1 PENDAHULUAN
Buku Seni Monumental ini berisi tentang teori-teori yang mendasari penciptaan seni monumental. Apabila membangun sebuah karya monumen yang diciptakan guna tujuan tertentu, maka sifat monumental dan nilai psikologis dari monumen tersebut merupakan hal yang penting sekali untuk diutamakan. Sebab keberhasilan suatu karya monumen bukan hanya pada bentuk fisik semata tetapi juga harus didukung oleh nilai- nilai monumentalnya, sehingga tujuan yang terkandung di dalam monumen itu dapat tercapai. Hal-hal yang dapat mencerminkan sifat ataupun nilai monumental tersebut perlu dikaji lebih dalam, karena di dalam penciptaan seni monumental biasanya terdapat hubungan yang erat dengan lingkungan dan masyarakat luas.
Seperti telah disebutkan di atas, buku ini berisi tentang kajian yang mendasari penciptaan seni monumental. Di samping pemahaman terhadap isi buku, juga diperlukan praktek-praktek dasar sebagai latihan dalam rangka penerapan dari kajian atau teori yang ada di dalam buku ini. Dengan adanya pemahaman terhadap isi buku ini, ditambah dengan latihan yang dilaksanakan, maka pembaca diharapkan akan mampu menciptakan karya seni monumental dengan baik di samping memiliki kepekaan dalam mengkaji karya monumental.
2 BAB I
MONUMEN, MEMORIAL, MONUMENTAL DAN SENI MONUMENTAL
A. Pengertian Monumen
Monumen dalam bahasa Inggris disebut Monument, di dalam bahasa Latin yaitu Monumentum atau Monimentum, dan dalam bahasa Perancis Kuno adalah Monere, yang semuanya mempunyai arti “to remind” atau untuk “mengenang”,
“mengingatkan”. Secara umum monumen juga mempunyai pengertian sebagai suatu peninggalan yang dapat mengingatkan atau mengenangkan terhadap suatu hal.
Monumen merupakan suatu benda atau bangunan yang dibangun dengan tujuan untuk membangkitkan kenangan terhadap sesuatu. Prinsip monumental sengaja dibubuhkan pada bangunan yang dirancang untuk menarik perhatian orang-orang di sekitarnya agar tertuju pada bangunan tersebut. Oleh karena itulah, perancangan sebuah museum erat kaitannya dengan monumentalisme yang ingin dibangkitkan di dalamnya serta menarik perhatian khalayak yang melintasinya (Rizqiyah, 2012:1).
Pengertian monumen dalam hubungannya dengan usaha pelestarian terhadap benda-benda peninggalan bersejarah, dapat dikelompokkan dalam beberapa hal, antara lain: peninggalan lukisan di gua-gua pada periode zaman Paleolithicum maupun Mesolithicum, misalnya yang ada di Indonesia, yaitu lukisan atau cap-cap tangan di gua Leang-leang di Sulawesi Selatan; peninggalan bangunan arsitektur seperti Taj Mahal di India; Candi Borobudur; Candi Prambanan dan candi-candi lainnya di Indonesia; Piramida-piramida di Mesir; bangunan-bangunan keraton di Indonesia;
maupun patung perunggu Amida Buddha di Kamakura Jepang, dan sebagainya.
B. Monumen dan Memorial
Selain monumen, dikenal pula istilah lain, yakni Memorial. Pengertian monumen dan memorial memang agak sulit untuk dipisahkan dengan jelas, karena keduanya mempunyai pengertian yang hampir sama. Memorial merupakan objek yang
3 diperuntukkan sebagai pengingat akan manusia yang wafat atau peristiwa yang telah lewat. Dalam konteks arsitektur, memorial merujuk pada fasilitas museum yang bertujuan untuk menghormati tokoh atau peristiwa bersejarah lewat konservasi. Pusat dokumentasi dirasa sebagai fasilitas paling mumpuni untuk menyampaikan bagian sejarah. Di dalam sisi interior, perancangan ini membutuhkan kejelian untuk menafsirkan materi-materi yang penuh emosional dan menyentuh. Tujuannya adalah menciptakan atmosfir yang sesuai dengan materi yang dipamerkan, sehingga pengunjung dapat berdialog dengan ruangan tersebut hingga tercapai sebuah emosi yang dimaksudkan (Poetry, tt: 1).
Pengertian memorial, yaitu sesuatu yang dirancang dengan tujuan untuk selalu membangkitkan atau menghidupkan ingatan-ngatan terhadap sesuatu hal. Sehingga monumen dan memorial di dalam arti yang luas adalah semua obyek dalam ukuran apapun dan biasanya mempunyai tujuan utama, yakni menggali kembali suatu ingatan terhadap peristiwa atau kejadian tertentu. Contoh obyek sebagai monumen dan memorial, misalnya berupa peninggalan prasasti-prasasti seperti prasasti batu bertulis di Kutai Kalimantan Timur. Di samping sebagai prasasti yang berisi uraian suatu peristiwa yang dapat memberikan gambaran terhadap ingatan, batu bertulis tersebut juga sebagai monumen. Demikian pula pada batu bertulis dan bergambar sepasang telapak kaki dihulu sungsi Cisadane di daerah Bogor, Jawa Barat. Di samping sebagai monumen hal itu juga sebagai memorial.
4 Gambar 1. Lukisan pada dinding gua leang-leang di Sulawesi Selatan
(Sumber: www.btravindonesia.com)
Gambar 2. Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah.
(Sumber: id.wikipedia.org)
5
Gambar 3. Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat.
(Sumber: panduanwisata.id)
Gambar 4. Taj Mahal merupakan peninggalan bersejarah dunia.
(Sumber: www.viator.com)
6 Gambar 5. Prasasti batu tulis di Kutai, Kalimantan Timur.
(Sumber: id.wikipedia.org)
Gambar 6. Batu tulis dengan huruf Pallawa dan bahasa sanksekerta di hulu sungai Ci Sadane di daerah Bogor, Jawa Barat.
7 (Sumber: id.wikipedia.org)
Gambar 7. Monumen Lingga sebagai memorial peninggalan bersejarah (Sumber: www.disparbud.jabarprov.go.id)
C. Monumental dan Seni Monumental
Sesuai dengan uraian di atas, maka pada monumen dan memorial terkandung nilai monumental, yaitu suatu nilai yang secara psikologis muncul sehubungan dengan monumen.
Nilai monumental dapat muncul berdasarkan beberapa hal, yaitu:
1. Segi Kesejarahan atau Historis
Peninggalan benda bersejarah adalah suatu monumen dan nilai monumental muncul karena benda peninggalan tersebut menjadi sangat berharga, terutama dalam mengingatkan kembali kepada suatu rentetan peristiwa yang telah terjadi pada masa lalu. Sebagai contoh: peninggalan batu bertulis atau prasasti; Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta; Monumen Selamat Datang maupun Monumen Pembebasan Irian Barat di Jakarta, yang ke semuanya mengingatkan kepada suatu peristiwa bersejarah tertentu.
8 Gambar 8. Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta, untuk mengingatkan peristiwa bersejarah pemberontakan G30S/PKI dan mengenang gugurnya para pahlawan
Revolusi.
(Sumber: www.sejarahtni.org) 2. Segi Filosofis
Dasar pemikiran dan konsep penciptaan karya monumental melahirkan sebuah bentuk yang dapat mencerminkan tentang misi dan tujuan yang terkandung di dalam seni monumental. Misalnya, Monumen Tonggak Samudra yang diciptakan di Pelabuhan Peti Kemas di Tanjung Priok, Jakarta.
9
Gambar 9. Tonggak Samudra karya monumental dari G. Sidharta di Tanjung Priok, Jakarta.
(Sumber: archive.ivaa-online.org)
Gambar 10. Detail dari monumen Tonggak Samudra.
(Sumber: archive.ivaa-online.org)
10 Gambar 11. Detail dari monumen Tonggak Samudra.
(Sumber: archive.ivaa-online.org)
Gambar 12. Detail dari monumen Tonggak Samudra.
(Sumber: archive.ivaa-online.org)
11 Gambar 13. Detail dari monumen Tonggak Samudra.
(Sumber: archive.ivaa-online.org) 3. Segi Teknis dan konstruksi
Segi teknis dan konstruksi, yaitu berupa keunikan dalam hal konstruksi untuk membangun karya. Sebagai contoh, keunikan konstruksi pada Menara Eifel di Paris yang jelas diperlihatkan.
12 Gambar 14. Menara Eiffel di Paris, Perancis dengan konstruksinya yang mendukung nilai
monumental.
