• Tidak ada hasil yang ditemukan

CORAK PENAFSIRAN TASAWUF HAMKA (Studi Penafsiran Ayat Tasawuf dalam Tafsir Al-Azhar) TAHUN 2019/2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "CORAK PENAFSIRAN TASAWUF HAMKA (Studi Penafsiran Ayat Tasawuf dalam Tafsir Al-Azhar) TAHUN 2019/2020"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

89

CORAK PENAFSIRAN TASAWUF HAMKA (Studi Penafsiran Ayat Tasawuf dalam Tafsir Al-Azhar) TAHUN 2019/2020

Abdul Hadi

Fakultas Studi Islam, Universitas Islam Kalimantan E-mail: uniskaabdulhadi @gmail.com

ABSTRAK

Abdul Hadi ,Kajian keilmuan islam khususnya dibidang tafsir semakin berkembang seiring dengan kehidupan yang moderen, kajian ilmu tasawuf menjadi salah satu kajian ilmu yang diminati sebagian umat islam namun ada juga sebagian orang yang tidak merespon baik atas disiplin ilmu ini, bahkan mereka sampai menuduh bahwa tasawuf adalah salah satu penyebab kemunduran umat islam dijaman moderen ini karena membuat umat islam menjadi tertinggal dibidang keilmuan moderen karena hanya berfikir kebaikan untuk dirinya sendiri, namun diasamping doktrin itu muncul ulama tafsir indonesia bernama Hamka yang memberikan pemahaman kajian tasawuf yang berbeda yang dijelaskan dalam tafsirnya al- Azhar yang relevan dan cocok di amalkan pada masa moderen ini. Fokus masalah dari penelitian ini adalah apa corak penafsiran tasawuf Hamka ? dan bagaimana relevansi tasawuf Hamka dengan realita kehidupan sekarang ? Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research), dengan menggunakan data primer yaitu ayat al-Qur’an dan tafsir al-Azhar mengenai ayat tentang tasawuf, data skunder adalah buku-buku dan artikel lain yang terkait dengan pembahasan mengenai ayat tasawuf . Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan maudhū’ī atau tematik. Setelah data-data terkumpul kemudian dianalisis secara content analysis dengan variable utama “Ayat Tasawuf dalam al-Qur’an yang ada dalam tafsir al-azhar yang terdapat dalam tafsir al-Azhar.

Adapun langkah pokok analisis data dalam penelitian ini diawali dengan inventarisasi teks berupa ayat, mengkaji teks, melihat historis ayat dan melihat hadits selanjutnya diinterpretasikan secara objektif dan dituangkan secara deskriptif dan ditarik beberapa kesimpulan secara deduktif dengan mengacu kepada masalah yang telah dirumuskan.

Berdasarkan fokus masalah dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa. Corak penafsiran tasawuf hamka adalah tasawuf bercorak Isyari, yaitu tasawuf yang berdasarkan kaidah ilmiah yang nyata dan realistis serta pentakwilan ayat- ayat Al- Qur’an tafsir isyari adalah Al-Qur’an mencakup apa yang zhahir dan batin. Makna zhahir adalah teks ayat Qur’an sedangkan makna batinnya adalah makna isyarat yang ada dibalik makna tersebut, dan tidak berdasarkan kajian-kajian mistis yang dibangun atas dasar riyadhah ruhiyyah, atau latihan-latihan spiritual dengan petunjuk melalui hati nuraninya atau lebih deikenal dengan mukasyafah,Relevansi tasawuf hamka dengan kehidupan saat ini memliki keserasian, dimana manusia yang hidup pada zaman ini tidak harus meninggalkan kehidupan yang ada pada saat ini, andai memiliki jabatan tidak harus meninggalka jabatanya, andai punya harta tidak harus meninggalkanya dan pergi beruzlah di Goa, yang harus ditinggalkan adalah akhlak yang buruk dan tercela yang membawa mansia menjadi sombong dan tidak berakhlak terhadap TuhanNya, dari itu perlu bertasawuf dengan cara memperbaiki budi pekerti, untuk menghambakan diri pada Allah bukan pada harta dan jabatan yang diapunya, karena pada dasarnya dunia bukanlah tujuan melainkan sarana menuju akhirat yang kekal.

Kata kunci : Corak Penafsiran Tasawuf Hamka

(2)

90

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Salah satu ilmu yang dapat membantu terwujudnya manusia yang berkualitas adalah ilmu tasawuf. Ilmu tersebut satu rantai dengan ilmu-ilmu lainnya dengan sisi luar yang zhahir yang tak ubahnya jasad dan ruh yang tak dapat terpisah. Ilmu tersebut tidak dapat terpisah keduanya karena ilmu zhahir diucapkan dan digerakkan oleh tubuh/jasad dan ilmu bathin diamalkan oleh qalbu dan serentak pengamalannya bersamaan keduanya. Hal tersebut menunjukkan bahwa ilmu tersebut tidak dapat dipisahkan keduanya. Ajaran tasawuf mengandung esensi etika yang berlandaskan pada pembangunan moral manusia. Berbicara pembangunan moralitas, sebagaimana diketahui bersama bahwa masa ini peradaban dunia tengah mengalami krisis moralitas.

Namun demikian prokontra dikalangan ulama masih saja tetap terjadi, dikarenakan mereka beranggapan bahwa teori tasawuf sudah tidak relevan di terapkan pada masa kini. Terdapat pendapat pro dan kontra tentang pengaruh tasawuf terhadap kehidupan umat Islam. Pada satu sisi, tasawuf dituduh sebagai faktor penyebab kemunduran umat Islam hal ini bisa terjadi karena konsep tasawuf yang tidak relevan dimasa modern ini seperti halnya beruzlah. Secara etimologi uzlah berarti ta’azzala

‘an al-syai’ atau menghindar dari sesuatu, Ibn Mandzur dalam Lisan al-Arab memperjelas pengertian uzlah dengan mengutip ayat al-Quran Fain Lam Tu’minu Fa I’taziluni Dan Inlam Tu’minu Fala Takunu ‘Alayya Wala Ma’i, Secara terminologi menurut al-Jurjani uzlah adalah membebaskan diri dari masyarakat dengan cara menghindarkan diri atau memutuskan hubungan dengan mereka.1 Abu al-Fadhl Muhammad Ikram ibn al-Manzur. Lisan al-Arab. (Beirut Dar al-Shadr 1994) Jilid XI.

h. 440 pemahaman terhadap uzlah di anggap tidak relevan dengan masa kini yang menuntut manusia untuk bersaing sehat. Di sisi lain, tasawuf justru diklaim sebagai upaya mempertahankan prinsip-prinsip agama dan kemanusiaan di tengah ketidak menentuan tata aturan kehidupan yang dipraktekkan manusia.2 Lidinillah, Mustofa Anshori, Tasawuf dan Keterlibatan Sosial Sufi, (Yogyakarta Perkebangan dunia modern yang terjadi terlihat banyak yang dilakukan oleh manusia yang mengabaikan agamanya dan acuh. Ada yang mengatakan kemunduran Islam karena agama Islam sudah bercampur dengan mitos dari Persia dan Filsafat dari Yunani, ada juga yang mengatakan bahwa Islam mundur karena merebaknya faham sesat ajaran Tasawuf.

