MODUL III KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH
(CAIRAN & ELEKTROLIT)
Di Susun Oleh Team
AKADEMI KEPERAWATAN GIRI SATRIA HUSADA
WONOGIRI
Nomor : : :
GSH/LSPMI/ FM 06.01 MODUL
Tanggal Terbit No. Revisi
25/11/2016 PEMBELAJARAN -
KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH Halaman : 1 dari 1
LEMBAR PENGESAHAN
PENANGGUNG JAWAB
TANG
PROSES TANDA GAL
NAMA JABATAN
TANGAN 1. PERUMUSAN
2. PEMERIKSAAN
NP. HANDONO , S.Kep., M.Kes.
YOHANES WN, S.Kep., Ns., M.Kes
KETUA LSPMI
BIODATA MAHASISWA
PAS FOTO
NAMA NIM
: ………...
:………...
ALAMAT NO TELP
: ………...
: ………...
AKADEMI KEPERAWATAN GIRI SATRIA HUSADA
WONOGIRI
2017
VISI
Menjadi Program Studi Penghasil Tenaga Perawat Vokasi Yang Profesional Di Era Global Dan Unggul Dalam Bidang Keahlian Keperawatan Dasar Di Tahun 2020
MISI
1. Menyelenggarakan pendidikan D3 Keperawatan dengan menggunakan kurikulum berbasis kompetensi,
2. Melaksanakan penelitian di bidang keperawatan dengan mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan,
3. Melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam bidang kesehatan yang terus menerus sebagai upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat yang optimal
4.
Mengembangkan sumber daya, sarana dan prasarana yang mendukung tercapainya suasana akademik yang kondusifKATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin` , segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya kepada kami sehingga buku Modul Keperawatan Jiwa ini dapat diterbitkan sebagai alat untuk membantu mahasiswa Akademi Keperawatan Giri Satria Husada Wonogiri dalam meningkatkan ketrampilan praktek pemenuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Kami menyadari bahwa Ilmu keperawatan berkembang sangat pesat dan modul keperawatan Medikal Bedah ini ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,dengan kerendahan hati kami mengharapkan pembaca/pengguna buku ini selalu menyesuaikan dengan perkembangan ilmu yang ada dengan selalu membaca berbagai buku lainya dan tidak selalu terpaku pada modul ini.
Saran dan masukan yang ditunjukan untuk penyempurnaan modul keperawatan Medikal Bedah ini sangat kami harapkan. Semoga buku panduan praktikum ini dapat bermanfaat dan membantu mahasiswa dalam proses pembelajaran.
Wonogiri, 25 Oktober 2017 Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI
BAB I - PENDAHULUAN BAB II - KEGIATAN BELAJAR 1. MENGHITUNG BALANCE CAIRAN 2. MEMASANG INFUS INTRAVENA 3. MONITOR CAIRAN INFUS
4. PERAWATAN INFUS 5. TRANFUSI DARAH
BAB III – PENUTUP
BAB I PENDAHULUAN
A. Pengertian
Tubuh manusia membutuhkan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran. Cairan dimasukkan melalui mulut, atau secara parenteraldan cairan meninggalkan tubuh dari saluran pencernaan, paru – paru, kulit, dan ginjal. Klien dari berbagai umur dapat mengalami kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan cairan, tetapi manusia yang paling muda dan paling tua memiliki resiko terbesar.
Dehidrasi dan edema mengindikasikan tidak terpenuhinya kebutuhan cairan.dehidrasi mungkin karena demam berlebihan atau berkepanjangan, muntah, diare, trauma,atau kondisi lainya yang menyebabkan kehilangan cairan dengan cepat.edema juga diikuti oleh gangguan elektrolitdan bisa muncul pada gangguan nutrisi, kardiovaskular, ginjal, kanker, traumatic, atau gangguan lain yang menyebabkan akumulasi cairan dengan cepat.
B. Organ – organ dan sistem – sistem yang berperan
1. Pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh diatur oleh ginjal, kulit paru, dan gastrointestinal.
a. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam mengatur kebutuhan cairan dan elektrolit. Hal ini terlibat pada fungsi ginjal, yaitu sebagai pengatur air, pengatur konsentrasi garam dalam dara, pengatur keseimbangan asam basa darah, dan ekskresi bahan buangan atau kelebihan garam.
Proses pengaturan kebutuhan kaseimbangan air ini diawali oleh kemampuan bagian ginjal, seperti glomerulus, dalam menyaring cairan. Rata-rata setiap satu liter darah mengandung 500 cc plasma yang mengalir melalui glomerulus, 10 persennya disaring keluar. Cairan yang tersaring (filtrat glomerulus), kemudian mengalir melaui tubuli renalis yang sel-selnya menyerap semua bahan yang dibutuhkan. Jumlah urine yang diproduksi ginjal dapat dipegruhi okleh ADH dan aldosteron rata-rata 1 ml/kg/bb/jam.
b. Paru – paru
Organ paru berperan mengeluarkan cairan dengan menghasilkan insensible water loss kurang lebih 400 ml/hari. Proses pengeluaran cairan terkait dengan respons akibat perubahan upaya kemampuan bernapas.
c. Kulit
Kulit merupakan bagian penting pengaturan cairan yang terkait dengan proses pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur panas yang disarafi oleh vaso motorik dengan kemampuan mengendalikan arteriol kutan dengan cara vasodilatasi dan vasokonstriksi. Proses pelepasan panas dapat dilakukan dengan cara penguapan panas. Jumlah keringat yang dikeluarkan tergantung pada banyaknya darah yang mengalir melalui pembuluh darah dalam kulit. Proses pelepasan panas lainnya dapat dilakukan melaui cara pemancaran panas keudara sekitar konduksi (yaitu, pengalihan panas kebenda yang disentuh), dan konveksi (yaitu, pengaliran udara panas kepermukaan yang lebih dingin).
Keringat merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat dibawah pengendalian saraf simpatis. Melalui kelenjar keringat ini suhu dapat diturunkan dengan jumlah air yang dapat dilepaskan, kurang lebih setengah liter sehari.
Perangsangan kelenjar keringat yang dihasilkan dapat diperoleh melalui aktivitas otot, suhu lingkungan , dan kondisi sushu tubuh yang panas.
d. Gastrotestinal
Gastrointestinal merupakan organ saluran pencernaan yang berperan dalam mengeluarkan cairan melalui proses penyerapan dan pengeluaran air. Dalam kondisi normal, cairan yang hilang dalam sistem ini sekitar 100-200 ml/hari.
2. Pengaturan keseimbangan cairan dapat melalui sistem endokrin, seperti sistem hormonal (anti diuretik hormon ADH), aldosteron, prostaglandin, glukokortikoid, dan mekanisme rasa haus.
a. Aldosteron
Hormon ini berfungsi sebagai absorbsi natrium yang disekresi kelenjar adrenal dan tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiostensin renin.
b. Prostaglandin
Prostaglandin merupakan asam lemak yang terdapat pada laringan yang berfungsi merespons radang, mengendalikan tekanan darah dan kontraksi utarus serta
mengatur pergerakan gastrointestul. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal.
c. ADH
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorbsi air sehinggadapat mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh hipotalamus di hipofisis posterior, yang mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel.
d. Glukokortikoid
Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reapsorpsi natrium dan air yang menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium.
e. Mekanisme Rasa Haus
Mekanisme rasa haus diatur dalam rangka memenuhi kebutuhan cairan dengan cara merangsang pelepasan renin yang dapat menimbulkan produksi angiotensin II sehingga merangsang hipotalamus untuk rasa haus.
C. Distribusi cairan dan elektrolit Distribusi cairan
Cairan tubuh didistribusi dalam dua kompartemen yang berbeda, yakni : cairan Ekstrasel (CES) dan cairan intrasel (CIS)
1. Cairan Ekstrasel (CES)
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total.
Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70 kg.
Cairan ekstrasel diklasifikasikan menjadi beberapa macam : a. Cairan Interstitial
Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11-12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa.
b. Cairan Intravaskular
Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet.
c. Cairan transeluler
Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.
2. Cairan intrasel (CIS)
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular.
D. Fungsi cairan tubuh :
Air merupakan bagian terbesar dari komposisi tubuh manusia. Hampir semua reaksi di dalam tubuh manusia memerlukan cairan. Agar metabolisme tubuh berjalan dengan baik, dibutuhkan masukan cairan setiap hari untuk menggantikan cairan yang hilang
Fungsi cairan tubuh antara lain:
1. Mengatur suhu tubuh
Bila kekurangan air, suhu tubuh akan menjadi panas dan naik.
