 I. Soal ______________________________________________________ 38 J. Referensi _________________________________________________ 42

(7)

Modul 4:

Plastisitas dan Struktur Tanah

A. TUJUAN

Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan tentang plastisitas dan struktur tanah.

B. URAIAN MATERI, INDIKATOR KEBERHASILAN DAN ALOKASI WAKTU PEMBELAJARAN

Materi dan indikator keberhasilan dengan rencana pertemuan dua kali (200 menit) tatap muka setelah mempelajari topik ini seperti Tabel berikut:

Substansi Kajian

(Materi) Indikator keberhasilan Alokasi

Waktu (Menit) 1.1 Batas cair

(Liquid Limit) LL 1.1.1 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan batas cair

1.1.2 Mahasiswa mampu menghitung batas cair

30’

1.2 Batas Plastis (Plastic Limit), PL

1.2.1 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan batas plastis

1.2.2 Mahasiswa mampu menghitung batas plastis 30’

1.3 Batas Susut (Shrinkagelimit), SL

1.3.1 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan batas Shrinkage, SL 1.3.2 Mahasiswa mampu menghitung batas

shiringkage

20’

1.4 Indek plastisitas dan indeks konsistensi (Liquidity Index and Consistency Indeks)

1.4.1 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan Indek plastis dan indeks konsistensi

1.4.2 Mahasiswa mampu menghitung Indek plastis dan indeks konsistensi

10’

1.5 Tingkat keaktifan

(Activity) 1.5.1 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tingkat keaktifan ( Activity) tanah

1.5.2 Mahasiswa mampu menghitung tingkat keaktifan ( Activity) tanah

40’

1.6 Diagram plastisitas

(Plasticity Chart)

1.6.1 Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan penggunaan Diagram plastisitas (Plasticity Chart)

1.6.2 Mahasiswa mampu menggunakan Diagram plastisitas (Plasticity Chart)

40’

1.7 Struktur Tanah

(Soil Structure) 1.7.1 Mahasiswa mampu memahami dan

menjelaskan Struktur Tanah (Soil Structure)

(8)

2

Substansi Kajian

(Materi) Indikator keberhasilan Alokasi

Waktu (Menit) Tugas#5: Ringkasan

(Individu) Mahasiswa mampu mengerjakan tugas secara

mandiri 3 x 24 Jam

C. KEGIATAN (STRATEGI/METODE)

Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan cara (1) Menjelaskan dalam kelas tentang materi kajian; Membuka sesi diskusi; dan Memberikan tugas individu dan kelompok

D. TUGAS

Mahasiswa setelah mempelajari materi ini diharapkan membuat tugas ringkasan sebagai tugas mandiri dengan lama tugas 3 x 24 Jam dan tugas kelompok dengan waktu 7 x 24 jam.

E. TES/EVALUASI & TAGIHAN

Berisi tes tertulis sebagai bahan pengecekan bagi peserta didik dan dosen untuk mengetahui sejauh mana penguasaan hasil belajar yang telah dicapai, sebagai dasar untuk melaksanakan kegiatan berikutnya. Test akan dilaksanakan pada tengah dan akhir semester dalam bentuk test tertulis pilihan ganda dengan empat pernyataan satu yang benar.

Tagihan setelah mempelajari topik ini adalah sebagai berikut:

1. Tugas#4: Ringkasan (Individu) yaitu mahasiswa meringkas topik dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Tugas dikerjakan dengan menggunakan tulisan tangan di atas kertas A4;

b. Urutan/sistematika sesuai dengan urutan pada subtansi kajian (materi);

c. Batas waktu pengumpulan 3 x 24 Jam dikumpulkan sebelum Jam 12.00 WIB dan mengisi daftar absen pengumpulan tugas;

d. Bobot penilaiannya sebesar 2% (dua persen) dari total penilaian.

2. Tugas#11: Kelompok yaitu mahasiswa secara berkelompok menyelesaikan penyelesaian soal tugas yang diberikan, dengan ketentuan.

a. Jumlah anggota kelompok maksimum 5 (lima) orang;

b. Jumlah soal yang diberikan direncanakan sebanyak 5 (lima) soal;

(9)

c. Tugas dikerjakan dengan menggunakan tulisan tangan atau dengan MS-WORD di atas kertas A4;

d. Batas waktu pengumpulan 7 x 24 Jam dikumpulkan sebelum perkuliahan dimulai pada minggu berikutnya dan mengisi daftar absen pengumpulan tugas;

e. Bobot penilaiannya sebesar 4% (empat persen) dari total penilaian.

F. SUMBER DAN MEDIA PEMBELAJARAN

Sumber dan media pembelajaran menggunakan literatur sesuai dengan referensi untuk topik ini dengan disampaikan pada saat tatap muka akan digunakan Laptop/Notebooks, dan LCD Projector.

G. RANGKUMAN MATERI

Keadaan relatif tanah ketika tanah masih mudah untuk dibentuk merupakan konsistensi tanah. Konsistensi dari tanah berbutir halus dapat di deskripsikan dari tiga parameter yaitu batas cair (𝐿𝐿), batas plastis (𝑃𝐿) dan batas susut (𝑆𝐿) dikenal sebagai batas-batas Atterberg atau Atterberg limits.

Kadar air merupakan perbandingan berat massa air dalam suatu massa tanah terhadap berat massa partikel padatnya, satuannya dinyatakan dalam persen (%).

Batas cair (liquid limit/𝐿𝐿) adalah besaran kadar air dalam persen yang ditentukan dari 25 pukulan pada pengujian batas cair yaitu kadar air ketika sifat tanah pada batas dari keadaan cair menjadi plastis. Batas plastis (plastic limit/ 𝑃𝐿) adalah batas terendah kondisi kadar air ketika tanah masih pada kondisi plastis. Ketika pengurangan kadar air tidak akan menyebabkan perubahan volume dari massa tanah dengan kadar air tanah maksimum merupakan batas susut (shrinkage limit/𝑆𝐿). Selisih antara batas cair tanah dan batas plastis tanah merupakan indeks plastisitas (plasticity index/𝑃𝐼).

Hubungan antara indeks plastis dan batas cair dari bermacam-macam tanah asli secara empiris digambarkan dalam suatu Diagram plastisitas.

Susut linier adalah menyusutnya dalam satu dimensi massa tanah, dinyatakan sebagai persentase dari dimensi semula, ketika kadar air dikurangi dari suatu nilai tertentu sampai batas susut. Sedangkan susut volume (perubahan volume) merupakan penurunan volume, dinyatakan sebagai persentase massa tanah dalam keadaan kering jika kadar air dikurangi dari persentase tertentu sampai ke batas susut.

Perbandingan perubahan volume (dinyatakan dalam persentase volume kering)

(10)

4

dengan perubahan kadar air di atas batas susut (dinyatakan sebagai persentase berat tanah kering adalah rasio susut.

Tingkat aktivitas (activity) tanah adalah perbedaan nilai antara 𝑃𝐼 dengan fraksi lempung yang lolos 0,002 mm pada tanah yang berbeda disebabkan karena tipe dari mineral lempung yang dikandung oleh tiap-tiap tanah berbeda-beda.

Pengembangan (swelling) adalah pembesaran volume tanah ekspansif akibat bertambahnya kadar air.

Struktur tanah didefinisikan sebagai susunan geometrik butiran tanah. Tanah terdiri dari tanah kohesif (cohesive) dan non-kohesif (cohesionless). Struktur tanah non-kohesif terdiri dari dua kategori utama yaitu struktur butir-tunggal (single-grained) dan struktur sarang-lebah (honeycombed). Struktur dengan bentuk sarang lebah memiliki rasio pori lebih besar dan mudah pecah pada beban berat dan beban dinamis.

Lempung terdispersi (mengendap) di dalam air dan ketika partikel-partikel tanah akan berjauhan satu dengan yang lain karena dengan bertambahnya jarak antara partikel-partikel, gaya tolak-menolak antar partikel adalah lebih besar daripada gaya tarik-menarik serta tidak tergantung pada sifat air merupakan Gaya Van Der Waal.

Gerakan Brown adalah gerakan zig-zag yang acak dari butiran koloid di dalam larutan. Flokulasi (flocculation) adalah saat partikel-partikel terdispersi yang terikat secara keseluruhan oleh gaya tarik elektrostatik dari muatan positif tepi butiran ke muatan negatif permukaan butiran.

Domain adalah partikel lempung yang cenderung untuk menggumpal dalam ukuran-ukuran kecil. Cluster merupakan domain yang bersama-sama membentuk kelompok. Cluster yang mengelompok bersama-sama akan membentuk ped yang dapat dilihat tanpa mikroskop.

Lempung adalah butiran tanah yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm) yang dalam satu rentang kadar air tertentu bersifat plastis dan mempunyai kekuatan yang cukup besar pada saat kering udara. Untuk klasifikasi, lempung termasuk tanah yang berbutir halus, atau bagian tanah yang berbutir halus, dengan indeks plastisitas sama atau lebih besar dari 4, bila digambarkan dalam Diagram plastisitas akan terletak pada atau di atas garis “A”.

