• Tidak ada hasil yang ditemukan

Chasing you 6: Kayla

N/A
N/A
Erika Tri Yeni 31

Academic year: 2023

Membagikan "Chasing you 6: Kayla"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Kayla tersenyum saat Gio mulai bercerita mengenai sesuatu yang dia anggap lucu. Mereka berjalan menuju kelas diselingi dengan obrolan ringan, Gio tampak semangat saat bercerita dengan Kayla terlihat dari tangannya mulai bergerak-gerak untuk memperagakan ceritanya.

“Eh, tapi lo jadikan ikut gue sama Rina ke toko buku? Gue janji bakalan traktir makan, deh.”

Kayla memberhentikan langkah kakinya, lalu menarik Gio untuk mendekat ke arahnya. Ia hendak berbisik. Gio mendekat dan tampak serius mendengar bisikan Kayla kepadanya.

Tanpa mereka sadari, Arsen menatap kedekatan mereka dengan tatapan dinginnya. Terlihat Arsen baru saja sampai di sekolah, rambutnya sedikit berantakan, jam kulit hitam di

pergelangan tangannya, dan dasinya masih tergantung di leher seragamnya tanpa dipasang. Ia tidak jauh dari Kayla dan Gio.

Arsen menyembunyikan kepalan kedua tangannya ke dalam saku celana sekolahnya. “Bisa jangan berhenti di tengah-tengah?” Arsen membuka suara beratnya yang sedikit tinggi.

Kayla seketika terkejut, ia pun memutar badannya ke arah sumber suara yang mengagetkannya. Begitupun dengan Gio yang sedikit terkejut mendengar suara itu.

Arsen menatap tidak suka dengan kedekatan mereka, alisnya sedikit tertaut. “Jangan halangi jalan orang,” lanjut Arsen dengan tatapannya ke arah Kayla.

Kayla menarik tangan Gio untuk berpindah ke arahnya, mereka membuka jalan untuk Arsen.

Sorry,” balas Gio dengan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Arsen melihat tangan Kayla yang menggenggam erat jari jemari Gio, kembali ia arahkan tatapannya ke arah Kayla yang sama sekali tidak menatapnya. “Kayla nggak masuk ke kelas?”tanya Arsen dengan tatapan tajamnya ke arah Kayla.

“Sama Gio barengan,” balas Kayla dengan senyuman manisnya kepada Gio. Arsen yang mendengar balasan Kayla dengan senyuman itu kepada Gio membuat Arsen semakin kesal, ia menarik dasinya dengan kasar sembari berjalan terlebih dahulu, emosinya sudah tidak bisa ia tahan lagi.

Gio melihat Arsen pergi pun mulai menghembuskan napasnya, ia menatap Kayla yang tertawa puas. “Gila ya, lo! Gue hampir ditonjok sama kak Arsen, anjir!” gumam Gio yang sedikit ketakutan.

Kayla menepuk lembut kepala Gio, lalu melingkarkan tangannya di lengan Gio. “Seperti yang gue bisikin tadi. Gue memang sengaja buat dia nggak betah gitu. Kalau bisa sampai muak dan nggak usah ajak komunikasi gue. Malas gue berurusan dengan cewenya, ngajak ribut mulu sama gue.”

Gio menggelengkan kepalanya pelan, “mana gue dijadiin tumbal pula. Masalah..masalah siapa, yang kena siapa! Bego!” Dan Gio berjalan bersama Kayla dengan tawa Kayla yang terdengar puas.

**

“Gio masuk ekskul apa, Don?” tanya Arsen yang tengah melihat Gio berjalan dengan Kayla dan Rina.

(2)

Doni yang tengah sibuk melakukan pemanasan pun berpikir sebentar, “hmm… kalau nggak salah, GUE NGGAK KENAL GIO! Nanya tiba-tiba, kayak gue kenal seluruh anak sekolah aja,” balas Doni sembari melakukan pemanasan.

“Gue serius. Dia ekskul apa?” Doni sedikit merinding saat suara dalam Arsen terdengar seperti menelan emosi yang besar.

Doni mengalihkan pandangannya ke arah tatapan Arsen, baru ia paham siapa yang dimaksud Arsen. “Basket, dia anak basket.”