2. Melancarkan peredaran darah
Jika tubuh kita kurang cairan, maka darah akan mengental. Hal ini disebabkan cairan dalam darah tersedot untuk kebutuhan dalam tubuh. Proses tersebut akan berpengaruh pada kinerja otak dan jantung.
3. Membuang racun dan sisa makanan
Tersedianya cairan tubuh yang cukup dapat membantu mengeluarkan racun dalam tubuh. Air membersihkan racun dalam tubuh melalui keringat, air seni, dan pernafasan.
Air sangat penting untuk mengatur struktur dan fungsi kulit. Kecukupan air dalam tubuh berguna untuk menjaga kelembaban, kelembutan, dan elastisitas kulit akibat pengaruh suhu udara dari luar tubuh.
5. Pencernaan
Peran air dalam proses pencernaan untuk mengangkut nutrisi dan oksigen melalui darah untuk segera dikirim ke sel-sel tubuh. Konsumsi air yang cukup akan membantu kerja sistem pencernaan di dalam usus besar karena gerakan usus menjadi lebih lancar, sehingga feses pun keluar dengan lancar.
6. Pernafasan
Paru-paru memerlukan air untuk pernafasan karena paru-paru harus basah dalam bekerja memasukkan oksigen ke sel tubuh dan memompa karbondioksida keluar tubuh. Hal ini dapat dilihat apabila kita menghembuskan nafas ke kaca, maka akan terlihat cairan berupa embun dari nafas yang dihembuskan pada kaca.
7. Sendi dan otot
Cairan tubuh melindungi dan melumasi gerakan pada sendi dan otot. Otot tubuh akan mengempis apabila tubuh kekurangan cairan. Oleh sebab itu, perlu minum air dengan cukup selama beraktivitas untuk meminimalisir resiko kejang otot dan kelelahan.
8. Pemulihan penyakit
Air mendukung proses pemulihan ketika sakit karena asupan air yang memadai berfungsi untuk menggantikan cairan tubuh yang terbuang.
E. Komposisi cairan tubuh
Cairan yang bersikulasi di seluruh tubuh di dalam ruang cairan intrasel dan ekstrasel mengandung elektrolit, mineral dan sel.
Elektrolit merupakan sebuah unsure atau senyawa yang jika melebur atau larut di dalam air atau pelarut lain akan pacah menjadi ion dan mampu membawa muatan listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion).
Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).
1. Ion positif ( kation )
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan
kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.
2. Ion negative ( anion )
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-).
Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.
1. Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135- 145mEq/liter.12 Kada natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
1) Left atrial stretch reseptor 2) Central baroreseptor 3) Renal afferent baroreseptor 4) Aldosterone (reabsorpsi di ginjal) 5) Atrial natriuretic facto
6) Sistem renin angiotensin 7) Sekresi ADH
8) Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)
Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine 100- 180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari
= 100mEq (6-15 gram NaCl).
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan
cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.
2. Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah- ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel. Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.
3. Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
4. Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
5. Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.
F. Proporsi cairan dan elektrolit tubuh
Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh, hampir 90% dari total berat badan tubuh. Sementara itu, sisanya merupakan bagian padat dari tubuh. Secara keseluruhan, kategori presentase cairan tubuh berdasarkan umur adalah : bayi baru lahir 75% dari total berat badan, pria dewasa 57% dari total berat badan, wanita dewasa 55% dari total berat badan, dan dewasa tua 45% dari
berat badan. Presentase cairan tubuh bervariasi, bergantung pada factor usia, lemak dalam tubuh, dan jenis kelamin. Jika lemak tubuh sedikit, maka cairan dalam tubuh pun lebih besar. Wanita dewasa mempunyai jumlah cairan tubuh lebih sedikit disbanding pria karena pada wanita dewasa jumlah lemak dalam tubuh lebih banyak disbanding pada pria.
Kebutuhan Air bardasarkan Umur dan Berat Badan : Kebutuhan Air
Umur 3 hari
Jumlah air dalam 24 jam 250-300
ml/kg berat badan 80-100 1 tahun
2 tahun 4 tahun 10 tahun 14 tahun 18 tahun dewasa
1150-1300 120-135
115-125 100-110 70-85 1350-1500
1600-1800 2000-2500
2200-2700 50-60
2200-2700 40-50
2400-2600 20-30
G. PENGATURAN VOLUME CAIRAN TUBUH
Keseimbangan cairan dalam tubuh dihitung dari keseimbangan antara jumlah cairan yang masuk dan jumlah cairan yang keluar.
1. Asupan
±1500 cc per hari pada orang dewasa. Hal ini juga dihubugkan dengan banyaknya asupan air melalui mulut. Asupan air melalui mulut dan pengeluaran air melalui ginjal mudah diukur, dan sering dilakukakan melalui kulit (berupa keringat) dan saluran pencernaan (berupa feses). Pengeluaran cairan dapat pula dikategorikan sebagai pengeluaran cairan yang tidak dapat diukur karena, khususnya pada pasien luka bakar atau luka besar lainnya, jumlah pengeluaran cairan (melalui penguapan) meningkat sehingga sulit untuk diukur. Pada kasus seperti ini, bila volume urine yang dikeluarkan kurang dari 500 cc per hari, diperlukan adanya perhatian khusus. Setipa 1 derajat celcius akam berpengaru pada output cairan
Pasien dengan ketidakadekuatan pengeluaran cairan memerlukan pengawasan asupan dan pengeluaran cairan secara khusus. Peningkatan jumlah dan kecepatan pernapasan, deman, keringat, dan diare dapat menyebabkan kehilangan cairan secara berlebihan adalah muntah secara terus menerus.
Hasil-hasil pengeluaran cairan adalah:
1) Urine
Pembentukan urine terjadi di ginjal dan dikeluarkan melalui vesika urinaria (kandung kemih). Proses ini merupakanproses pengeluaran cairan tubuh yang utama. Cairan dalam ginjal disaring pada glomerulus dan dalam tubulus ginjal untuk kemudian diserap kembali ke dalam aliran darah. Hasil ekskresi terakhir proses ini adalah urine. Jika terjadi penurunan volume dalam sirkulasi darah, reseptor atrium jantung kiri dan kanan akan mengirimkan impuls kembali nke ginjal dan memproduksi ADH sehingga memengaruhi pengeluaran urine.
2) Keringat
Keringat terbentuk bila tubuh menjadi panas akibat pengaruh suhu yang panas.
Keringat banyak mengandung garam, urea, asam laktat, dan ion kalium.
Banyaknya jumlah keringat yang keluar akan memengaruhi kadar natrium dalam plasma.
3) Feses
Feses yang keluar mengandung air dan sisanya berbentuk padat. Pengeluaran air melalui feses merupakan pengeluaran cairan yang paling sedikit jumlahnya. Jika cairan yang keluar melalui feses jumlahnya berlebihan,maka dapat mengakibatkan tubuh menjadi lemas. Jumlah rata-rata pengeluaran cairan melalui feese adalah 100 ml/hari.
H. Regulasi cairan dan elektrolit tubuh
Cairan tubuh tidak statis. Cairan dan elektrolit berpindah dari satu kompartemen ke kompartemen lain untuk memfasilitasi proses - proses yang terjadi dalam tubuh, seperti oksigenasi jaringan, respon terhadap penyakit, dan respon terhadap terapi obat. Cairan tubuh dan elektrolit berpindah melalui difusi, osmosis, transport aktif, atau filtrasi. Perpindahan tersebut bergantung pada permeabilitas membran sel atau kemampuan membran untuk ditembus cairan dan elektrolit.
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:
1. Difusi
Adalah proses ketika materi padat, partikel, seperti gula di dalam cairan, berpindah dari daerah berkonsentrasi tinggi ke daerah berkonsentrasi rendah,sehingga distribusi partikel dalam cairan menjadi merata.
2. Osmosis
Adalah perpindahan pelarut murni seperti air melalui membran semipermiabel yang berpindah dari larutan yang memiliki konsentrasi solute rendah ke tinggi.
Kecepatan osmosis bergantung pada konsentrasi solute di dalam larutan, suhu larutan, muatan listrik solute. Dan perbedaan antara tekanan osmosis yang dikeluarkan oleh larutan. Tekanan osmotik larutan disebut osmolalitas, suatu larutan yang osmolitasnya sama dengan plasma darah disebut isotonik
3. Filtrasi
Adalah suatu proses perpindahan air dan substansi yang dapat larut secara bersamaan sebagai respon terhadap adanya tekanan cairan. Proses ini bersifat aktif di dalam bantalan kapiler, tempat pembedahan hidrostatik tau gradient yang menentukan perpindahan air, elektrolit, dan substansi pelarut lain yang berada diantara cairan kapiler dan cairan intertisial.
