• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Efektifitas Penggunaan Abu Vulkanik dan Abu Ampas Tebu Terhadap Stabilitas Tanah Lempung dengan Pengujian Kuat Tekan Bebas (Uncofined Compression Test) dan Ditinjau dari Nilai CBR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Efektifitas Penggunaan Abu Vulkanik dan Abu Ampas Tebu Terhadap Stabilitas Tanah Lempung dengan Pengujian Kuat Tekan Bebas (Uncofined Compression Test) dan Ditinjau dari Nilai CBR"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TINJAUAN UMUM

2.1.1 Tanah

Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregrat (butiran)

mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama

lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat)

disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara

partikel-partikel padat tersebut (Das,1991).

Berdasarkan sifat lekatnya tanah dapat dibedakan menjadi dua yaitu, tanah

tak berkohesif dan tanah berkohesif. Tanah tak berkohesif adalah tanah yang tidak

mempunyai atau sedikit sekali lekatan antara butir – butirnya seperti tanah

berpasir. Tanah kohesif adalah tanah yang mempunyai sifat lekatan antara

butir-butirnya, contohnya tanah lempung.

Tanah terdiri dari 3 komponen, yaitu udara, air, dan bahan padat. Udara

dianggap tidak mempunyai pengaruh teknis, sedangkan air sangat mempengaruhi

sifat-sifat teknis tanah. Ruang di antara butiran-butiran, sebagian atau seluruhnya

dapat terisi oleh air atau udara. Bila rongga tersebut terisi air seluruhnya, tanah

dikatakan dalam kondisi jenuh sebagian (partially saturated). Bagian-bagian

tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti ditunjukkan pada

(2)

Gambar 2.1 Diagram fase tanah (Das, 1994)

Dalam hal ini:

V = Isi (Volume) (cm3)

Va = Isi udara (Volume of air) (cm3)

Vw = Isi air (Volume of water) (cm3)

Vv = Isi pori/rongga (Volume of void) (cm3)

Vs = Isi butir-butir padat (Volume of solid) (cm3)

W = Berat (Weight) (gr)

Wa = Berat udara (Weight of air) (gr)

Ww = Berat air (Weight of water) (gr)

Ws = Berat butir-butir padat (Weight of solid) (gr)

Dari Gambar 2.1 diatas maka dapat diperoleh persamaan-persamaan untuk

menghitung volume (V) dan berat tanah (W) sebagai berikut:

(3)

Jika diasumsikan bahwa udara tidak memiliki berat, maka berat total contoh

tanah (W) dapat dinyatakan dengan:

W = Ws + Ww (2.2)

2.1.2. Sifat-Sifat Fisik Tanah

2.1.2.1. Kadar Air (Water Content)

Kadar air (W) merupakan perbandingan antara berat air (Ww) dengan berat

butiran padat (Ws) dalam tanah tersebut, dinyatakan dalam persen.

W(%) = Ww

2.1.2.2 Angka Pori (Void Ratio)

Angka pori atau void ratio (e) didefinisikan sebagai perbandingan antara

volume rongga (�) dengan volume butiran (�) dalam tanah, atau :

� = ��

�� (2.4)

Dimana:

(4)

�� : volume rongga (cm3)

�� : volume butiran (cm3)

2.1.2.3 Porositas (Porocity)

Porositas atau porosity (n) didefinisikan sebagai persentase perbandingan

antara volume rongga (�) dengan volume total (�) dalam tanah, atau :

2.1.2.4 Berat Volume Basah (Unit Weight)

Berat volume lembab atau basah (�) merupakan perbandingan antara

berat butiran tanah termasuk air dan udara (W) dengan volume tanah (V).

�� = � (2.6)

Dimana:

�� = Berat volume basah (gr/cm3)

W = berat butiran tanah (gr)

V = volume total tanah (cm3)

2.1.2.5 Berat Volume Kering (Dry Unit Weight)

Berat volume kering (�) merupakan perbandingan antara berat butiran

(5)

�� = �� (2.7)

Dimana:

�� = berat volume kering (gr/cm3)

�� = berat butiran tanah (gr)

V = volume total tanah (cm3)

2.1.2.6 Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight)

Berat volume butiran padat (�) merupakan perbandingan antara berat

butiran tanah (�) dengan volume butiran tanah padat (�).

2.1.2.7 Berat Jenis (Specific Gravity)

Berat jenis tanah (Gs) merupakan perbandingan antara berat volume

butiran padat (�) dengan berat volume air (�) pada temperature 4º. Nilai suatu

berat jenis tanah tidak bersatuan (tidak berdimensi).

�� = ��

(6)

Dimana:

Gs = berat jenis

�� = berat volume padat (gr/cm3)

�� = berat volume air (gr/cm3)

Nilai-nilai berat jenis dari berbagai jenis tanah dapat dilihat dalam Tabel

2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

2.1.2.8 Derajat Kejenuhan (S)

Derajat kejenuhan atau degree of saturation (S) didefinisikan sebagai

perbandingan antara volume air (�) dengan volume total rongga pori tanah (�).

Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka � = 1. Derajat kejenuhan suatu tanah (�)

dapat dinyatakan dalam Persamaan 2.11.

� (%) = ��

��� 100 (2.10)

Macam Tanah Berat Jenis

(7)

Dimana:

� : derajat kejenuhan

�� : berat volume air (cm3)

�� : volume total rongga pori tanah (cm3)

Batas-batas nilai dari derajat kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah

Keadaan Tanah Derajat Kejenuhan

Tanah kering 0

Tanah agak lembab > 0 - 0,25

Tanah lembab 0,26 - 0,50

Tanah sangat lembab 0,51 - 0,75

Tanah basah 0,76 - 0,99

Tanah jenuh 1

(8)

2.1.3 Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit)

Tanah yang berbutir halus biasanya memiliki sifat plastis. Sifat plastis

tersebut merupakan kemampuan tanah menyesuaikan perubahan bentuk tanah

setelah bercampur dengan air pada volume yang tetap. Tanah tersebut akan

berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat tergantung jumlah air yang

bercampur pada tanah tersebut. Batas-batas Atterberg terbagi dalam tiga batas

berdasarkan kadar airnya yaitu batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit)

dan batas susut (shrinkage limit).