(3)

91

Ada yang menuduh Al-Ghazaly dengan dikotomi ilmu fardhu ‘ain dan fardhu kifayah- nya yang menyebabkan kemunduran. Lebih jauh, kemunduran Islam juga dianggap sebagai akibat dari merebaknya praktek Tarikat yang tidak ada dalil hukumnya, juga munculnya faham-faham Irfani dan Jabariyah yang mengesampingkan peran ‘upaya,’

dalam praktek prilaku kehidupan umat sehari-hari. Harun Nasution menyebutkan bahwa Islam telah mengalami fase maju dan mundur secara berulang. Fase kemajuan Islam misalnya dimulai dari masa klasik (650-1250M) dimana pada masa ini (antara 650-1000) ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan dunia Islam. Kekuasaan Islam meluas dari Afrika Utara, Spanyol di Barat, dan melalui Persia sampai ke India dan Timur. Pada masa ini adalah masa dimana Islam melahirkan tokoh-tokoh besar seperti Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad dalam bidang hukum, Imam Asy’ari, Imam Al- Maturidi, Washil bin Atha, Abu Huzail, An-Nazzam dan Al-Juba’I dalam bidang teologi, Zunnun Al-Misri, Abu Yazid al Busthami, Al- Hallaj, dalam mistisme dan Tasawuf, Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibn Miskawaih dalam falsafat, Ibnu al-Haisyam, Ibnu Hayyan, Al-Khawarizmi, Al- Mas’udi, Ar-Razy dalam bidang pengetahuan.3Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta : Bulan Bintang, 2003) h. 5

Perbincangan tentang tasawuf menjadi semakin menarik dengan munculnya fenomena kesadaran yang semakin intens di kalangan intelektual terhadap spiritualitas untuk memperteguh eksistensi manusia. Kesadaran semacam itu menjadi motivasi orang tertarik dan butuh dengan hidup secara spiritual. Salah satu jawaban terhadap kebutuhan hidup secara spiritual di temukan dalam tasawuf. Persoalan yang menarik untuk dicari jawabannya secara lebih spesifik adalah makna eksistensi manusia dalam perspektif tasawuf, kemungkinan kesanggupan jalan sufi menjadi prosedur alternatif bagi upaya peneguhan kemanusiaan. Disamping adanya perdebatan dan perbedaan ulama dalam memahami makna tasawuf tak kalah Hamka pun memberikan solusi tasawuf yang mudah di pahami dan di mengerti. Seperti sebuah contoh yang di contohkan oleh Hamka dalam surat al-Baqarah 177.

Artinya : Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang

(4)

92

memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orangorang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bert 2 Depag RI, Al Qur'anul Kariim Dan Terjemahnya. ( Bandung: Gema risalah Pres 2010 ) surah albaqarah 177.

Dalam tafsirnya beliau menjelaskan bahwa jika kita ingin bahagia namun tidak meninggalkan kehidupan dunia maka ayat di atas menjelaskan, bahwa jika ingin bahagia maka iman yang harus menjadi dasarnya, kemudian alam yang menjadi pengikutnya. Membantu sesama manusia menjadi syi’arnya dan sabar menjadi dasarnya.4 Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Penerbit Pustaka Panjimas, 1982) cet. I, juz I h. 124)

Melihat dari penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa tasawuf itu bukan sepenuhnya meninggalkan kehidupan secara total tentang keduniaan, Hamka lebih jauh lagi menjelaskan bahwa sebagai manusia kita memiliki hubungan yang harus di jalin dengan baik yaitu pertama, hubungan dengan Tuhan meliputi iman dan cabang- cabangnya, kedua, hubungan dengan sesama mahluk dengan dasar tolong menolong dan gotong royong. Ketiga, hubungan dengan diri sendiri, mendidik diri supaya menjadi orang yang sabar, dan taqwa, inilah yang di maksud dengan tasawuf menurut hamka.5 Ibid, h. 131.

Meski ada ulama yang berpendapat bahwa tasawuf adalah putusnya hubungan dengan mahluk dan kuatnya hubungan dengan kholik, akan tetapi menurut Hamka tasawuf adalah cukup di artikan keluar dari budi pekerti yang tercela, dan masuk kepada budi pekerti yang terpuji. Pada dasarnya, Agama memang sangat membutuhkan tafsir untuk memudahkan umatnya memahami makna pesan Tuhan dalam kitab sucinya, sehingga kajian terhadap agama itu pada dasarnya adalah penafsiran terhadap tafsir.6 Rikza Chamami dalam Studi Islam Kontemporer (Semarang : Pustaka Rizki Putra Contoh penafsiran Hamka dalam ayat lain adalah surat al-An’am ayat 103.

Artinya : Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui.(

(5)

93

Q.S al-An’am : 103)7 Depag RI, Al Qur'anul Kariim Dan Terjemahnya. ( Bandung:

Gema risalah Pres 2010 ) surah al-An’am ayat 103

Penafsiran Hamka mengenai ayat di atas adalah, pandangan mata yang selemah peralatannya ini tidaklah dapat mencapai untuk melihat Allah. Sebab itu janganlah pula kamu bodoh, sehingga kamu tidak percaya akan adanya Allah. 2002), h. 113\

“lantaran matamu tidak dapat melihat Dia. Yang dapat dicapai oleh penglihatan mata hanyalah sedikit sekali dari alam ini. Beribu-ribu penglihatan mata terkecoh oleh yang dilihat. Walaupun yang dilihat itu barang yang nyata. Betapa banyaknya benda, yang dari jauh kelihatan indah, seumpama puncak gunung, tetapi setelah kita sampai di puncaknya ternyata yang indah itu tidak ada.8 Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta:

Penerbit Pustaka Panjimas, 1982) cet. I, juz I h. 36

Penafsiran Hamka di atas memperlihatkan kepada kita suatu wawasan yang cukup luas, yang memberikan kesadaran kepada umat bahwa mereka adalah mahkluk yang lemah dari semua sisi, baik fisik maupun pemikiran. Sehingga mereka tidak sanggup mencapai Allah. Bahkan untuk mengetahui hakikat diri mereka sendiripun mereka tidak mampu, bagaimana mungkin mereka dapat menjangkau hakikat Allah yang Maha Halus dan Maha Tahu itu. Penafsiran Hamka tersbut tampak kepada kita amat menyentuh hati, sehingga kita segera sadar akan kelemahan kita. Tafsir Hamka Dalam pengantarnya, menyebutkan bahwa ia memelihara sebaik-baiknya hubungan diantara naqli dan akli (Riwayah dan Dirayah). Penafsir tidak hanya semata-mata mengutip atau menukil pendapat orang yang terdahulu, tetapi mempergunakan juga tinjauan dari pengalaman sendiri. Dan tidak pula semata-mata menuruti pertimbangan akal sendiri, seraya melalaikan apa yang dinukil dari orang terdahulu. Suatu tafsir yang hanya menuruti riwayat dari orang terdahulu berarti hanya suatu perkara saja.

Sebaliknya, jika hanya memperturutkan akal sendiri besar bahaya akan keluar dari garis tertentu yang digariskan agama, sehingga dengan disadari akan menjauh dari maksud agama. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa penafsiran Hamka tidak liberal akan tetapi tidak jauh dari corak tasawufnya yang modern.

Jika dilihat dari segi makna dan bahasa, tasawuf memiliki beberapa versi pengertian, akan tetapi tasawuf Hamka termasuk kategori modern karena Hamka bukanlah seorang yang telah mengalami perjalanan ruhani, namun ia dapat menerima dan mengamalkan tasawuf sebagai jalan untuk mendekatkan diri pada Allah, selama

(6)

94

ajarannya masih dalam koridor ke Islaman yang berdasar pada al- Qur’an dan al- Sunnah. Kemudian ia pun membuat Tasawuf dapat damalkan pada masa yang modern ini hingga lebih mudah diterima oleh masyarakat modern. Hamka mendefinisikan tasawuf dengan kehendak memperbaiki budi dan men- “Shifa’-kan (membersihkan batin)”. Sedangkan mengapa HAMKA menamai “tasawuf”-nya itu sebagai “tasawuf modern”, dia menjelaskan dengan kalimat- kalimat berikut: ”kita diberi keterangan yang modern, meskipun asalnya terdapat dari buku-buku Tasawuf juga. Jadi Tasawuf Modern yang kita maksudkan adalah keterangan ilmu Tasawuf yang dipermodern.9

Mohammad Damami, Tasawuf Positif dalam Pemikiran Hamka (Yogjakarta:

Fajar Pustaka Baru, 2000), h.166-167

Akan tetapi tidak dapat dipungkiri ajaran tasawuf sudah banyak terkontaminasi dengan hal-hal di luarnya baik yang menjadikannya lebih positif ataupun negatif, akan tetapi Hamka hendak mengembangkan tasawuf yang berbasis syari’at Islam, dengan penekanan bahwa setiap individu wajib melaksanakan tasawuf dalam rangka pencapaian budi pekerti yang baik, dengan tidak meninggalkan dunia, dengan itu Hamka menanamkan tasawufnya dengan tasawuf modern, jika kita telaah kata modern berarti lawan katanya adalah tradisional, bukan berarti menjauhkan dari dasar tauhid.