Arsen mengeluarkan ponselnya, ia menekan cepat layar ponselnya, lalu mulai melakukan panggilan masuk.

“Ini gue, Arsen.” Dio memperhatikan Arsen masih menatap tiga orang itu ke arah kantin.

Kenapa, Ar?”

“Dianggota lo ada namanya Gio?” tanya Arsen dengan nada suaranya yang rendah. Tapi rahangnya terlihat mengeras.

Oh, ada. Gio anak kelas X IPA 1. Sekelas itu sama adik lo, Kayla. Kenapa memangnya?”

“Kalian sore ini ada latihan, ‘kan?” Doni sedikit mengernyitkan dahinya saat Arsen semakin terlihat sedang menahan mati-matian emosinya.

“Kalau gue bilang ada, emang lo mau ikut? Gue udah sering nawarin buat jadi anggota inti basket, lo selalu nolak.”

Arsen menyunggingkan senyum smirk-nya. “Kali ini gue ikut. Sisakan satu posisi untuk gue.”

“Posisi akan selalu ada untuk lo, Ar. Gue tunggu kedatangan lo.

Dan Arsen mematikan panggilan itu dengan cepat. Ia kini mengalihkan tatapannya ke arah Doni yang berada di sampingnya. “Gue hari ini gabung dulu ke basket. Lo bilang ke Juan, besok dimulai latihannya lagi.”

Lalu Arsen sedikit berlari menuju kelas dengan meninggalkan Doni yang terlihat heran,

“tumben banget Arsen badmood gitu. Apa berantam sama Sheila?”

**

“Kay! Kenapa tiba-tiba kak Arsen jadi anggota basket?” tanya Gio yang membolakan kedua matanya saat melihat Arsen berada di tengah lapangan dengan kaos putih dan celana basket, laki-laki itu tengah berbicara pada kapten basket sekolahnya ini.

Kayla yang tengah memakan permen tangkainya pun seketika mengernyitkan dahinya. Ia melihat Arsen tampak berbicara dengan seorang laki-laki yang tampak siap untuk berlatih.

“Itu mungkin lagi ngobrol doang. Nggak usah panik, Gio!” gumam Kayla yang kembali menikmatii permen tangkainya.

Gio menyipit tajam ke arah Kayla, gadis itu pun memutar kedua bola matanya dengan

malas.”Gi, lo tahu, ‘kan kalau dia itu tim inti sepak bola sekolah kita? Ya, nggak mungkin dia

(3)

jadi anggota basket. Mikir tuh panjang, jangan pendek kayak umur lo,” ucap Kayla sembari menjambak singkat rambut Gio.

Gio seketika membalasnya dengan mencubit pipi Kayla yang terlihat menggembung karna permen itu. “Lo kalau ngomong nggak bisa diajak damai, ya!” omel Gio dengan cepat.

Kayla mengusap pipinya dengan mengerucutkan bibirnya. “Ya, lagian lo-nya panikan.” Balas Kayla dengan kesal.

Gio berdecak kecil sembari menatap Arsen yang masih terlihat mengobrol. “Gimana gue nggak panik? Kapten gue tuh udah lama undang kak Arsen buat masuk ke tim basket. Tapi, kak Arsen gak pernah mau. Ini tiba-tiba dia udah pakai baju gituan! Siapa yang nggak panik?!” jelas Gio dengan sedikit gusar.

Kayla mengeluarkan permen tangkainya dari hisapan mulutnya, ia menyipitkan kedua matanya memandang Arsen. “Kalau pun dia benar-benar masuk basket, gue bakalan neraktir lo selama 2 hari ke depan. Janji seorang perempuan tangguh!” Ucap Kayla dengan percaya dirinya.

Gio menggelengkan kepalanya dengan pasrah, ia menundukkan kepalanya dengan lemah.

Energinya terpakai untuk hari ini, sebentar lagi dirinya akan menjadi abu. “Kalau gue ada salah, tolong ikhlasin dan maafin. Jangan rindukan gue, dan tolong hapus history di hp gue.

Terima kasih,” gumam Gio seperti orang sekarat.