4. Transpor aktif
Transpor aktif memerlukan aktifitas metabolik dan pengeluaran energy untuk menggerakkan materi guna menembus membran sel. Hal ini memungkinkan sel menerima molekul yang lebih besar dari sel tersebut , selain itu sel dapat menerima atau memindahkan molekul dari daerah berkonsentrasi rendah ke tinggi.
Proses regulasi cairan dan elektrolit dipengaruhi oleh beberapa faktor :
Proses difusi dan osmosis melibatkan adanya tekanan cairan. Proses osmotic juga menggunakan tekanan osmotic, yang merupakan kemampuan partikel pelarut untuk mebarik larutan melalui membrane.
Bila dua larutan dengan perbedaan konsentrasi dan larutan yang mempunyai konsentrasi lebih pekat molekulnya tidak dapat bergabung maka larutan tersebut disebut koloid. Sedangkan, larutan yang mempunyai kepekatan yang sama dan dapat bergabung disebut sebagai kristaloid. Sebagai contoh, larutan kristaloid adalah larutan garam, tetapi dapat menjadi koloid apabila protein bercampur dengan plasma. Secara normal, perpindahan cairan menembus membrane sel permeable tidak terjadi. Prinsip tekanan osmotic ini sangant penting dalam proses pemberian cairan intravena. Biasanya, larutan yang sering digunakan dalam pemberian infuse intravena bersifat isotonic karena mempunyai konsentrasi yang sama dengan plasma darah. Hal ini penting untuk mencegah perpindahan cairan dan elektrolit ke dalam intrasel. Larutan intravena bersifat hipotonik, yaitu larutan yang konsentrasinya kurang pekat disbanding konsentrasi plasma darah. Tekanan osmotic plasma akan lebih besar dibandingkan tekanan osmotik cairan interstisial karena konsentrasi protein dalam plasma dan molekul protein lebih besar disbanding cairan interstisial, sehingga membentuk larutan koloid dan sulit menembus membrane semipermiabel. Tekanan hidrostatik adalah kemampuan tiap molekul larutan yang bergerak dalam ruang tertutup. Hal ini penting guna mengatur keseimbangan cairan ekstra dan intrasel.
2) Membran
Membrane semipermiabel merupakan penyaring agar cairan yang bermolekul besar tidak bergabung. Membrane semipermiabel terdapat pada dinding kapiler pembuluh darah, yang terdapat di seluruh tubuh sehingga molekul atau zat lain tidak berpindah ke jaringan.
I. Variabel yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit
Kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh di pengaruhi oleh faktor – faktor : 1. usia.
Perbedaan usia menentukan luas permukaan tubuh serta aktivitas organ, sehingga dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan cairan dan elektrolit.
2. Temperatur.
Temperatur yang tinggi menyebabkan proses pengeluaran cairan melalui keringat cukup banyak, sehingga tubuh akan banyak kehilangan cairan.
3. Diet.
Apabila kekurangan nutrien, tubuh akan memecah cadangan makanan yang tersimpan di salamnya sehingga dalam tubuh terjadi pergerakan cairan dari interstisial, yang dapat berpengaruh pada jumlah pemenuhan kebutuhan cairan.
4. Stres.
Stres dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrulit melalui proses pemingkatan produksi ADH, karena proses ini dapat meningkatkan metabolisme sehingga mengakibatkan terjadinya glikolisis otot yang dapat menimbulkan retensi sodium dan air.
5. Sakit.
Pada keadaan sakit terdapat banyaksel yang rusak, sehingga untuk memperbaiki sel yang rusak tersebut di butuhkan adanya proses oemenuhan kebutuhan cairan yang cukup. Keadaan sakit menimbulkan ketidk seimbangan sistem dalam tubuh, seperti ketoidak seimbangan hormonal, yang dapat menggangu keseimbangan kebutuhan cairan.
J. Macam - macam cairan dan elektrolit a. Cairan nutrient
Pasien yang istirahat ditempat tidur memerlukan sebanyak 450 kalori setiap harinya. Cairan nutrien ( zat gizi ) melalui intravena dapat memenuhi kalori ini dalam bentuk karbohidrat, nitrogen, dan vitamin yang penting untuk metabolisme. Kalori yang terdapat dalam cairan nutrien dapat berkisar antara 200 – 1500 kalori per liter. Cairan nutrien terdiri atas :
1. Kabohidrat dan air, contoh; dexstrose (glukosa), levulose(fruktosa), invert
berfungsi meningkatkan volume pembulu darah setelah kehilangan darah atau
kondisi pendarahan berat, maka pemberian plasma akan mempertahankan jumlah volume darah. Pada pasien luka bakar berat, sejumlah besar cairan hilang dari pembulu darah di daerah luka. Plasma sangat perlu diberikan untuk menggantikan cairan ini. Jenis blood volume exspanders antara lain: human serum albumin dan dexstran dengan konsentrasi yang berbeda. Kedua cairan ini mempunyai tekanan osmotik, sehingga secara langsung dapat meningkatkan jumlah volume darah.
K. Kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh a. Hipovolume atau Dehidrasi
Kekurangan cairan external terjadi karena penurunan asupan cairan dan kelebihan pengeluaran cairan . tubuh akan merespons kekurangan cairan tubuh dengan menggosongkan cairan vaskuler. Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan intersetisial, tubuh akan mengalirkan cairan keluar sel. Pengosongan cairan ini pada pasien diare dan muntah. Ada 3 macam kekurangan volum cairan external, yaitu:
1. Dehidrasi isotonik, terjadi jika tubuh kehilangan sejumlah cairan dan elektrolit secara seimbang.
2. Dehidrasi hipertonik, terjadi jika tubuh kehilangan lebih banyak air dari pada elektrolit.
3. Dehidrasi hipotonik, terjadi jika tubuh kehilangan lebih banyak elektrolit dari pada air.
Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan menyebabkan volume ekstrasel berkurang (hipo volume) dan perubahan hematokrit. Pada keadaan ini, tidak terjadi perpindahan cairan daerah intrasal kepermukaan, sebab osmolaritasnya sama. Jika terjadi kekurangan cairan ekstrasel dalam waktu yang lama, kadar urea, nitrogen, dan kreatinin meningkat dan menyebabkan cairan intrasel kepembulu darah. Kekurangan cairan dalam tubuh dapat terjadi secara lambat atau cepat dan tidak selalu cepat diketahui. Kelebihan asupan pelarut seperti protein dan klorida/ natrium akan menyebabkan eskresi atau pengeluaran urin secara berlebihan serta berkeringat dalam waktu lama dan terus menerus. Hal ini dapat terjadi pada pasien yang mengalami hipotalamus, kelenjar gondok, ginjal, diare, muntah secara terus menerus, pemasangan drainase, dan lain – lain.
Macam dehidrasi berdasarkan derajatnya : 1) Dehidrasi berat, dengan ciri – ciri
a) Pengeluaran / kehilangan cairan sebanyak 4 – 6lt b) Serum natrium mencapai 159 – 166 mEq/lt c) Hipotensi
d) Turgor kulit buruk e) Oliguria
f) Nadi dan pernapasan meningkat
g) Kehilangan cairan mencapai > 10% BB 2) Dehidrasi sedang, dengan ciri –ciri :
a) Kehilangan cairan 2-4 lt atau antara 5-10% BB b) Serum natrium mencapai 152 – 158 mEq/lt c) Mata cekung
3) Dehidrasi ringan, dengan ciri – ciri kehilangan cairan mencapai 5% BB atau 1,5-2 lt
b. Hipervolume atau overhidrasi
Terdapat 2 hal yang ditimbulkan, yaitu hipervolume dan edema : 1. Hipervolume ( peningkatan volume darah )
2. Edema ( kelebihan cairan pada intertisial )
· Pitting edema
Merupakan edema yang berada pada darah perifer atau akan berbentuk cekung setelah ditekan di daerah yan bengkak, hal ini disebabkan oleh perpindahan cairan ke jaringan melalui titik tekan. Cairan dalam jaringan yang edema tidak digerakkan kepermukaan lain dengan penekanan jari
· Nonpitting edema
Tidak menunjukan tanda kelebihan cairan extrasel, tetap sering karena infeksi dan trauma yang menyebabkan membekunya pembukaan jaringan. Kelebihan cairan vaskular meningkatkan hidrostatik cairan dan akan menekan cairan kepermukaan interstisial.