(Sumber: artikel.okeschool.com)
13 Gambar 15. Menara Pisa di Italia yang miring menjadikan tambahan nilai monumental
(Sumber: id.wikipedia.org)
Gambar 16. Citra berlawanan yang mengesankan dari Museum Guggenheim, oleh Frank Lloyd Wright.
(Sumber: www.guggenheim.org)
14 4. Segi Penataan Ruang dan Tempat (Letak)
Penataan ruang mampu mendukung agar lebih menampilkan nilai monumental, misalnya pada Monumen Nasional (Monas). Pada Monas, ruang luar ditata sedemikian rupa sehingga Tugu Monas tidak terganggu oleh obyek-obyek lain yang dapat mengganggu atau menurunkan nilai monumentalnya. Penempatan obyek yang tepat, misalnya pada Monumen Khatulistiwa (Tugu Equator) di Pontianak, Kalimantan.
Meskipun ukuran fisik dari Tugu Equator tersebut boleh dikatakan tidak begitu besar dan tinggi serta penataan ruang luarnya yang relatif kecil dibandingkan dengan Monas, tetapi dengan penempatan atau letaknya yang tepat berada di bawah garis lintas khatulistiwa, maka nilai monumentalnya terasa sekali.
5. Ukuran dan Bentuk Obyek
Ukuran besar maupun tingginya suatu obyek atau karya, dapat pula mendukung nilai monumental. Sebagai contoh: Monumen Liberty di Amerika Serikat. Di samping tempat atau letaknya (site) yang sangat mendukung, ukurannya juga sangat besar dan tinggi patung, sehingga menimbulkan nilai monumental yang luar biasa. Demikian pula bentuk obyek atau karya yang unik, misalnya pada menara Pisa di Italia yang miring akan sangat mendukung nilai monumentalnya. Museum Guggenheim oleh Frank Lloyd Wright, dengan bentuk yang berlawanan (kontras) dengan sekitarnya juga dapat mendukung nilal monumental.
Bentuk dan ukuran karya di atas sebenarnya saling berhubungan di dalam mendukung nilai monumental pada suatu obyek atau karya. Uraian di atas yang menjelaskan satu persatu karya dengan contoh adalah untuk mempermudah pemahaman terhadap penggambaran di dalam uraian. Dengan adanya beberapa hal yang berperan dapat mendukung suatu nilai monumental, oleh karena itu seni monumental dapat diartikan sebuah karya seni yang diciptakan dengan pertimbangan- pertimbangan beberapa hal, sehingga nilai monumental di dalam karya itu dapat tercapai. Hal-hal yang dapat mendukung nilai monumental harus selalu diperhitungkan di dalam seni monumental. Sebuah karya erat hubungannya dengan lingkungan
15 maupun dengan masyarakat luas. Dan oleh karenanya, sebuah karya biasanya dikenal sebagai istilah "Public Art" atau seni untuk masyarakat.
Jika dilihat dari arti bahasanya, bangunan monumental adalah bangunan yang merupakan hasil perwujudan dari fungsi-fungsi tertentu yang mencerminkan kesan, nilai keagungan, kemegahan, kebesaran, kekuasaan, dan sebagainya, di mana nilai monumental ditampilkan lewat bentuk bangunan maupun penataannya. Bangunan monumental dapat digambarkan sebagai perwujudan sebuah sculpture. Bila terdapat banyak struktur dalam satu grup bangunan monumental, maka perencanaan menjadi kompleks, dan ruang luar di antara struktur-struktur itu cenderung menjadi ruang (Supriyadi, tt: 4).
Di dalam merancang bangunan monumental, ada beberapa unsur yang sangat berperan (Supriyadi, tt: 6), yaitu:
1. Fisik Bangunan
1. Bentuk bangunan relatif meninggi..
2. Dominasi unsur-unsur vertikal.
3. Penampakan bangunan biasanya dikaitkan dengan makna simbolis dan fisiologis.
4. Skala monumental.
2. Perancangan Tapak
1. Kesan yang ditampilkan mencakup nilai-nilai kewibawaan, resmi, terarah, dan seimbang.
2. Pencapaian biasanya langsung menuju bangunan utama.
3. Pola sirkulasi utama cenderung monoton dan statis sehingga menguatkan nilai bangunan utama dan melemahkan bangunan penunjang, dan biasanya dibantu dengan konsep axis.
4. Pengelompokan ruang dan fungsi berdasarkan hirarki yang ditampilkan dengan tegas.
5. Tapak cenderung relatif luas.
16 Beberapa pendekatan dalam perancangan tapak bangunan monumental, yaitu:
1. Penarikan masa utama menjauh dari main entrance.
2. Meninggikan massa bangunan utama.
3. Pencapaian dengan tingkatan-tingkatan.
D. Bentuk dan Letak (tempat) Seni Monumental 1. Bentuk Seni Monumental
Pada dasarnya ada dua macam bentuk karya seni monumental, yaitu:
a. Seni monumental dalam bentuk dua dimensional atau dwi matra, yaitu dalam arti bahwa karya hanya dapat dilihat dari arah depannya saja. Pengertian bentuk dua dimensional atau dwi matra ini dapat diperluas, yaitu termasuk karya yang permukaannya membentuk relief (timbul), sehingga karya tersebut dapat dilihat dari sisi depan dan juga sisi samping atau serong kiri kanan.
b. Seni monumental dalam bentuk tiga dimensional atau tri matra, merupakan karya yang dapat dilihat dari segala arah dan pada sekeliling bentuk karya.
2. Letak atau Tempat Seni Monumental
a. Berdasarkan letak atau tempat, maka seni monumental dalam bentuk dwi matra dapat terletak pada:
1) Dinding bangunan, baik pada dinding bagian luar bangunan maupun pada dinding ruang dalam bangunan.
2) Terletak pada langit-langit dalam bangunan.
3) Terletak pada lantai, baik di lantai ruang luar maupun di lantai ruang dalam bangunan.
b. Seni monumental tri matra, dapat terletak pada:
1) Ruang luar yang khusus ditata atau dirancang untuk mendukung nilai monumental dari karya seni monumental.
2) Ruang luar dari suatu lingkungan yang sudah ada bangunan.
17 3) Ruang dalam pada suatu bangunan.
Berikut adalah beberapa contoh gambar yang menampilkan karya monumental dua dimensional atau dwi matra di luar bangunan.
18
19
20
21 Gambar 17. Ndebele-Village, 40 km West outside Pretoria, Africa. Seni monumental dalam
bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian luar.
(Sumber: www.worldtravelserver.com)
22 Gambar 18. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian luar.
(Sumber: prikols.in.ua)
Gambar 19. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian luar.
(Sumber: www.wired.co.uk)
23 Gambar 20. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian luar.
(Sumber: www.froot.nl)
Gambar 21. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian luar.
(Sumber: goodideas.front.lv)
24 Gambar 22. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian luar.
(Sumber: theworklife.com)
Gambar 23. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian luar.
(Sumber: laimyours.com)
25 Gambar 24. Relief painting exterior wall of the house staying classic style in Buaran, Jakarta,
Indonesia. Karya monumental dengan relief pada dinding luar bangunan.
(Sumber: www.pinterest.com)
Gambar 25. “Tumbuh dan Berkembang”, karya monumental dari G. Sidharta, di Gedung Propelad, Bandung.
(Sumber: archive.ivaa-online.org)
26 Gambar 26. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian luar.
(Sumber: kvltmagz.co)
Gambar 17 sampai 26 di atas adalah contoh karya monumental dan karya dua dimensional atau dwi matra pada dinding luar bangunan.
27 Gambar 27. Karya Seni monumental dan karya seni dua dimensional atau dwi matra pada
dinding bangunan bagian dalam.
(Sumber: www.kikareichert.com)
Gambar 28. Karya monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian dalam.
(Sumber: gallery4share.com)
Gambar 29. Karya monumental dua dimensional atau dwi matra pada dinding bangunan bagian dalam. Monumentalnya diperluas membentuk relief sehingga dapat dilihat pada sisi
serong kanan kiri.
28 (Sumber: www.homesdesignidea.com)
Gambar 30. Seni monumental pada dinding bangunan bagian dalam.
(Sumber: www.predictomobile.com)
Gambar 31. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian dalam.
(sumber: dinosaurpalaeo.wordpress.com)
29 Gambar 31. Xuanzang Memorial Hall. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada
dinding bangunan bagian dalam.
(Sumber: commons.wikimedia.org)
Gambar 27 sampai 31 adalah contoh karya monumental dan dua dimensional atau dwi matra pada dinding bangunan bagian dalam.