Hamka tetap mendasarkan tasawuf pada ketauhidan akan tetapi berbeda dengan tasawuf tradisional, hingga lebih mudah diamalkan pada masa sekarang ini, Hamka dalam beberapa kitab tasawuf yang dikarangnya mengakui bahwa tasawuf banyak dirusak orang dalam bentuk bid’ah dan sebagainya maka beliau menghimbau agar tasawuf baik isi dan prakteknya kembali pada al-Qur’an dan al-Hadits (sunnah Rasulullah).10 Mustofa, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 290.

Sebenarnya positif dan negatif tasawuf HAMKA adalah sangat bergantung bagaimana ia dipraktikkan. Awal kemunculan tasawuf adalah sebagai salah satu upaya memperbaiki budi pekerti manusia. Namun dalam perkembangannya hal ini terus mengalami penyimpangan. Tasawuf masa ini sering dikaitkan dengan bentuk-bentuk bid’ah Hamka yang lahir dari pergerakan kaum modernis yang berafiliasi dalam gerakan Muhammadiyah, dimana dalam faham keagamaannya organisasi ini menentang praktek-praktek tasawuf pada umumnya, Hamka yang membawa konsep baru dalam dunia tasawuf, walaupun beliau bukan sufi yang menjalani perjalanan rohani, namun ia telah menjadikan tasawuf jalan untuk mendekatkan diri pada Allah

(7)

95

yang ajarannya kemudian ia kontekstualisasikan dengan kondisi umat saat ini. Hamka mendasarkan konsep tasawufnya ini pada kerangka agama dibawah pondasi aqîdah yang bersih dari praktek-praktek kesyirikan, dan amalan-amalan lain yang bertentangan dengan syari’at. Karena menurut Hamka berpendapat bahwa Memfungsikan tasawuf yang bersemangat juang seperti terumus di atas, perlu dibahaskan (diartikulasikan) secara modern10 Mohammad Damami, Tasawuf Positif dalam Pemikiran Hamka (Yogjakarta: Fajar)

Dalam hal ini tasawuf dibagi menjadi 3 kelompok. Pertama, para sufi yang berhenti hanya sebatas tujuan moral saja, yaitu meluruskan jiwa, mengendalikan kehendak yang membuat manusia hanya konsisten terhadap keluhuran moral. Tasawuf yang begini lebih bersifat mendidik, yang ditandai dengan coraknya yang praktis.

Kedua, para sufi yang bertujuan mengenal Allah secara lebih dekat. Untuk merealisasikan tujuan ini dibutuhkan syarat-syarat khusus menuju penyikapan langsung (kashf). Ketiga, para sufi yang mengembangkan ajarannya dengan disertai filosofis.12 Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftzani, Sufi dari Zaman ke Zaman diterjemahkan oleh Ahmad rofi’i Ustmani (Bandung: Pustaka, 1985), h. 7 Jika dilihat dari ketiga katagori ini maka Hamka termasuk pada tasawuf yang pertama, karena mengedepankan budi pekerti yang baik, meski pendapat ini di anggap berbeda dengan pengertian tasawuf tradisional yang diajarkan ulama tasawuf.

Dari dasar inilah penelitian ini dilakukan untuk menegetahui lebih jauh lagi tentang bagaimana tasawuf menurut hamka dan ada perbedaan apa dengan tasawuf yang lain dan corak apakah yang terkandung dalam tafsir al-azhar karya Hamka, dan bagaimana hamka merelevansikannya pada zaman modern.

METODE PENELITIAN

Supaya penelitian ini layak dikatakan baik, maka metode adalah hal yang urgen dalam suatu penelitian. Oleh karena itu, peneliti akan memaparkan metode yang berkaitan dalam penelitian ini.

Jenis Dan Sifat penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif Penelitian diartikan, penyelidikan atau penyajian data yang akan dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu masalah atau mengkaji hipotesa untuk mengembangkan prinsip-

(8)

96

prinsip umum. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembina Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Balai Pustaka : 1995) ed. 2 cet. 4 h. 1028.

Dalam penelitian skripsi ini peneliti mengambil data yang bersifat library research (Kepustakaan).23 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, ( Yogyakarta:

Yayasan Penerbit Fak. Psikologi, 1993), Jilid, 1. h .42 Untuk itu peneliti melakukan langkah-langkah identifikasi, pengumpulan, pengolahan dan pengkajian terhadap data- data yang telah ada terkait masalah tasawuf, baik berupa data primer maupun data sekunder secara akurat dan faktual.24 Ahmadi Muhammad Anwar, Prinsip-Prinsip Metodologi Riset, (Yogyakarta: Sumbangsih, 1973), Cet. Ke-1, h. 2

Data primer dan data skunder yang dimaksud adalah :

1) Data primer : al-Qurān al-Karim dan tafsir al-azhar karya Buya Hamka.

2) Data skunder : literatur-literatur lain berupa buku-buku karya Hamka yan berkaitan dengan tasawuf dan juga hasil penelitian, dan artikel- artikel lain yang tentunya berkaitan dengan masalah tasawuf guna memperkaya/melengkapi data primer.

Sifat penelitian

Sifat penelitian ini bersifat Content Analysis atau dianalisa menggunakan metode menganalisis isi25Yakni menganalisa data yang berdasarkan pada isi dari data deskriptif dan dalam mengambil kesimpulan dengan mempergunakan metode deduktif. Lihat: Chalid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), Cet. Ke-8, h. 42 dan mendialogkannya sehingga membuahkan hasil penelitian yang dapat mendeskripsikan secara komprehensif, sistematis dan obyektif tentanhg permasalahan seputar tasawuf. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dikatakan sebagai penelitian yang bersifat deskriptif.2626 Winarto Surahman, Pengantar Penelitian Ilmiah (Dasar, Metode dan Teknik), (Bandung: Tarsito, 1994), Cet. Ke-1, h.

141. Lihat juga: Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), Edisi 2, h. 75.

Selain itu, dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode pendekatan maudhu’i agar hasil penelitian dapat menggambarkan obyek penelitian secara sistematis, komprehensif dan benar serta praktis. Adapun langkah-langkah yang peneliti lakukan adalah: Pertama, menghimpun ayat-ayat al-Qurān yang berkaitan dengan tema Tasawuf dengan menggunakan Fathu al-Rahmān Li Thalabi Ayat al-

(9)

97

Qurān, karya Ilmi Zadeh Faidullah al-Hasaniy al-Maqdisiy,27Kenapa peneliti menggunakan kamus ini selain kamus ini lebih mudah di jumpai kamus ini juga simpel dalam penggunanya Kedua, menyusun runtutan ayat-ayat tasawuf sesuai dengan masa turunnya beserta sebab-sebab turunnya jika ada. Ketiga, memahami korelasi ayat-ayat yang berkaitan dengan tasawuf tersebut dalam suratnya masing- masing. Keempat, melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits yang relevan dengan masalah Tasawuf. Kelima, mempelajari ayat-ayat yang terkait dengan tasawuf tersebut secara keseluruhan dengan jalan menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengompromikan antara yang ‘am (umum) dan yang khash (khusus), muthlaq mutlak) dengan muqayyad (terkait), atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan dan pemaksaan.

Teknik pengumpulan data Data Primer

Penelitian ini bersifat penelitian kepustakaan maka data penelitian ini diperoleh dari material kepustakaan yang berdasarkan mengacu pada sumber hukum yaitu Al Qur,an dan Hadits serta buku yang berhungan dengan riwayat Buya Hamka , ajaran ajaran tasawuf atau sejenisnya .