Kayla berdecak kecil, ia kembali memasukkan ke dalam mulutnya permen tangkai itu lalu membawa kepala Gio ke bahunya, kemudian menepuk kepala Gio dengan tangannya yang kecil. “Dengan senang hati, Gio,” balas Kayla dengan tegas.

Gio hanya menghembuskan napasnya dengan pasrah. “Dengan lo giniin gue, bentar lagi pala gue jadi pengganti bola basket.”

Kayla tertawa geli saat mendengar ucapan pasrah Gio. Tertawa Kayla dengan suaranya yang sedikit besar membuat Arsen seketika menghentikan obrolannya, pandangannya otomatis teralihkan melihat kepala Gio dibelai Kayla, bahkan Gio menjatuhkan kepalanya di bahu Kayla.

Arsen mengepalkan tangannya tanpa ia sadari, tatapan tajamnya seakan mengisyaratkan emosinya yang memang tidak dapat dikendalikan.

“Ar,” panggil Bian – si kapten basket- itu sembari menepuk bahu Arsen.

“Gue mau lawan anak kelas X. One by one,” balas Arsen yang kini sudah mengalihkan pandangannya ke arah Bian. Bian melihat tatapan dingin itu dari Arsen. Entah kenapa, tatapan itu membuat Bian sedikit takut.

“Gue yang nentuin lawan lo atau—”

“Gue mau lawan Gio.” Potong Arsen dengan suara beratnya yang terdengar ngeri.

Bian tampak tidak memiliki keahlian lagi untuk memberikan alasan,”fine. Skor cukup sampai 9. Lebih dari itu, gue bakalan bubarkan.”

(4)

Arsen menyisirkan rambutnya ke belakang dengan jari-jari tangannya.”Selama latihan berlangsung, jangan ganggu gue.” Dan Arsen pergi meninggalkan Bian untuk

mempersiapkan dirinya.

**

“Oke, untuk kali ini kita akan one by one dengan senior kalian. Daftar lawan sudah ada, peraturannya tetap sama, kita hanya satu babak saja, one point dihitung 3 jadi jika sudah 9, maka permainan selesai. Paham?”

“Paham, kak.”

Bian pun mulai membaca nama pertandingan awal mereka. “Gio melawan Arsen.”

Gio yang tengah dalam barisan pun terkejut kembali, dia bertanding melawan Arsen. Gio sedikit melirik ke arah belakangnya. Terlihat juga Kayla yang menyemangatinya dengan kedua tangannya ke atas.

“Mati gue. Mana dia jago lagi mainnya,” bisik Gio kepada dirinya sendiri. Gio mulai berjalan keluar dari barisan, ia maju ke depan barisan dan menatap Arsen yang terlihat siap untuk melawan dirinya.

“Oke, Arsen kepala, Gio ekor. Gue lempar koinnya,” dan Bian melemparkan koinnya ke atas, lalu menangkapnya kembali. Kedua tangannya yang menutup koin itu terbuka dan terlihat gambar ekor.

“Dimulai dari Gio. Ready?” Bian pun meniup peluitnya. Gio mulai men-dribel bolanya menuju keranjang basket Arsen.

Gio terlihat tengah menghindari kejaran Arsen yang begitu lihainya, bahkan belum setengah larinya ia ke keranjang basket itu, bolanya sudah beralih ke Arsen. Ia melihat Arsen

membawa bola itu ke arah keranjang basketnya. Gio dengan cepat menghalangi Arsen untuk mencetak point, tetapi Arsen dengan kuat menyenggol Gio agar tidak menghalangi jalan.

Gio meringis sakit, tetapi ia tahan, ia kembali menahan Arsen bahkan membawa bola itu kembali kepadanya. Arsen yang hendak melakukan lemparan ke arah keranjang Gio

membuatnya kembali tertahan. Arsen kini menatap Gio yang terlihat berusaha untuk menang darinya.

Gio mencoba merebut bola itu, tetapi Arsen dengan kasar mendorong Gio hingga Gio terjatuh sedikit keras ke lapangan basket itu. Gio meringis sakit saat dorongan keras itu

menjatuhkannya.

Peluit pun berbunyi, Bian memberi peringatan kepada Arsen. Arsen mengangkat kedua tangannya ke atas dengan rambutnya yang sedikit berantakan akibat bermain basket itu.