Gambar 32. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian luar.
(Sumber: www.livablecities.org)
30 Gambar 33. Seni monumental dalam bentuk dwi matra pada dinding bangunan bagian luar.
(Sumber: www.imgbuddy.com)
Gambar 32 dan 33 adalah contoh karya monumental dua dimensional atau dwi matra pada dinding bangunan bagian luar.
Gambar 34. Ceiling painting of the Marble Hall, Melk Abbey, Austria. Karya monumental dwi matra pada langit-langit bangunan bagian dalam.
(Sumber: commons.wikimedia.org)
31 Gambar 35. Karya monumental dwi matra pada langit-langit bangunan bagian dalam.
(Sumber: www.tripadvisor.com)
Gambar 36. Paintings on ceiling, St. Peter Basilica. Karya monumental dwi matra pada langit-langit bangunan bagian dalam.
(Sumber: www.viator.com)
32 Gambar 37. The paintings on the ceiling of the Sistine Chapel. Karya monumental dwi matra
pada langit-langit bangunan bagian dalam.
(Sumber: www.travelet.com)
Di bawah ini contoh karya seni monumental dwi matra dengan membangun dinding pada tempat tertentu, kemudian baru menciptakan karya relief ataupun muralnya.
Gambar 38. Off the Wall: Keith Haring and the Kids, Keith Haring Foundation.
(Sumber: www2.mcachicago.org)
33 Gambar 39. A man walks by 'The Wall of Respect', a public art project conceived by OBAC
(The Organization of Black American Culture), Chicago, IL, 1967.
(Sumber: www.gettyimages.co.uk)
Gambar 40. Piazza Del Campidoglio, Roma.
(Sumber: www.roma-antiqua.de)
34 Gambar 41. Cheb-main square.
(Sumber: commons.wikimedia.org)
Gambar 40 dan 41 adalah contoh karya monumental dua dimensional atau dwi matra pada lantai bagian luar bangunan.
Gambar 42. Monumen Pahlawan Nasional Kalibata, dengan penataan Ruang Gerak untuk upacara-upacara atau parade.
(Sumber: www.bin.go.id)
35 Gambar 43. Tugu Negara Malaysia.
(sumber: karmatourbali.com)
Gambar 42 dan 43 adalah contoh karya seni monumental dengan penataan ruang luarnya.
Gambar 44. Monument aux Girondins, Perancis. Air digunakan juga sebagai unsur pada karya seni monumental.
(Sumber: photosclips.com)
36 Gambar 45. Salah satu detail dari Monument aux Girondins, Perancis.
(Sumber: www.fond-ecran-image.com)
Gambar 46. Toronto Distillery District Spider Sculpture Untapped Cities. Karya monumental tri matra dengan lingkungan tempat sudah ada bangunan.
(Sumber: untappedcities.com)
37 Gambar 47. Karya monumental tri matra pada ruang di dalam bangunan.
(Sumber: www.yelp.com)
Gambar 48. Karya monumental tri matra pada ruang di dalam bangunan.
(Sumber: www.idesignarch.com)
38 Gambar 47 dan 48 adalah contoh karya monumental tiga dimensional atau tri matra pada ruang di dalam bangunan.
E. Jenis Seni Monumental
Menurut Supriyadi (tt: 4) ada 2 jenis seni monumental, yaitu seni monumental tunggal dan seni monumental kompleks.
1. Seni Monumental Tunggal
Seni monumental tunggal, yaitu karya yang diciptakan atau dibangun dalam jumlah satu buah saja. Bangunan monumental tunggal adalah monumental yang dicapai dengan mengucilkan suatu obyek terhadap obyek lain. Kesan monumental terjadi karena elemen vertikal. Monumen itu terjadi bila antara objek dan ruang tidak saling terjadi perembesan dan penembusan ruang. Selain itu, monumental akan semakin unik dan semakin tinggi kualitasnya bila terdapat keseimbangan antara objek dan ruangnya. Tapi bila ada objek lain yang mengganggu ruang bayangan di sekitar monumen, maka keseimbangan tadi juga akan terganggu dan nilai monumentalnya akan berkurang drastis. Monumen jenis ini mempunyai ciri:
sederhana; bersih dan polos; tanpa perembesan atau penembusan. Sehingga pada dasarnya monumental tunggal ini mempunyai sifat:
a. Sederhana, yaitu karya yang diciptakan hanya tercurah pada satu karya saja.
b. Bersih dan polos, dalam arti bahwa suatu karya tunggal tidak akan terganggu oleh pengaruh timbal balik seperti pada karya monumental kompleks. Sebab dalam monumental kompleks, di mana karya terdiri lebih dari satu maka diperlukan pemikiran untuk mendapatkan keseimbangan antara karya yang satu dengan lainnya agar dapat memperoleh satu kesatuan sehingga terjaga nilai monumentalnya.
c. Tidak melibatkan manusia, yaitu pada monumental tunggal, manusia berada di luar karya. Manusia tidak dapat masuk atau keluar pada karya.
39 Gambar 49. Civil War Monument and Town Hall, Waltham, MA.
(Sumber: commons.wikimedia.org)
Gambar 50. Grey's Monument, Grainger Town, Newcastle.
40 (Sumber: www.northern-horizons.co.uk)
Gambar 51. Monument in old town Warsaw.
(Sumber: www.tripadvisor.co.id)
Gambar 49 sampai 51 adalah contoh karya monumental tunggal.
2. Seni Monumental Kompleks
Seni monumental kompleks, yaitu karya yang diciptakan atau dibangun lebih dari satu karya, sehingga merupakan struktur-struktur di dalam satu kesatuan. Bangunan monumental kompleks adalah bangunan monumental yang terjadi dari suatu desain bangunan yang dikelompokkan membentuk cluster. Bangunan monumen ini mempunyai ciri: kompleks; permainan tegas dan jelas; merembes dan menembus;
menyangkut nilai-nilai kemanusiaan. Pada dasarnya monumental kompleks ini mempunyai sifat:
41 a. Kompleks, terdiri dari suatu kelompok karya yang diciptakan atau dibangun
sehingga merupakan karya kompleks.
b. Terjadi permainan gelap terang, dengan karya yang terdiri lebih dari satu buah, maka akan terjadi permainan gelap terang yang sangat berpengaruh pada monumental kompleks.
c. Melibatkan manusia, dengan suatu kompleks karya maka di antara karya- karya yang satu dengan yang lainnya akan terjadi pengaruh timbal balik dan kesan meruang. Dengan demikian manusia dapat keluar masuk di antara karya-karya kompleks tersebut.
Gambar 52. Gugulethu Seven Monument.
(Sumber: www.modernoverland.com)
42 Gambar 53. Korean War Monument, Washington DC.
(Sumber: www.cambridge2000.com)
Gambar 54. Memorial Complex, National Museum of History of Great Patriotic War of 1941-1945. Mother Motherland, Kiev, Ukraine.
(Sumber: www.flickr.com)
43 Gambar 55. The statue of Antonio Maceo, Cuba.
(Sumber: www.jessekaplanphoto.com)
Gambar 56. A modern monument between two leaning towers in Madrid.
(Sumber: www.flickr.com)
Gambar 55 dan 56 adalah contoh karya monumental, baik sebagai monumen maupun sebagai monumental.
44 RANGKUMAN
A. Secara umum pengertian monumen adalah sebuah peninggalan yang dapat mengingatkan atau mengenangkan terhadap suatu hal atau peristiwa.
B. Antara monumen dan memorial agak sukar dipisahkan pengertiannya secara jelas.
Sebab pengertian memorial adalah sesuatu yang dirancang dengan tujuan untuk selalu membangkitkan atau menghidupkan ingatan terhadap sesuatu hal. Oleh karena itu monumen dan memorial dalam arti luas ialah semua obyek dalam ukuran apapun dan biasanya mempunyai tujuan utama, yaitu menggali kembali suatu ingatan terhadap peristiwa atau kejadian khusus.
C. Monumental adalah suatu nilal yang secara psikologis muncul sehubungan dengan monumen.
Nilai monumental dapat muncul berdasarkan pada : 1. Segi Kesejarahan atau historis
2. Segi Filosofis 3. Segi Teknis
4. Segi Penataan ruang dan tempat atau letak (site) 5. Ukuran dan bentuk obyek
D. Ada dua macam bentuk karya seni monumental yaitu :
a. Seni monumental dalam bentuk dua dimensional atau dwi matra.
b. Seni monumental dalam bentuk tiga dimensional atau tri matra.