(11)

H. MATERI PEMBELAJARAN

Tanah berbutir halus yang mengandung mineral lempung jika padatkan (remolded) tidak menimbulkan retakan karena lempung memiliki sifat kohesif yang timbul karena adanya air di sekeliling permukaan partikel lempung yang terserap (adsorbed water). Tahun 1911, seorang ilmuwan dari Swedia bernama Atterberg mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan sifat plastis tanah berbutir halus pada kadar air yang bervariasi yang dinyatakan dalam cair, plastis, semi-padat atau pada (Arora, 2004). Pada kadar air yang sangat tinggi, campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Air yang dikandung tanah dapat dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu: padat, semi padat, plastis, dan cair. (Gambar 4.1).

Kadar air, dinyatakan dalam persen, di mana transisi yang terjadi dari keadaan padat ke keadaan semi-padat didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage limit). Kadar air di mana transisi dari keadaan semi-padat ke keadaan plastis terjadi dinamakan batas plastis (plastic limit), dan dari keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan batas cair (liquid limit). Batas-batas ini dikenal juga sebagai batas-batas Atterberg atau Atterberg limits (Das & Sobhan, 2014).

Gambar 4.1: Atterberg limits

4.1 Batas cair (

Liquid Limit

), 𝑳𝑳

Tanah dari keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan batas cair (liquid limit).

Penentuan batas cair tanah di lakukan di laboratorium terhadap contoh tanah yang diambil dari lapangan. Batas cair ini dapat diterapkan untuk menentukan konsistensi perilaku material dan sifatnya pada tanah kohesif, konsistensi tanah tergantung dari nilai batas cairnya. Nilai batas cair ini dapat digunakan untuk menentukan nilai indeks plastisitas tanah (𝐼𝑃) yaitu nilai batas cair (𝐿𝐿) dikurangi dengan nilai batas plastis (𝑃𝐿) sesuai Persamaan 4.1 (SNI 1967:2008).

(12)

6

𝐼𝑃 = 𝐿𝐿 − 𝑃𝐿 (4.1)

Pengujian batas cair di laboratorium dapat menggunakan metode A disebut uji banyak titik dan metode B disebut uji satu titik. Cara uji ini dilakukan terhadap tanah, baik berbutir halus maupun berbutir kasar yang lolos saringan No.40 (0,425 mm). Nilai batas cair tanah (𝐿𝐿) merupakan besaran kadar air dalam persen yang ditentukan dari 25 pukulan pada pengujian batas cair menggunakan alat cassagrande (mangkok kuningan) seperti Gambar 4.2 dan 4.3 serta alat pembentuk alur (Grooving Tool) pada Gambar 4.4 dan 4.5.

Gambar 4.2: Alat Pengujian Batas Cair (SNI 1967:2008)

(13)

Gambar 4.3: Alat Pengujian Batas Cair (SNI 1967:2008)

Gambar 4.4: Alat pembentuk Alur (a) Berbentuk bulat, (b) Berbentuk Persegi

(14)

8

Gambar 4.5: Alat pembentuk Alur Berbentuk Pipih (SNI 1967:2008)

4.1.1 Metode A – Standar tiga titik

Prosedur pengujian dengan menggunakan benda uji dengan berat sekitar 50 g yang diambil dari campuran bahan lolos saringan No.40 (0,425 mm) yang dipersiapkan sesuai dengan SNI 03-1975-1990.

Tempatkan benda uji di atas mangkok pengaduk yang terbuat dari porselen yang tidak mengkilap atau mangkok pengaduk sejenis, berdiameter sekitar 115 mm dan aduklah sampai rata dengan menambahkan 15 mL sampai dengan 20 mL air suling atau air mineral dan ulangi pengadukan, peremasan dan pengirisan dengan memakai alat spatula. Tambahkan air sebanyak 1 mL sampai dengan 3 mL. Setiap penambahan air, aduklah tanah dengan air hingga rata. Pada waktu pengujian dimulai, tidak ada penambahan tanah kering terhadap tanah yang basah. Jika terlanjur penambahan air terlalu banyak, benda uji boleh diganti atau diaduk kembali dan diremas sampai terjadi penguapan alami hingga mencapai titik tertutupnya alur tanah pada rentang yang dapat diterima. Mangkok kuningan alat uji batas cair ini tidak boleh digunakan untuk mengaduk tanah dengan air. (SNI 1967:2008).

Jika air yang diberikan telah cukup untuk mencampur tanah hingga merata dan tanah menjadi konsistensi teguh, selanjutnya pindahkan benda uji ini ke dalam mangkok kuningan dan sisakan sebagian isi mangkok. Kemudian tekan dan sebar tanah ini dengan menggunakan spatula secara lateral hingga memperoleh garis mendatar mencapai ketebalan 8 - 10 mm pada titik kedalaman maksimum. Gerakan spatula secara perlahan sebagai perawatan untuk menjaga terjeratnya gelembung udara dalam tanah. Kelebihan tanah pada mangkok kuningan harus dikembalikan ke

(15)

dalam mangkok pengaduk dan diberi tutup, untuk memelihara kadar air yang berada dalam benda uji. Goreslah tanah yang berada dalam mangkok kuningan secara membagi dua dengan menggunakan alat pembuat alur berbentuk lengkung sepanjang diameter mangkok melalui garis tengahnya, sehingga alur terlihat jelas serta membentuk dimensi yang tepat seperti ditunjukan seperti Gambar 4.6.

Gambar 4.6: Pembentukan alur pada Pengujian Batas Cair (a) Tampak Depan (b) Tampak Samping

Mangkok kuningan yang berisikan benda uji yang telah diberi alur, kemudian diangkat dan jatuhkan dengan memutar engkol pada kecepatan sekitar dua putaran per detik, sampai dua sisi alur benda uji menjadi bersentuhan pada bagian bawah alur sepanjang 12,5 mm - 13 mm (Gambar 4.7).

Gambar 4.7: Pengujian Batas Cair

Banyaknya pukulan yang diperlukan untuk tertutupnya alur sepanjang ini harus dicatat. Alas alat uji harus tidak terpegang oleh tangan dan bebas sewaktu engkol diputar. Kemudian ambil tanah kira-kira selebar spatula, mulai dari pojok ke pojok

(16)

10

benda uji mulai dari sudut kanan ke bagian alur hingga mencakup bagian alur tanah yang mengalir. Masukan irisan tanah ini ke dalam cawan dan uji sesuai SNI 03-1965- 1990 untuk menentukan kadar air dan catat hasilnya.

Pindahkan tanah yang masih berada dalam mangkok kuningan ke dalam mangkok pengaduk. Mangkok kuningan dan alat pembuat alur kemudian dibersihkan dan dikeringkan, siap untuk digunakan pada pengujian berikutnya.untuk pekerjaan berikutnya harus diulangi sekurang-kurangnya dua pengujian tambahan lagi dari benda uji yang telah ditambah air secukupnya, hingga tanah kondisinya lebih lunak.

Tujuan dari cara ini adalah untuk mendapatkan benda uji dengan konsistensi tertentu, dan sekurang-kurangnya satu ketentuan yang akan diambil untuk setiap rentang pukulan pada 25 sampai 35; 20 sampai 30; 15 sampai 25 pukulan, sehingga rentang pada tiga ketentuan tersebut minimal 10 pukulan (SNI 1967:2008).

Kadar air yang menggambarkan perpotongan antara kurva alir dan garis melalui 25 pukulan pada ordinat, harus diambil sebagai nilai batas cair tanah. Laporkan nilai ini sebagai bilangan bulat. Metode A (standar tiga titik) harus digunakan sebagai uji untuk menengahi masalah yang kontroversial.

Mengatur kadar air dari tanah yang di uji agar terpenuhi persyaratan di atas ternyata sangat sulit. Oleh karenanya uji batas cair paling sedikit empat kali pada tanah yang sama dengan kadar air yang berbeda-beda sehingga jumlah pukulan 𝑁, yang dibutuhkan untuk menutup goresan bervariasi antara 15 dan 35.

4.1.2 Metode B – Pengujian Satu Titik

Menggunakan alat pembuat alur berbentuk lengkung atau alat pembuat alur berbentuk pipih, cara melakukannya adalah sama seperti metode A, kecuali banyaknya air awal yang ditambahkan sesuai berkisar antara 8 mL sampai dengan 10 mL dan kadar air benda uji diambil harus diambil hanya untuk percobaan yang dapat diterima. Keakuratan sama seperti yang diperoleh dari metode standar tiga titik, banyaknya pukulan untuk terutupnya alur harus dibatasi antara 22 pukulan sampai 28 pukulan. Setelah diperoleh tertutupnya alur pada pengujian pertama dengan jumlah pukulan yang dapat diterima, segera kembalikan tanah yang ada dalam mangkok kuningan ke mangkok pengaduk tanpa penambahan air. Ulangi pengerjaannya. Jika tertutupnya alur pengujian kedua banyaknya pukulan masuk dalam rentang yang diterima (22 pukulan sampai dengan 28 pukulan), dan tertutupnya alur pada pengujian

(17)

kedua ini mempunyai selisih dua pukulan terhadap penutupan alur pengujian pertama, uji kadar air benda uji ini. Tertutupnya alur dengan jumlah pukulan antara 15 pukulan dan 40 pukulan mungkin masih dapat diterima, jika bervariasi ± 5% dari batas cair yang ditoleransi.