“Masih bisa main, Gi?” tanya Bian sembari membantu Gio untuk bangkit berdiri. Gio meringis sembari berdiri dibantu oleh Bian. Arsen mengacak rambut belakangnya dengan kasar, lalu berkacak pinggang satu dengan tatapan datarnya.

Gio tahu ini akan terjadi padanya, ia melirik Arsen yang terlihat tidak peduli lalu menatap yang berada di pinggir lapangan itu tengah berjalan ke lapangan ini. Gio menyunggingkan senyuman kecil, ia tahu bagaimana cara membuat Arsen berhenti bermain.

(5)

“Ada apa? Butuh gue? Gue anak PMR.” Kehadiran Kayla bagaikan malaikat penolong Gio untuk sementara ini. Gio berpura-pura merasakan sakit di bagian perutnya.

“Kayla, Gio sakit banget perutnya,” adu Gio seperti anak kecil kehilangan barang kesayangannya. Kayla menatap Gio yang mengedipkan satu matanya ke arah dirinya, ia sekarang paham.

“Gio sakit? Untung Kayla cepat datang. Ayo, Kayla obatin.” Kayla membuka kedua tangannya ke arah Gio, seakan-akan memberikan pelukan kepada Gio.

Arsen yang melihat Kayla yang terlihat memanjakan Gio membuatnya semakin panas. Kayla tidak pernah seperti itu kepadanya. Bahkan Kayla seakan-akan hendak memberikan pelukan kepada Gio.

“Kenapa tiba-tiba ada PMR? Emang latihan selalu ada PMR gini? Padahal baru mulai main,”

ucap Arsen dengan rasa marah yang ia pendam sejak semalam.

Bian hendak menjawab, tiba-tiba dipotong oleh Kayla. “Emang kenapa kalau ada anak PMR di sini? Lagian Gio-nya Kayla kesakitan gitu, masa dibiarin? Udah nggak punya

perikemanusiaan lagi?” jawab Kayla dengan tatapan ke arah Arsen.

“Gio-nya Kayla?” ulang Arsen dengan tatapan emosinya ke arah Kayla.

Bian menghela napasnya, sekarang ia tahu mengapa Arsen hari ini terlihat menakutkan. “Ar, kayaknya lo—” kembali ucapan Bian dipotong saat melihat Arsen mendekat ke arah Kayla dengan rahangnya mengeras.

“Mas nggak suka Kayla seperti ini. Sejak kapan Kayla mulai genit sama cowok? Gio-nya Kayla? Kenapa jadinya Gio punya Kayla? Kayla sadar gak sih kalau Kayla masih kecil?”

ucap Arsen dengan rahangnya mengeras. Arsen begitu dekat dengan Kayla, tatapan emosi Arsen begitu jelas terasa dan terbaca,

Kayla menatap Arsen dengan tidak suka, ia pun menarik Gio agar keluar dari lapangan ini.

“Gio, kalau lo pergi sebelum permainan selesai, gue akan ganti posisi lo sebagai pemain inti di basket. Sampai tamat pun di sekolah, lo nggak bakalan bisa main basket di sini.”

Peringatan Arsen membuat Kayla berhenti melangkah.

Kayla melepaskan tarikannya kepada Gio, ia kini menatap penuh Arsen. “Oh, baguslah! Biar Gio ikut sama Kayla terus. Terima kasih atas kesempatannya!” Dan Kayla kini benar-benar mengajak Gio pergi dari lapangan.

Bian yang melihat pertengkaran itu pun sedikit mundur dari posisinya, ia melihat Arsen memantulkan bola basket itu ke lapangan dengan emosinya. Para anggota basket yang sejak tadi berada di luar lapangan pun hanya berbicara heboh.

Arsen pergi meninggalkan lapangan basket dengan emosinya yang meluap.

**

Bersambung

(6)

Referensi

Dokumen terkait

The World Health Organization WHO recommends exclusive breastfeeding for the first 6 months of life, and continuing for 2, or more years while introducing appropriate complimentary

“Kayak nya gue harus punya pacar juga deh, biar gue aman dari kak Sheila,” gumam Kayla dengan pelan Kayla pun berdiri dari duduknya dan bergabung dengan seniornya yang lain, Arsen