Ada dua parameter utama untuk mengetahui plastisitas tanah lempung,

yaitu batas atas dan batas bawah plastisitas. Atterberg memberikan cara untuk

menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan

mempertimbangkan kandungan kadar airnya. Tanah yang batas cairnya tinggi

biasanya mempunyai sifat teknik yang buruk yaitu kekuatannya rendah,

sedangkan kompresibilitasnya tinggi sehingga sulit dalam hal pemadatannya.

Oleh karena itu, atas dasar kandungan kadar air dalam tanah, tanah dapat

dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar, yaitu : padat, semi padat, plastis dan

cair, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2 di bawah ini.

(9)

2.1.3.1 Batas Cair (Liquid Limit)

Batas Cair (LL) adalah kadar air tanah yang untuk nilai-nilai diatasnya,

tanah akan berprilaku sebagai cairan kental (batas antara keadaan cair dan

keadaan plastis), yaitu batas atas dari daerah plastis.

Batas cair ditentukan dari pengujian Cassagrande (1948), yakni dengan

menggunakan cawan yang telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi

sampel tanah yang telah dibelah oleh grooving tool dan dilakukan dengan

pemukulan sampel dengan jumlah dua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan

dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah

dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan

sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan. Batas cair memiliki

batas nilai antara 0 – 100, akan tetapi kebanyakan tanah memiliki nilai batas cair

kurang dari 100 (Holtz dan Kovacs, 1981).

Alat uji batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini.

(10)

Gambar 2.4 Kurva Pada Penentuan Batas Cair Tanah Lempung (Soedarmo, 1997)

2.1.3.2 Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas Plastis (Plastic Limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air pada tanah

dimana pada batas bawah daerah plastis atau kadar air minimum. Untuk

mengetahui Batas Plastis suatu tanah dilakukan dengan percobaan menggulung

tanah berbentuk silinder dengan diameter sekitar 3,2 mm (1/8 inchi) dengan

menggunakan telapak tangan di atas kaca datar. Apabila tanah mulai mengalami

retak-retak atau pecah ketika digulung, maka kadar air dari sampel tersebut adalah

Batas Plastis.

2.1.3.3 Batas Susut (Shrinkage Limit)

Batas susut (shrinkage limit) adalah kadar air tanah pada kedudukan

antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air di mana

pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya.

Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin

(11)

dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas

susut dapat dinyatakan dalam Persamaan 2.12 seperti yang ditunjukkan pada

rumusan dibawah ini.

�1 : berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr)

�2 : berat tanah kering oven (gr)

2.1.3.4 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks Plastisitas merupakan interval kadar air, yaitu tanah masih bersifat

plastis. Karena itu, indeks plastis menunjukkan sifat keplastisitasan tanah. Jika

tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis kecil, maka keadaan ini disebut

dengan tanah kurus. Kebalikannya, jika tanah mempunyai interval kadar air

daerah plastis besar disebut tanah gemuk. Nilai indeks plastisitas dapat dihitung

dengan Persamaan 2.13 berikut :

IP = LL – PL (2.13)

Dimana:

PI : indeks plastisitas

LL : batas cair

PL : batas plastis

(12)

Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah

PI Sifat Macam tanah Kohesi

0 Non – Plastis Pasir Non – Kohesif

< 7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian

7 - 17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif

> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

2.1.3.5 Indeks Kecairan (Liquidity Index)

Kadar Air tanah asli relatif pada kedudukan plastis dan cair, dapat

didefinisikan oleh Indeks Kecairan (Liquidity Index). Indeks Kecairan merupakan

perbandingan antara selisih Kadar Air asli dengan Batas Plastis terhadap Indeks

Plastisitasnya. Dapat dilihat pada Persamaan 2.14 berikut :

�� = � =���−���−�� =����−�� (2.14)

Dimana :

LI = Liquidity Index (%)

(13)

Gambar 2.5 Hubungan Antara WP, WL dan WN Dalam Menghitung LI atau IL

(Bowles, 1991)

Dapat dilihat bahwa jika WN = LL, maka Indeks Kecairan akan sama dengan

1. Sedangkan, jika WN = PL, Indeks Kecairan akan sama dengan nol. Jadi, untuk

lapisan tanah asli yang dalam kedudukan plastis, nilai LL > WN > PL. Nilai

Indeks Kecairan akan bervariasi antara 0 dan 1. Lapisan tanah asli dengan WN >

LL akan mempunyai LI > 1.

2.1.3.6 Gradasi Ukuran Butiran

Gradasi (Distribusi) Ukuran Butiran adalah penentuan persentase berat

butiran pada satu unit saringan dengan ukuran diameter lubang tertentu.

Karakteristik pengelompokkan tanah :

1. Tanah berbutir Kasar : Kerikil dan Pasir

2. Tanah berbutir Halus : Lanau dan Lempung

Besar butiran tanah biasanya digambarkan dalam grafik yaitu merupakan

grafik lengkung (Grading Curve) atau grafik lengkung pembagi butir (Partial

(14)

butir yang hampir vertikal (semua partikel dengan ukuran yang hampir sama)

disebut tanah yang uniform (Uniformly Graded). Apabila kurva membentang

pada daerah yang agak besar, tanah disebut bergradasi baik.

Ada beberapa jenis tes yang digunakan untuk mendapatkan ukuran

butiran, antara lain:

Analisis/Tes Ayakan (Sieve Analysis)

Tes Hidrometer (Hydrometer Test)

1. Analisis/Tes Ayakan (Sieve Analysis)

Gambar 2.6 Ayakan Untuk Pengujian Sieve Analysis (Das, 1998)

2. Tes Hidrometer (Hydrometer Test)

Analisa hidrometer didasarkan pada prinsip sedimentasi (pengendapan)

(15)

partikel tanah akan mengendap dengan kecepatan yang berbeda-beda tergantung

pada bentuk, ukuran, dan beratnya (Das, 1998). Analisa hidrometer juga

digunakan untuk memperpanjang kurva distribusi analisa saringan dan untuk

memperkirakan ukuran-ukuran yang butirannya lebih kecil dari ayakan No.200.

Berikut ini adalah gambar alat yang digunakan untuk pengujian analisa

hidrometer (Hydrometer Analysis).