Nilai batas cair dapat ditentukan dengan menggunakan Persamaan 4.2.

Persamaan ini didapatkan dari hasil pengujian secara empiris untuk analisis 100 pengujian batas cair yang dilakukan oleh U.S. Army Corps of Engineers (1949) di the Waterways Experiment Station in Vicksburg, Mississippi (Das & Sobhan, 2014).

𝐿𝐿 = 𝑊𝑛(𝑁 25)

0,121 (4.2)

Batas cair dapat juga ditentukan dengan metode nomograf atau metode koreksi Tabel 4.1 atau metode perhitungan yang menghasilkan nilai batas cair yang sama akuratnya. Penggunaan nomograf Gambar 4.8 dapat digunakan untuk menentukan batas cair (SNI 1967:2008). Menggunakan Metode koreksi yang dihasilkan dari Persamaan 4.2 seperti Tabel 4.1. Nilai batas cair didapatkan dari nilai kadar air dikalikan dengan faktor koreksi (𝑘) dari banyaknya pukulan pada penutupan alur sesuai Persamaan 4.3. Dimana 𝑁 adalah jumlah pukulan yang menyebabkan tertutupnya alur pada kadar air tertentu; 𝐿𝐿 adalah batas cair terkoreksi untuk tertutupnya alur pada 25 pukulan (%); 𝑊𝑛 adalah kadar air (%); 𝑘 adalah faktor koreksi yang diberikan pada Tabel 4.1.

𝐿𝐿 = 𝑘𝑊𝑛 (4.3)

Tabel 4.1: Faktor koreksi Jumlah pukulan

(𝑵)

Faktor batas cair* (𝒌)

Jumlah pukulan (𝑵)

Faktor batas cair*

(𝒌)

20 0,97336

21 0,97912 26 1,00476

22 0,98465 27 1,00936

23 0,98996 28 1,01381

24 0,99507 29 1,01812

25 1,00000 30 1,02231

* Didapatkan dari (𝑁

25)0,121

(18)

12

Gambar 4.8: Nomograph untuk menentukan–– Batas Cair

Contoh C4.1:

Suatu pengujian batas cair memberikan data seperti Tabel C4.1:

Tabel C4.1: Hasil pengujian batas cair untuk 𝑵 dan 𝑊𝑛 Jumlah pukulan (𝑵) Kadar Air (𝑾𝒏)

39 38,0

32 42,8

29 43,0

27 45,2

18 52,3

16 55,4

(19)

Tentukan batas cairnya menggunakan metode A dan Tentukan batas cair dengan Menggunakan metode B untuk nilai batas cairnya pada nilai pukulan yang paling mendekati (𝑁 = 25)?.

Penyelesaian:

Metode A dicari dengan membuat grafik Jumlah Pukulan, 𝑁 dengan Kadar Air, 𝑊𝑛. Kadar air yang menggambarkan perpotongan antara kurva alir dan garis melalui 25 pukulan pada ordinat, harus diambil sebagai nilai batas cair tanah.

Langkah penyelesaian:

1. Gambarkan hubungan antara Jumlah pukulan dengan kadar air dalam skala semi log.

2. Buat garis lurus (trendline) di antara titik titik tersebut (Gambar C4.1)

3. Tarik garis vertikal (𝑁 = 25) sampai memotong garis lurus, lalu tarik garis horizontal sampai didapatkan nilai 𝑊𝑛 = 46,5%.

4. Nilai 𝑊𝑛 = 𝐿𝐿 = 46,5%.

Metode B dengan menggunakan Persamaan 4.2 untuk nilai 𝑁 yang paling mendekati adalah 𝑁 = 27 dengan kadar air 𝑊𝑛 = 46,2%

𝐿𝐿 = 𝑊𝑛(𝑁 25)

0,121

= 46,2 (27 25)

0,121

= 46,6%

Menggunakan nomograf Gambar 4.8 untuk menentukan batas cair (SNI 1967:2008) seperti Gambar C4.2. Didapatkan nilai 𝐿𝐿 = 46,5%.

Jadi batas cair didapatkan sekitar 𝐿𝐿 =46,5%+46,6+46,5

3 = 46,5%

Casagrande (1932) telah menyimpulkan bahwa tiap-tiap pukulan dari alat uji batas cair adalah sesuai dengan tegangan geser tanah sebesar kira-kira 1 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 ≅ 0,1 𝑘𝑁/𝑚2) sehingga batas cair dari tanah berbutir halus adalah kadar air di mana tegangan geser tanah kira-kira sebesar 25 𝑔𝑟/𝑐𝑚2 ≅ 2,5 𝑘𝑁/𝑚2).

(20)

14

Gambar C4.1: Penyelesaian Soal C4.1 untuk menentukan–– Batas Cair

Gambar C4.2: Nomograph untuk menentukan–– Batas Cair

(21)

Contoh C4.2:

Hasil uji tanah untuk pengujian batas cair dan plastis dengan data sebagai berikut:

Jumlah Pukulan, 𝑵 Kadar air, %

14 38,4

16 36,5

20 33,1

28 27,0

Nilai batas plastis hasil pengujian didapatkan sebesar 13,4%.

a. Gambarkan kurva untuk menentukan batas cair.

b. Berapa nilai indeks plastisitas tanah tersebut?

Penyelesaian:

a. Gambar kurva untuk menentukan batas cair, seperti Gambar C4.3, menggunakan MS-excel didapatkan trendline dengan Persamaan garis lurusnya adalah:

𝐿𝐿 = −15,5 ln(𝑁) + 82,165

Dengan memasukkan harga 𝑁 = 25 didapatkan 𝐿𝐿 = 29,05 ≅ 29%

Gambar C4.3: Penyelesaian batas cair contoh soal C4.2

(22)

16

b. Nilai indeks plastisitas tanah untuk 𝑃𝐿 = 13,4%

𝑃𝐼 = 𝐿𝐿 − 𝑃𝐿 = 29% − 13,4% = 15,6%

Metode lain untuk menentukan batas cair dengan kadar air pada standar kerucut Apex sudut 30𝑜 dan berat 0,78 𝑁 (80 𝑔𝑟𝑎𝑚) yang menembus pada jarak 𝑑 = 20 𝑚𝑚 selama 5 detik dijatuhkan dari posisi titik kontak dengan tanah seperti Gambar 4.9, untuk pengujian menggunakan peralatan fall cone.

(a) (b)

Gambar 4.9: (a) Pengujian Fall Cone; (b) Photo Alat Fall Cone Test (Das & Sobhan, 2014)

Menentukan nilai batas cair dengan menggunakan satu pengujian sangatlah sulit. Agar dapat ditentukan dengan baik hubungan antara kadar air dan log 𝑑 yaitu variasi tinggi jatuh alat fall cone dengan lebih dari satu pengujian. Hubungan ini dapat dianggap sebagai suatu garis lurus. Garis lurus tersebut dinamakan sebagai kurva aliran (flow curve). Kadar air yang bersesuaian dengan 𝑑 = 20 𝑚𝑚 adalah nilai batas cair. Flow index (𝐼𝐹𝐶) ditentukan menggunakan Persamaan 4.4, dimana 𝐼𝐹𝐶 adalah indeks aliran, 𝑊1 adalah kadar air, dalam persen, dari tanah yang bersesuaian dengan jumlah pukulan 𝑑1 dan 𝑊2 adalah kadar air, dalam persen, dari tanah yang bersesuaian dengan jumlah pukulan 𝑑2, (Das & Sobhan, 2014)

(23)

𝐼𝐹𝐶 = 𝑊1− 𝑊2 log 𝑑2− log 𝑑2

(4.4) Secara umum Persamaan 4.4, dapat ditulis menjadi Persamaan 4.5

𝑤 = −𝐼𝐹log 𝑑 + 𝐶 (4.5)

4.2 Batas Plastis (

Plastic Limit

), 𝑷𝑳

Batas plastis didefinisikan sebagai kadar air, dinyatakan dalam persen, di mana tanah apabila digulung sampai dengan diameter 1/8 in (3,2 mm) menjadi retak-retak.

Batas plastis merupakan batas terendah dari tingkat keplastisan suatu tanah.