· Edema anasarka
Merupakan edema yang terletak pada seluruh tubuh c. Kebutuhan elektrolit
Ø Komposisi
·
·
·
·
·
·
·
Natrium : 135-145mEq/lt : 3,5-5,3mEq/lt : 4-5mEq/lt Kalium
Kalsium
Magnesium : 1,5-2,5mEq/lt Klorida
Bikarbonat Fosfat
: 100-106 mEq/lt : 22-26mEq/lt : 2,5-4,5mg/100ml Ø Pengaturan
· Pengaturan keseimbangan natrium
Natrium merupakan kation dalam tubuh yang berfungsi mengatur osmolaritas dan volume cairan tubuh. Natrium paling banyak terdapat pada cairan ekstrasel. Pengaturan konsentrasi cairan ekstrasel di atur oleh ADH dan aldosteron. Aldosteron dihasilkan oleh korteks suprarenal dan berfungsi mempertahankan keseimbangan konsentrasi natrium dalam plasma dan prosesnya di bantu oleh ADH. ADH mengatur sejumlah air yang di serap kambali ke dalam ginjal dari tubulus renalis. Aldosteron juga mengatur keseimbangan jumlah natrium yang di serap kembali oleh darah. Natrim tidak hanya bergerak ke dalam atau keluar tubuh, tetapi juga mengatur keseimbangan cairan tubuh. Ekskresi dari natrium dapat dilakukan melalui ginjal atau sebagian kecil melalui feses, kringat, dan air mata.
· Pengturan Keseimbangan Kalium
Kalium merupakan kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam cairan intrasel dan berfungsi mengatur keseimbangan elektrolit. Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal dangan mekanisme perubahan ion natrium dalam tubulus ginjal dan sekresi aldosteron. Aldosteron juga berfungsi mengatur keseimbangan kadar kalium dalam plasma (cairan ekstrasel). System pengaturan keseimbangan kalium melalui tiga langkah, yaitu:
1.
peningkatan produksi aldosteron .
2. Peningkatan jumlah aldosteron akan mempengaruhi jumlah kalium yang dikeluarkan melalui ginjal.
3. Peningkatan pengeluaran kalium; konsentrasi kalium dalam cairan ekstrasel Peningkatan konsentrasi kalium dalam cairan ekstrasel yang menyebabkan
menurun
Kalium berpengaruh terhadap fungsi system pernafasan. Partikel penting dalam kalium berfungsi menghantar impuls listrik ke jantung, otot lain, jaringan paru, dan jaringan usus pencernan. Ekskresi kalium di lakukan melalui urine, sebagian melalui feses dan keringat.
· Pengaturan Keseimbangan Kalsium
Kalsium dalam tubuh berfungsi membentuk tulang, menghantar impuls kontraksi otot, koagulasi (pembekuan) darah, dan membantu beberapa enzim pancreas.
Kalsium diekskresi melalui urine dan keringat. Konsentrasi kalsium dalam tubuh di atur langsung oleh hormone paratiroid dalam reabsorpsi tulang. Jika kadar kalsium darah menurun, kelenjar paritorid akan merangsang pembentukan hormon paratiroid yang langsung meningkatkan jumlah kalsium dalam darah.
· Pengaturan Keseimbangan Klorida
Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel, tetapi tidak dapat ditemukan pada cairan ekstrasel dan intrasel. Fungsi klorida biasanya bersatu dengan natrium, yaitu mempertahankan keseimbangan tekanan osmosik dalam darah. Hipokloromia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar klorida dalam darah, sedangkan hiperkloromia merupakan kelebihan klor dalam darah.
Normalnya, kadar klorida dalam darah pada orang dewasa adalah 95-108 mEq/lt.
· Pengaturan Keseimbangan Magnesium
Magnesium merupakan kation dalam tubuh, merupakan yang terpenting kedua dalam cairan intrasel. Keseimbangannya di atur oleh kelenjar paratirioid.
Magnesium diabsorpsi dari saluran pencernaan. Magnesium diabsorpsi dari saluran pencernaan. Magnesium dalam tubuh di pengaruhi oleh konsentrasi kalsium. Hipomagnesium terjadi bila konsentrasi serum turun menjadi <1,5 mEq/ltd an hipermagnesium terjadi bila kadar magnesium serta serum meningkat menjadi .2,5 mEq/lt
· Pengaturan keseimbangan bikarbonat
Bikarbonat merupakan elektrolit utama larutan bufter (penyangga) dalam tubuh.
Pengaturan keseimbangan fosfat
·
Fosfat (PO4) bersama-sama dengan kalsium berfungsi membentuk gigi dan tulang. Posfat di serap dari asluran pencernaan dan di keluarkan melalui urine.
BAB II
KEGIATAN BELAJAR
A. Pengertian
Belajar adalah salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. (Anonimous, 2008).
Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman berulang-ulang dalam situasi itu”. Jadi setiap selesai kegiatan belajar maka akan terjadi tiga jenis perubahan yang diharapkan, yaitu: Perubahan tingkah laku, perubahan mengenai
pengetahuannya, perubahan mengenai keterampilannya. (Purwanto 1990: 84) Belajar adalah suatu perubahan prilaku atau pribadi seseorang berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu. (Syamsudin 1985: 70)
Belajar dan latihan memiliki persamaan, yaitu bahwa belajar dan latihan keduanya dapat menyebabkan perubahan/proses dalam tingkah laku, sikap dan pengetahuan. (Hidayat, 2009).
Laboratorium keperawatan merupakan laboratorium terpadu yang
merupakan tempat praktikum yang memberikan gambaran tentang hospital image sehingga bisa diakses oleh keperawatan maupun kedokteran, bahkan bila
mungkin bidang keilmuan yang lain.(Nazidah, 2011).
B. Tujuan Pembelajaran Praktik Laboratorium
1. Memahami, menguji dan menggunakan konsep-konsep utama dari program teoritis untuk ditetapkan pada praktik.
2. Mengembangkan ketrampilan teknikal, intelektual dan interpersonal, sebagai persiapan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
3. Menemukan prinsip-prinsip dan mengembangkan wawasan melalui latihan praktik yang bertujuan untuk menerapkan ilmu-ilmu dasar ke dalam praktik keperawatan.
4. Mempergunakan ketrampilan pemecahan masalah C. Kemampuan yang Diharapkan
1. Mahasiswa mampu memahami dan mempraktekkan kompetensi tindakan Menghitung Balance cairan
2. Mahasiswa mampu memahami dan mempraktekkan kompetensi tindakan Pemasangan infus intravena
3. Mahasiswa mampu memahami dan mempraktekkan kompetensi tindakan Monitor cairan infus
4. Mahasiswa mampu memahami dan mempraktekkan kompetensi tindakan Perawatan Infus
5. Mahasiswa mampu memahami dan mempraktekkan kompetensi tindakan Pemberian Enema
Pada bab ini mahasiswa akan belajar cara melaksanakan tindakan keperawatan sesuai prosedur yang ada pada masing-masing kegiatan belajar pertama hingga akhir. Setiap masing-masing kegiatan belajar dilengkapi dengan format penilaian praktikum.
Kegiatan belajar ini terdiri atas : a. Menghitung Balance Cairan b. Memasang Infus Intravena c. Monitor cairan infus d. Perawatan infus e. Tranfusi darah
KEGIATAN BELAJAR 1
MENGHITUNG BALANCE CAIRAN TUBUH
A. Pengertian
Penghitungan keseimbangan cairan adalah menghitung cairan tubuh yang masuk dan keluar dari tubuh.
Inteake / cairan masuk = Output / cairan keluar + IWL (Insensible Water Loss)
Intake / Cairan Masuk : mulai dari cairan infus, minum, kandungan cairan dalam makanan pasien, volume obat-obatan, termasuk obat suntik, obat yang di drip, albumin dll.
Output / Cairan keluar : urine dalam 24 jam, jika pasien dipasang kateter maka hitung dalam ukuran di urobag, jka tidak terpasang maka pasien harus menampung urinenya sendiri, biasanya ditampung di botol air mineral dengan ukuran 1,5 liter, kemudian feses.
IWL (insensible water loss(IWL) : jumlah cairan keluarnya tidak disadari dan sulit diitung, yaitu jumlah keringat, uap hawa nafa.