E. Berdasarkan letak atau tempat seni monumental adalah : a. Seni monumental dwi matra terletak pada :
1) Dinding bangunan bagian luar maupun dinding bangunan bagian dalam.
2) Pada langit-langit bangunan.
3) Pada lantai, baik pada lantai ruang luar maupun ruang dalam.
45 b. Seni monumental tri matra terletak pada :
1) Ruang luar yang ditata atau dirancang untuk mendukung nilai monumental pada karya seni monumental.
2) Ruang luar dari suatu lingkungan yang sudah ada bangunan.
3) Ruang dalam pada suatu bangunan.
Kepustakan :
Ashihara, Yoshinobu. Sugeng Gunadi (penterjemah). 1983. Merancang Ruang Luar.
Surabaya: P.T. Dian Surya.
Benton, William. 1968. "Monuments" in Encyclopaedia Britannica, vol. 15, Chicago:
Encyclopaedia Britannica Inc, Publisher.
Bittermann, Eleanor. 1952. Art in Modern Architecture. New York, U.S.A.: Reinhold Publishing Corporation.
Poetry, Feysa. (tt). Perancangan Interior Pusat Dokumentasi Sejarah 1965: Titik Kulminasi. Bandung: Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB.
Sukmono, R. 1981. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.
Supriyadi, Bambang. (tt) Tugu Monumen Nasional Sebagai “Landmark” Kawasan Silang Monas. Semarang: Fakultas Teknik Arsitektur, Universitas Diponegoro.
46 BAB II
RUANG PADA SENI MONUMENTAL
Apabila akan menciptakan atau membangun sebuah karya monumental, baik tunggal ataupun kompleks yang terletak pada suatu tempat tersendiri dan merupakan ruang terbuka, maka peran dan pengaruh penataan ruang terbuka ini sangatlah penting terhadap karya monumental tersebut. Oleh sebab itu, dalam Bab ini diuraikan tentang pengertian ruang itu sendiri sehubungan dengan seni monumental.
A. Pengertian Ruang
Adanya pengertian ruang, apakah nyata atau tidak, pada dasarnya menyangkut peran manusia di dalamnya. Manusia di antara manusia yang lain merasa perlu mempunyai jarak (space), kelonggaran (space) di sekitarnya, lingkup (enclose) yang memagari atau melingkupi (enclosure), batas (boundary) perlindungan (shelter) yang melindunginya, dan keadaan di sekelilingnya yang membentuk suasana (environment), karena di antara mereka juga terdapat kebutuhan dan kepentingan yang berbeda (Ronald, 1989: 409).
Selanjutnya yang disebut ruang atau tata ruang dapat ditafsirkan sebagai suatu himpunan dengan hubungan komponen satu dengan lainnya yang mempunyai persatuan selaras, dalam arti kata pencampuran yang menunjukkan sifat kerukunan, dengan memperhatikan pada asas faedah, kejujuran, kesetiaan, dan keadilan secara luas dan mendalam. Pengertian ini jika dikaitkan dengan ruang, yaitu sebuah ruang yang telah mengalami pengaturan yang kompleks dan rumit. Rumit dalam jiwa, sifat, peran, pengungkapan, penampilan, dan bentuknya (Ronald, 1989: 405).
Menurut Surasetja (2007: 7-8) ada beberapa definisi tentang ruang, yaitu menurut Lao Tzu, ruang adalah “kekosongan” yang ada di sekitar manusia maupun di sekitar obyek atau benda. Ruang yang terkandung di dalam adalah lebih hakiki
47 daripada materialnya, yaitu masa. Kekosongan yang terbingkaikan oleh elemen pembatas pintu dan jendela, boleh dianggap sebagai ruang transisi yang membatasi bentuk arsitekur yang fundamental. Ada tiga tahapan hirarki ruang: pertama, ruang sebagai hasil dari perangkaian secara tektonik; kedua, ruang yang dilingkupi bentuk stereotomik; dan ketiga, ruang peralihan yang membentuk suatu hubungan, antara bagian dalam dengan dunia luar.
Menurut Plato, ruang adalah sesuatu yang dapat terlihat dan diraba, menjadi teraba karena memiliki karakter yang jelas berbeda dengan semua unsur lainnya. Plato mengatakan bahwa segala sesuatunya harus berwadah, kasat mata, dan teraba namun tak ada sesuatu pun yang kasat mata tanpa adanya api (cahaya), tak ada sesuatu pun yang dapat teraba bila tak bermassa, dan tak ada sesuatu pun yang dapat bermassa tanpa adanya unsur tanah. Maka Tuhan pun menciptakan dunia dari api dan tanah. Meletakan air dan udara di antara api dan tanah dan membuatnya sebanding antara yang satu dengan lainnya, sehingga udara dan air sebanding dengan air dan tanah, demikian Ia membuat dunia ini sebagai kesatuan yang kasat mata dan teraba. (Cornelis van d Ven, 1995).
Menurut Aristoteles, ruang adalah sebagai tempat (topos), sebagai suatu di mana, atau sesuatu place of belonging, yang menjadi lokasi yang tepat di mana setiap elemen fisik cenderung berada. Aristoteles mengatakan bahwa wadak-wadak semata bergerak ke atas dan ke bawah menuju tempatnya yang tetap dan setiap hal berada di suatu tempat, yakni dalam sebuah tempat. Suatu tempat, atau ruang, tidak dapat memiliki suatu wadak (Cornelis van d Ven, 1995). Oleh karena itu, karakteristik dari ruang dirangkum menjadi lima macam:
1. Tempat melingkupi obyek yang ada padanya.
2. Tempat bukan bagian dari yang dilingkupinya.
3. Tempat dari suatu obyek tidak lebih besar dan tidak lebih kecil dari obyek tersebut.
4. Tempat dapat ditinggalkan oleh obyek serta dapat dipisahkan dari obyek itu.
48 5. Tempat selalu mengikuti obyek, meskipun obyek terus berpindah sampai
berhenti pada posisinya.
Menurut Josef Prijotomo, ruang adalah bagian dari bangunan yang berupa rongga, sela yang terletak di antara dua obyek dan alam terbuka yang mengelilingi dan melingkupi manusia. Bukan obyek rinupa dan ragawi yang tidak terlihat dan hanya dapat dirasakan oleh pendengaran, penciuman, dan perabaan.
Menurut Rudolf Arnheim, ruang adalah sesuatu yang dapat dibayangkan sebagai satu kesatuan terbatas atau tidak terbatas, seperti keadaan kosong yang sudah disiapkan dan mempunyai kapasitas untuk diisi barang. Menurut Immanuel Kant, ruang bukanlah suatu obyektif atau nyata dan merupakan sesuatu yang subyektif sebagai hasil pikiran dan perasaan manusia. Ruang meruapakan suatu ide a priori, bukan suatu obyek empirik, yang dihasilkan dari pengalaman-pengalaman eksterior.
Kant menulis bahwa konsep-konsep a priori tidak berasal dari pengalaman, namun sepenuhnya berasal dari opini dalam pemahaman murni. Selain dari a priori intuisi, Kant juga mengenakan kualitas ketidakterbatasan terhadap ruang dan waktu (Surasetja, 2007: 7-8).
B. Terjadinya Ruang
Pada dasarnya ruang terjadi karena adanya hubungan antara suatu obyek dengan manusia yang melihatnya. Sedangkan pengertian ruang secara arsitektur, yaitu bahwa hubungan tersebut di samping karena adanya penglihatan, juga dipengaruhi oleh penciuman, pendengaran, maupun perabaan. Pengaruh penciuman misalnya penciuman saat merasakan adanya bau tertentu. Maka hal tersebut menandakan bahwa orang berada dalam suatu jangkauan jarak tersebarnya bau dari sumber asal bau tersebut. Demikian pula pengaruh pendengaran, yang berarti orang berada di dalam jangkauan jarak sebaran suara. Pengaruh perabaan dapat pula dirasakan dengan benda- benda yang ada di sekeliling yang dapat menjadikan tanda atau secara tidak langsung menjadi pembatas suatu ruang.
49 Ruang dapat pula terjadi oleh karena pengaruh iklim maupun adanya suatu kegiatan atau peristiwa. Beberapa contoh terjadinya ruang karena pengaruh hal-hal tersebut misalnya:
1. Apabila pada waktu hujan seseorang berjalan di bawah payung yang terbuka maka terciptalah suatu ruang di bawah payung itu karena air hujan tertahan oleh payung.
2. Apabila di bawah terik matahari seseorang berjalan di bawah payung yang terbuka maka tercipta pula suatu ruang di bawah payung karena cahaya terik matahari tertahan oleh payung sehingga membentuk ruang yang teduh.