Batas Plastis dihitung berdasarkan persentasi berat air terhadap berat tanah kering pada benda uji. Pada cara uji ini, material tanah yang lolos saringan ukuran 0,425 mm atau saringan No.40, diambil untuk dijadikan benda uji kemudian dicampur dengan air suling atau air mineral hingga menjadi cukup plastis untuk digeleng/dibentuk bulat panjang hingga mencapai diameter 3 mm. Metode penggelengan (Gambar 4.10) dapat dilakukan dengan telapak tangan atau dengan alat penggeleng batas plastis (prosedur alternatif) seperti Gambar 4.11. Benda uji yang mengalami retakan setelah mencapai diameter 3 mm, diambil untuk diukur kadar airnya. Kadar air yang dihasilkan dari pengujian tersebut merupakan batas plastis tanah tersebut. (SNI 1966:2008).

Gambar 4.10: Pengujian Batas Plastis

(24)

18

(a)

(b)

Gambar 4.11: Alternatif alat penggeleng batas plastis (a) Plat bawah, (b) Plat atas (SNI 1966:2008).

Prosedur penggujian sesuai (SNI 1966:2008) dengan menggunakan mangkok porselen atau sejenis mangkok untuk mengaduk, berdiameter sekitar 115 mm. Batang pengaduk atau pisau batangan yang memiliki mata pisau dengan panjang sekitar 75

(25)

mm dan lebar sekitar 20 mm. Batang pembanding yaitu batang logam pembanding dengan diameter 3 mm dan panjang 100 cm. Permukaan untuk menggeleng yaitu landasan untuk menggeleng benda uji yang dapat menggunakan plat kaca atau suatu lempengan yang memiliki permukaan licin, atau dapat menggunakan kertas tak bertekstur. Kertas tak bertekstur/licin tanpa penambahan bahan lain (fiber, fragmen kertas, dan lain-lain) pada tanah selama proses penggelengan. Kertas tersebut diberi bahan perekat dibelakangnya dan direkatkan pada bagian atas dan bagian bawah plat penggeleng jika menggunakan alat alternatif.

Peralatan lainnya adalah cawan yang terbuat dari material yang tahan terhadap korosi dan massanya tidak akan berubah atau hancur akibat pemanasan dan pendinginan yang terus menerus. Cawan harus memiliki penutup yang rapat/pas agar tidak terjadi perubahan kadar air benda uji sebelum penimbangan awal dan juga untuk mencegah penyerapan air dari udara terbuka sebelum proses pengeringan dan penimbangan akhir. Satu cawan diperlukan untuk menentukan kadar air satu benda uji. Untuk mengukur berat gunakan imbangan yang memiliki kapasitas yang sesuai dan mengacu pada SNI 03-64142000. Oven pengering dengan fasilitas pengatur panas yang dapat mengeringkan benda uji pada temperatur 110oC ± 5oC digunakan untuk mendapatkan benda uji dalam keadaan kering.

Banyaknya benda uji yang digunakan sekitar 20 gram dari material yang telah lolos saringan No.40 (0,425 mm), sesuai dengan SNI 03-1975-1990. Letakan tanah kering ke dalam cawan dan campur dengan air suling atau air mineral sampai massa menjadi cukup plastis untuk dibentuk menjadi bola. Ambil sebagian dari tanah tersebut, sekitar 8 gram, untuk diuji batas plastisnya.

4.3 Batas Susut (

Shrinkage limit)

, 𝑺𝑳

Tanah akan menyusut apabila air yang dikandungnya secara perlahan-lahan hilang dalam tanah. Hilangnya air secara terus menerus, tanah akan mencapai suatu tingkat keseirnbangan di mana penambahan kehilangan air tidak akan menyebabkan perubahan volume (Gambar 4.12). Kadar air, dinyatakan dalam persen, di mana perubahan volume suatu massa tanah berhenti. Batas susut (shrinkage limit) didefinisikan sebagai kadar air tanah maksimum ketika pengurangan kadar air tidak akan menyebabkan perubahan volume dari massa tanah (SNI 3422:2008).

(26)

20

Gambar 4.12: Definisi Batas Susut

Merujuk SNI 3422:2008, batas susut diuji dari suatu contoh tanah berbutir halus dibentuk dengan cara mencampur dengan air sampai sama atau sedikit lebih besar dari batas cairnya. Pasta yang jenuh ini ditempatkan kedalam suatu cawan yang volumenya ditentukan dan kemudian dikeringkan secara berlahan-lahan. Berat dan volume akhir tanah ditentukan seperti Gambar 4.13. Pengukuran ini digunakan untuk menghitung besaran-besaran tanah yang kemudian digunakan untuk menentukan faktor faktor susut.

Gambar 4.13: Contoh tanah sebelum dan setelah susut 4.3.1 Alat uji batas susut

Cara uji batas susut (SNI 3422:2008) dilakukan hanya pada bagian tanah berbutir halus yang lolos saringan No.40 (425-µm). Untuk mengevaluasi sifat-sifat tanah secara keseluruhan, kontribusi relatif bagian tanah berbutir halus ini harus betul- betul dipertimbangkan.

(27)

Gambar 4.14: Cawan dengan permukaan volume air raksa yang tumpah (SNI 3422:2008)

Gambar 4.15: Plat transparant (SNI 3422:2008)

Peralatan yang digunakan sesuai SN 3422:2008 untuk pengujian batas susut adalah (1) cawan penguap dari porselen diameter 150 mm, atau cawan pencampur dari porselen diameter 115 mm; (2) spatula atau pisau pengaduk yang mempunyai mata pisau panjang 75 mm dan lebar 20 mm; (3) cawan dari porselen atau cawan dari metal anti karat diameter 45 mm, tinggi 12,7 mm yang mempunyai dasar rata; (4) mistar baja perata panjang 100 mm; (5) cawan gelas diameter 50 mm, tinggi 25 mm, bagian atas bibir harus rata dan bidang ratanya harus sejajar dengan dasar cawan seperti Gambar 4.14; (6) pelat transparan, dilengkapi dengan tiga buah kaki dari metal

(28)

22

anti karat untuk mencelupkan tanah dalam air raksa. Permukaan pelat transparan harus cukup luas untuk menutupi cawan gelas seperti Gambar 4.15; (7) Gelas ukur kapasitas 25 ml dengan pembagian tiap skala 0,2 ml; (8) Timbangan dengan kapasitas minimal 500 gram dengan ketelitian 0,1 gram; (9) air raksa (Hg) secukupnya untuk mengisi cawan gelas sampai penuh; dan (10) oven pengering dengan kapasitas temperatur (110 ± 5)oC.

Ambil contoh dari suatu lokasi yang dibutuhkan untuk uji, gunakan ASTM Practice C 702 dan ASTM D 75, dan ASTM Guide D 420, sebagai pedoman untuk pengambilan dan pemeliharaan, contoh untuk berbagai tipe operasi teknik pengambilan contoh. Jika operasi pengambilan contoh dapat menjaga keadaan asli perlapisan suatu contoh, jaga perlapisan-perlapisan agar tetap terpisah dan pengujian dapat dilakukan pada perlapisan tertentu yang diinginkan dengan kemungkinan terkontaminasi sekecil mungkin dari perlapisan lain. Jika suatu campuran dari berbagai bahan digunakan dalam konstruksi, kombinasikan berbagai komponen tersebut dalam suatu porsi yang hasilnya dapat mewakili kasus kontruksi sesungguhnya. Jika data dari cara uji ini akan digunakan untuk korelasi dengan laboratorium lain atau data pengujian lapangan, gunakan material yang sama sebagai mana digunakan pada pengujian ini jika memungkinkan. Dapatkan contoh yang mewakili total, yang cukup dengan berat kira-kira 150 sampai 200 g material lolos saringan No.40 (425-µm).

Campurkan contoh dalam suatu wadah dengan spatula atau takaran dan takaran harus mewakili porsi dari keseluruhan massa tanah. Benda uji didapat dari contoh tanah yang tidak terganggu atau contoh tanah terganggu yang lolos saringan No.40 (425-µm) kira-kira 30 g dan dipersiapkan sesuai dengan SNI 03 – 1975 – 1990 atau ASTM D421 atau ASTM D2217.

4.3.2 Langkah pengujian

Prosedur pengujiannya dengan menempatkan contoh dalam cawan pencampur diameter 115 mm dan campur dengan air suling sehingga contoh tanah jenuh dan tidak terdapat lagi gelembung-gelembung udara, aduk sampai menjadi pasta dan cetak.

Kadar air yang dibutuhkan sama dengan atau lebih besar sedikit dari kadar air batas cair. Lapisi bagian dalam dari cawan diameter 45 mm dan tinggi 12,7 mm dengan vaselin untuk mencegah tanah menempel pada dinding cawan. Tempatkan contoh tanah di tengah-tengah cawan sebanyak 1/3 bagian volume cawan dan ketuk-ketuk perlahan-lahan sampai tanah menyentuh dinding cawan. Isi lagi cawan dengan contoh

(29)

sebanyak 1/3 bagian dan ketuk-ketuk kembali. Terakhir cawan diisi kembali sampai melebihi isi cawan dan ketukan dilanjutkan kembali sampai cawan secara keseluruhan penuh dan bagian tanah yang mencuat diratakan dengan mistar baja perata dan tanah yang menempel pada tepi cawan dibersihkan (SNI 3422:2008).