B. Tujuan
Mengetahui status cairan tubuh : 1. Mengetahui jumlah masukan cairan 2. Mengetahui keluaran cairan
3. Mengetahui balance cairan 4. Menentukan kebutuhan cairan C. Kebijakan
Pasien dengan kecenderungan gangguan regulasi cairan D. Petugas
Perawat E. Peralatan 1. Alat tulis
2. Gelas ukur urine/urine bag F. Prosedur Pelaksanaan A. Tahap PraInteraksi
1. Melakukan pengecekan program terapi 2. Mencuci tangan
B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam pasien dan sapa nama pasien 2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan C. Tahap Kerja
1. Menghitung in take oral (minum) 2. Menghitung in take oral (makan) 3. Menghitung in take parenteral 4. Menentukan cairan metabolisme 5. Menghitung out put urine 6. Menghitung out put feces
7. Menghitung out put abnormal (muntah, drain, perdarahan dll)
8. Menghitung out put IWL 9. Menghitung balance cairan D. Tahap Terminasi
1. Berpamitan dengan klien 2. Membereskan alat-alat 3. Mencuci tangan
4. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan
B. Cara Menghitung Balance Cairan :
Data 24 jam yang dipakai, dengan Rumus Balance Cairan : RUMUS IWL
IWL = (15 x BB ) : 24 jam
Cth: Tn.A BB 60kg dengan suhu tubuh 37⁰C (suhu normal) IWL = (15 x 60 ) : 24 jam = 37,5 cc/jam
*kalau dlm 24 jam —-> 37,5 x 24 = 900cc/24 jam
*Rumus IWL Kenaikan Suhu
[(10% x CM)x jumlah kenaikan suhu] + IWL normal 24 jam
Cth: Tn.A BB 60kg, suhu= 39⁰C, CM= 200cc IWL = [(10%x200)x(39 ⁰ C-37 ⁰ C)] + 37,5cc
24 jam
= (20×2) + 37,5cc
= 1,7 + 37,5 = 39cc/jam
*CM : Cairan Masuk
Menghitung balance cairan seseorang harus diperhatikan berbagai faktor, diantaranya Berat Badan dan Umur..karena penghitungannya antara usia anak dengan dewasa berbeda.
Menghitung balance cairanpun harus diperhatikan mana yang termasuk kelompok Intake cairan dan mana yang output cairan. Berdasarkan kutipan dari Iwasa M.
Kogoshi S (1995) Fluid Therapy do (PT. Otsuka Indonesia) penghitungan wajib per 24 jam bukan pershift.
C. Penghitungan Balance Cairan Untuk Dewasa Input cairan:
Air (makan+Minum) = ……cc Cairan Infus = ……cc
Therapi injeksi = ……cc
Air Metabolisme = ……cc (Hitung AM= 5 cc/kgBB/hari) Output cairan:
Urine Feses
= ……cc
= …....cc (kondisi normal 1 BAB feses = 100 cc) Muntah/perdarahan = …….cc
cairan drainage luka/ = …….cc cairan NGT terbuka = …...cc
IWL = …...cc (hitung IWL= 15 cc/kgBB/hari) (Insensible Water Loss)
Contoh Kasus:
Tn Y (35 tahun) , BB 60 Kg; dirawat dengan post op Laparatomi hari kedua..akibat appendix perforasi, Keadaan umum masih lemah, kesadaran composmentis..Vital sign TD: 110/70 mmHg; HR 88 x/menit; RR 20 x/menit, T 37 °C: masih dipuasakan, saat ini terpasang NGT terbuka cairan berwarna kuning kehijauan sebanyak 200 cc; pada daerah luka incici operasi terpasang drainage berwarna merah sebanyak 100 cc, Infus terpasang Dextrose 5% drip Antrain 1 ampul /kolf : 2000 cc/24 jam., terpasang catheter urine dengan jumlah urine 1700 cc, dan mendapat tranfusi WB 300 cc; mendapat antibiotik Cefat 2 x 1 gram yg didripkan dalam NaCl 50 cc setiap kali pemberian, Hitung balance cairan Tn Y!
Input Cairan:
Infus = 2000 cc Tranfusi WB = 300 cc Obat injeksi = 100 cc
AM = 300 cc (5 cc x 60 kg) +
———————————————
2700 cc
Output cairan:
Drainage = 100 cc 200 cc NGT
Urine IWL
=
= 1700 cc
= 900 cc (15 cc x 60 kg) +
———————————————- 2900 cc
Jadi Balance cairan Tn Y dalam 24 jam : Intake cairan – output cairan 2700 cc – 2900 cc
– 200 cc.
Bagaimana jika ada kenaikan suhu? maka untuk menghitung output terutama IWL gunakan rumus :
IWL + 200 (suhu tinggi – 36,8 .°C), nilai 36,8 °C adalah konstanta Andaikan suhu Tn Y adalah 38,5 °C, berapakah Balance cairannya?
berarti nilai IWl Tn Y= 900 + 200 (38,5 °C – 36,8 .°C)
= 900 + 200 (1,7)
= 900 + 340 cc
= 1240 cc
Masukkan nilai IWL kondisi suhu tinggi dalam penjumlahan kelompok Output : Drainage
NGT
=
=
100 cc 200 cc Urine
IWL
=
=
1700 cc 1240 cc +
————————–
3240 cc
Jadi Balance cairannya dalam kondisi suhu febris pada Tn Y adalah : 2700 cc – 3240 cc = -540 cc
Menghitung Balance cairan anak tergantung tahap umur, untuk menentukan Air Metabolisme, menurut Iwasa M, Kogoshi S dalam Fluid Tehrapy Bunko do (1995) dari PT. Otsuka Indonesia yaitu:
Usia Balita (1 – 3 tahun) Usia 5 – 7 tahun
: 8 cc/kgBB/hari : 8 – 8,5 cc/kgBB/hari
Usia 7 – 11 tahun Usia 12 – 14 tahun
: 6 – 7 cc/kgBB/hari : 5 – 6 cc/kgBB/hari
Untuk IWL (Insensible Water Loss) pada anak = (30 – usia anak dalam tahun) x cc/kgBB/hari
Jika anak mengompol menghitung urine 0,5 cc – 1 cc/kgBB/hari CONTOH :
An X (3 tahun) BB 14 Kg, dirawata hari ke dua dengan DBD, keluhan pasien menurut ibunya: “rewel, tidak nafsu makan; malas minum, badannya masih hangat; gusinya tadi malam berdarah” Berdasarkan pemeriksaan fisik didapat data: Keadaan umum terlihat lemah, kesadaran composmentis, TTV: HR 100 x/menit; T 37,3 °C; petechie di kedua tungkai kaki, Makan /24 jam hanya 6 sendok makan, Minum/24 jam 1000 cc; BAK/24 jam : 1000 cc, mendapat Infus Asering 1000 cc/24 jam. Hasil pemeriksaan lab Tr terakhir: 50.000. Hitunglah balance cairan anak ini!
Input cairan: Minum : 1000 cc Infus
AM
: 1000 cc
: 112 cc + (8 cc x 14 kg)
————————- 2112 cc
Out put cairan: Muntah : 100 cc Urin
IWL
: 1000 cc
: 378 cc + (30-3 tahun) x 14 kg
—————————–
1478 cc
Balance cairan = Intake cairan – Output Cairam 2112 cc – 1478 cc
+ 634 cc
Sekarang hitung balance cairannya jika suhu An x 39,8 °C !
yang perlu diperhatikan adalah penghitungan IWL pada kenaikan suhu gunakan rumus:
IWL + 200 ( Suhu Tinggi – 36,8 °C) 36,8 °C adalah konstanta.
IWL An X = 378 + 200 (39,8 °C – 36,8 °C) 378 + 200 (3)
378 + 600 978 cc
Maka output cairan An X = Muntah : 100 cc : 1000 cc
: 978 cc + Urin
IWL
————————- 2078 cc Jadi Balance cairannya = 2112 cc – 2078 cc
+ 34 cc.
FORMAT PENILAIAN PRAKTIKUM PERHITUNGAN BALANCE CAIRAN TUBUH Nama Mahasiswa
N.I.M
: : : Tingkat
Nilai
No. Aspek yang Dinilai Bobot
Ya Tidak
A. Fase Orientasi
Memberi salam 2
2 2 2 2 Memperkenalkan diri
Menjelaskan tujuan
Menjelaskan prosedur tindakan Menanyakan kesiapan pasien Fase Kerja
B.
Menimbang / menanyakan Berat badan Menghitung intake oral (minum) Menghitung intake oral (makan) Menghitung intake parenteral (infus) Menghitung output urine
5 5 5 5 5 5 Menghitung output feces
Menghitung output abnormal ( muntah, drain,
perdarahan) 5
Menghitung output IWL 20
20 Menghitung balance cairan
Fase Terminasi C.
D.