3. Apabila sebuah keluarga pergi piknik, kemudian di suatu tempat atau lapangan terbuka mereka menggelar tikar untuk duduk-duduk sambil makan, maka di atas tikar yang digelar tersebut terciptalah suatu ruang yang terpisah dari alam yang tak terbatas. Kemudian apabila tikar tadi digulung, maka hilanglah ruang tersebut dan tinggallah lapangan terbuka seperti semula.
4. Apabila orang berkerumun mengelilingi seseorang pembicara maka terbentuklah ruang. Misalnya seorang pedagang atau penjual obat yang dikerumuni atau dikelilingi orang banyak dan bila kerumunan orang tersebut bubar maka hilang pula ruang yang terbentuk tadi.
50 Gambar 57. Waktu hujan sepasang muda-mudi berada di bawah payung, oleh karena itu
terciptalah ruang yang tidak terkena air hujan.
(Sumber: www.123rf.com)
Gambar 58. Seorang ibu membuka payung saat berjalan di bawah terik matahari, oleh karena itu tercipta ruang yang teduh di bawah payung.
(Sumber: hypervocal.com)
51 Gambar 59. Apabila ada keluarga yang berpiknik dan menggelar tikar untuk istirahat, maka terbentuklah suatu ruang. Bila tikar tersebut digulung kembali, maka hilanglah ruang untuk
istirahat tadi.
(Sumber: desertedattic.wordpress.com)
Gambar 60. Apabila orang berkerumun mengelilingi seseorang pembicara, maka terbentuklah ruang di sekitar pembicaraan itu. Jika mereka bubar maka ruang tersebut juga hilang.
(sumber: www.gettyimages.com)
52 C. Bentuk Ruang
Ada dua jenis ruang pada seni monumental, yaitu ruang dalam dan ruang luar.
Masing-masing ruang tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Uraian mengenai ruang dalam dan ruang luar adalah sebagai berikut.
1. Ruang Dalam
Pada umumnya yang dinamakan ruang dalam (interior) dibatasi oleh tiga bidang, yakni bidang lantai, dinding, dan langit-langit. Ketiga bidang itu merupakan unsur-unsur di dalam arsitektur. Meskipun mungkin ruang dalam tidak mutlak dibatasi oleh tiga unsur tadi. Contohnya pada sebuah gua, maka sulit untuk membedakan tiga bidang tersebut. Sebab lantai, dinding, dan atap menjadi satu, yakni lantai menerus jadi dinding dan atap.
Ruang dalam selalu terbentuk oleh tiga elemen pembentuk ruang, yaitu:
1. Bidang alas atau lantai (the base plane).
2. Bidang pembatas atau dinding (the vertical space divider).
3. Bidang langit-langit atau atap (the overhead plane).
Lantai sebagai bidang alas, besar pengaruhnya terhadap pembentukan ruang, karena bidang itu erat hubungannya dengan fungsi ruangnya. Permukaan lantai pada ruang dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Bahan keras (batu, kerikil, pasir, beton, aspal, dan sebagainya).
2. Bahan lunak (karpet, rumput, tanah, dan sebagainya).
Bidang alas atau lantai (the base plane). Bidang lantai yang mempunyai sifat bahan yeng berbeda dari permukaan lantai lainnya, akan membentuk kesan ruang tersendiri. Pengaruh perbedaan bahan tersebut digunakan untuk membedakan fungsi- fungsi pada ruang luar yang berlainan. Selain perbedaan bahan lantai, perbedaan tinggi pada suatu bidang lantai akan membentuk kesan dan fungsi ruang yang baru tanpa
53 mengganggu hubungan visual antara ruang-ruang tersebut. Oleh karena lantai merupakan pendukung kegiatan manusia dalam suatu bangunan, sudah tentu secara struktural harus kuat dan awet. Lantai juga merupakan unsur yang penting di dalam sebuah ruang, bentuk, warna, pola dan teksturnya akan menentukan sejauh mana bidang tersebut akan menentukan batas-batas ruang dan berfungsi sebagai dasar di mana secara visual unsur-unsur lain di dalam ruang dapat dilihat. Tekstur dan kepadatan material di bawah kaki juga akan mempengaruhi cara berjalan di atas permukaannya (Surasetja, 2007: 8).
Bidang dinding atau pembatas (the vertical space devider). Sebagai unsur perancangan, bidang dinding dapat menyatu dengan bidang lantai atau dibuat sebagai bidang yang terpisah. Bidang tersebut bisa sebagai latar belakang yang netral untuk unsur-unsur lain di dalam ruang atau sebagai unsur visual yang aktif di dalamnya.
Bidang dinding ini dapat juga transparan seperti halnya sebuah sumber cahaya atau suatu pemandangan (Surasetja, 2007: 8). Dinding, sebagai pembatas ruang dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Dinding masif, dapat berupa permukaan tanah yang miring atau vertikal (alami), atau susunan batu bata, beton, dan sebagainya. Sifat dinding ini sangat kuat dalam pembentukan ruang.
2. Dinding transparan, terdiri dari bidang transparan seperti pagar bambu, logam, kayu, yang disusun tidak rapat; pohon dan semak yang renggang.
Sifat dinding ini kurang kuat dalam pembentukan ruang.
3. Dinding semu, merupakan dinding yang dibentuk oleh perasaan pengamat setelah mengamati suatu obyek atau keadaan. Dinding ini terbentuk oleh garis-garis, misalnya garis batas air sungai, laut, cakrawala.
Selain itu terdapat juga pembatas yang secara khusus memberi peran terhadap ruang. Pembatas ini dapat diaplikasikan pada ruang dalam maupun ruang luar. Peran pembatas ada beberapa macam, yaitu:
54 1. Sebagai pemberi arah atau suasana, deretan pohon yang direncanakan dan diatur dapat menerangkan pada pengamat apa yang akan dimasuki seperti markas tentara, sekolah, dan sebagainya.
2. Sebagai penerang, pagar dapat memperkuat, mengubah, dan membentuk pola lalu lintas dalam satu ruang. Sebagaimana dapat dirasakan gerbang suatu gedung pada kompleks sering mengesankan adanya “undangan”, sedangkan dinding penghalang seakan-akan berkata “ikuti jalan ini”.
3. Sebagai pengontrol, elemen vertikal penting sebagai unsur yang mengawasi atau mengontrol angin, cahaya, temperatur, dan suara. Unsur dapat digunakan untuk mengubah dan membelokkan angin, mengatur banyaknya, bahkan untuk menolaknya.
4. Sebagai penutupan efektif, dalam usaha mencapai ruang yang memiliki privacy, atau untuk keamanan, dan sebagainnya. Kurang atau tidaknya adanya unsur penutup yang efektif dari suatu ruang, merupakan kunci pembentukan ruang tersebut.
Pagar atau pembatas, sebagai unsur ruang memiliki bentuk dan penutupan sebagai berikut:
1. Dinding (walls), termasuk dinding penyekat (screen walls), dinding penahan, dan sebagainya.
2. Pagar (frences), termasuk pagar kawat (woven wire frences), pagar kayu, pagar besi, dan sebagainya.
3. Bentukan tanah, termasuk tebing, celah bumi, beda ketinggian tanah (contour), dan sebagainya.
4. Pembatas lain, termasuk pohon (trees), pagar tanaman (hedges), air (water), kolam (ponds), jalur tepi (paving), dan sebagainya.
Pemagaran dan pembatasan dalam ruang dapat dibuat menurut fungsi ruangnya, misalnya:
55 1. Sebagai pembatas fisik atau pembatas pemandangan: pembatasan fisik dan pemandangan digunakan untuk tujuan keamanan dan privacy. Dalam pembatasan fisik tidak dituntut adanya “block the view” penggunaan pembatas fisik perlu kecermatan, untuk apa saja, dan pada siapa ditujukan.
Sebagai contoh pembatasan untuk menjaga keluar atau masuknya orang.
2. Penghalang suara: jalan kendaraan bermotor di wilayah perkotaan memiliki dampak yang tidak menyenangkan akibat kebisingan yang melampaui batas bagi manusia untuk hidup, bekerja, bermain, belajar, sehingga dibutuhkan pembatas atau peredam suara untuk mengurangi kebisingan. Pembatas kebisingan ini dapat berupa hard material maupun soft material.
3. Sebagai pematah angin: jika tapak memerlukan pematah angin sebaiknya dirancangkan bentuk-bentuk pembatas yang tegar, kuat, dengan memperhatikan faktor keamanan. Jika gunanya hanya untuk pematah angin maka bentuk-bentuk pohon pelindung sangat sesuai untuk ditanam.