Timbang berat cawan dan catat beratnya (𝑊𝑐) lalu masukan contoh tanah basah kedalam cawan dan timbang (𝑊1). Biarkan contoh tanah dalam suhu kamar sampai warnanya berubah dari gelap menjadi Iebih terang, dan selanjutnya masukkan dalam oven sampai kering atau berat menjadi konstan pada temperatur (110 ± 5)°C minimal 16 jam. Timbang kembali, (𝑊2)dan catat berat contoh tanah kering dan cawan dan kemudian keluarkan tanah dari cawan tersebut. Berat contoh tanah basah dan kering didapatkan sesuai Persamaan 4.6 dan 4.7.

𝑊 = 𝑊1− 𝑊𝑐 (4.6)

𝑊3 = 𝑊2− 𝑊𝑐 (4.7)

Pengukuran volume cawan dengan menuangkan air raksa pada cawan sampai penuh rata permukaan. Tuang air raksa dalam cawan tersebut kedalam gelas ukur dan tentukan. Volume cawan tersebut (𝑉𝑖). Volume cawan dapat ditentukan dengan cara menimbang air raksa dengan ketelitian 0,1 g menggunakan Persamaan 4.8, dimana 𝑊𝑖 adalah adalah berat air raksa dalam gram dan 𝛾ℎ𝑔 = 13,5 𝑔/𝑚𝑙 kepadatan air raksa.

𝑉𝑖 = 𝑊𝑖 𝛾ℎ𝑔

(4.8) Tempatkan cawan gelas diameter 50 mm, tinggi 25 mm kedalam cawan penguap diameter 150 mm dan isi cawan gelas dengan air raksa sampai penuh rata permukaan. Celupkan contoh tanah kering kedalam cawan gelas perlahan-lahan dan tutup cawan gelas dengan pelat transparan dan tekan sehingga kelebihan air raksa akan tumpah. Tuang air raksa yang tumpah kedalam gelas ukur yang menunjukkan volume tanah kering (𝑉𝑓). Volume tanah kering dapat ditentukan dengan menimbang air raksa yang tumpah (𝑊𝑓) dengan ketelitian 0,1 g dan dihitung volume dalam 𝑚𝑙 dengan menggunakan Persamaan 4.9.

𝑉𝑓 = 𝑊𝑓 𝛾ℎ𝑔

(4.9)

(30)

24

4.3.3 Hitungan Batas Susut

Merujuk Gambar 4.12, 𝑤𝑖 adalah kadar air tanah mula-mula pada saat ditempatkan di dalam mangkok uji batas susut, dan ∆𝑤 adalah perubahan kadar air (yaitu antara kadar air mula-mula dan kadar air pada batas susut), dimana 𝑤𝑖 ditentukan dari 𝑊 yaitu berat tanah basah dan didapatkan dari 𝑊1 − 𝑊𝑐 dan berat tanah kering (gram), 𝑊3 = 𝑊2− 𝑊𝑐. ∆𝑤 ditentukan dari volume contoh tanah basah pada saat pemulaan pengujian, 𝑉𝑖 (yaitu volume mangkok, cm3) dan 𝑉𝑓 yaitu volume tanah kering sesudah dikeringkan di dalam oven. Batas susut (𝑆𝐿) dinyatakan dalam Persamaan 4.10.

𝑆𝐿 = 𝑤𝑖(%) − ∆𝑤(%) (4.10)

𝑤𝑖 = (𝑊1 − 𝑊𝑐) − (𝑊2− 𝑊𝑐)

(𝑊2 − 𝑊𝑐) =𝑊 − 𝑊3

𝑊3 𝑥 100 (4.11)

∆𝑤 = (𝑉𝑖 − 𝑉𝑓)

(𝑊2− 𝑊𝑐)𝑥 100 = (𝑉𝑖 − 𝑉𝑓)

𝑊3 𝑥 100 (4.12)

Mensubstitusikan Persamaan 4.11 dan 4.12 ke dalam Persamaan 4.10 didapatkan Persamaan 4.13.

𝑆𝐿 = [𝑊 − 𝑊3

𝑊3 𝑥 100] − [ (𝑉𝑖− 𝑉𝑓)

𝑊3 𝑥 100] (4.13)

Dimana:

𝑆𝐿 = batas susut (%) 𝑤𝑖 = kadar air (%)

∆𝑤 = perbedaan kadar air (%)

𝑊 = Berat contoh tanah basah, gram 𝑊𝑐 = Berat cawan, gram

𝑊1 = Berat cawan dan contoh tanah basah, gram 𝑊2 = Berat cawan dan contoh tanah kering, gram 𝑊3 = Berat contoh tanah kering, gram

𝑉𝑖 = volume contoh basah, 𝑐𝑚3, 𝑉𝑖 = 𝑊𝑖

𝛾ℎ𝑔

𝑉𝑓 = volume contoh kering, 𝑐𝑚3, 𝑉𝑓 = 𝑊𝑓

𝛾ℎ𝑔

𝑊𝑖 = berat air raksa didalam cawan, gram

(31)

𝑊𝑓 = berat air raksa yang tumpah setelah dimasukan tanah kering, gram 𝛾ℎ𝑔 = Kepadatan air raksa, 𝛾ℎ𝑔 = 13,5 𝑔/𝑚𝑙

Berat jenis dapat dihitung dengan Persamaan 4.14 pendekatan (SNI 3422:2008) yaitu

𝐺𝑠 = 𝑊3 𝑉𝑖𝛾𝑎− 𝑊 + 𝑊3

(4.14) Dimana 𝑊3 adalah berat contoh tanah kering, 𝑔; 𝑉𝑖 adalah volume contoh basah, 𝑐𝑚3, dan berat isi air, 𝛾𝑎 dalam 𝑔/𝑐𝑚3 serta (𝑊 − 𝑊3) adalah berat air, 𝑔.

Rasio susut, 𝑅, dapat dihitung dari data yang dihasilkan yaitu perbandingan antara berat kering, 𝑊3 dengan volumenya, 𝑉𝑓 seperti Persamaan 4.15 berikut

𝑅 = 𝑊3 𝑉𝑓

(4.15) Menggunakan berat jenis 𝐺𝑠 dan rasio susut 𝑅 maka batas susut dapat dihitung dengan Persamaan 4.16.

𝑆𝐿 = (1 𝑅− 1

𝐺𝑠) 𝑥100 (4.16)

Perhitungan volume susut (perubahan volume), 𝑉𝐶, dinyatakan dalam persen (%) dapat dihitung dengan menentukan perubahan volume susut dengan Persamaan 4.17.

𝑉𝐶 = (𝑤𝑖− 𝑆𝐿)𝑅 (4.17)

Susut linier , 𝐿𝑆(%), dapat dihitung balik dengan menggunakan

𝐿𝑆 = 100 [1 − ( 100 𝑉𝐶 + 100)

1 3]

(4.18)

Persamaan 4.18 digunakan untuk menentukan Susut linier , 𝐿𝑆, yang dapat juga ditentukan menggunakan Gambar 4.16:

(32)

26

Gambar 4.16: Hubungan antara perubahan volume dan susut liner

Contoh C4.3:

Suatu tanah mineral lempung dengan paling dominan dikandungnya adalah Illite. Pengujian yang menggunakan cawan dengan berat cawan 31,25 gram. Setelah di isi tanah basah, beratnya menjadi 52,95 gram dan setelah dikeringkan beratnya sebesar 42,25 gram. Pada saat di isi air raksa dengan kepadatan, 𝛾ℎ𝑔 = 13,5 𝑔/𝑚𝑙 berat cawan dengan isi air raksa sebesar 230,40 gram dan setelah di celupkan tanah kering, air raksa yang tumpah beratnya 80,35 gram. Tentukan:

a. Kadar air awal

b. Berat jenis tanah jika 𝛾𝑎 = 1𝑔/𝑐𝑚3).

c. Rasio susut

d. batas susutnya dari hasil perubahan volume dan Dari Rasio Susut dan berat jenis

e. Perubahan Volume (𝑉𝐶) f. Susut Linier (𝐿𝑆)

(33)

Penyelesaian

Berat contoh tanah basah (𝑊) dan volume (𝑉𝑖)

𝑊 = 𝑊1− 𝑊𝑐 = 52,95 − 31,25 = 21,7 𝑔 𝑊𝑖 = 230,40 − 31,25 = 199,15 𝑔

𝑉𝑖 = 𝑊𝑖

𝛾ℎ𝑔 = 199,15 𝑔

13,5 𝑔/𝑐𝑚3 = 14,75 𝑐𝑚3

Berat contoh tanah basah (𝑊3) dan volume (𝑉𝑓)