Gambar 2.7 Alat Hidrometer Jenis ASTM 152H (Das, 1998)

Karakteristik tanah berdasarkan distribusi partikelnya:

Cu (uniformity coefficient) adalah koefiseien keseragaman dimana

menunjukkan kemiringan kurva dan menunjukkan sifat seragam (uniform)

tanah. Cu makin kecil, kurva makin curam, dan butir makin seragam.

Sebaliknya Cu makin besar, kurva landai. Ukuran Cu minimal 1, yang berarti

semua butiran berukuran sama. Koefisien keseragaman dapat dilihat pada

Persamaan 2.15 berikut :

Cu = D60

(16)

Dimana :

D10 = Diameter yang bersesuaian dengan 10% lolos ayakan

D60 = Diameter yang bersesuaian dengan 60% lolos ayakan

Cc (curvature coefficient) adalah koefiseien gradasi

- Tanah bergradasi sangat baik bila Cu > 15 .

- Tanah yang memiliki gradasi yang baik mempunyai nilai Cu > 4 (untuk

tanah kerikil), Cu > 6 (untuk pasir), dan

- Cc antara 1 – 3 (untuk kerikil dan pasir).

Koefisien gradasi dapat dilihat pada Persamaan 2.16 berikut :

Cc = D

2 30

D60x D10 (2.16) Dimana :

D10 = Diameter yang bersesuaian dengan 10% lolos ayakan

D30 = Diameter yang bersesuaian dengan 30% lolos ayakan

(17)

2.1.4 Sistem Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk mengelompokkan tanah-tanah

sesuai dengan perilaku umum dari tanah pada kondisi fisis tertentu. Tujuan dari

pengklasifikasian tanah ini adalah untuk memungkinkan memperkirakan sifat fisis

tanah dengan mengelompokkan tanah dengan kelas yang sama yang sifat fisisnya

diketahui dan menyediakan sebuah metode yang akurat mengenai deskripsi tanah

bagi para ahli. Tanah-tanah yang dikelompokkan dalam urutan berdasar satu

kondisi-kondisi fisis tertentu bisa saja mempunyai urutan yang tidak sama jika

didasarkan kondisi-kondisi fisis tertentu lainnya. Untuk memperoleh hasil

klasifikasi yang lebih objektif, biasanya sampel tanah akan diuji di laboratorium

dengan serangkaian uji laboratorium yang dapat menghasilkan klasifikasi tanah.

Sejumlah sistem klasifikasi telah dikembangkan dan pengklasifikasian

tersebut terbagi menjadi tiga sistem klasifikasi yaitu :

1. Klasifikasi tanah berdasar tekstur/ukuran butir

2. Klasifikasi tanah sistem USCS

3. Klasifikasi tanah sistem AASHTO

Sistem-sitem ini menggunakan sifat-sifat indeks tanah yang sederhana

seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan indeks plastisitasnya (Hardiyatmo,

1992).

2.1.4.1 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Ukuran Butir

Ukuran butir dapat dijadikan tolok ukur dalam mengklasifikasikan tanah

dan kebanyakan cara-cara dahulu yang lebih mengenal penggunakan ukuran butir

(18)

merupakan salah satu sistem klasifikasi tanah yang banyak digunakan berdasarkan

ukuran butir tanah. Semakin berkembangnya jaman maka sistem klasifikasi tanah

juga berkembang. Kemudian AASHTO dan Unifed juga mengeluarkan sistem

klasifikasi tanah berdasarkan ukuran butir.

Gambar 2.8 Klasifikasi berdasar tekstur tanah oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA)

Meskipun klasifikasi tanah menggunakan ukuran butir memberikan hasil

yang sangat baik, tetapi pengklasifikasian dengan sistem ini memiliki kekurangan

yaitu hanya sedikit sekali hubungan antara ukuran butir dan sifat-sifat fisis bagi

tanah butir halus (Dunn et al., 1980). Namun seiring dengan berkembangnya

teknologi, maka adanya pengembangan sistem klasifikasi tanah yang mengikut

(19)

2.1.4.2 Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS)

Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Cassagrande (1942) sebagai

sebuah metode untuk pekerjaan pembuatan lapangan terbang oleh The Army

Corps of Engineers pada Perang Dunia II. Pada saat ini sistem ini telah

dipergunakan secara luas oleh para ahli teknik. Sistem ini selain biasa digunakan

untuk desain lapangan terbang juga untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan.

Pada tahun 1969 sistem ini diadopsi oleh American Society for Testing and

Materials (ASTM) sebagai Metode Klasifikasi Tanah (ASTM D 2487).

Klasifikasi berdasarkan Unified System (Das, 1991), tanah dikelompokkan

menjadi:

1. Tanah Butir Kasar (Coarse-Grained-Soil)

Merupakan tanah yang lebih dari 50% bahannya tertahan pada ayakan

no. 200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G

atau S. G adalah untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah

untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.

2. Tanah Berbutir Halus (Fine-Grained-Soil)

Merupakan tanah yang lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos

ayakan no. 200 (0,075 mm). Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf

awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik, dan

O untuk lanau-organik dan lempung-organik. Simbol PT digunakan untuk

tanah gambut (peat), dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi.

Untuk klasifikasi yang benar, perlu memperhatikan faktor-faktor berikut ini:

1. Persentase butiran yang lolos ayakan no. 200 (fraksi halus)

(20)

3. Koefisien Keseragaman (Uniformity Coefficient, Cu) dan Koefisien Gradasi

(Gradation Coefficient, Cc) untuk tanah dimana 0 - 12% lolos ayakan no.

200

4. Batas Cair dan Indeks Plastisitas bagian tanah yang lolos ayakan no.40

Tabel 2.4 Simbol Klasifikasi Tanah Sistem USCS

Simbol

Nama Klasifikasi Tanah

G

Kerikil (gravel)

S

Pasir (sand)

C

Lempung (clay)

M

Lanau (silt)

O

Lanau atau lempung organik (organic silt or clay)

Pt

Tanah gambut dan tanah organik tinggi (peat and highly

organic clay)

L

Plastisitas rendah (low plasticity)

H

Plastisitas tinggi (high plasticity)

W

Bergradasi baik (well graded)

(21)
(22)

2.1.4.3 Sistem Klasifikasi AASHTO

Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO (American Association of State

Highway Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 sebagai Public

Road Administration Classification System. Kemudian sistem ini mengalami

beberapa perbaikan, sampai saat ini versi yang berlaku adalah yang diajukan oleh

Committee on Classification of Materials for Subgrade and Granular Type Road

of the Highway Research Board pada tahun 1945. Sistem ini mengklasifikasikan

tanah kedalam tujuh kelompok besar, yaitu A-1 sampai A-7. Tanah yang

diklasifikasikan ke dalam A-1 sampai A-3 adalah tanah berbutir yang 35% atau

kurang dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no. 200. Sedangkan tanah

A-4 sampai A-7 adalah tanah yang lebih dari 35% butirannya lolos ayakan no.