4. Pembatas ruang: pembatas ruang dimaksudkan untuk membedakan atau mengatur arus lalu lintas. Pemilihan bentuk material pembatas sebaiknya disesuaikan dengan fungsi ruang yang hendak dihasilkan.
Bidang langit-langit atau atap (the overhead plane). Bidang atap adalah unsur pelindung utama dari suatu bangunan dan berfungsi untuk melindungi bagian dalam dari pengaruh iklim dan keamanan. Bentuknya ditentukan oleh geometris dan jenis material yang digunakan pada strukturnya serta cara meletakannya dan cara melintasi ruang di atas penyangganya. Secara visual bidang atap merupakan “topi” dari suatu bangunan dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap bentuk bangunan dan pembayangan (Surasetja, 2007: 9).
2. Ruang Luar
Apabila dikenal "ruang dalam" yang terdiri oleh adanya tiga unsur sebagai pembatas di dalam arsitektur, maka dikenal pula kebalikannya, yakni adanya "ruang luar". Ruang luar sering pula disebut "arsitektur tanpa atap". Disebut demikian karena
56 ruang luar hanya dibatasi oleh dua bidang, yaitu lantai (alas) dan dinding (penyekat).
Perlu diperhatikan tentang pengertian lantai atau alas dan dinding atau penyekat pada ruang luar ini adalah bidang sebagai tempat berpijak (tanah) dan ada pembatas yang mampu memberikan kesan terciptanya suatu ruang sehingga dapat terpisah dengan alam terbuka yang meluas tanpa batas.
Ruang luar berarti menjadi suatu lingkungan luar yang dirancang oleh manusia, sehingga menjadi ruang yang mempunyai arti sepenuhnya dan mempunyai tujuan tertentu, terpisah dari alam yang merupakan ruang terbuka yang luas tanpa batas.
Ruang luar sehubungan dengan seni monumental mempunyai peranan sebagai pendukung nilai monumental pada karya seni monumental.
Ruang luar adalah wilayah yang berbeda dengan ruang dalam. Ruang luar dapat terbentuk tanpa adanya dinding dan atap. Hal yang sangat berpengaruh dari ruang luar ini antara lain:
1. Sirkulasi
Menurut Francis D.K. Ching dalam bukunya Teori Arsitektur (1993), alur sirkulasi dapat diartikan sebagai “tali” yang mengikat ruang-ruang suatu bangunan atau suatu deretan ruang dalam maupun luar, menjadi saling berhubungan. Oleh karena itu orang bergerak dalam waktu melalui suatu tahapan ruang (Pynkywati, 2014: 2).
a. Sirkulasi pada Ruang Luar
Sistem sirkulasi sangat erat hubungannya dengan pola penempatan aktifitas dan pola penggunaan tanah sehingga merupakan pergerakan dari ruang yang satu ke ruang yang lain. Hubungan jalur sirkulasi ruang dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1) Jalur melalui ruang:
- Integritas masing-masing ruang kuat.
- Bentuk alur cukup fleksibel.
2) Jalur memotong ruang:
- Mengakibatkan terjadinya ruang gerak dan ruang diam.
3) Jalur berakhir pada ruang:
57 - Lokasi ruang menentukan arah.
- Sering digunakan pada ruang bernilai fungsi atau simbolis.
Di dalam perencanaan sirkulasi ruang luar perlu dipertimbangkan faktor kenyamanan. Kenyamanan dapat berkurang akibat dari penataan sirkulasi yang kurang baik, misalnya tidak adanya pembagian ruang untuk sirkulasi kendaraan dan manusia dan penyalahgunaan fasilitas yang telah disediakan, maka untuk hal tersebut hendaknya diadakan pembagian sirkulasi antara kendaraan dan manusia.
1) Sirkulasi kendaraan, dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
- Jalur distribusi, untuk perpindahan lokasi (jalur cepat).
- Jalur akses, untuk melayani bangunan-bangunan (jalur lambat).
Kedua sirkulasi itu harus terpisah sehingga kelancaran lalu lintas dapat terjamin. Fasilitas penunjang yang diperlukan antara lain, rambu lalu lintas dan ruang parkir yang mana harus disesuaikan dengn keadaan site yang tersedia.
2) Sirkulasi manusia. Sirkulasi pedestrian atau manusia membentuk pertalian yang penting hubungannya dengan aktifitas dalam site, maka banyak hal yang harus diperhatikan, antara lain:
- Lebar jalan.
- Penambahan estetis yang menyenangkan.
- Fasilitas penyeberangan, dan lain-lain.
2. Pencapaian Ruang
Masih dalam kaitannya dengan sistem sirkulasi, dikenal pula beberapa sistem pencapaian terhadap suatu ruang yang dapat dibedakan atas:
a. Pencapaian Frontal
- Sistem ini mengarah langsung dan lurus ke obyek ruang yang dituju.
- Pandangan visual obyek yang dituju jelas terlihat dari jauh.
b. Pencapaian Samping
- Memperkuat efek perspektif obyek yang dituju.
58 - Jalur pencapaian dapat dibelokkan berkali-kali untuk memperbanyak
squence sebelum mencapai obyek.
c. Pencapaian Spiral
- Memperlambat pencapaian dan memperbanyak squence.
- Memperlihatkan tampak tiga dimensi dari obyek dengan mengelilinginya.
3. Pola Sirkulasi Ruang
Pola sirkulasi ruang adalah suatu bentuk rancangan atau alur-alur pergerakan ruang dari suatu ruang ke ruang lainnya dengan maksud menambah estetika agar dapat memaksimalkan sirkulasi ruang utuk dipergunakan. Pola sirkulasi dapat dibagi menjadi lima (Pynkywati, 2014: 3), yaitu:
- Radial: Konfigurasi radial memiliki jalan-jalan lurus yang berkembang dari sebuah pusat bersama.
- Network (Jaringan): Konfigurasi ini terdiri dari jalan-jalan yang menghubungkan titik-titik tertentu dalam ruang.
- Linier: Jalan yang lurus dapat menjadi unsur pengorganisir utama deretan ruang.
- Grid: Konfigurasi grid terdiri dari dua pasang jalan sejajar yang saling berpotongan pada jarak yang sama dan menciptakan bujur sangkar atau kawasan ruang segi empat.
- Spiral (Berputar): Konfigurasi spiral memiliki suatu jalan tunggal menerus yang berasal dari titik pusat, mengelilingi pusatnya dengan jarak yang berubah.
Sistem pencapaian ruang tersebut dapat didukung oleh bermacam-macam pola sirkulasi lain, seperti: bergelung-gelung, langsung, tidak menentu, berliku, keliling, kembali, melewati, melingkar, berpencar, mengumpul, dengan selaan, menuju tujuan, dan menghimpun.
59 RANGKUMAN
A. Ruang pada dasarnya terjadi oleh adanya hubungan antara suatu obyek dengan manusia yang melihatnya. Hubungan tersebut di samping adanya penglihatan yang dipengaruhi oleh penciuman, pendengaran, maupun perabaan, juga dapat terjadi oleh adanya suatu peristiwa atau kejadian maupun pengaruh iklim.
B. Ruang dalam adalah ruang yang mempunyai unsur pembentuk, yaitu lantai, dinding, dan langit-langit.
C. Ruang luar biasanya disebut sebagai "arsitektur tanpa atap". Ruang luar berarti suatu lingkungan luar yang dirancang oleh manusia sehingga menjadi ruang yang mempunyai arti sepenuhnya dan mempunyai tujuan tertentu. Ruang luar sehubungan dengan seni monumental adalah mempunyai peranan sebagai pendukung nilai monumental.
Kepustakaan :
Ashihara, Yoshinobu., Sugeng Gunari (penterjemah). 1953. Merancang Ruang Luar.
Surabaya: P.T. Dian Surya.
Pynkyawati, Theresia. 2014. Kajian Efisiensi Desain Sirkulasi pada Fungsi Bangunan Mall dan Hotel BTC. Jurnal Reka Karsa Teknik Arsitektur Itenas No.1 Vol. 2.
Institut Teknologi Nasional April 2014.
Surasetja, Irawan. 2007. Fungsi, Ruang, Bentuk dan Ekspresi dalam Arsitektur.
Bandung: Program Studi Arsitektur Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan – FPTK – UPI.
Snyder Cs, Yames C., Ir. Hendro Sangkoyo (penterjemah). 1985. Pengantar Arsitektur.