Melakukan evaluasi tindakan Menjelaskan rencana tindak lanjut Memberi Salam
2 2 2 3 Mendokumentasikan tindakan
Beberapa Aspek yang perlu diperhatikan
Ketelitian dalam melakukan tindakan 2
Melakukan komunikasi terapeutik selama tindakan berlangsung 2
Mengedepankan keamanan pasien dan diri sendiri 2
TOTAL 100
KEGIATAN BELAJAR 2
PEMASANGAN INFUS INTRA VENA
A. Pengertian
Terapi intravena adalah tindakan yang dilakukan dengan cara memasukkan cairan, elektrolit, obat intravena dan nutrisi parenteral ke dalam tubuh melalui intravena. Tindakan ini sering merupakan tindakan life saving seperti pada
kehilangan cairan yang banyak, dehidrasi dan syok, karena itu keberhasilan terapi dan cara pemberian yang aman diperlukan pengetahuan dasar tentang
keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa. Tindakan ini merupakan metode efektif dan efisien dalam memberikan suplai cairan ke dalam
kompartemen intravaskuler.
Terapi intravena dilakukan berdasarkan order dokter dan perawat bertanggung jawab dalam pemeliharaan terapi yang dilakukan. Pemilihan pemasangan terapi intravena didasarkan pada beberapa faktor, yaitu tujuan dan lamanya terapi, diagnosa pasien, usia, riwayat kesehatan dan kondisi vena pasien. Apabila pemberian terapi intravena dibutuhkan dan diprogramkan oleh dokter, maka perawat harus mengidentifikasi larutan yang benar, peralatan dan prosedur yang dibutuhkan serta mengatur dan mempertahankan sistem.
B. Tipe-tipe cairan
Cairan/larutan yang digunakan dalam terapi intravena berdasarkan osmolalitasnya dibagi menjadi:
Isotonik
Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas sama atau mendekati osmolalitas plasma. Cairan isotonik digunakan untuk mengganti volume ekstrasel, misalnya kelebihan cairan setelah muntah yang berlangsung lama. Cairan ini akan
meningkatkan volume ekstraseluler. Satu liter cairan isotonik akan menambah CES 1 liter. Tiga liter cairan isotonik diperlukan untuk mengganti 1 liter darah yang hilang.
Contoh: NaCl 0,9 % Ringer Laktat
Komponen-komponen darah (Alabumin 5 %, plasma) Dextrose 5 % dalam air (D5W)
Hipotonik
Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas lebih kecil daripada osmolalitas plasma. Tujuan cairan hipotonik adalah untuk menggantikan cairan seluler, dan menyediakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh. Pemberian cairan ini umumnya menyebabkan dilusi konsentrasi larutan plasma dan mendorong air masuk ke dalam sel untuk memperbaiki keseimbangan di intrasel dan ekstrasel, sel tersebut akan membesar atau membengkak. Perpindahan cairan terjadi dari kompartemen intravaskuler ke dalam sel. Cairan ini dikontraindikasikan untuk pasien dengan risiko peningkatan TIK. Pemberian cairan hipotonik yang berlebihan akan mengakibatkan:
1.Deplesi cairan intravaskuler 2.Penurunan tekanan darah 3.Edema seluler
4.Kerusakan sel
Karena larutan ini dapat menyebabkan komplikasi serius, klien harus dipantau dengan teliti.
Contoh: dextrose 2,5 % dalam NaCl 0,45 % NaCl 0,45 %
NaCl 0,2 % Hipertonik
Suatu cairan/larutan yang memiliki osmolalitas lebih tinggi daripada osmolaritas plasma. Pemberian larutan hipertonik yang cepat dapat menyebabkan kelebihan dalam sirkulasi dan dehidrasi. Perpindahan cairan dari sel ke intravaskuler, sehingga menyebabkan sel-selnya mengkerut. Cairan ini dikontraindikasikan untuk pasien dengan penyakit ginjal dan jantung serta pasien dengan dehidrasi.
Contoh: D 5% dalam saline 0,9 % D 5 % dalam RL
Dextrose 10 % dalam air Dextrose 20 % dalam air Albumin 25
Pembagian cairan/larutan berdasarkan tujuan penggunaannya:
Nutrient solution
Berisi karbohidrat ( dekstrose, glukosa, levulosa) dan air. Air untuk menyuplai kebutuhan air, sedangkan karbohidrat untuk kebutuhan kalori dan energi. Larutan ini diindikasikan untuk pencegahan dehidrasi dan ketosis.
Contoh: D5W
Dekstrose 5 % dalam 0,45 % sodium chloride Electrolyte solution
Berisi elekrolit, kation dan anion. Larutan ini sering digunakan untuk larutan hidrasi, mencegah dehidrasi dan koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Contoh: Normal Saline (NS)
Larutan ringer (sodium, Cl, potassium dan kalsium)
Ringer Laktat /RL (sodium, Cl, Potassium, Kalsium dan laktat) Alkalizing solution
Untuk menetralkan asidosis metabolik Contoh : Ringer Laktat /RL
Acidifying solution
Untuk menetralkan alkalosis metabolik Contoh : Dekstrose 5 % dalam NaCl 0,45 % NaCl 0,9 %
Blood volume expanders
Digunakan untuk meningkatkan volume darah karena kehilangan darah/plasma dalam jumlah besar. (misal: hemoragi, luka baker berat)
Contoh : Dekstran Plasma
Human Serum Albumin
Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:
Kristaloid
Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera.
Koloid
Ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah.
Contoh: albumin dan steroid.
C. Tujuan
Tujuan terapi intravena adalah:
1.Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat dipertahankan melalui oral.
2.Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit 3.Memperbaiki keseimbangan asam basa
4.Memberikan tranfusi darah
5.Menyediakan medium untuk pemberian obat intravena 6.Membantu pemberian nutrisi parenteral
D. Indikasi
1.Keadaan emergency (misal pada tindakan RJP), yang memungkinkan pemberian obat langsung ke dalam IV
2.Keadaan ingin mendapatkan respon yang cepat terhadap pemberian obat 3.Klien yang mendapat terapi obat dalam dosis besar secara terus-menerus melalui IV
4.Klien yang mendapat terapi obat yang tidak bisa diberikan melalui oral atau intramuskuler
5.Klien yang membutuhkan koreksi/pencegahan gangguan cairan dan elektrolit 6.Klien yang sakit akut atau kronis yang membutuhkan terapi cairan
7.Klien yang mendapatkan tranfusi darah
8.Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat) 9.Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko
dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.
E. Kontraindikasi
Infus dikontraindikasikan pada daerah:
1.Daerah yang memiliki tanda-tanda infeksi, infiltrasi atau trombosis 2.Daerah yang berwarna merah, kenyal, bengkak dan hangat saat disentuh 3.Vena di bawah infiltrasi vena sebelumnya atau di bawah area flebitis 4.Vena yang sklerotik atau bertrombus
5.Lengan dengan pirai arteriovena atau fistula
6.Lengan yang mengalami edema, infeksi, bekuan darah, atau kerusakan kulit 7.Lengan pada sisi yang mengalami mastektomi (aliran balik vena terganggu) 8.Lengan yang mengalami luka bakar
F. Macam-Macam Infus
Continous Infusion (Infus berlanjut) mengunakan alat control
Infus ini bisa diberikan secara tradisional melalui cairan yang digantung, dengan atau tanpa pengatur kecepatan aliran. Infus melalui intravena, intra arteri dan intra techal (spinal) dapat dilengkapi dengan menggunakan pompa khusus yang
ditanam maupun eksternal.
Keuntungan:
1.Mampu untuk menginfus cairan dalam jumlah besar dan kecil dengan akurat 2.Adanya alarm menandakan adanya masalah seperti adanya udara di selang infus atau adanya penyumbatan
3.Mengurangi waktu perawat untuk memastikan kecepatan aliran infus Kerugian:
1.Memerlukan selang khusus 2.Biaya lebih mahal
3.Pompa infus akan dilanjutkan untuk menginfus kecuali ada infiltrasi Syringe pump Infus pump
Intermittent Infusion (Infus sementara)
Infus ini dapat diberikan melalui “heparin lock”, “piggybag” untuk infus yang kontinyu, atau untuk terapi jangka panjang melalui perangkat infus .
Keuntungan :
2.Dosis obat yang lebih besar dapat diberikan dengan konsentrasi permililiter yang lebih rendah daripada yang dipraktikkan dengan metode dorongan IV.