𝑊3 = 𝑊2− 𝑊𝑐 = 42,25 − 31,25 = 11,0 𝑔

𝑉𝑓 = 𝑊𝑓

𝛾ℎ𝑔 = 80,35 𝑔

13,5 𝑔/𝑐𝑚3 = 5,95 𝑐𝑚3

a. Kadar air awal

𝑤𝑖 = 𝑊 − 𝑊3

𝑊3 𝑥 100 =21,7 − 11

11 𝑥 100 = 97,27%

b. Berat jenis

𝐺𝑠 = 𝐺𝑠 = 𝑊3

𝑉𝑖𝛾𝑎− (𝑊 − 𝑊3) = 11

14,75(1) − 21,7 + 11)= 2,715 c. Rasio susut

𝑅 = 𝑊3

𝑉𝑓 = 11

5,95= 1,85 d. batas susut

Hasil perubahan volume 𝑆𝐿 = [𝑊 − 𝑊3

𝑊3 𝑥 100] − [ (𝑉𝑖− 𝑉𝑓)

𝑊3 𝑥 100] = 𝑆𝐿

= [21,7 − 11

11 𝑥 100] − [ (14,75 − 5,95)

11 𝑥 100] = 17,27%

Hasil Rasio Susut dan berat jenis 𝑆𝐿 = (1

𝑅− 1

𝐺𝑠) 𝑥100 = ( 1

1,85− 1

2,715) 𝑥100 = 17,27%

e. Perubahan volume

𝑉𝐶 = (𝑤𝑖− 𝑆𝐿)𝑅 = (97,27 − 17,27)1,85 = 147,85%

(34)

28

f. Susut linier

𝐿𝑆 = 100 [1 − ( 100 𝑉𝐶 + 100)

1

3] = 100 [1 − ( 100 147,85 + 100)

1

3] = 26,11%

4.4 Tingkat Keaktifan Tanah (

Activity

)

Sifat plastis suatu tanah karena adanya air yang terserap di sekeliling permukaan partikel lempung (adsorbed water), sehingga tipe dan jumlah mineral lempung yang dikandung di dalam suatu tanah akan mempengaruhi batas plastis dan batas cair tanah yang bersangkutan. Indeks plastis (𝑃𝐼) suatu tanah bertambah menurut garis lurus sesuai dengan bertambahnya persentase dari fraksi berukuran lempung (fraksi lempung yang lolos 0,002 mm) yang dikandung oleh tanah (Skempton, 1953). Hubungan antara 𝑃𝐼 dengan fraksi lempung yang lolos 0,002 mm untuk tiap- tiap tanah mempunyai garis yang berbeda-beda. Nilai 𝑃𝐼 ditentukan dari batas cair dikurangi dengan batas plastis (Persamaan 4.19). Burmister (1949) dalam Das &

Sobhan, (2014) mengklasifikasi indek plastisitas secara kualitatif seperti Tabel 4.2.

𝑃𝐼 = 𝐿𝐿 − 𝑃𝐿 (4.19)

Tabel 4.2: Klasifikasi indek plastisitas secara kualitatif, Burmister (1949)

Batas Plastis, (𝑷𝑳) Deskripsi

0 Non-plastis

1 – 5 Sangat tidak plastis (Slightly plastic) 5 – 10 Plastisitas rendah (Low plasticity) 10 – 20 Plastisitas sedang (Medium plasticity) 20 – 40 Plastisitas tinggi (high plasticity)

> 40 Plastisitas sangat tinggi (Very high plasticity) Sumber: (Das & Sobhan, 2014)

Perbedaan nilai antara 𝑃𝐼 dengan fraksi lempung yang lolos 0,002 mm pada tanah yang berbeda disebabkan karena tipe dari mineral lempung yang dikandung oleh tiap-tiap tanah berbeda-beda sebagai besaran yang dinamakan aktivitas (activity) menurut Skempton, Tingkat keaktifan yang merupakan kemiringan dari garis yang menyatakan hubungan antara 𝑃𝐼 dan persen butiran yang lolos 0,002 mm. Jika persen

(35)

butiran yang lolos 0,002 mm sebagai %𝐶𝐹 yang didapat dari tes hidrometer dan tingkat keaktifan adalah 𝐴𝑐 (SNI 3423:2008) dapat dinyatakan dalam Persamaan 4.20 (Kimpraswil, 2004).

𝐴𝑐 = 𝑃𝐼

%𝐶𝐹

(4.20) Nilai 𝐶𝐹 harus dikurangi sebesar 5% apabila nilainya kurang dari 40%. Tingkat keaktifan berkaitan dengan kandungan mineral yang dimiliki suatu tanah. Tanah yang tergolong aktif akan memiliki kandungan monmorilonit yang dominan sehingga tanah tersebut dapat dikategorikan sebagai tanah ekspansif. Tingkat keaktifan tanah dapat ditentukan dengan menggunakan Tabel 4.3.

Tabel 4.3: Tingkat Keaktifan Lempung

Tingkat keaktifan 𝑨𝒄 Tingkat keaktifan

Tidak aktif <0,75

Normal 0,75 – 1,25

Aktif >1,25

Sumber: (Kimpraswil, 2004)

Tingkat aktivitas (𝐴𝑐) digunakan sebagai indeks untuk mengidentifikasi kemampuan mengembang dari suatu tanah lempung. Beberapa nilai batas cair dan plastis dan tingkat keaktifan untuk mineral lempung seperti Tabel 4.4.

Tabel 4.4: Tipikal Nilai Batas Cair, Batas Plastis Dan Tingkat Keaktifan Mineral Lempung Mineral Lempung Batas Cair,

(𝑳𝑳)

Batas Plastis, (𝑷𝑳)

Tingkat Keaktifan, (𝑨𝒄)

Kaolinite 35 – 100 20 – 40 0,3 – 0,5

Illite 60 – 120 35 – 60 0,5 – 1,2

Montmorillonite 100 – 900 50 – 100 1,5 – 7,0

Halloysite (hydrated) 50 – 70 40 – 60 0,1 – 0,2

Halloysite (dehydrated) 40 – 55 30 – 45 0,4 – 0,6

Attapulgite 150 – 250 100 – 125 0,4 – 1,3

Allophane 200 – 250 120 – 150 0,4 – 1,3

Sumber: (Das & Sobhan, 2014)

Pengembangan (swelling) adalah pembesaran volume tanah ekspansif akibat bertambahnya kadar air. Potensi pembesaran volume tergantung dari peningkatan

(36)

30

kadar air, indeks plastisitas, gradasi dan tekanan overburden. Kriteria potensi pengembangan dan/atau penyusutan yang diterbitkan oleh BRE (Building Research Establishment) menggunakan nilai-nilai persentase partikel lempung dan indeks plastitsitas (Tabel 4.5). Holtz, Dakshanamurthy dan Rahman (1973) mengklasifikasi potensi pengembangan (Tabel 4.6) sebagai fungsi dari indeks plastisitas, batas cair, dan batas susut (Holtz, Christopher, & Berg, 1998). Ketiga kriteria tersebut sebaiknya digunakan secara bersamaan untuk menambah keyakinan di dalam menentukan potensi pengembangan tanah ekspansif secara empiris.

Tabel 4.5: Potensi pengembangan menurut Building Research Establishment BRE (1980)

PI (%) %<2 µm Potensi Pengembangan

>35 >95 Sangat tinggi

22-35 60-95 Tinggi

18-22 30-60 Moderat

<18 <30 Rendah

Sumber: (Kimpraswil, 2004)

Tabel 4.6: Potensi pengembangan menurut Holtz, Dakshanamurthy dan Raman (1973)

PI (%) SL(%) LL(%) Potensi Pengembangan

>18 .15 20 – 35 Rendah

15-25 10 – 15 35 – 50 Moderat

25-35 7 – 12 50 - 70 Tinggi

Sumber: (Kimpraswil, 2004)

4.5 Liquidity Index dan Consistency Indeks

Konsistensi relatif pada tanah kohesif dalam kondisi alami dapat dinyatakan dalam rasio yang dinamakan “Liquidity Index” sesuai dengan Persamaan 4.21 (Das &

Sobhan, 2014), dimana 𝑤 adalah kadar air tanah pada kondisi alami dilapangan.

𝐿𝐼 = 𝑤 − 𝑃𝐿

𝐿𝐿 − 𝑃𝐿=𝑤 − 𝑃𝐿 𝑃𝐼

(4.21) Kadar air tanah pada tanah lempung yang ekspansif (sensitive clay) mungkin lebih besar dari nilai 𝐿𝐿 sehingga, 𝐿𝐿 > 1. Tanah yang dibentuk (remolded), akan berubah dari bentuk padat (viscous) ke bentuk cair (flow) dengan nilai kadar air lebih kecil dari 𝑃𝐿, 𝑃𝐿 < 0.

(37)

Indeks lainnya yang digunakan dalam Teknik adalah konsistensi indeks (𝐶𝐼) dinyatakan dengan Persamaan 4.22.