Jakarta: Erlangga.
60 BAB III
RUANG POSITIF DAN RUANG NEGATIF
A. Pengertian Ruang Positif dan Ruang Negatif
Ruang Luar adalah ruang yang dirancang oleh manusia sehingga memiliki tujuan tertentu. Apabila manusia berada di luar batas Ruang Luar dan melihat ke dalam, ruang yang berada di dalam pembatas itu disebut sebagai "Ruang Positif". Sedangkan ruang yang berada di luar pembatas tadi disebut sebagai "Ruang Negatif". Dengan demikian Ruang Positif adalah suatu ruang yang mempunyai sifat memusat ke dalam dan Ruang Negatif adalah ruang yang bersifat menyebar atau meluas dari pusat ke luar.
Ruang Positif dapat dirancang apabila seniman pencipta karya seni monumental menyadari bahwa Ruang Luar sekitar karyanya mempunyai arti yang penting dan menjadi kesatuan dari karyanya, maka Ruang Luar tersebut dinilai sebagai ruang Positif.
Sebuah contoh ruang dalam atau ruang positif sebagai ruang yang terjadi dengan adanya unsur pembatas, yaitu apabila orang menuangkan air teh ke dalam cangkir, maka air teh tersebut akan terkumpul dalam cangkir untuk diminum.
Sedangkan pada ruang luar atau ruang negatif sebagai ruang tanpa tujuan atau maksud tertentu, dapat dicontohkan seperti air teh dari gelas yang dituangkan ke lantai, maka air yang di tuangkan tadi akan menyebar ke mana-mana tanpa batas.
61 Gambar 61. Ruang pada cangkir sebagai ruang positif sehingga air teh yang dituang dapat
tertampung sesuai dengan tujuan yaitu untuk minum.
(Sumber: www.aminaherbal.com)
Gambar 62. Ruang negatif tanpa tujuan seperti air teh yang dituangkan ke lantai yang akan menyebar tanpa batas ke mana-mana.
(Sumber: www.kaskus.co.id)
62 Gambar 63. Perubahan ruang negatif menjadi ruang positif secara silih berganti.
B. Pengulangan pada Ruang Positif
Di dalam merancang ruang luar, dapat dibuat pengulangan ruang positif sesuai yang dibutuhkan. Sebagai contoh, apabila membuat suatu karya monumental kemudian dibuat pula ruang luarnya sebagai ruang positif, maka di luar pembatas ruang positif itu berarti ruang negatif. Jika dalam merancang ruang luar terdapat rasa kurang puas, maka dapat ditambah ruang positif lagi dengan cara menggeser ruang negatif. Jadi misalnya ruang positif yang pertama disebut sebagai ruang Positif I dan di luarnya adalah ruang Negatif, selanjutnya pada ruang Negatif I ini dapat diubah menjadi ruang
63 Positif II dan ruang negatifnya bergeser ke luar menjadi ruang Negatif II. Demikian seterusnya, pengulangan ruang positif ini dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam perancangan.
C. Contoh Ruang Positif dan Ruang Negatif
Ruang Luar (ruang negatif) biasanya merujuk pada segala hal yang berada di luar bangunan. Dalam perancangan arsitektur, Ruang Luar akan merujuk pada taman di luar bangunan serta dengan perkerasannya seperti jalan setapak, jalan mobil, dan sebagainya. Bahkan Ruang Luar juga merujuk pada jalan di luar bangunan, pohon- pohon, kota, negara, bahkan alam semesta secara keseluruhan. Sebenarnya, Ruang Luar bukanlah benar-benar “ruang” seperti yang biasa dipahami orang awam, karena Ruang Luar dalam benak arsitek biasanya merupakan area di sekeliling atau di luar bangunan yang bisa dirancang dengan prinsip-prinsip arsitektur landscape (jenis arsitektur khusus untuk Ruang Luar yang mengatur taman, jalan setapak, jalan mobil, pencahayaan taman, bangunan taman dan sebagainya). Bila arsitek merancang bangunan rumah atau yang lain, maka biasanya ia akan merujuk “ruang luar” sebagai tempat di luar bangunan (Hindarto, 2012).
Ada juga ruang di antara ruang luar dan ruang dalam, yaitu Ruang Antara. Sama seperti ruang luar, ruang antara juga tidak benar-benar merupakan ruangan dalam pandangan awam. Ruang antara biasanya merupakan suatu area yang ada atapnya meskipun tidak ada dindingnya. Contoh ruang antara adalah teras, selasar, area di bawah kanopi, dan sebagainya. Ruang antara ini biasanya penting untuk menghubungkan antara ruang dalam dan ruang luar bangunan. Ruang antara kadangkala merupakan suatu area yang bisa digunakan untuk mengobrol atau bertemu di luar ruangan misalnya teras, selasar, kafe luar ruangan, dan sebagainya. Batas- batasnya seringkali kurang jelas dengan atap maupun tanpa atap, yang penting adalah adanya suatu kelompok kegiatan yang dilakukan pada area itu, misalnya mengobrol di kumpulan kursi di bawah atap pergola (Hindarto, 2012).
64 Ruang Dalam (ruang positif), adalah ruang yang biasa dikenal sebagai
“ruangan”. Ini bisa berarti ruang kamar tidur, ruang keluarga, ruang tamu dan sebagainya yang keberadaannya tertutup dengan baik oleh pelindung atap dan dinding.
Pada ruang dalam biasanya orang berkegiatan dan melakukan aktivitas sehari-hari (Hindarto, 2012).
Gambar 64. Contoh ruang positif, ruang antara, dan ruang negatif.
(Sumber: tiperumahminimalis.blogspot.com)
65 RANGKUMAN
A. Ruang Luar adalah ruang yang dirancang sehingga mempunyai arti sepenuhnya dan memiliki tujuan tertentu. Apabila orang berada di luar pembatas Ruang Luar dan melihat ke dalam, maka ruang yang berada di dalam pembatas disebut Ruang Positif dan yang di luar Ruang Positif adalah Ruang Negatif. Ruang Positif adalah suatu ruang yang mempunyai sifat memusat ke dalam dan Ruang Negatif bersifat menyebar, meluas tanpa batas.
B. Di dalam perancangan Ruang Luar dapat pula mengadakan pengulangan- pengulangan terhadap Ruang Positif sesuai dengan kebutuhan.
C. Ruang Luar (negatif) adalah ruang yang berada di luar bangunan, sedangkan Ruang Dalam (positif) adalah ruangan di dalam bangunan, di tengah-tengah ruang positif dan negatif disebut Ruang Antara.
Kepustakaan :
Ashihara, Yoshinobu., Sugeng Gunadi (penterjemah). 1983. Merancang Ruang Luar.
Surabaya: P.T. Dian Surya.
Hindarto, Probo. 2012. Perbedaan Ruang Dalam, Ruang Antara, dan Ruang Luar.
Astudioarchitect.com http://www.astudioarchitect.com/2014/02/perbedaan- ruang-dalam-ruang-antara-dan.html#ixzz3giQcF0AP
66 BAB IV
PERANCANGAN RUANG LUAR PADA SENI MONUMENTAL
A. Dua Jenis Ruang Pokok pada Ruang Luar
Ruang Luar merupakan sebuah lingkungan luar yang mempunyai peranan sebagai pendukung nilai monumental pada karya seni monumental. Oleh karena itu dalam merancang Ruang Luar, tata letak atau layout mempunyai peranan yang penting dan merupakan dasar di dalam perancangan Ruang Luar tersebut.
Secara garis besar Ruang Luar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Ruang Luar untuk kepentingan orang berjalan kaki.
2. Ruang Luar untuk kepentingan kendaraan, misalnya untuk parkir atau keluar masuk kendaraan.
B. Ruang Gerak dan Ruang Tinggal
Ruang Luar bagi kepentingan manusia berjalan kaki merupakan ruang yang dapat digunakan untuk bermacam-macam aktifitas. Ruang ini dapat dibagi lagi manjadi dua macam, yaitu: ruang untuk bergerak atau disebut Ruang Gerak dan ruang untuk tinggal atau disebut Ruang Tinggal.
Ruang Gerak adalah ruang untuk aktifitas sesuai dengan kegunaan yang diperlukan sehubungan dengan karya seni monumentalnya. Di dalam merancang Ruang Gerak sebaiknya diusahakan luas, datar, dan tanpa suatu penghalang.