200.

Pengklasifikasian tanah dilakukan dengan cara memproses dari kiri ke

kanan pada bagan tersebut sampai menemukan kelompok pertama yang data

pengujian bagi tanah tersebut memenuhinya dan pada awalnya membutuhkan

data-data sebagai berikut :

1. Analisis Ukuran Butiran.

2. Batas Cair, Batas Plastis dan Indeks Plastisitas yang dihitung.

3. Batas Susut.

Khusus untuk tanah-tanah yang mengandung bahan butir halus

diidentifikasikan lebih lanjut dengan indeks kelompoknya. Bagan

(23)

Gambar 2.10 Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO (Das, 1991)

2.1.5 Sifat-Sifat Mekanis Tanah

2.1.5.1 Pemadatan Tanah (Compaction)

Pemadatan (compaction) adalah proses naiknya kerapatan tanah dengan

memperkecil jarak antar partikel sehingga terjadi reduksi volume udara: tidak

terjadi perubahan volume air yang cukup berarti pada tanah ini. Pemadatan

berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tanah dan memperbaiki daya dukungnya,

serta mengurangi sifat mudah mampat (compressibilitas) dan permeabilitas tanah.

Derajat kepadatan yang dapat dicapai tergantung tiga faktor yang saling

berhubungan, yaitu kadar air selama pemadatan, volume dan jenis tanah dan jenis

beban pemadat yang digunakan (Krebs dan Walker, dalam Budi Satrio 1998).

Ada 2 macam percobaan di laboratorium yang biasa dipakai untuk menentukan

(24)

maksimum (Maximum Dry Density = γd). Percobaan-percobaan tersebut ialah

percobaan pemadatan standar (Standart Compaction Test) dan percobaan

pemadatan modifikasi (Modified Compaction Test). Pada tanah yang mengalami

pengujian pemadatan akan terbentuk grafik hubungan berat volume kering dengan

kadar air. Kemudian dari grafik hubungan antara kadar air dan berat volume

kering ditentukan kepadatan maksimum dan kadar air optimum.

Gambar 2.11 Hubungan Antara Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah

Garis ZAVL (Zero Air Void Line) adalah hubungan antara Berat Isi Kering

dengan Kadar Air bila derajat kejenuhan 100%, yaitu bila pori tanah sama sekali

tidak mengandung udara. Grafik ini berguna sebagai petunjuk pada waktu

menggambarkan grafik pemadatan. Grafik tersebut berada di bawah ZAVL dan

biasanya grafik tersebut tidak lurus tetapi agak cekung ke atas. Apabila kurva

pemadatan yang dihasilkan berada lebih dekat di bawah dengan garis ZAVL maka

hal tersebut menunjukan tanah yang dipadatkan memiliki derajat kejenuhan

mendekati 100% dan sedikit mengandung udara. Pada penelitian ini, percobaan

pemadatan tanah di laboratorium yang digunakan untuk menentukan Kadar Air

Optimum dan Berat Isi Kering maksimum adalah percobaan Pemadatan Standar

(25)

2.1.5.2 Pengujian Uji Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

Pengujian uji tekan bebas ini dimaksudkan untuk menentukan besarnya

kekuatan tekan bebas contoh tanah dan batuan yang bersifat kohesif dalam

keadaan asli maupun buatan (remoulded). Yang dimaksud dengan kekuatan tekan

bebas adalah beban aksial persatuan luas pada saat benda uji mengalami

keruntuhan pada saat regangan axialnya mencapai 20%. Bila maksud pengujian

adalah untuk menentukan parameter kuat geser tanah, pengujian ini hanya

cocok untuk jenis tanah lempung jenuh, dimana pada pembebanan cepat,air

tidak sempat mengalir keluar dari benda uji.

Berikut ini adalah gambar skematik dari prinsip pembebanan pada uji tekan bebas:

(26)

Tegangan aksial yang diterapkan diatas benda uji berangsur-angsur

ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya,

karena σ3= 0,maka:

Gambar 2.13 menunjukkan lingkaran Mohr untuk pengujian Unconfined

Compression Test (UCT).

Gambar 2.13 Keruntuhan Geser Kondisi Air Termampatkan qu Di Atas Sebagai

(27)

Tabel 2.5 Hubungan Konsistensi Dengan Kuat Tekan Bebas Tanah Lempung

Lempung sangat lunak <25

* Faktor konversi : 1 lb/in2 = 6.894,8 N/m2

(Sumber: Mekanika Tanah Jilid I, Hardiyatmo, 2002)

Dalam praktek untuk mengusahakan agar kuat geser undrained yang

diperoleh dari hasil uji tekan bebas mendekati sama dengan hasil uji triaksial pada

kondisi keruntuhan, beberapa hal harus dipenuhi, antara lain (Holtz dan Kovacs,

1981):

1. Benda uji harus 100% jenuh, kalau tidak, akan terjadi desakan udara di

dalam ruang pori yang menyebabkan angka pori (e) berkurang sehingga

kekuatan benda uji bertambah.

2. Benda uji tidak boleh mengandung retakan atau kerusakan yang lain.

Dengan kata lain benda uji harus utuh dan merupakan lempung homogen.

3. Tanah harus terdiri dari butiran sangat halus. Hal ini berarti bahwa

penentuan kuat geser tanah dari uji tekan bebas hanya cocok untuk tanah

(28)

4. Proses pengujian harus berlangsung dengan cepat sampai contoh tanah

mencapai keruntuhan. Jika waktu yang dibutuhkan dalam pengujian terlalu

lama, penguapan dan pengeringan benda uji akan menambah tekanan

kekang dan dapat menghasilkan kuat geser yang lebih tinggi. Waktu yang

cocok biasanya sekitar 5 sampai 15 menit.