Data Skunder

Data yang diperoleh dari kajian kajian sumber yang dapat digunakan sebagai dasar penunjang dalam menganalisis masalah masalah yang berkaitan dengan penelitian ini .Data skunder ini diperoleh melalui pembacaan buku buku dan literatur literatur yang berkaintan dengan penelitian ini .Maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara Survei kepustakaan , yaitu dengan cara menghimpun data yang diperlukan berupa sejumlah literatur yang diperoleh dari perpustakaan , adapun tempat yang menjadi tujuan penelitian adalah perpustakaan Uniska , perpustakan wilayah Kalimantan Selatan , perpustakan Sabiulal Muhtadin , perpustakan UIN Antasari, dan tempat tempat yang menyediakan sumber data yang diperlukan.Study literatur , yaitu dengan mempelajari , menganalisa dan mengkaji bahan pustaka yang terkumpul dengan cara mengambil sub judul dari literatur tersebut yang berhungan dengan masalah yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini.

Tahapan penelitian

(10)

98

Dalam penyusunan penelitian ini secara renci akan dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut :

Kegiatan penelitian.

Dalam tahapan ini penyusun akan melakukan kajian literatur , yang berdasarkan Al Qur,an dan Hadits serta buku buku yang ada kaitrannya dengan permasalahan yang akan dibahas yaitu buku buku yang berkenaan dengan masalah ilmu tasawuf

Analisis Deskriftif dan prespsiktif

Penelitian deskriftif dan perspektif , yang bertujuan untuk mendeskrisikan apa apa yang berlaku dalam ajaran tasawuf yang berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan , mencatat , menganalisa , dan menginterprestasikan kondosi kondosi sekarang ini ada atau terjadi. Dengan kata lain memperoleh informasi informasi mengenai keadaan sekarang yaitu bagaimana keberadaan ajaran ini masih di lakukakan oleh peserta peserta ajaran tariqat ini. Dan melihat kaitan antara objek objek yang ada . Tahap ini penelitian melakukan kajian data pustaka yang banyak terdapat dalam buku buku . setelah dilakukan analisis secara deskriftif dengan di lakukan analisis secara deskriftif dengan rujukan bahan pustaka guna mencari kesesuaian dengan teori teori dalam ajaran tasawuf.

Intrerprestasi data

Merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan . Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara meninjau hasil penelitian secara kretis dengan teori yang releven dan imformasi yang lebih akurat yang diperolehg dari media perpustakaan Tahapan pengolahan Dan Analisis Data

Tahapan ini dilakukan setelah data yang diperlukan terkumpul, kemudian diolah sesui dengan teknik pengolahan data dan analisis secara obyektif.

Sistematika Pembahasan

Penelitian ini terdiri dari lima bab, setiap bab memiliki keterkaitan dengan isi uraian pada bab-bag yang lain. Rincian mengenai isi setiap bab tersebut adalah sebagai berikut:

Bab. I : Berisi uraian tentang pendahuluan yang meliputi; latar belakang masalah, tujuan penelitian,dan rumusan masalah.

(11)

99

Bab II : Tinjauan Pustaka , corak Penafsiran tasawuf Hamka dalam Tafsir al- Azhar , tentang sejarahnya, Hamka , dan karangan karangan Hamka ajarannya dan apa saja ajaran Tasawufnya. biorafi Hamka ,Karya pemikiran beliau , pemikiran dan karangan karangannya.

Bab III. Metodologi penelitian, berisikan Jenis dan pendekatan penelitian Teknik penelitian, tahapan tahapan penelitian dan sistematika penelitian

Bab. IV: Biaya dan Jadwal pelaksanaan

Bab V. Hasil dan pembahasan, berisikan tentang corak Penafsiran tasawuf Hamka dalam Tafsir al-Azhar, sejarah singkat Hamka , karya karya Hamka , Aqidah dan mazahab beliau serta dengan ajarannya ..

Bab.VI:Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari uraian penelitian ini dan saran atas kekurangan dalam penelitian ini untuk lebih sempurnanya penelitian tentang pemikiran tasawuf Al-Ghazali berikutnya.

Agar sempurna karya ilmiah yang berbentuk hasil laporan nanti , maka penulis sebutkan semua literatur sebagai bibliografi yang menjadi sumber data dari penelitian ini , selanjutnya dilampirkan beberapa lampiran yang dianggap perlu.

Analisis data kualitatif

Penelitian ini adalah penelitian historis faktual, yang bersifat analisis sintesis (Bakker dan Zubair, 1990: 61-66). Dengan unsur-unsur sebagai berikut :

a. Interpretasi : Penafsiran tasawuf Hamka dalam Tafsir al-Azhar , tentang sejarahnya, Hamka , dan karangan karangan Hamka ajarannya dan apa saja ajaran Tasawufnya. biorafi Hamka ,Karya pemikiran beliau , pemikiran dan karangan karangannya

b. Koherensi Interen : agar dapat memberikan interpretasi yang tepat mengenai corak Penafsiran tasawuf Hamka dalam Tafsir al-Azhar tentang sejarahnya, Hamka, dan karangan karangan Hamka ajarannya dan apa saja ajaran Tasawufnya. biorafi Hamka, Karya pemikiran beliau, pemikiran dan karangan karangannya. kemudian diteliti susunan logis-sistematis dalam pengembangan pemikirannya dan akan dipersiskan gaya dan metode berfikirnya (Bakker dan Zubair, 1990: 11).

(12)

100

c. Holistika: dalam rangka memahami konsep-konsep filosofi Al-Ghazali dengan Baik, dilihat secara keseluruhan visinya mengenai kebenaran dunia, tasawuf dan Tuhan.

Dalam penelitian kualitatif ini peneliti bermaksud akan memaparkan data secara deskriptif dengan mengkaji dan memahami fenomena sosial yang berhubungan dengan pemikiran Imam Al Ghazali , kemudian dengan mengamati gejala sosial, prilaku sosial atau seseorang, upaya pengembangan maupun situasi dan kondisi yang dapat menjadi faktor pendukung . dalam penelitian tersebut sesuai dengan data dan fakta yang teriadi di lapangan.

Teknik dalam penelitian ini lebih terfokus pada pembahasan atau pemaparan tentang kualitatif, dimana penelitian deskriptif kualitatif berupaya untuk memaparkan situasi atau peristiwa.

Data dan Sumber Data

Menurut Lexy J. Moleong data adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian (analisis atau kesimpulan). Data yang dikumpulkan dapat berupa data primer yakni data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya melalui teknik purposive sampling. Artinya pemilihan subjek didasarkan pada subjek yang mengetahui, memahami pemikiran tasawuf Al Ghazali :

a. Dosen Mata kuliah Tasawuf sebagai informan utama. Dengan harapan, peneliti mendapatkan informasi dan gambaran mengenai kondisi.

b. Dosen yang lain sebagai informan untuk mengetahui Ilmu Tasawuf dari sudut pandang dosen yang lain yang terlibat di dalam kegiatan belajar mengajar.

Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari informasi yang telah diolah oleh pihak lain,1 yakni dengan data dan dokumen-dokumen yang ada di kampus , yang berkaitan dengan kampus Uniska Banjarmasin.

Sumber data adalah subjek dimana data dapat diperoleh di lapangan.1 Sumber data dikumpulkan dari lapangan dengan mengadakan penyelidikan secara langsung di lapangan untuk mencari berbagai masalah yang ada relevansinya dengan penelitian ini.

Peneliti mengelompokkan penentuan sumber data menjadi dua buah adata yaitu : Data primer adalah yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau lapangan ( perpustakaan ) Sumber data sekunder yaitu data yang

(13)

101

diperoleh dari buku buku informasi yang telah diolah oleh pihak lain di luar penyelidikan,1 yakni data dan dokumen-dokumen yang ada di sekolah.

Tahapan Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat empat tahapan, yaitu : (1) tahap pra lapangan, (2) tahap pekerjaan lapangan, (3) tahap analisis data, (4) tahap penulisan laporan.