Ruang Gerak ini biasanya digunakan sebagai berikut :
1. Untuk menuju ke tempat penting yang merupakan pusat tujuan.
2. Untuk berjalan-jalan dengan bebas.
3. Untuk aktifitas olah raga atau pertandingan.
4. Untuk aktifitas-aktifitas yang bersifat massal seperti upacara, parade, dan sebagainya.
67 1. Ruang Gerak
Ruang yang menjadi tempat aktifitas di luar Ruang Tinggal biasanya juga disebut sebagai ruang terbuka atau ruang terbuka hijau. Ruang Terbuka Hijau adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah (perkotaan) yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan tidak langsung yang dihasilkan oleh Ruang Gerak dalam kota tersebut, yaitu: keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah. Ruang Gerak atau Ruang Terbuka Hijau di kawasan perkotaan didefinisikan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 sebagai bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi, dan estetika (Khairunnisa, tt: 2). Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (UUPR No 26 Tahun 2007) (Kusuma, 2013: 155).
Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk Ruang Terbuka Hijau dapat diklasifikasi menjadi dua macam, yaitu:
1. Bentuk Ruang Terbuka Hijau alami (habitat liar atau alami, kawasan lindung).
2. Bentuk Ruang Terbuka Hijau non alami atau binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman).
Berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasifikasi menjadi dua, yaitu:
1. Bentuk Ruang Terbuka Hijau kawasan (areal, non linear).
2. Bentuk Ruang Terbuka Jalur (koridor, linear).
Berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya diklasifikasi menjadi lima macam, yaitu:
1. Ruang Terbuka Hijau kawasan perdagangan.
2. Ruang Terbuka Hijau kawasan perindustrian.
3. Ruang Terbuka Hijau kawasan permukiman.
4. Ruang Terbuka Hijau kawasan pertanian.
68 5. Ruang Terbuka Hijau kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olahraga,
alamiah.
Berdasarkan status kepemilikan, Ruang Terbuka Hijau diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Ruang Terbuka Hijau publik, yaitu ruang terbuka hijau yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah (pusat, daerah).
2. Ruang Rerbuka Hijau privat atau non publik, yaitu ruang terbuka hijau yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat (Khairunnisa, tt: 3).
a. Fungsi dan Manfaat
Ruang Gerak atau Ruang Terbuka, baik Ruang Terbuka Hijau publik maupun privat, memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama tersebut dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan. Ruang terbuka berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah secara fisik, harus merupakan satu bentuk ruang terbuka yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah, seperti ruang terbuka untuk perlindungan sumber daya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat kehidupan liar. Ruang terbuka untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur. Menurut Blound dan Hunhammar (1999), pepohonan pada ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan memberikan berbagai kontribusi kepada ekosistem, meliputi konservasi biodiversitas, menghilangkan polutan atmosfer, menyediakan oksigen, mengurangi kebisingan, mitigasi terhadap urban heat island, pengendali iklim mikro, menjaga kestabilan tanah, dan fungsi ekologis lainnya (Khairunnisa, tt: 3).
69 Manfaat ruang terbuka berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keinginan; dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati. Fungsi Ruang terbuka berdasarkan Inmendagri No.14/1988 dalam Arifin (tt: 3-4), yaitu:
1. Areal perlindungan bagi berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan.
2. Sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian, dan keindahan lingkungan.
3. Sarana rekreasi.
4. Pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik darat, perairan, maupun udara.
5. Sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan.
6. Tempat perlindungan plasma nutfah.
7. Sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro.
8. Pengatur tata air.
b. Pola dan Struktur Fungsional
Pola ruang terbuka merupakan struktur yang ditentukan oleh hubungan fungsional (ekologis, sosial, ekonomi, arsitektural) antar komponen pembentuknya.
Pola ruang terbuka terdiri dari:
1. Ruang terbuka struktural.
2. Ruang terbuka non struktural.
Ruang terbuka struktural merupakan pola yang dibangun oleh hubungan fungsional antara komponen pembentuknya yang mempunyai pola hierarki planologis yang bersifat antroposentris. Ruang terbuka tipe ini didominasi oleh fungsi-fungsi non
70 ekologis dengan struktur binaan yang berhierarki. Contohnya adalah struktur berdasarkan fungsi sosial dalam melayani kebutuhan rekreasi luar ruang (outdoor recreation) penduduk perkotaan seperti yang diperlihatkan dalam urutan hierakial sistem pertamanan kota (urban park system) yang dimulai dari taman perumahan, taman lingkungan, taman kecamatan, taman kota, taman regional, dan lain-lain. Ruang terbuka non struktural merupakan pola yang dibangun oleh hubungan fungsional antara komponen pembentuknya yang umumnya tidak mengikuti pola hierarki planologis karena bersifat ekosentris. Tipe ini memiliki fungsi ekologis yang sangat dominan dengan struktur ruang alami yang tidak berhierarki. Contohnya adalah struktur yang dibentuk oleh konfigurasi ekologis bentang alam perkotaan tersebut, seperti kawasan lindung, perbukitan yang terjal, sempadan sungai, sempadan danau, pesisir, dan sebagainya. Suatu wilayah perkotaan, pola ruang terbuka kota tersebut dapat dibangun dengan mengintegrasikan dua pola ruang terbuka berdasarkan bobot tertinggi pada kerawanan ekologis kota (tipologi alamiah kota: kota lembah, kota pegunungan, kota pantai, kota pulau, dan lain-lain) sehingga dihasilkan suatu pola yang struktural (Departemen Pekerjaan Umum, tt: 4).
Gambar 65. Ruang Gerak atau Ruang Terbuka Hijau di area perkotaan.
(Sumber: www.gardenmatrial.com)
71 c. Elemen Pengisi Ruang Gerak atau Ruang Terbuka
Ruang terbuka dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan peruntukkannya. Lokasi yang berbeda (seperti pesisir, pusat kota, kawasan industri, sempadan badan-badan air, dan lain-lain) akan memiliki permasalahan berbeda yang selanjutnya berkonsekuensi pada rencana dan rancangan ruang terbuka yang berbeda.
Guna keberhasilan rancangan, penanaman, dan kelestarian ruang terbuka maka sifat dan ciri serta kriteria arsitektural dan hortikultural tanaman dan vegetasi penyusun ruang terbuka harus menjadi bahan pertimbangan dalam menseleksi jenis-jenis yang akan ditanam. Persyaratan umum tanaman untuk ditanam di wilayah ruang gerak atau ruang terbuka perkotaan menurut Departemen Pekerjaan Umum (tt: 5) antara lain:
1. Disenangi dan tidak berbahaya bagi masyarakat.
2. Mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang tercemar).
3. Tahan terhadap gangguan fisik (vandalisme).
4. Perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang.
5. Tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai hias dan arsitektural.
6. Dapat menghasilkan O
2 dan meningkatkan kualitas lingkungan.
7. Bibit atau benih mudah didapatkan dengan harga yang murah dan terjangkau oleh masyarakat.
8. Prioritas menggunakan vegetasi endemik atau lokal.
9. Keanekaragaman hayati.
Jenis tanaman endemik atau jenis tanaman lokal yang memiliki keunggulan tertentu (ekologis, sosial budaya, ekonomi, arsitektural) dalam wilayah kota menjadi bahan tanaman utama penciri ruang terbuka kota, yang selanjutnya akan dikembangkan guna mempertahankan keanekaragaman hayati daerah dan juga nasional.
72 Gambar 66. Jenis tanaman pada ruang gerak atau ruang terbuka yang harus disesuaikan
dengan perancangan.
(Sumber: www.pekanbaru.co)
2. Ruang Tinggal
Ruang Tinggal adalah ruang yang digunakan untuk tempat tinggal, tidur, duduk-duduk santai, istirahat, menunggu, menikmati pemandangan, dan sebagainya.
Ruang Tinggal sebaiknya dilengkapi dengan pohon-pohon peneduh, lampu-lampu penerangan, dan kalengkapan-kelengkapan lain sesuai dengan kepentingan yang dimaksudkan. Ruang tinggal dalam sebuah rumah tinggal selalu berhubungan dengan aktifitas manusia. Ruang tidak hanya indah dalam warna, bentuk, dan rupa, tetapi juga menunjang terbentuknya tingkah laku, pengorganisasi gaya hidup, dan dapat menggugah daya khayal, serta dapat menyumbangkan secara nyata untuk ketentraman, kesenangan, dan pertumbuhan manusia yang tinggal di situ, serta memperkenalkan kenikmatan pribadi, rasa aman, dan membuktikan bahwa ruang yang ada hubungannya
73 dengan kepribadian dapat menunjang lingkungan hidup di mana manusia tinggal menjadi lebih baik (Wardani, 2004: 42)