2.1.5.3 Pengujian California Bearing Ratio (CBR)

Daya dukung tanah dasar (subgrade) pada perencanaan perkerasan lentur

dinyatakan dengan nilai CBR (California Bearing Ratio). CBR untuk pertama

kalinya diperkenalkan oleh California Division of Highways pada tahun 1928.

Sedangkan metode CBR ini dipopulerkan oleh O. J. Porter. CBR adalah

perbandingan antara beban yang dibutuhkan untuk penetrasi contoh tanah sebesar

0,1”/0,2” dengan beban yang ditahan batu pecah standar pada penetrasi

0,1”/0,2”(Sukirman,1995)

Jadi nilai CBR didefinisikan sebagai suatu perbandingan antara beban

percobaan (test load) dengan beban standar (standard load) dan dinyatakan dalam

prosentase. Tujuan dari percobaan CBR adalah untuk dukung tanah dalam

kepadatan maksimum. Harga CBR adalah nilai yang menyatakan kualitas tanah

dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah yang mempunyai

nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban lalu lintas.

CBR lapangan (CBR inplace) digunakan untuk mendapatkan nilai CBR asli

di lapangan, sesuai dengan tanah dasar saat itu. Umumnya digunakan untuk

perencanaan tebal lapisan perkerasan yang lapisan tanah dasarnya tidak akan

dipadatkan lagi, selain itu jenis CBR ini digunakan untuk mengontrol kepadatan

(29)

direndam (undisturbed soaked CBR) digunakan untuk mendapatkan besarnya nilai

CBR asli di lapangan pada keadaan jenuh air dan tanah mengalami pengembangan

(swelling) yang maksimum.

Ada dua macam pengukuran CBR yaitu :

1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1”) terhadap

penetrasi standard besarnya 70,37 kg/cm2 (1000 psi).

Harga CBR % = (Beban 0.1”/ (3 x 1000)) x 100

2. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,508 cm (0,2”)

terhadap penetrasi standard yang besarnya 105,56 kg/cm2 (1500 psi)

Harga CBR % = (Beban 0.2”/ (3 x 1500)) x 100

CBR laboratorium dapat dibedakan atas 2 macam yaitu :

a. CBR laboratorium rendaman (soaked design CBR)

Pada pengujian CBR laboratorium rendaman pelaksanaannya lebih sulit

karena membutuhkan waktu dan biaya relatif lebih besar dibandingkan CBR

laboratorium tanpa rendaman.

b. CBR laboratorium tanpa rendaman (Unsoaked Design CBR)

Sedang dari hasil pengujian CBR laboratorium tanpa rendaman sejauh ini

(30)

laboratorium rendaman.Disini penulis akan menggunakan pengujian CBR tanpa

rendaman.

2.1.5.4 Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb

Teori keruntuhan berfungsi untuk menguji hubungan antara tegangan

normal dan tegangan geser tanah, dimana keruntuhan (failure) adalah

ketidakmampuan elemen tanah untuk menahan beban akibat pembebanan.

Keruntuhan juga dapat didefenisikan sebagai keadaan dimana tanah tidak dapat

menahan regangan yang besar dan atau penurunan keadaan regangan yang sangat

cepat.

Pada sekitar tahun 1776, Coulomb memperkenalkan hubungan linear yang

terjadi antara tegangan normal dan tegangan geser.

τf = c + tan∅ (2.18)

Dimana:

c = kohesi(kg/cm2)

Ø = sudut geser internal ( º)

(31)

2.2 Bahan-Bahan Penelitian

2.2.1 Tanah Lempung

2.2.1.1 Defenisi Lempung

Tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikrokopis sampai

dengan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas hanya dengan

mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan

partikel-partikel dari mika, mineral lempung (clay mineral), dan

mineral-mineral sangat halus lain. Dari segi material (bukan ukurannya), yang disebut

tanah lempung (mineral lempung) adalah tanah yang mempunyai partikel-partikel

mineral tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur

dengan air” (Grim, 1953).

Dalam klasifikasi tanah secara umum, partikel tanah lempung memiliki

diameter 2µm atau sekitar 0,002 mm (USDA, AASHTO, USCS). Di beberapa

kasus partikel berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih digolongkan

sebagai partikel lempung (ASTM-D-653). Sifat-sifat yang dimiliki lempung

(Hardiyatmo, 1999) adalah sebagai berikut:

1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm

2. Permeabilitas rendah

3. Kenaikan air kapiler tinggi

4. Bersifat sangat kohesif

5. Kadar kembang susut yang tinggi

(32)

2.2.1.2 Lempung dan Mineral Penyusunnya

Mineral lempung merupakan senyawa silikat yang kompleks yang terdiri

dari aluminium, magnesium dan besi. Dua unit dasar dari mineral lempung adalah

silika tetrahedra dan aluminium oktahedra. Setiap unit tetrahedra terdiri dari empat

atom oksigen yang mengelilingi satu atom silikon dan unit oktahedra terdiri dari

enam gugus ion hidroksil (OH) yang mengelilingi atom aluminium (Das, 2008).

Satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari silika tetrahedron

dan aluminium octahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk

struktur lembaran dan jenis-jenis mineral lempung tersebut tergantung dari

komposisi susunan satuan struktur dasar atau tumpuan lembaran serta macam

ikatan antara masing-masing lembaran.

Unit- unit silika tetrahedra berkombinasi membentuk lembaran silika

(silicasheet) dan unit-unit oktahedra berkombinasi membentuk lembaran

oktahedra (gibbsite sheet). Bila lembaran silika itu ditumpuk diatas lembaran

oktahedra, atom-atom oksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil

(33)

(a) (b)

(c) (d)

(e)

Gambar 2.15 Struktur Atom Mineral Lempung (a )silica tetrahedra; (b)silica

sheet ; ( c )aluminium oktahedra ; (d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ;

( e )lembaran silika – gibbsite (Das, 2008).

Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral

lempung (kaolinite, montmorillonite, dan illite group) dan mineral-mineral lain

(34)

1. Kaolinite

Kaolinite adalah hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung

karbonat pada temperatur sedang. Dimana kaolinite murni umumnya berwarna

putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Mineral kaolinite

berwujud seperti lempengan-lempengan tipis dengan diameter 1000Å sampai

20000Å dan ketebalan dari 100Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik perunit

massa ±15m2/gr.