𝐶𝐼 = 𝐿𝐿 − 𝑤 𝐿𝐿 − 𝑃𝐼

(4.22) Jika 𝑤 = 𝐿𝐿, maka konsistensi indeks, (𝐶𝐼 = 0) dan jika 𝑤 = 𝑃𝐼, maka konsistensi indeks (𝐶𝐼 = 1).

Contoh C4.4:

Tentukan indeks cair (Liquidity Indeks) dan indek konsistensi dari contoh C4.3, jika kadar air tanah di lapangan 𝑤 = 32%.

Penyelesaian:

𝐿𝐼 = 𝑤 − 𝑃𝐿

𝐿𝐿 − 𝑃𝐿= 𝑤 − 𝑃𝐿

𝑃𝐼 =32 − 13,4

15,6 = 1,19 𝐶𝐼 = 𝐿𝐿 − 𝑤

𝐿𝐿 − 𝑃𝐼 = 29 − 32

32 − 15,6= −0,2 4.6 Diagram plastisitas (

Plasticity Chart

)

Menentukan nilai batas cair dan batas plastis di laboratorium dilakukan secara sederhana, namun demikian dapat memberikan informasi tentang sifat dari tanah kohesif yang telah digunakan secara ekstensif oleh para ahli teknik sipil untuk menentukan korelasi dari beberapa parameter tanah fisis dan juga untuk mengidentifikasi tanah.

Hubungan antara indeks plastis dan batas cair dari bermacam-macam tanah asli telah dipelajari oleh Casagrande (1932) yang mengusulkan suatu Diagram plastisitas seperti Gambar 4.17. Hal yang paling penting dalam Diagram tersebut adalah garis empiris A sesuai dengan Persamaan 4.23. Garis empiris A memisahkan tanah lempung anorganik (inorganic clay) dari tanah lanau anorganik (inorganic silt).

Tanah lempung anorganik terletak di atas garis A, dan lanau anorganik dibawahnya.

Tanah lanau anorganik dengan kemampuan memampat sedang (di bawah garis A dengan 𝐿𝐿 antara 30 - 50). Tanah lempung organik (organic clay) berada di dalam daerah yang sama seperti tanah lanau anorganik dengan kemampuan memampat tinggi ( di bawah garis A dengan LL lebih besar dari 50). Keterangan yang diberikan

(38)

32

dalam Diagram plastisitas berguna sebagai dasar dalam pengelompokan tanah berbutir halus dengan sistem Unified Soil Classification System (USCS)

𝑃𝐼 = 0,73(𝐿𝐿 − 20) (4.23)

𝑃𝐼 = 0,9(𝐿𝐿 − 8) (4.24)

Selain garis A, pada Diagram plastisitas terdapat garis “U” merupakan batas atas perkiraan dari hubungan antara indeks plastisitas dan batas cair untuk semua tanah yang telah ditemukan selama ini. Persamaan garis “U” terbentuk dari Persamaan 4.24.

Gambar 4.17: Diagram Plastisitas Tanah

Menggunakan Diagram plastisitas dapat juga digunakan untuk menentukan batas susut tanah (𝑆𝐿), seperti telah disarankan oleh Casagrande bahwa apabila indeks plastisitas dan batas cair dari suatu tanah diketahui, maka batas susut dari tanah yang bersangkutan dapat ditentukan secara kira-kira menurut Holtz dan Kovacs, (1981) (Das & Sobhan, 2014). Hal ini dapat dilakukan dengan cara:

1. Gambar indeks plastisitas dan batas cair dari tanah yang bersangkutan, dengan garis “A” terbentuk dari Persamaan 4.23 dan garis “U” dari Persamaan 4.24.

2. Tentukan titik pertemuan antara Garis “A” dan “U” untuk nilai 𝑃𝐼 yang sama, 0,73(𝐿𝐿 − 20) = 0,9(𝐿𝐿 − 8)

(39)

𝐿𝐿 = −43,53

didapatkan 𝑃𝐼 = −46,38. Perpanjangan garis A dan garis U ke bawah hingga bertemu pada satu titik B pada koordinat, 𝐵(−43,53; −46,38) seperti pada Gambar 4.18.

3. Misalkan sebuah hasil uji dengan nilai 𝐿𝐿 = 62,5% dan 𝑃𝐿 = 45%, maka 𝑃𝐼 = 𝐿𝐿 − 𝑃𝐿 = 17,5%. Koordinat (𝐿𝐿; 𝑃𝐼) di plot kedalam Diagram plastisitas dianggap sebuah titik C dengan koordinat 𝐶(62,5; 17,5).

4. Hubungkan titik “C” dan titik B dengan satu garis lurus. Garis tersebut akan memotong sumbu batas cair pada titik D. Absis dari titik D adalah perkiraan harga batas susut dari tanah yang bersangkutan. Sesuai contoh didapatkan nilai 𝑆𝐿 ≅ 33,5%.

Gambar 4.18: Perkiraan Batas Susut menggunakan Diagram plastisitas

4.7 Struktur Tanah (

Soil Structure

)

Struktur tanah didefinisikan sebagai susunan geometrik butiran tanah. Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi struktur tanah adalah bentuk, ukuran, dan komposisi mineral dari butiran tanah serta sifat dan komposisi dari air tanah. Secara umum, tanah dapat dimasukkan ke dalam dua kelompok yaitu: tanah kohesif (cohesive) dan non- kohesif (cohesionless).

(40)

34

4.7.1 Tanah Non-Kohesif

Struktur tanah non-kohesif umumnya dibagi dalam dua kategori utama yaitu struktur butir-tunggal (single-grained) dan struktur sarang-lebah (honeycombed).

Struktur butir tunggal, butiran tanah berada dalam posisi stabil dan tiap-tiap butir bersentuhan satu terhadap yang lain. Bentuk dan pembagian ukuran butiran tanah serta kedudukannya mempengaruhi sifat kepadatan tanah (Gambar 4.19). Sebagai ilustrasi yang lebih jelas tentang variasi angka pori yang disebabkan oleh posisi butiran, seperti Gambar 4.20 dimana menggunakan ukuran butiran dan susunan yang sama. Pada kondisi gembur (sangat lepas), jika volume kubus 𝑉 = 𝑑3 dan volume padat adalah volume bola, 𝑉𝑠 = (4

3𝜋𝑅3) =1

6𝜋𝑑3

𝑒 =𝑉𝑣

𝑉𝑠 = 𝑉 − 𝑉𝑠

𝑉𝑠 = 𝑑3−1 6 𝜋𝑑3 1

6𝜋𝑑3

= 1 −𝜋 𝜋 6 6

= 0,91

Saat butiran diatur sedemikian rupa hingga susunan menjadi sangat padat, 𝑒 = 0,35. Keadaan tanah asli berbeda dengan model di atas karena butiran tanah asli tidak mempunyai bentuk dan ukuran yang sama. Pada tanah asli, butiran dengan ukuran terkecil menempati rongga di antara butiran besar. Keadaan ini menunjukkan kecenderungan terhadap pengurangan angka pori tanah. Tetapi, tidak-rataan bentuk butiran pada umumnya menyebabkan adanya kecenderungan terhadap penambahan angka pori dari tanah. Sebagai akibat dari dua faktor tersebut di atas, maka angka pori tanah asli kira-kira masuk dalam rentang yang sama seperti angka pori yang didapat dari model tanah di mana bentuk dan ukuran butiran adalah sama (Das & Sobhan, 2014).

Gambar 4.19: Struktur butir tunggal: (a) Iepas, (b) padat

(41)

Gambar 4.20: Model susunan butir tanah (a) disusun Iepas, 𝑒 = 0,91 (b) disusun padat, 𝑒 = 0,35

Gambar 4.21: Struktur tanah berbentuk sarang lebah (Das & Sobhan, 2014).

Tanah dengan struktur sarang-lebah (Gambar 4.21), pasir-halus dan lanau membentuk lengkungan-lengkungan kecil hingga merupakan rantai butiran. Tanah yang mempunyai struktur sarang-lebah mempunyai angka pori besar dan biasanya dapat memikul beban statis yang tak begitu besar. Tetapi, apabila struktur tersebut dikenai beban berat atau apabila dikenai beban getar, struktur tanah akan rusak dan menyebabkan penurunan yang besar.

4.7.2 Struktur pada Tanah kohesif

Memahami struktur tanah kohesif, perlu mengetahui tipe dari gaya-gaya yang bekerja antara butir-butir tanah Iempung yang terlarut dalam air. Jika dua butiran lempung dalam larutan terletak berdekatan satu terhadap yang lain, lapisan ganda terdifusi dari kedua butiran tersebut akan menyebabkan gaya tolak-menolak. Pada

(42)

36

waktu yang sama, timbul juga gaya tarik-menarik antar butiran lempung yang disebabkan oleh gaya Van Der Waal yang tidak tergantung pada sifat air. Kedua gaya tolak-menolak dan tarik-menarik ini akan bertambah dengan berkurangnya jarak antara partikel-partikel lempung, dengan kecepatan penambahan untuk kedua gaya tidak sama. Jika jarak antara partikel-partikel sangat kecil, gaya tarik·menarik akan lebih besar daripada gaya tolak-menolak. Gaya-gaya ini dianalisis dengan teori koloid (colloidal theories). Konsentrasi muatan positif terjadi pada bagian-bagian tepi dari butiran lempung, oleh karena itu, jika butiran lempung saling berdekatan satu dengan yang Iainnya, bagian tepi yang bermuatan positif akan ditarik ke permukaan butiran yang bermuatan negatif (Das & Sobhan, 2014).