1. Tahap pra lapangan meliputi kegiatan : a. Menyusun proposal penelitian b. Menentukan fokus penelitian

c. Konsultasi fokus penelitian kepada pembimbing d. Menghubungi lokasi penelitian

e. Mengurus ijin penelitian

2. Tahap pelaksanaan lapangan meliputi kegiatan :

a. Pengumpulan data atau informasi yang terkait dengan fokus penelitian b. Pencatatan data

3. Tahap analisis data meliputi kegiatan : a. Organisasi data

b. Penafsiran data

c. Pengecekan keabsahan data

4. Tahap penulisan laporan meliputi kegiatan : a. Penyusunan hasil penelitian

b. Konsultasi hasil penelitian kepada pembimbing c. Perbaikan hasil konsultasi penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN CORAK TASAWUF TAFSIR AL-AZHAR

A. Corak Tasawuf Hamka dalam Tafsir Al-Azhar

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab yang telah lalu yaitu pada Bab Dua dan Tiga bahwa dalam kajian tafsir ada juga tafsir yang memiliki kecendrungan pada kajian tasawuf, yang asal mulanya brasal dari pemikiran hingga menjadi disiplin sebuah ilmu, dilihat dari cara penafsiran hamka terhadap tema-tema tasawuf dengan melihat ayat yang ditafsirkan, corak tasawuf hamka yang terkandung dalam tafsirnya al-Azhar adalah corak tafsir tasawuf bercorak Isyari,

(14)

102

yaitu tasawuf yang berdasarkan kaidah ilmiah yang nyata dan realistis serta pentakwilan ayat-ayat Al-Qur’an yang berbeda dengan makna lahirnya sesuai dengan petunjuk khusus tetapi di antara kedua makna tersebut dapat dikompromikan, yang menjadi asumsi bahwa tafsir isyari adalah Al-Qur’an mencakup apa yang zhahir dan batin. Makna zhahir adalah teks ayat Qur’an sedangkan makna batinnya adalah makna isyarat yang ada dibalik makna tersebut, dimana dalam setiap penafsiran ayat-ayat, dapat kita lihat dari beberapa ayat penafsiran hamka terhadapa ayat-ayat tasawuf dimana dalam penjelasan ayatnya mengarah pada tasawuf yang coraknya Isyari yang dapat kita lihat dari penafsirannya, diantaranya yang dijelaskan mengenai hawa yang terdapat dalam surat al-Maidah ayat 77

Menurutnya (hawa) membawa sesat dan tidak berpedoman, sementara akal menjadi pedoman menuju keutamaan. Dalam sebuah nasihatnya, Hamka mengatakan; “Hawa berakibat bahaya, tetapi jalannya amat mudah oleh hati.

Namun dalam menyikapi tentang hawa ini hamka lantas tidak menafikan bahkan mengharamkan adanya hawa karena menurut beliau hawa juga ada yang baik,1 Hamka, Tafsir al Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), Juz 5 h. 47 ialah pemberian Allah yang dianugerahkan kepada manusia, supaya ia dapat membangkitkan kehendak mempertahankan diri dan hidup menangkis bahaya yang akan menimpa, berikhtiar mencari makan dan minum serta kediaman.

Hawalah yang mendorongnya. Demikian ungkap Hamka. Kepentingan menahan hawa nafsu adalah untuk mewujudkan manusia yang berbudi luhur.

Hamka tidak secara langsung memandang hawa sebagai hal yang haram yang menjerumuskan pemiliknya masuk kedalam neraka jahannam, sebagaimana, yang telah dijelaskan dalam ayat tersebut namun hamka menyikapi hal yang berbeda yaitu apabila hawa itu berimbas atau membawa pada hal yang positif maka hawa tersebut dapat digunakan dengan sebaik-baiknya.

Hawa juga memiliki peranan yang positif bagi kehidupan manusia, dilihat daria asal mula penciptaan manusia bahwa allah menciptakan manusia dengan mempunyai akal dan hawa nafsu, ini membuat manusia menjadi manusia yang mulia dimata allah, bila hawa tersebut dikendalikan dan digunakan pada hal-hal yang baik maka hawa inilah yang akan membawa akal manusia menjadi baik.

(15)

103

berbeda dengan malaikat dan makhluk lainya yang hanya diciptakan dengan satu fariasi saja, contoh manusia ingin menjadi orang yang baik tentu keinginan itu bermula dari hawa hawa yang sepeti ini yang dikatakan hawa yang baik dan harus tetap dijaga dan dikembangkan. maka hawa tidaklah serta merta dikatakan sebagai hal yang menyesatkan dan tidak mebawa pedoman.

Hawa nafsu yang harus dujauhi adalah hawa yang membawa pada kesesatan sebagaimana yang telah dijelaskan pada surata ke 5 ayat 77 yang melarang mengikuta hawa nafsu orang terdahulu yang sesat, larangan ini jelas dan mutlak dengan ungkapan kata Nahi dengan konten kata huruf La Nahi, dalam kaidah ushul nahi atau larangan adalah sebuah kewajiban yang harus dijauhi, namun maf’ul dari fiil nahi tersebut menjelaskan hanya hawa yang buruk saja yaitu hawa kaum yang sesat sebelum kamu, adapun hawa yang tidak baik tidaklah dijelaskan, mafhum muhkolafahnya hawa yang baik boleh diikuti.

Hawa yang baik membawa manusia menjadi produktif dalam menjalankan pekerjaan dan tanggung jawabnya menjadi manusia, karena manusia yang tidak punya hawa maka dia menjadi manusia yang tidak produktif contoh makan dan minum adalah sebuah hawa tau keinginan, manusia yang tidak makan dan minum maka tidak akan bisa produktif, alasan inilah yang mebolehkan manusia mengikuti hawanya selama baik maka ikutillah karena tidak selamanya hawa itu sesat dan menyesatkan dan harus di jauhkan selamanya, untuk memelihara hawa yang baik atau buruk manusia yang akan memutuskanya.

Dalam ayat lain yang terkait Tasawuf hamka juga menjelaskan mengenai mensucikan hati dalam al-Quran surat as-Sayms 9-10

Berbeda dengan penafsir-penafsir sufi lainya yang dimaksud dengan mensucikan diri adalah mensucikan diri dari hal yang berkaitan dengan dunia demi untuk mencapainya kema’rifatan terhadap Allah maka mereka dengan sepenuh kekuatan meninggalkan kehidupan yang berkaitan dengan keduniaan, dan beruzlah menjauhi kehidupan dunia seperti halnya dilakukan oleh ulama-ulama sufi sebelumnya hingga meninggalkan fitrahnya sebagai manusia untuk menikah mempunyai anak dan bersosial.

Hamka berbeda dalam mengartikan mensucikan jiwa adalah mensucikan diri dari kotoran, kotoran terbesar yang dimaksud adalah menyekutukan allah

(16)

104

dengan yang lainya, Termasuk juga mendustakan kebenaran yang dibawa oleh Rasul, atau memiliki sifat hasud, dengki kepada sesama manusia, benci, dendam, sombong, angkuh dan lain-lain. sifat yang demikian ini lah ang harus dibersihkan dan tidak layak dipelihara jika tetap dipelihara maka orang itu telah mengotori dirinya. Seseorang yang beriman hendaknya ia mengusahakan pembersihan jiwa dari luar dan dalam, dan janganlah mengotorinya. Menurut Hamka, kekotoran yang seperti itu jika terus dipelihara itulah yang justeru akan membuka segala pintu kepada berbagai kejahatan besar.2 Ibid Hamka, Tafsir al Azhar .

Membersihkan hati dalam konten hamka adalah menjauhi penyakit yang akan mengotori keihlasan hati, dan kotoran terbesar adalah menyekutukan allah, dalam konten pembersihan tidak harus meninggalkan pemikiran keduniyaan yang dianggap sebagian orang bahwa dunia adalah ladang maksiat yang harus ditinggalkan dan dijauhi. Dalam surat al-Bayinah ayat 5 yang berbicara mengenai keihlasan Hamka menjelaskan pendiriannya bahwa, “Ikhlas tidak dapat dipisahkan dengan shiddiq (benar). Orang yang mulutnya mengaku benar, tetapi hatinya berdusta, masuk jugalah dia ke dalam golongan pendusta, Keikhlasan adalah kekuatan untuk berbuat, ketangguhan untuk menghadapi cobaan yang diberikan Allah, dan kesanggupan untuk menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, keihlasan bukan mengarah pada kepasrahan pada hal yang terjadi, tetapi ketulusan fikiran ucapan dan perbuatan yang dilakukan, jika ikhlas hanya di ucapkan tanpa dilaksanakan dalam kehidupan maka itu bukanlah keihlasaan, tetapi kedustaan terhadap diri sendiri dan orang lain, ikhlas adalah kemurnian tidak ada campur aduk antara kebaikan dan keburukan atau kejujuran dengan kebohongan. keikhlasan adalah murni ibarat emas tanpa dicampur perak sedikitpun, ikhlas berbanding terbalik dengan syirik, jika seseorang tidak ikhlas maka bisa jadi menjadi syirik.