Silika tetrahedra merupakan bagian dasar dari struktur kaolinite yang

digabung dengan satu lembaran alumina oktahedran (gibbsite) dan membentuk

satu unit dasar dengan tebal sekitar 7,2Å (1Å=10-10m) seperti yang terlihat pada

Gambar 2.14a. Hubungan antar unit dasar ditentukan oleh ikatan hidrogen dan

gaya bervalensi sekunder. Kedua lembaran terikat bersama-sama, sedemikian rupa

sehingga ujung dari lembaran silika dan satu dari lapisan lembaran oktahedra

membentuk sebuah lapisan tunggal. Dalam kombinasi lembaran silika dan

aluminium, keduanya terikat oleh ikatan hidrogen (Gambar 2.14b). Pada keadaan

tertentu, partikel kaolinite mungkin lebih dari seratus tumpukan yang sukar

dipisahkan. Karena itu, mineral ini stabil dan air tidak dapat masuk di antara

lempengannya untuk menghasilkan pengembangan atau penyusutan pada sel

satuannya. Mineral kaolinite memiliki rumus kimia sebagai berikut:

(35)

Gambar struktur kaolinite dapat dilihat pada Gambar 2.16.

Gambar 2.16 (a) Diagram skematik struktur kaolinite (Lambe, 1953)

(b) Struktur atom kaolinite (Grim, 1959)

2. Montmorillonite

Montmorillonite adalah nama yang diberikan pada mineral lempung yang

ditemukan di Montmorillon, Perancis pada tahun 1847. Montrnorillonite, disebut

juga dengan smectite, adalah mineral yang dibentuk oleh dua lembaran silika dan

satu lembaran aluminium (gibbsite) (Gambar 2.17a). Lembaran oktahedra terletak

di antara dua lembaran silika dengan ujung tetrahedra tercampur dengan hidroksil

(36)

Gambar 2.17 (a) Diagram skematik struktur montmorrilonite (Lambe, 1953)

(b) Struktur atom montmorrilonite (Grim, 1959)

Mineral montmorillonite memiliki rumus kimia sebagai berikut:

(OH)4Si8Al4O20 . nH2O

Dimana:

nH2O adalah banyaknya lembaran yang terabsorbsi air. Mineral montmorillonite

juga disebut mineral dua banding satu (2:1) karena satuan susunan kristalnya

terbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedra mengapit satu lempeng

aluminium oktahedral ditengahnya.

Dalam lembaran oktahedra terdapat substitusi parsial aluminium oleh

magnesium. Karena adanya gaya ikatan Van Der Waals yang lemah di antara

ujung lembaran silika dan terdapat kekurangan muatan negatif dalam lembaran

oktahedra, air dan ion-ion yang berpindah-pindah dapat masuk dan memisahkan

lapisannya. Jadi, kristal montmorillonite sangat kecil, tapi pada waktu tertentu

(37)

montmorillonite sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air, yang

selanjutnya tekanan pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan

perkerasan jalan raya.

3. Illite

Illite adalah bentuk mineral lempung yang terdiri dari mineral-mineral

kelompok illite. Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran aluminium

oktahedra yang terikat di antara dua lembaran silika tetrahedra. Dalam lembaran

oktahedra, terdapat substitusi parsial aluminium oleh magnesium dan besi, dan

dalam lembaran tetrahedra terdapat pula substitusi silikon oleh aluminium

(Gambar 2.16). Lembaran-lembaran terikat besama-sama oleh ikatan lemah

ion-ion kalium yang terdapat di antara lembaran-lembarannya. Ikatan-ikatan dengan

ion kalium (K+) lebih lemah daripada ikatan hidrogen yang mengikat satuan

kristal kaolinite, tapi lebih kuat daripada ikatan ionik yang membentuk kristal

montmorillonite. Susunan Illite tidak mengembang oleh gerakan air di antara

lembaran-lembarannya.

Mineral illite memiliki rumus kimia sebagai berikut:

(OH)4Ky(Si8-y . Aly)(Al4. Mg6 .Fe4 .Fe6)O20

Dimana y adalah antara 1 dan 1,5. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal,

tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya

ada pada :

 Kalium (K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai

(38)

 Terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium(Al) pada lempeng

tetrahedral.

 Struktur mineral illite tidak mengembang sebagaimana montmorillonite.

Gambar struktur kaolinite dapat dilihat pada Gambar 2.18.

Gambar 2.18 Diagram Skematik Struktur Illite ( Lambe, 1953)

2.2.1.3 Sifat-Sifat Tanah Lempung

Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (clay) adalah sebagai berikut

(Hardiyatmo, 1992) :

a. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002

b. Permeabilitas rendah

c. Kenaikan air kapiler tinggi

d. Bersifat sangat kohesif

e. Kadar kembang susut yang tinggi

(39)

Mineral lempung memiliki karakteristik yang sama. Bowles (1984)

menyatakan beberapa sifat umum mineral lempung antara lain :

1. Hidrasi

Partikel mineral selalu mengalami hidrasi, hal ini dikarenakan lempung

biasanya bermuatan negatif, yaitu partikel dikelilingi oleh lapisan-lapisan

molekul air yang disebut sebagai air terabsorbsi. Lapisan ini umumnya

memiliki tebal dua molekul. Oleh karena itu disebut sebagai lapisan difusi

ganda atau lapisan ganda.

2. Aktivitas

Aktivitas tanah lempung adalah perbandingan antara Indeks Plastisitas

(IP) dengan persentase butiran lempung, dan dapat disederhanakan dalam

persamaan:

� =% ����� �������� ���� ℎ ������� (2.19)

Dimana :

persentase lempung diambil sebagai fraksi tanah yang < 2 µm untuk nilai A

(Aktivitas),

A >1,25 : Tanah digolongkan aktif dan bersifat ekspansif

1,25<A<0,75 : Tanah digolongkan normal

(40)

Nilai- nilai khas dari aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Aktivitas Tanah Lempung

Minerologi Tanah Lempung Nilai Aktivitas

Kaolinite 0,4–0,5

Illite 0,5–1,0

Montmorillonite 1,0–7,0

(Sumber: Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah), Bowles, 1994)

3..Flokulasi dan Disperse

Mineral lempung hampir selalu menghasilkan larutan tanah – air yang

bersifat alkalin (Ph > 7) sebagai akibat dari muatan negatif netto pada satuan

mineral. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan

yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali

akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat

ditambahkan zat asam.