Lempung terdispersi (mengendap) di dalam air, partikel-partikel tanah akan berjauhan satu dengan yang lain karena dengan bertambahnya jarak antara partikel- partikel, gaya tolak-menolak antar partikel adalah lebih besar daripada gaya tarik- menarik (gaya Van Der Waal). Gaya tarik bumi yang bekerja pada tiap-tiap partikel diabaikan. Jadi, tiap-tiap partikel akan turun secara perlahan atau tinggal dalam larutan, mengalami gerakan Brown (gerakan zig-zag yang acak dari butiran koloid di dalam larutan). Endapan yang terbentuk oleh butir-butir tanah yang mengendap mempunyai struktur terdispersi, dan semua partikel akan berorientasi kira-kira sejajar satu sama lainnya seperti Gambar 4.22 (a).

Gambar 4.22: Struktur endapan (sedimen): (a) dispersi; (b) flokulasi bukan karena garam; (c) flokulasi karena garam (Lambe, 1958 dalam Das & Sobhan, 2014).

Butiran lempung yang mulanya terdispersi di dalam air kemudian posisinya berubah menjadi berdekatan satu sama lain dikarenakan adanya gerakan acak di dalam larutan, butiran-butiran akan cenderung untuk mengumpul ke dalam gumpalan yang besar dengan butir-butirnya mempunyai hubungan tepi permukaan (edge-to-face contact). Partikel-partikel secara keseluruhan di ikat bersama-sama oleh gaya tarik

(43)

elektrostatik dari muatan positif tepi butiran ke muatan negatif permukaan butiran pada keadaan ini dikenal sebagai flokulasi (flocculation). Bilamana gumpalan ini menjadi besar, lempung akan mengendap ke bawah diakibatkan gaya beratnya sendiri.

Endapan yang terbentuk dengan cara ini akan mempunyai struktur terflokulasi seperti Gambar 4.22 (b). Jika garam ditambahkan ke dalam larutan lempung air yang asalnya sudah terdispersi, ion-ion cenderung untuk menekan lapisan ganda di sekeliling partikel. Keadaan ini mengurangi gaya tolak-menolak antar partikel-partikel sehingga partikel lempung akan tarik-menarik satu dengan yang lainnya untuk membentuk gumpalan-gumpalan dan kemudian mengendap ke bawah. Struktur terflokulasi dari endapan seperti Gambar 4.22 (c). Sedimen di air asin yang mempunyai struktur terflokulasi, partikel-partikelnya mempunyai orientasi yang sejajar satu sama lain, disebabkan karena adanya gaya Van Der Waal. Lempung yang mempunyai struktur terflokulasi mempunyai berat yang ringan dan angka pori yang sangat besar. Struktur lapisan tanah lempung yang terbentuk di dalam laut sangat terflokulasi, sedangkan sedimen yang terbentuk di air tawar sebagian besar mempunyai struktur antara terdispersi dan terflokulasi.

Suatu deposit tanah yang terdiri atas mineral lempung saja kenyataannya, jarang ditemui. Tanah yang mengandung 50% atau lebih partikel dengan ukuran 0,002 mm atau kurang, biasanya tanah tersebut dinamakan lempung. Partikel lempung cenderung untuk menggumpal dalam ukuran-ukuran yang kecil. Gumpalan-gumpalan kecil tersebut dinamakan domain. Beberapa domain kemudian bersama-sama membentuk kelompok, yang dinamakan cluster. Cluster dapat dilihat dengan alat mikroskop biasa. Beberapa cluster mengelompok bersama-sama untuk membentuk ped; pengelompokan cluster-cluster disebabkan karena adanya gaya antar partikel.

Ped dapat dilihat tanpa mikroskop. Kelompok dari ped merupakan suatu struktur makro yang lengkap dengan sambungan dan retakan. (Das & Sobhan, 2014). Struktur dari tanah kohesif sangat rumit, menurut teknik struktur makro memiliki pengaruh yang penting pada sifat tanah secara filosopi, struktur micro lebih penting dari pada makro.

Tabel 4.7 memberikan informasi makro tentang tanah lempung.

Secara definisi (SNI-03-6371-2000) lempung adalah butiran tanah yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm) yang dalam satu rentang kadar air tertentu bersifat plastis dan mempunyai kekuatan yang cukup besar pada saat kering udara. Untuk klasifikasi, lempung termasuk tanah yang berbutir halus, atau bagian tanah yang

(44)

38

berbutir halus, dengan indeks plastisitas sama atau lebih besar dari 4, bila digambarkan dalam Diagram plastisitas akan terletak pada atau di atas garis “A”.

Tabel 4.7: Struktur Tanah lempung

Deskripsi Keterangan

Struktur terdispersi Terbentuk dari partikel-partikel lempung yang mengendap secara individu seperti Gambar 4.22 (a)

Struktur terflokulasi Terbentuk dari gumpalan butiran lempung yang mengendap seperto Gambar 4.22 (b) dan (c)

Domain Kelompok unit sub-mikroskopis dari partikel lempung Cluster Kelompok domain yang membentuk cluster (terlihat dengan

mikroskop biasa)

Ped Kelompok cluster yang membentuk ped (terlihat tanpa mikroskop) Sumber: (Das & Sobhan, 2014)

I. SOAL

SOAL PILIHAN GANDA

4.1 Keadaan relatif tanah ketika tanah masih mudah untuk dibentuk merupakan...

a. Batas Cair (𝑙𝑖𝑞𝑢𝑖𝑑 𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡/𝐿𝐿) c. Batas plastis (𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑐 𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡/ 𝑃𝐿) b. Batas susut (𝑠ℎ𝑟𝑖𝑛𝑘𝑎𝑔𝑒 𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡/𝑆𝐿) d. Konsistensi

4.2 Besaran kadar air dalam persen yang ditentukan dari 25 pukulan pada suatu pengujian batas adalah nilai....

a. Batas Cair (𝑙𝑖𝑞𝑢𝑖𝑑 𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡/𝐿𝐿) c. Batas plastis (𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑐 𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡/ 𝑃𝐿) b. Batas susut (𝑠ℎ𝑟𝑖𝑛𝑘𝑎𝑔𝑒 𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡/𝑆𝐿) d. Konsistensi

4.3 Batas terendah kondisi kadar air ketika tanah masih pada kondisi plastis adalah....

a. Batas Cair (𝑙𝑖𝑞𝑢𝑖𝑑 𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡/𝐿𝐿) c. Batas plastis (𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑐 𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡/ 𝑃𝐿) b. Batas susut (𝑠ℎ𝑟𝑖𝑛𝑘𝑎𝑔𝑒 𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡/𝑆𝐿) d. Konsistensi

4.4 Ketika pengurangan kadar air tidak akan menyebabkan perubahan volume dari massa tanah dengan kadar air tanah maksimum merupakan ...

a. Batas Cair (𝑙𝑖𝑞𝑢𝑖𝑑 𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡/𝐿𝐿) c. Batas plastis (𝑝𝑙𝑎𝑠𝑡𝑖𝑐 𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡/ 𝑃𝐿) b. Batas susut (𝑠ℎ𝑟𝑖𝑛𝑘𝑎𝑔𝑒 𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡/𝑆𝐿) d. Konsistensi

Gambar

Gambar 4.1: Atterberg limits
Gambar 4.2: Alat Pengujian Batas Cair (SNI 1967:2008)
Gambar 4.3: Alat Pengujian Batas Cair (SNI 1967:2008)
Gambar 4.4: Alat pembentuk Alur (a) Berbentuk bulat, (b) Berbentuk Persegi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengujian sifat fisis tanah lempung yang distabilisasi dengan limbah beton menunjukkan bahwa nilai berat jenis , kadar air, batas cair, batas susut,

Penambahan kapur dan fly ash mampu memperbaiki sifat fisis tanah Tanon, ditinjau dari penurunan nilai kadar air, batas cair, batas susut , meningkatnya nilai

Batas eair tanah atau liquid limit adalah kadar air pada kondisi dimana tanah mulai berubah dari plastis menjadi eair atau sebaliknya yaitu batas antara...

a) Hasil uji sifat fisis tanah campuran menunjukkan bahwa nilai berat jenis, kadar air, batas cair, batas susut, indeks plastis dan lolos saringan no. penurunan

Institut Teknologi Nasional Tabel 2.1 Sifat-sifat Umum Tanah Lunak Thoha, 1989 No Parameter Nilai 1 Kadar air 80-100% 2 Batas cair 80-100% 3 Batas plastik 30-45% 4 Lolos saringan