Selanjutnya mengenai penafsiran kata Khauf menurut hamka Khauf merupakan rasa takut yang timbul karena adanya azab, siksa dan kemurkaan dari Allah. Oleh sebab itu diri seseorang mesti meneliti keadaannya dengan cara bermuhasabah dan bermuraqabah, kemudian memberikan perhatian kepadanya sehingga terlihat mana aib dan cacat diri, serta kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki.3 Ibid, h. 45, Penefsiran yang bentuknya seperti ini atau penafsiran

(17)

105

Tasawuf yang berdasarkan kadah-kaidah ilmiah al-quran maka dapat diartikan bahwa penafsiran. Tasawuf dalam corak ini tergolong dalam penafsiran corak Nadhari.

Khauf adalah suati sifat yang harus dimiliki oleh manusia namun lantas tidak harus takut selamanya karena takut atau Khauf memiliki dua orientasi yaitu positif dan negatif, Khauf bisa saja menjadi positif jika ini dipakai oleh orang yang akan melakukan maksiat pada Allah, tapi tidak akan pas jika dilakukan pada hal yang positif contohnya orang tidak berani berdagang karena takut bangkrut atau tidak mau hidup karena takut dosa Khauf yang seperti ini membawa pada kerugian dan kemunduran umat dan pantas jika tasawuf dikatakan sebagai faktor kemunduran umat.

Khauf menurt hamka adalah pada kemaksiatan dan kematian yang tidak diridhoi Allah, bukan pada hal yang membawa kehidupan positif manusia, dalam buku yang lain hamka menuliskan bahwa jangan takut menghadapi suatu kegagalan. dalam nasihat lain hamka pun mengatakan untuk tetap berani, jangan takut untuk mencoba hal yang baik, jangan takut salah karena dengan kesalahan yang pertama kita dapat menambah pengetahuan yang benar dari kesalahan yang pertama dalam mencari jalan kebenaran.

Menjadi muslim tidak saja harus selalu takut dan menjadi penakut, jadilah seorang muslim yang berani, berani melangkah menjadi yang terbaik dimata allah dan dimata manusia, orang yang berani adalah orang yang dekat dengan ilmu dan kebenaran, manusia yang hidup dan menjadi manusia adalah manusia yang berani, beberapa contoh Nabi muhammad adalah orang yang berani sabar dalam menghadapi kaumnya, nabi musa adalah nabi yang berani menghadapi fir’aun, manusia akan hidup jika memiliki keberanian. Khauf merupakan kompenen penting bagi umat islam namun tidak dalam semua hal ada beberapa saat Khauf ditinggalkan terlebih dahulu, kecuali dalam menjalankan maksiat maka Khauf adalah hal yang diutamakan.

Bertasawuf dengan berzuhud hamka memiliki pemahaman tersendiri Mengenai makna zuhud yang dikenal dalam dunia tasawuf adalah beruzlah menjauhi kehidupan keduniyaan, karena sebagian ulama menganggap kehidupan dunia adalah kehidupan yang melalaikan dan menjauhkan manusia dari sang maha

(18)

106

pencipta. Hamka memiliki pemahaman yang berbeda dengan mengatakan zuhud yang didasarkan pada surat at-Takasur ayat 1-2 hamka mengatakan bahwa “Kamu terlalai, terlengah dan kamu terpaling dari tujuan yang sejati. Kamu tidak lagi perhatikan kesucian jiwa, kecerdasan akal, memikirkan hari depan. Telah lengah kamu dari memperhatikan hidupmu yang akan mati dan kamu telah lupa perhubungan dengan Tuhan Pencipta seluruh alam, Pencipta dirimu sendiri.”

Perhatian akan keberadaan akhirat ini bukan berarti Hamka hendak memutuskan hubungan terhadap dunia, bahkan ia menginginkan dari perilaku zuhûd ialah mereka yang miskin, kaya, tidak beruang sepeserpun, dan milyuner, akan tetapi tetap pada kesederhanan dan selalu mengutamakan perintah allah, tidak mengapa orang menjadi kaya, banyak uang punya jabatan asla dia tidak terlalai dengan apa yang dia punya namun harta itu tidak menyebabkan lupa terhadap Tuhan dan kewajibannya sebagai hamba Allah.4 Ibid h. 86

Zuhud bukan berarti menjauhi semua kehidupan duniawi tapi zuhud adalah menjauhi perkara yang melalaikan diri dari sang pencipta, karena pada nayatanya rosul pernah berkata bahwa tangan diatas lebih baik dari tangan dibawah ini mengartikan jika kita mau menjadi yang lebih baik adalah menjadi pemberi bukan penerima, dan untuk menjadi peberi maka kita harus memiliki apa yang akan kita berikan tersebut, artinya hidup ini menuntut kita untuk mempunyai harta, dan menjauhi mengharap dan meminta-minta jika kita banyak beribadah namun untuk makan saja masih meminta dan mengharap pemberian orang lain maka ini tidak bisa dikatakan dengan sikap zuhud, zuhud yang sebenarnya adalah dia yang kaya namun tidak terlalikan denga hartanya justru malah menafkahkanya di jalan allah, zuhud adalah menjadi pemimpin dan memimpin rakyatnya dengan baik dan benar dan tidak berperilaku semena-mena dan mendiskriminasi bawahannya ini juga zuhud, atau berusaha menjauhi kehidupan yang bermewah- mewahan dan berlebih lebihan meski sebetulnya mampu tapi tetap menjadi oarang kaya yang sederhana dan menjadi pemimpin yang bijaksana adalah sebuah kezuhudan, sikap zuhud yang seperti ini akan membawa manusia pada moralitas dan budi pekerti yang baik di zaman yang penuh tantangan saat ini.

Dilihat dari cara pemahaman Hamka terhadap ayat-ayat tasawuf maka dapat dikatakan corak penafsiran tasawuf hamka adalah tasawuf bercorak Isyari,

(19)

107

yaitu tasawuf yang berdasarkan kaidah ilmiah yang nyata dan realistis serta pentakwilan ayat-ayat Al-Qur’an yang berbeda dengan makna lahirnya sesuai dengan petunjuk khusus yang diterima para tokoh sufisme tetapi di antara kedua makna tersebut dapat dikompromikan. Yang menjadi asumsi bahwa tafsir isyari adalah Al-Qur’an mencakup apa yang zhahir dan batin. Makna zhahir dari al- Qur’an adalah teks ayat sedangkan makna batinnya adalah makna isyarat yang ada dibalik makna tersebut, berbeda dengan tasawuf Ndhari yang didapat dari perjalanan ruhaniyah yang sifatnya kebathinan dan berdasarkan pengalaman perjalanan shuluk yang dibangun untuk mempromosikan dan memperkuat teori- teori mistik yang dianut mufassir, Dalam menafsirkannya itu mufassir menekankan makna yang tidak terikat, terutam jika berkaitan dengan tujuan utamanya yaitu untuk kemaslahatan manusia. Al-Zahabi mengatakan bahwa tafsir sufi nazari dalam prakteknya adalah pensyarahan Al-Qur’an yang tidak memeperhatikan segi bahasa serta apa yang dimaksudkan oleh syara.5 Ignas Goldziher, Madzahib at-Tafsir, terj. Abdul Halim al-Najar, Baerut Libanon: Dar Iqra’, 1983 M/1403 H, h.31. dengan asumsi ini maka corak tasawuf pada tafsir hamka adalah Taswuf Isyari yaitu lebih cenderung pada kaidah-kaidah ilmiah yang sifatnya realistis, dilihat dari sisi lain tafsir hamka juga punya buku yang berjudul tasawuf moderen, ini meunjukan bahwa tsawuf yang di ajarkan oleh hamka adalah corak tasawuf Isyari.