Kerugian :
1.Kecepatan pemberian tidak dikontrol dengan teliti kecuali infus dipantau secara elektronik
2.Volume yang ditambahkan 50-100 ml cairan IV dapat menyebabkan kelebihan cairan pada beberapa pasien
G.Prinsip Gerontologis dan Pediatrik Pemberian Infus Pediatrik
1.Karena vena klien sangat rapuh, hindari tempat-tempat yang mudah digerakkan atau digeser dan gunakan alat pelindung sesuai kebutuhan (pasang spalk kalau perlu)
2.Pilih aktivitas sesuai usia yang sesuai dengan pemeliharaan infus IV
3.Vena-vena kulit kepala sangat mudah pecah dan memerlukan perlindunga agar tidak mudah mengalami infiltrasi (biasanya digunakan untuk neonatus dan bayi) 4.Selalu memilih tempat penusukan yang akan menimbulkan pembatasan yang minimal
5.Kebanyakan klien pediatrik biasanya menggunakan kateter/jarum ukuran 22 G- 24 G
Gerontik
1.Pada klien lansia, sedapat mungkin gunakan kateter/jarum dengan ukuran paling kecil (24-26). Ukuran kecil mengurangi trauma pada vena dan
memungkinkan aliran darah lebih lancar sehingga hemodilusi cairan intravena atau obat-obatan akan meningkat.
2.Hindari bagian punggung tangan atau lengan lansia yang dominan untuk tempat pungsi, karena akan mengganggu kemandirian lansia
3.Apabila kulit dan vena lansia rapuh, gunakan tekanan torniket yang minimal 4.Kestabilan vena menjadi hilang dan vena akan bergeser dari jarum (jaringan subkutan lansia hilang). Untuk menstabilkan vena, pasang traksi pada kulit di bawah tempat insersi
5.Penggunaan sudut 5 – 15 ° saat memasukkan jarum akan sangat bermanfaat karena vena lansia lebih superficial
6.Pada lansia yang memiliki kulit yang rapuh, cegah terjadinya perobekan kulit dengan meminimalkan jumlah pemakaian plester.
H. Komplikasi a. Komplikasi lokal 1.Flebitis
Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Kondisi ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang memerah dan hangat di sekitar daerah insersi/penusukan atau sepanjang vena, nyeri atau rasa lunak pada area insersi atau sepanjang vena, dan pembengkakan. Insiden flebitis meningkat sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena, komposisi cairan atau obat yang diinfuskan (terutama pH dan tonisitasnya, ukuran dan tempat kanula dimasukkan, pemasangan jalur IV yang tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme saat penusukan).
Intervensi :
Menghentikan IV dan memasang pada daerah lain Tinggikan ekstremitas
Memberikan kompres hangat dan basah di tempat yang terkena Pencegahan :
Gunakan tehnik aseptik selama pemasangan
Menggunakan ukuran kateter dan jarum yang sesuai dengan vena
Mempertimbangkan komposisi cairan dan medikasi ketika memilih area insersi Mengobservasi tempat insersi akan adanya kemungkinan komplikasi apapun setiap jam
Menempatkan kateter atau jarum dengan baik
Mengencerkan obat-obatan yang mengiritasi jika mungkin 2.Infiltrasi
Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di sekeliling tempat pungsi vena. Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya pembengkakan (akibat peningkatan cairan di jaringan), palor (disebabkan oleh sirkulasi yang menurun) di sekitar area insersi, ketidaknyamanan dan penurunan kecepatan aliran secara
tempat yang sama di ekstremitas yang berlawanan. Suatu cara yang lebih dipercaya untuk memastikan infiltrasi adalah dengan memasang torniket di atas atau di daerah proksimal dari tempat pemasangan infus dan mengencangkan torniket tersebut secukupnya untuk menghentikan aliran vena. Jika infus tetap menetes meskipun ada obstruksi vena, berarti terjadi infiltrasi.
Intervensi:
Menghentikan infus (infus IV seharusnya dimulai di tempat baru atau proksimal dari infiltrasi jika ekstremitas yang sama digunakan)
Meninggikan ekstremitas klien untuk mengurangi ketidaknyamanan (meningkatkan drainase vena dan membantu mengurangi edema)
Pemberian kompres hangat (meningkatkan sirkulasi dan mengurangi nyeri) Pencegahan:
Mengobservasi daerah pemasangan infus secara kontinyu Penggunaan kanula yang sesuai dengan vena
Minta klien untuk melaporkan jika ada nyeri dan bengkak pada area pemasangan infus
3.Iritasi vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada kulit di atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan dengan pH tinggi, pH rendah atau osmolaritas yang tinggi (misal: phenytoin, vancomycin, eritromycin, dan nafcillin)
Intervensi:
Turunkan aliran infus Pencegahan:
Encerkan obat sebelum diberikan
Jika terapi obat yang menyebabkan iritasi direncanakan dalam jangka waktu lama, sarankan dokter untuk memasang central IV.
4.Hematoma
Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan di sekitar area insersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya dinding vena yang berlawanan selama penusukan vena, jarum keluar vena, dan tekanan yang tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau kateter dilepaskan. Tanda dan gejala
hematoma yaitu ekimosis, pembengkakan segera pada tempat penusukan, dan kebocoran darah pada tempat penusukan.
Intervensi:
Melepaskan jarum atau kateter dan memberikan tekanan dengan kasa steril Memberikan kantong es selama 24 jam ke tempat penusukan dan kemudian memberikan kompres hangat untuk meningkatkan absorpsi darah
Mengkaji tempat penusukan
Memulai lagi uintuk memasang pada ekstremitas lain jika diindikasikan Pencegahan:
Memasukkan jarum secara hati-hati
Lepaskan torniket segera setelah insersi berhasil 5.Tromboflebitis
Tromboflebitis menggambarkan adanya bekuan ditambah peradangan dalam vena. Karakteristik tromboflebitis adalah adanya nyeri yang terlokalisasi,
kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar area insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena adanya rasa tidak nyaman dan
pembengkakan, kecepatan aliran yang tersendat, demam, malaise, dan leukositosis.
Intervensi:
Menghentikan IV
Memberikan kompres hangat Meninggikan ekstremitas
Memulai jalur IV di ekstremitas yang berlawanan Pencegahan:
Menghindarkan trauma pada vena pada saat IV dimasukkan Mengobservasi area insersi tiap jam
Mengecek tambahan pengobatan untuk kompabilitas 6.Trombosis
Trombosis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada vena, dan aliran infus berhenti. Trombosis disebabkan oleh injuri sel endotel dinding vena, pelekatan platelet.
Menghentikan IV
Memberikan kompres hangat
Perhatikan terapi IV yang diberikan (terutama yang berhubungan dengan infeksi, karena thrombus akan memberikan lingkungan yang istimewa/baik untuk
pertumbuhan bakteri) Pencegahan:
Menggunakan tehnik yang tepat untuk mengurangi injuri pada vena 7.Occlusion
Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika botol dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak nyaman pada area
pemasangan/insersi. Occlusion disebabkan oleh gangguan aliran IV, aliran balik darah ketika pasien berjalan, dan selang diklem terlalu lama.
Intervensi:
Bilas dengan injeksi cairan, jangan dipaksa jika tidak sukses Pencegahan:
Pemeliharaan aliran IV
Minta pasien untuk menekuk sikunya ketika berjalan (mengurangi risiko aliran darah balik)
Lakukan pembilasan segera setelah pemberian obat.
8.Spasme vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di sekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal. Spasme vena bisa disebabkan oleh pemberian darah atau cairan yang dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah mengiritasi vena dan aliran yang terlalu cepat.
Intervensi:
Berikan kompres hangat di sekitar area insersi Turunkan kecepatan aliran
Pencegahan:
Apabila akan memasukkan darah (missal PRC), buat hangat terlebih dahulu.
9.Reaksi vasovagal
Kondisi ini digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena, dingin,
berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan darah.. Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri atau kecemasan
Intervensi:
Turunkan kepala tempat tidur Anjurkan klien untuk nafas dalam Cek tanda-tanda vital (vital sign) Pencegahan:
Siapkan klien ketika akan mendapatkan terapi, sehingga bisa mengurangi kecemasan yang dialami
Gunakan anestesi lokal untuk mengurangi nyeri (untuk klien yang tidak tahan terhadap nyeri).
10. Kerusakan syaraf, tendon dan ligament
Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan kontraksi otot. Efek lambat yang bisa muncul adalah paralysis, mati rasa dan deformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik pemasangan yang tidak tepat sehingga menimbulkan injuri di sekitar syaraf, tendon dan ligament.