Lempung yang baru saja terflokulasi dapat dengan mudah didispersikan

kembali ke dalam larutan dengan menggoncangnya, menandakan bahwa tarikan

antar partikel jauh lebih kecil dari gaya goncangan. Apabila lempung tersebut

telah didiamkan beberapa waktu dispersi tidak dapat tercapai dengan mudah, yang

menunjukkan adanya gejala tiksotropik, dimana kekuatan didapatkan dari

lamanya waktu. Sebagai contoh, tiang pancang yang dipancang ke dalam lempung

lunak yang jenuh akan membentuk kembali struktur tanah di dalam suatu zona di

(41)

sesudah 30 hari atau lebih, beban desain akan dapat terbentuk akibat adanya

adhesi antara lempung dan tiang (R.F.Craig, Mekanika Tanah).

4..Pengaruh Zat Cair

Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung. Molekulair

berperilaku seperti batang-batang kecil yang mempunyai muatan positif di satu

sisi dan muatan negatif di sisi lainnya hal ini dikarenakan molekul air

merupakan molekul dipolar. Sifat dipolar air terlihat pada Gambar 2.19.

Gambar 2.19 Sifat Dipolar Molekul Air (Das,2008)

Molekul bersifat dipolar, yang berarti memiliki muatan positif dan

negatif pada ujung yang berlawanan, sehingga dapat tertarik oleh lempung

secara elektrik dalam 3 kasus, hal ini disebut dengan hydrogen bonding,

yaitu:

1. Tarikan antar permukaan negatif dan partikel lempung dengan ujung positif

dipolar.

2. Tarikan antara kation-kation dalam lapisan ganda dengan muatan negatif

dari ujung dipolar. Kation-kation ini tertarik oleh permukaan partikel

lempung yang bermuatan negatif.

3. Andil atom-atom hidrogen dalam molekul air, yaitu ikatan hidrogen antara

(42)

Gambar 2.20 Tarik Menarik Molekul Dipolar Pada Lapisan Ganda

Air biasanya tidak banyak mempengaruhi kekuatan tanah kohesif. Sebagai

contoh, kuat geser tanah pasir mendekati sama pada kondisi kering maupun jenuh

air. Tetapi, jika air berada pada lapisan pasir yang tidak padat, beban dinamis

seperti gempa bumi dan getaran lainnya sangat mempengaruhi kuat gesernya.

Sebaliknya, tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak

dipengaruhi oleh air. Karena pada tanah berbutir halus, luas permukaan spesifik

menjadi lebih besar, variasi kadar air akan mempengaruhi plastisitas tanahnya.

2.2.2 Abu Gunung Vulkanik (AGV)

2.2.2.1 Umum

Ketika gunung meletus maka semua material akan keluar. Material vulkanik

terdiri dari batuan yang berukuran besar hingga berukuran halus, yang berukuran

besar biasanya jatuh disekitar kawah dalam radius 5-7 km, sedangkan yang

berukuran halus sampai ratusan bahkan ribuan kilometer dari kawah disebabkan

(43)

dari peristiwa gunung meletus adalah seperti lahar, lava, abu vulkanik dan

material batu.

Abu vulkanik merupakan salah satu jenis bahan alami yang terbentuk di

dalam perut gunung yang kemudian menjadi material vulkanik jatuhan yang

disemburkan ke udara pada saat terjadi letusan. Abu vulkanik tidak larut dalam

air, sangat kasar dan agak korosif.

Secara umum komposisi abu vulkanik terdiri atas Silika dan Kuarsa,

sehingga abu vulkanik digolongkan kedalam bahan yang bersifat pozolan. Bahan

pozolan didefinisikan bahan bukan semen yang mengandung silika dan alumina.

Sementara klasifikasi bahan pozolan terbagi menjadi dua bagian, pozolan alam

(natural) dan buatan (sintetis), contoh pozolan alam adalah: tufa, abu vulkanis,

tanah diatomae dan trass adalah sebutan pozolan alam yang terkenal di Indonesia.

Selanjutnya contoh pozolan buatan adalah hasil pembakaran tanah liat, abu sekam

padi, abu ampas tebu dan hasil pembakaran batu bara (fly ash).

Abu vulkanik menjadi material yang paling bermanfaat untuk manusia. Abu

vulkanik mengandung beberapa jenis mineral yang penting untuk mempengaruhi

kesuburan tanah seperti magnesium, seng, mangan, zat besi dan selenium.

Komponen ini akan menambah kesuburan tanah ketika bercampur dengan

senyawa tanah. Beberapa kegunaan abu vulkanik yaitu:

- Dapat menyuburkan tanah, abu vulkanik yang keluar dari gunung berapi

mengandung berbagai mineral yang sangat penting untuk tanah. mineral yang

bercampur dengan tanah akan membentuk tanah yang lebih subur. Dampak ini

dapat kita lihat secara langsung yaitu kawasan di sekitar pegunungan selalu

(44)

- Berguna untuk menyediakan bahan bangunan, berbagai jenis batu apung, abu

vulkanik keluar dan akan bercampur dengan pasir dan tanah di sekitar

pegunungan. Bahan-bahan ini sering diambil untuk menjadi bahan

bangunan.Bahkan di beberapa daerah abu vulkanik sering dijadikan bahan

campuran untuk membuat semen dan material beton.

Pada penelitian ini sebelum abu vulkanik digunakan untuk membuat benda

uji, maka abu vulkanik tersebut perlu dilakukan pengujian komposisi kimianya.

Pengujian dilakukan di Badan Riset dan Standarisasi Industri, Medan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap abu vulkanik yang digunakan,

diperoleh hasil seperti yang terlihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Komposisi Kimia Abu Vulkanik

No. Parameter Hasil Metode

(Sumber : Hasil Percobaan di Badan Riset dan Standarisasi Industri)

Dari data di atas terlihat unsur Silika adalah unsur yang paling dominan

(terbanyak).Seperti kita ketahui bahwa Silika adalah unsur pembentuk utama

(45)

2.2.3 Abu ampas tebu

Abu ampas tebu (bagasse ash of sugar cane) adalah hasil pembakaran

ampas tebu yang berubah secara kimiawi, dan terdiri dari garam-garam inorganik.

Ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar untuk memanaskan boiler dengan

suhu mencapai 5500-6000 C dan lama pembakaran setiap 4-8 jam, dan dilakukan

pengangkutan atau pengeluaran abu dari dalam boiler, apabila dibiarkan tanpa

dibersihkan, maka akan terjadi penumpukan yang akan mengganggu proses

pembakaran ampas tebu berikutnya (Batubara, 2009).

Abu ampas tebu yang dibuang begitu saja sehingga menjadi limbah yang

tidak dimanfaatkan. Abu ampas tebu (AAT) pada setiap pabrik gula cukup

banyak, mencapai sekitar 9.000 ton AAT yang dibuang tiap tahun sebagai tanah

uruk (Noerwasito, 2004).

Komposisi kimia dari abu ampas tebu terdiri dari beberapa senyawa yang

dapat dilihat pada Tabel 2.8 berikut.

Tabel 2.8 Komposisi Kimia Abu Pembakaran Ampas Tebu

(46)

2.3 Stabilisasi Tanah

Ketika tanah di lapangan bersifat sangat lepas atau sangat mudah tertekan

atau pun memiliki indeks konsestensi yang tidak stabil, permeabilitas yang cukup

tinggi, atau memiliki sifat-sifat lain yang tidak diinginkan yang membuatnya tidak

sesuai untuk digunakan di dalam suatu proyek konstruksi, maka tanah tersebut

perlu dilakukan usaha stabilisasi tanah.

Tanah lempung merupakan salah satu jenis tanah yang sering dilakukan

proses stabilisasi. Hal ini disebabkan sifat lunak plastis dan kohesif tanah lempung

disaat basah. Sehingga menyebabkan perubahan volume yang besar karena

pengaruh air dan menyebabkan tanah mengembang dan menyusut dalam jangka

waktu yang relatif cepat. Stabilisasi tanah adalah pencampuran tanah dengan

bahan tertentu, guna memperbaiki sifat-sifat teknis tanah, atau dapat pula,

stabilisasi tanah adalah suatu usaha untuk merubah atau memperbaiki sifat-sifat

teknis tanah agar memenuhi syarat teknis tertentu.

Bowles (1991) menyatakan bahwa stabilisasi tanah mungkin dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

1. Meningkatkan kepadatan tanah.

2. Menambahkan bahan-bahan inert untuk meningkatkan kohesi dan/atau

kekuatan geser dari tanah.

3. Menambahkan bahan-bahan yang mampu mengakibatkan perubahan

secara kimiawi ataupun fisik dari tanah.

4. Merendahkan permukaan air tanah.

5. Memindahkan dan/atau mengganti tanah yang bersifat buruk tersebut.

(47)

1. Mekanis

Stabilisasi mekanis dilakukan dengan cara pemadatan yang dilakukan

dengan menggunakan berbagai jenis peralatan mekanis seperti: mesin gilas

(roller), benda berat yang dijatuhkan, ledakan, tekanan statis,

tekstur,pembekuan, pemanasan dan sebagainya.

2. Fisis

Stabilisasi secara fisis dilakukan melalui perbaikan gradasi tanah dengan

menambah butiran tanah pada fraksi tertentu yang dianggap kurang, guna

mencapai gradasi yang rapat.

3. Kimiawi (Modification by Admixture)

Stabilisasi secara kimiawi dilakukan dengan cara menambahkanbahan

kimia tertentu sehingga terjadi reaksi kimia. Bahan kimia tersebut dapat

berupa portland cement (PC), kapur, gypsum, abu terbang (fly ash), semen,

aspal, sodium dan kalsium klorida, ataupun limbah pabrik kertas dan

bahan-bahan limbah lainnya yang memungkinkan untuk digunakan seperti abu

sekam padi, abu ampas tebu, abu cangkang sawit dan lain-lain.

2.3.1 Stabilisasi Tanah dengan Abu Vulkanik

Butiran lempung dalam kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan

negatif. Ion positif seperti ion Hidrogen (H+), ion Sodium (Na+), dan ion Kalium

(K+), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran

lempung. Jika unsur kimia seperti Fe2O3, CaO dan MgO ditambahkan pada tanah

dengan kondisi seperti diatas, maka pertukaran ion segera terjadi, dan ion yang

(48)

lempung. Jadi, permukaan butiran lempung tadi kehilangan kekuatan tolaknya

(repulsion force), dan terjadilah kohesi pada butiran itu sehingga berakibat

kekuatan konsistensi tanah tersebut akan bertambah.

2.3.2 Stabilisasi Tanah dengan Abu Ampas Tebu

Butiran lempung dalam kandungan yang berbentuk halus dan bermuatan

negatif. Ion positif seperti ion hydrogen (H+), ion sodium (Na+), dan ion kalium

(K+), serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada permukaan butiran

lempung. Jika unsur kimia seperti Fe2O3, CaO dan MgO ditambahkan pada tanah

dengan kondisi seperti diatas, maka pertukaran ion segera terjadi, dan ion yang

berasal dari larutan Fe2O3, CaO dan MgO diserap oleh permukaan butiran

lempung. Jadi, permukaan butiran lempung tadi kehilangan kekuatan tolaknya

(repulsion force), dan terjadilah kohesi pada butiran itu sehingga berakibat

Gambar

Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah
Gambar 2.3 Alat Uji Batas Cair
Gambar 2.4 Kurva Pada Penentuan Batas Cair Tanah Lempung (Soedarmo, 1997)
Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Similarly, an unexpected slowdown in aggregate demand growth could occur, causing aggregate demand to rise more slowly than expected; for a time unanticipated inflation would

Banyaknya manfaat yang nyata termasuk perkembangan kognitif yang bagus untuk anak belum dapat memotivasi orang tua utamanya ibu untuk menyusui secara optimal bayi-bayi

Beberapa mikroba (seperti algae dan jamur) cukup besar untuk dapat dilihat dengan mata telanjang, namun kedua organisme masih dimasukkan dalam kajian mikrobiologi, hal ini

[r]

Selanjutnya pada bagian jari tengah memegang pangkal atau tepian dari ujung tali bagian belakang lembing yaitu dengan cara melingkarkan, ditopang dengan ibu jari berada di tepi

Leterature an Introduction to Reading and Writing.. New Jersey: Pretience

[r]

Hasil penelitian menunjukkan ada beberapa konsonan yang mengalami interferensi bahasa Jawa yaitu bunyi konsonan hambat atau stop, ﺽ [ ɖ ] yang berdistribusi di awal kata,