B. Relevansi Tasawuf Hamka dengan Realita Kehidupan sekarang

Konsep-konsep tasawuf yang difahami banyak orang bahwa tasawuf adalah menjauhkan atau menghindarkan diri dari kehidupan keduniyaan, dan kemajuan hidup, hingga mmenimbulkan pandangan bahwa tasawuf adalah salah satu penyebab kemunduran umat islam karena doktrin tasawuf dekat dengan zuhud yang cenderung dengan pemahaman menjauhi total kehidupan keduniayaan, kemudian khouf yang diartikan menjadi manusia yang takut dosa jika mengerjakan sutu perkara dan ketakutan ini menjadi pandangan yang mutlak dalam kehidupan, atau juga menjauhi hawa yang didoktrin dengan pemahaman bahwa hawa adalah sesat dan menyesatkan hingga tidak boleh ada orang yang mengikuti hawa, doktrin-doktrin itulah yang membuat orang islam mundur dan

(20)

108

lemah di kehidupan dunianya, karena ia hanya memikirkan dirinya saja dan selalu takut untuk melangkah dengan alasan karena berdosa, dan sama tidak memenuhi hawanya sebagai manusia biasa orang yang tidak punya hawa kehidupannya cenderung tidak ingin maju apalagi memajukan kehidupan orang lain karena biasanya orang yang seperti ini tidak menginginkan apaun untuk hidupnya kecuali hanya untuk kebaika dirinya sendiri di akhirat, tidak menginginkan rumah, makanan jabatan dan harta, padahal sikap seperti ini tidak selaras jika dilakukan pada zaman sekarang, karena sikap seperti ini membuat manusia lemah untuk bersaing dikehidupan sekarang ini, jika dilakukan pada zaman dulu mungkin saja masih bisa, tapi tidak untuk sekarang karena kehidupan sekarang menuntut manusia menjadi bermanfaat untuk umat yang ada pada zaman sekarang, dan ini menuntut kita untuk tetap menjadi manusia yang sesuai dengan jaman sekarang dengan tidak meninggalkan zuhud, khouf dan hawa yang baik, dalam arti kata jadi orang yang berharta namun berzuhud dari kemewahan, jadi pemimpin yang berzuhud dari kesewenang wenangan, jadi orang hebat yang berzuhud dari kesombongan, atau orang yang punya hawa tapi hawa yang positif yang membawa pada kebaikan, dan jadi orang yang berani menegakkan kebenaran adan keadilan yang hanya takut pada kematian yang tidak diridhoi allah.

Pemahaman Hamka meawarkan tasawuf dengan konsep yang sedikit berbeda dan juga simple, Karena Keberadaan tasawauf yang di fahami oleh Hamka adalah semata-mata hendak menegakkan prilaku dan budi manusia yang sesuai dengan karakter Islam yang seimbang. manusia dalam prosesnya mesti mengusahakan benar-benar kearah terbentuknya budi pekerti yang baik, terhindar dari kejahatan dan penyakit jiwa atau penyakit batin.

Budi pekerti yang buruk adalah penyakit jiwa, penyakit batin, penyakit hati, Penyakit ini lebih berbahaya dari penyakit jasmani. Orang yang ditimpa penyakit jiwa akan kehilangan makna hidup yang hakiki, hidup yang abadi. Ia lebih berbahaya dari penyakit badan.6 Hamka, Tasawuf Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1991), h. 45.

Dokter mengobati penyakit jasmani menurut syarat-syarat kesehatan. Sakit itu hanya kehilangan hidup yang fana. Oleh sebab itu hendaklah dia utamakan

(21)

109

menjaga penyakit yang hendak menimpa jiwa, penyakit yang akan menghilangkan hidup yang kekal itu.

Jalan tasawuf dipilih karena tasawuf memiliki alasan bahwa tasawuf ialah merenung ke dalam diri sendiri. Membersihkan diri dan melatihnya dengan berbagai macam latihan (riadhatun nafs), sehingga kian lama kian terbukalah selubung diri dan timbullah cahaya yang gemilang.

Kehidupan bertasawuf tidaklah seperti yang digambarkan oleh para sufi pada umumnya, hingga melemahan gerak manusia. Kehidupan rohani dapat dipegang oleh seseorang walaupun tidak masuk suluk, karena Kehidupan rohani adalah keinsafan, bahwa alam ini bukanlah semata-mata terdiri dari benda.

Pendirian kerohanian ini bukanlah mengakibatkan lemah perjuangan hidup. Atau menyelisih dari jalan masyarakat, lalu melarikan diri ketempat sunyi dan gunung, atau putus asa dan benci kepada kehidupan. Tetapi pendirian kerhohanian, dan pengakuan tulus tentang kuasa Ilahi adalah menimbulkan kesungguh-sungguhan dalam segala pekerjaan yang di hadapi. Menimbulkan semangat yang berapi- api. Menyebabkan timbunya ikhlas dan jujur.

Hamka mendasarkan konsep tasawufnya ini pada kerangka agama dibawah pondasi aqîdah yang bersih dari praktek-praktek kesyirikan, dan amalan- amalan lain yang bertenangan dengan syari’at. Sebab bagaimanapun juga Hamka benar-benar menyadari bahwa tasawuf yang telah menjadi ilmu tersendiri ini, pada perjalanannya mendapatkan pencemaran dari pandangan hidup lain, dan tak jarang bagi para pelakunya terjerumus pada praktek-praktek yang tidak di syari’atkan oleh Islam.

Jalan pemikiran tasawuf hamka tetntunya memiliki peranan penting pada kehidupan masa sekarang karena model tasawuf yang diajarkan hamka tidaklah menistakan kehidupan yang ada pada jaman sekarang, justru pemikiran hamka ini memeiliki relevansi yang bagus bagi kehidupan manusia pada jaman sekrang, yang perlu bertasawuf atau melatih dan membersihkan hati dari kotoran dan dari kesyirikan dengan manuhankan harta, jabatan dan kekuasaan, manusia yang seperti ini hendaknya bertaubat dengan menganut tasawuf yang diajarkan hamka, dan tidak harus meninggalkan jabatan dan kekayaanya, akan tetapi yang harus ditinggalkan adalah rasa menuhankan dan obsesi terhadap harta dan jabatan yang

(22)

110

dimiliki, hendaknya mereka manusia berfikir bahwa apa yang mereka punya saat ini hanya semata amanat dari tuhan, bukan miliknya.

Seorang pejabat yang adil dan bersih dari ketidak jujuran tidak memperkaya diri sendiri dan merugikan orang lain sudah dianggap tasawuf, seorang yang banyak harta namun dermawa hidup sederhana juga tidak sombong dan tidak kikir juga selalu menafkahkan hartanya dengan benar mereka merasa harta yang mereka miliki hanya tititpan dari allah maka ini adalah bentuk tasawuf atau kearifan budi pkerti. Atau seorang yang miskin mencari pekerjaan dan rezeki yang halal juga rajin bekerja dan berdoa, tidak melakukan hal-hal yan dilarang serta merendahkan diri dengan meminta-minta ini juga dianggap sebagaii tindakan tasawuf.

Bertasawuf tidaklah harus orang yang tidak punya jabatan, tidak punya harta, atau tidak punya pekerjaan, bertasawuf adalah mereka yang mampu menerapkan budi yang baik dalam setiap kesempatan dan keadaan hidup dan selalu menuhankan Allah sebagai tuhan satu-satunya tidak ada yang lain. Tasawuf yang modelnya seperti ini maka dapat direlevansikan dengan kehidupan yang terjadi pada zaman sekarang, karena denga menjadikan budi pekerti yang baik dalam setiap kesemptan hidup dan menanamkan budi pekerti yang baik menjadi jiwa yang kokoh maka setiap pekerjaan yang kita lakukan akan mengarah pada kebaikan, kehidupan yang seperti ini dapat diartikan sebagai kehidupan bertasawuf karena hakikat bertasawuf adalah menanamkan budi pekerti ang baik dan menjauhi budi pekerti yang buruk.