Intervensi:
Hentikan pemasangan infus Pencegahan:
Hindarkan pengulangan insersi pada tempat yang sama
Hindarkan memberikan penekanan yang berlebihan ketika mencari lokasi vena b. Komplikasi sistemik
1.Septikemia/bakteremia
Adanya susbtansi pirogenik baik dalam larutan infus atau alat pemberian dapat mencetuskan reaksi demam dan septikemia. Perawat dapat melihat kenaikan suhu tubuh secara mendadak segera setelah infus dimulai, sakit punggung, sakit
kepala, peningkatan nadi dan frekuensi pernafasan, mual dan muntah, diare, demam dan menggigil, malaise umum, dan jika parah bisa terjadi kollaps vaskuler. Penyebab septikemi adalah kontaminasi pada produk IV, kelalaian tehnik aseptik. Septikemi terutama terjadi pada klien yang mengalami penurunan imun.
Monitor tanda vital
Lakukan kultur kateter IV, selang atau larutan yang dicurigai.
Berikan medikasi jika diresepkan Pencegahan:
Gunakan tehnik steril pada saat pemasangan
Gantilah tempat insersi, dan cairan, sesuai ketentuan yang berlaku 2.Reaksi alergi
Kondisi ini ditandai dengan gatal, hidung dan mata berair, bronkospasme, wheezing, urtikaria, edema pada area insersi, reaksi anafilaktik (kemerahan, cemas, dingin, gatal, palpitasi, paresthesia, wheezing, kejang dan kardiak arrest).
Kondisi ini bisa disebabkan oleh allergen, misal karena medikasi.
Intervensi :
Jika reaksi terjadi, segera hentikan infus Pelihara jalan nafas
Berikan antihistamin steroid, antiinflamatori dan antipiretik jika diresepkan Jika diresepkan berikan epinefrin
Jika diresepkan berikan kortison Pencegahan:
Monitor pasien setiap 15 menit setelah mendapat terapi obat baru Kaji riwayat alergi klien
3.Overload sirkulasi
Membebani sistem sirkulasi dengan cairan intravena yang berlebihan akan
menyebabkan peningkatan tekanan darah dan tekanan vena sentral, dipsnea berat, dan sianosis. Tanda dan gejala tambahan termasuk batuk dan kelopak mata yang membengkak. Penyebab yang mungkin termasuk adalah infus larutan IV yang terlalu cepat atau penyakit hati, jantung dan ginjal. Hal ini juga mungkin bisa terjadi pada pasien dengan gangguan jantung yang disebut denga kelebihan beban sirkulasi.
Intervensi:
Tinggikan kepala tempat tidur
Pantau tanda-tanda vital setiap 30 menit sampai 1 jam sekali Jika diperlukan berikan oksigen
Mengkaji bunyi nafas
Jika diresepkan berikan furosemid Pencegahan:
Sering memantau tanda-tanda vital
Menggunakan pompa IV untuk menginfus
Melakukan pemantauan secara cermat terhadap semua infus 4.Embolisme udara
Emboli udara paling sering berkaitan dengan kanulasi vena-vena sentral.
Manifestasi klinis emboli udara adalah dipsnea dan sianosis, hipotensi, nadi yang lemah dan cepat, hilangnya kesadaran, nyeri dada, bahu, dan punggung bawah.
Intervensi :
Klem atau hentikan infus
Membaringkan pasien miring ke kiri dalaam posisi Trendelenburg Mengkaji tanda-tanda vital dan bunyi nafas
Memberikan oksigen Pencegahan:
Pastikan sepanjang selang IV telah bebas dari udara, baru memulai menyambungkan infus
Pastikan semua konektor tersambung dengan baik
I. Cara Pemilihan Daerah Infus
Banyak tempat bisa digunakan untuk terapi intravena, tetapi kemudahan akses dan potensi bahaya berbeda di antara tempat-tempat ini. Pertimbangan perawat dalam memilih vena adalah sebagai berikut:
Usia klien (usia dewasa biasanya menggunakan vena di lengan, sedangkan infant biasanya menggunakan vena di kepala dan kaki)
Lamanya pemasangan infus (terapi jangka panjang memerlukan pengukuran untuk memelihara vena)
Type larutan yang akan diberikan Kondisi vena klien
Kontraindikasi vena-vena tertentu yang tidak boleh dipungsi
gelisah)
Terapi IV sebelumnya (flebitis sebelumnya membuat vena menjadi tidak baik untuk digunakan)
Tempat insersi/pungsi vena yang umum digunakan adalah tangan dan lengan.
Namun vena-vena superfisial di kaki dapat digunakan jika klien dalam kondisi tidak memungkinkan dipasang di daerah tangan. Apabila memungkinkan, semua klien sebaiknya menggunakan ekstremitas yang tidak dominan.
Berikut ini adalah gambar tempat yang bisa dipasang infus:
Panduan singkat pemilihan vena:
Gunakan vena distal lengan untuk pilihan pertama Jika memungkinkan pilih lengan non dominan Pilih vena-vena di atas area fleksi
Gunakan vena kaki jika vena lengan tidak dapat diakses
Pilih vena yang mudah diraba, vena yang besar dan yang memungkinkan aliran cairan adequat
Pastikan bahwa lokasi yang dipilih tidak akan mengganggu aktivitas sehari-hari pasien
Pilih lokasi yang tidak mempengaruhi pembedahan atau prosedur-prosedur yang direncanakan
Tips untuk vena yang sulit:
Pasien gemuk, tidak dapat mempalpasi atau melihat vena---buat citra visual dari anatomi vena, pilih kateter yang lebih panjang
Kulit dan vena mudah pecah, infiltrasi terjadi setelah penusukan---gunakan tekanan torniket yang minimal
Vena bergerak ketika ditusuk---fiksasi vena menggunakan ibu jari ketika melakukan penusukan
Pasien dalam keadaan syok atau mempunyai aliran balik vena minimal----biarkan torniket terpasang untuk meningkatkan distensi vena, gunakan kateter no. 18 atau 16.
Hindari menggunakan vena berikut:
Vena pada area fleksi (misal:fossa ante cubiti)
Vena yang rusak karena insersi sebelumnya (misal karena flebitis, infiltrasi atau
sklerosis)
Vena yang nyeri palpasi
Vena yang tidak stabil, mudah bergerak ketika jarum dimasukkan Vena yang mudah pecah
Vena yang berbelok-belok
Vena dorsal yang rapuh pada klien lansia dan pembuluh darah pada ekstremitas dengan gangguan sirkulasi (misal pada mastektomi, graft dialysis atau paralysis) Cara memunculkan vena:
Mengurut ekstremitas dari distal ke proksimal di bawah tempat pungsi vena yang dituju
Minta klien menggenggam dan membuka genggaman secara bergantian Ketuk ringan di atas vena
Gunakan torniket sedikitnya 5-15 cm di atas tempat yang akan diinsersi, kencangkan torniket
Berikan kompres hangat pada ekstremitas selama beberapa menit (misal dengan waslap hangat)
Contoh: 3000 ml diinfuskan dalam 24 jam, maka jumlah milliliter perjamnya adalah sebagai berikut:
3000 / 24 = 125 ml/h Tetes per menit
Contoh: 1000 ml dalam 8 jam, faktor tetesan 20 1000 x 20 / 8 x 60 = 41 tpm (tetes per menit) Faktor yang mempengaruhi tetesan infus:
Posisi lengan
Posisi lengan klien terkadang bisa menurunkan aliran infus. Sedikit pronasi, supinasi, ekstensi atau elevasi lengan dengan bantal dapat meningkatkan aliran.
Posisi dan kepatenan selang infus (aliran berbanding langsung dengan diameter selang)
Aliran akan lebih cepat melalui kanula dengan diameter besar, berlawanan dengan kanul kecil.
Posisi botol infus
Menaikkan ketinggian wadah infus dapat memperbaiki aliran yang tersendat- sendat (aliran berbanding langsung dengan ketinggian bejana cairan).
Larutan/cairan yang dialirkan (aliran berbanding terbalik dengan viskositas cairan)
Larutan intravena yang kental, seperti darah, membutuhkan kanula yang lebih besar dibandingkan dengan air atau larutan salin.
Panjang selang (aliran berbanding terbalik dengan panjang selang) Menambah panjang selang pada jalur IV akan menurunkan aliran.
K. Hal-hal yang perlu diperhatikan Sebelum pemberian obat 1.Pastikan bahwa obat sesuai dengan anjuran
2.Periksa larutan/cairan sebelum dimasukkan (masa kadaluarsa, keutuhan botol, ada bagian yang bocor atau tidak)
3.Hindarkan memasang infus pada daerah-daerah yang infeksi, vena yang telah