Tasawuf yang seperti ini adalah model tasawuf yang selaras dengan kehidupan sekarang khususnya diindonesia karena pada kenyataanya segala kehidupan yang berjalan sedang membutuhkan sikap yang berasawuf dari ketidak jujuran, dan perlakuan yang tidak baik, realita kehidupan sekarang yang semakin bekembang sejalan dengan ilmu pengetahuan menuntut manusia memiliki daya saing yang sehat untuk membangun sebuah masyarakat yang hebat cerdas dan dinamis, tanggung jawab ini menuntut manusia untuk terus berjuang dan bekerja dengan gigih, dalam posisi seperti ini tasawuf sangat dibutuhkan untuk mengendalikan manusia dari budi pekerti yang buruk dan tetap menjaga budi pekerti yang baik maka sikap seperti ini dikatakan dengan bertasawuf.

(23)

111

Untuk bertasawuf manusia tidak harus meninggalkan kenyataan atau realiti kehidupan yang terjadi pada zaman sekarang, justru harus tetap bersaing dan berjuang kemudian terus berani melangkah untuk mengubah kehidupan menjadi lebih baik bagi tuhan maha pencipta, diri sendiri keluarga dan orang lain.

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan pada Bab-bab yang telah lalu, peneliti memiliki beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Corak penafsiran tasawuf hamka adalah tasawuf bercorak Isyari, yaitu tasawuf yang berdasarkan kaidah ilmiah yang nyata dan realistis serta pentakwilan ayat- ayat Al-Qur’an yang berbeda dengan makna lahirnya sesuai dengan petunjuk khusus tetapi di antara kedua makna tersebut dapat dikompromikan, yang menjadi asumsi bahwa tafsir isyari adalah Al-Qur’an mencakup apa yang zhahir dan batin.

Makna zhahir adalah teks ayat Qur’an sedangkan makna batinnya adalah makna isyarat yang ada dibalik makna tersebut, dimana dalam setiap penafsiran ayat- ayat tasawuf, Hamka menfasirkanya berdasarkan kaidah, kaidah ilmiah, dan tidak berdasarkan kajian-kajian mistis yang dibangun atas dasar riyadhah ruhiyyah, atau latihan-latihan spiritual yang dilakukan seorang sufi hingga ia mencapai tingkat menemukan petunjuk melalui hati nuraninya atau lebih deikenal dengan mukasyafah, tapi tidak dengan hamka, hamka menafsirkan ayat-ayat tasawuf berdasarkan kaidah ilmiah.

2. Relevansi tasawuf hamka dengan kehidupan saat ini adalah memliki keserasian, yang dimana manusia yang hidup pada jaman ini tidak harus meninggalkan kehidupan yang ada pada saat ini, andai memiliki jabatan tidak harus meninggalka jabatanya, andai punya harta tidak harus meninggalkanya dan pergi beruzlah di Goa, yang harus ditinggalkan adalah akhlak yang buruk dan tercela yang membawa mansia menjadi sombong dan tidak adil terhadap TuhanNya karena harta dan juga jabatan, akan tetapi hanya perlu memperbaiki akhlak, budi pekerti, untuk menghambakan diri pada Allah bukan pada harta dan jabatan yang diapunya, karena pada dasarnya dunia bukanlah tujuan melainkan sarana menuju akhirat untuk mendapat keridho’an Allah.

(24)

112

DAFTAR PUSTAKA

A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam Jakarta: Amzah, 2009

Abil Hasan Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi an Naisabury, SahîhMuslim, Riyadh: Dâr As Salâm, 1998

Abu Muhammad Ad-Darimi, Sunan Ad-Darimi Beirut : Dar-Al-Kitab Tth Ahmad Izzan. Metodologi Ilmu Tafsir. Bandung: TAFAKUR, 2011

Ahmad Syurbasyi, Study tentang Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an Al- karim, Jakarta: kalam mulia,1999

Depag RI, Al Qur'anul Kariim Dan Terjemahnya. ( Bandung: Gema risalah Pres 2010 Ensikoklopedi Islam Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve: 1994.

Hamka, Falsafah Hidup, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2002 Kenang-kenangan Hidup (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 1:9.

Hamka, Tasauf Modern (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987), h.17.

, Kenang-kenangan Hidup Jakarta: Bulan Bintang, 1974

,Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Penerbit Pustaka Panjimas, 1982 cet. I, juz I

,Tasawuf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1991

,Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya, Jakarta: PT Pustaka Panji Mas, 1984

Ilmi Zadeh Faidullah al-Hasaniy al-Maqdisi, Fathu al Rahmān Li Thibi Ayat al-Qurān Semarang, Toha Putra, Tth

Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Idiologi,Jakarta Selatan: Teraja,2003

Juhaya S.Praja, Tafsir Hikmah Seputar Ibadah, Mu’amalah, Jin dan Manusia, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,2000

K. Permadi, Pengantar Ilmu Tasawuf Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1997.

M.Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, mengutip dari: ‘Abd al-Hay al- Farmawi, al-Bidayah fi Tafsir al-Maudhu’i, Kairo: al-Hadharah al-Arabiyah, 1977

M. Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar: Sebuah Telaah atas Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam Jakarta: Penamadani, 2003. Mohammad Damami, Tasawuf Positif dalam Pemikiran Hamka Yogjakarta: Fajar Pustaka Baru, 2000

Muhammad Huseyn al-Dzahabi, al-Tafsir wa al-mufassirun, Kairo:

Mulyadi Karta Negara, Menyelami Lubuk Tasauf, Jakarta : Bumi Akasar, 2006.

Mustofa Anshori, Tasawuf dan Keterlibatan Sosial Sufi, Yogyakarta :, Lembaga Penelitian UGM 1995

Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban Jakarta: Paramadina, 2000

(25)

113

Pius A. Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya : Arkola, 1994

Quraish Shihab, Sejarah & Ulum al- Qur’an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001

Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Rivay Siregar, Tasawuf, dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme Cet. I; Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1999

Sahabuddin, Metode Mempelajari Ilmu Tasawuf, menurut Ulama Sufi Cet. II;

Surabaya: Media Varia Ilmu, 1996

Sai’d Hawwa, Al Mustakhlâs fi Tazkiyatin Nafs, Terj. Aunur Rafiq Sholeh Tamhid, (Jakarta: Robbani Press, 2005) h. 87.

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum penulis mendiskripsikan tentang penafsiran ayat-ayat sumpah Allah dalam Juz‟amma menurut kedua Tokoh mufassir di atas, maka perlu diketahui dahulu tentang

Maka dapat disimpulkan dari beberapa ayat diatas, bahwa zikir yang berarti mengingat itu adalah dengan mensyukuri nikmat yang telah Allah limpahkan berupa wahyu

Cara mengendalikan marah dalam al-Qur‟an yang terfokus pada tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka yaitu dengan cara adalah dhikir kepada Allah, sabar, dan memaafkan orang

terhadap Kitab Suci al-Qur‟an menitik beratkan kepada metode tahlili , dalam artian ia menafsirkan ayat al-Qur’an secara runtut dan komprehensif dengan beraneka

Dampak terhadap kesehatan mental disini adalah jika alat kontrasepsi yang digunakan gagal, maka terjadi kelahiran anak yang tidak diinginkan ( unwantedchild ) sehingga secara

Sedangkan pada surat ar-Rahman ayat 7, Buya Hamka memaknai Mizan dengan istilah neraca pula, maksudnya kita sebagai manusia perlulah untuk bertafaqqur terhadap apa

Berbasis pada makna teks, kedua ayat di atas setelah penetepan nut}fah di dalam rahim maka terjadilah proses pembentukan janin di dalamnya yakni, fase ‘alaqoh, fase mudghah

Al-Syanqithi memaparkan semua makna yang dimaksud dengan al- muhshanaat dalam al-Qur‟an dan merujuk pada makna yang terdapat dalam surah an-Nisa ayat 24 ْمُكُنَْيَْأ ْتَكَلَم اَم َّلِإ