degradasi nilai gotong royong pada lingkungan
Teks penuh
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7) MOTO DAN PERSEMBAHAN. “Intelligence is not the determinant of success, but hard work is the real determinant of your success” (Kecerdasan bukan penentu kesuksesan, melainkan kerja keraslah merupakan penentu kesuksesan yang sebenarnya). “Kesuksesan hanya dapat diraih dengan segala upaya Dan usaha yang disertai dengan doa Karena sesungguhnya Nasib seseorang tidak akan berubah dengan sendirinya Tanpa disertai dengan usaha dan doa”. Kupersembahkan karya ini sebagai kado terindah untuk Ayah dan Ibuku tercinta, yang senantiasa mendukung. dan. mendoakan sehingga. mewujudkan harapan menjadi kenyataan.. penulis. dapat.
(8) ABSTRAK. Selfiana. 2017.Degradasi Nilia Gotong Royong pada Lingkungan Sekolah (Studi kasus SMA Somba Opu). Jurusan Pendidikan Sosiologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh bapak syaiful saleh dan Suardi.. Penelitian tentang Degradasi Nilai Gotong Royong pada Lingkungan Sekolah(studi kasus SMA Somba Opu). Adapun rumusan masalah yaitu (i)Proses terjadinya degradasi nilai gotong royong pada lingkungan sekolah, (ii) faktor terjadinya degradasi nilia gotong royong pada lingkungan sekolah,(iii) Dampak tetjadinya degradasi niliai gotong royong pada lingkungan sekolah, (iv) upaya untuk menanggulangi degradasi nilai gotong royong pada lingkungan sekolah. Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriftif ditunjang dengan pendekatan femonologi yang berlokasi di SMA Somba Opu teknik purposive sampling, dengan Kategori informan yaitu informan kunci, utama, dan tambahan, instrumen penelitian yaitu peneliti sendiri (key instrument), jenis data terdiri dari data primer dan sekunder. Pengumpulan data digunakan melalui observasi, wawancara, dokumentasi dan partisifatif, sedangkan teknik keabsahan data yang digunakan yaitu triangulasi teknik, waktu serta sumber. Berdasarkan hasil penelitian (i) proses degradasi nilai gotong royong pada lingkungan sekolah dilihat dari masih terjadwalnya kegiatan membersihkan, kererlibatan pihak sekolah dalam membersihkan dan kegiatan yang dilakukan pada saat gotong royong. (ii)faktor terjadinya degradasi nilai gotong royong di sekolah terbagi atas 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internalnya yaitu malas, kesibukan, kecemburuan sosial, pemahaman keliru soal bantuan dan kurangnya sosialisasi , (iii) Dampak terjadinya degradasi nilai gotong royong pada lingkungan sekolah yaitu menghilangnya cerminan kebudayaan, masyarakat individualis dan kurangnya kepedulian terhadap sesama. (iv) upaya untuk menanggulangi terjadinya degradasi nilai gotong royong yaitu dengan kegiatan sabtu bersih, kegiatan zero sampah atau sampah nol, piket kelas, event perlombaan(kelas bersih dan terindan) dan menggunakan pembelajaran kerja kelompok.. Kata Kunci : Degradasi, Nilai, Gotong Royong, Lingkungan Sekolah..
(9) ix. KATA PENGANTAR. Tidak ada kata lain yang lebih baik diucapkan selain puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan yang maha kuasa yang telah memberikan pertolongan kepada hambanya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: degradasi nilai gotong royong pada lingkungan sekolah (studi kasus SMA Somba Opu) dapat diselesaikan sebagai salah satu tugas akademik, Pada Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Begitu pula salawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, serta keluarga dan para sahabat-sahabat-Nya dan orang-orang yang mengikuti Beliau. Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengalami berbagai hambatan dan kesulitan. Namun, hal itu dapat teratasi dengan baik berkat kerja keras dan tekad yang bulat serta bantuan dan dukungan dari semua pihak. Penulis telah berusaha untuk menjadikan skripsi ini sebagai sebuah karya yang bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan para pembaca. Namun, dibalik semua itu saran dan kritikan yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk perbaikan menuju kesempurnaan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa melangkah untuk mencapai suatu tujuan, hambatan dan rintangan menemani silih berganti. Namun, berkat rahmat dan. ix.
(10) x. hidayah-Nya yang disertai usaha dan do’a serta ikhtiar sehingga semua itu dapat dijalani dengan ikhlas dan tawadhu. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya serta salam penuh hormat dengan segenap cinta, Ananda haturkan kepada orang tua Ayahanda Malli dan Ibunda Jubeda tercinta, dengan susah payah dan ketulusannya mencurahkan cinta, kasih sayang disertai perhatiannya dalam mendidik dan membesarkan yang disertai dengan iringan do’a yang tulus demi tercapainya cita-cita ananda, semoga ananda dapat membalas setiap tetes keringat yang tercurah demi membantu ananda menjadi seorang manusia yang berguna. Keluarga besar yang selama ini selalu menemani dan memberikan semangat serta dorongan kepada ananda sehingga ananda dapat menyelesaikan skripsi ini. Selama penyusunan skripsi ini, penulis menghadapi berbagai hambatan dan tantangan namun berkat bimbingan, inovasi dan sumbangsi pemikiran dari berbagai pihak, segala hambatan dan tantangan yang dihadapi penulis dapat teratasi. Dengan penuh rasa hormat penulis menghaturkan banyak terima kasih yang seberas-besarnya kepada, Dr. H. Nursalam, M. Si, selaku pembimbing I dan Suardi, S. Pd., M. Pd, selaku pembimbing II. Yang telah memberikan bimbingan, arahan sejak dari awal proposal hingga selesainya skripsi ini. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. H. Abd. Rahman Rahim, S.E., M.M selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Erwin Akib, M.Pd., Ph., D, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. Ir. H. M. Syaiful Saleh M.Si dan.
(11) xi. Suardi S. Pd., M. Pd, Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, dan segenap dosen dan para staf pegawai dalam lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membekali penulis dengan serangkaian berbagai ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis. Sahabat serta teman-teman seperjuanganku di Jurusan Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, terkhusus angkatan 2013 Kelas B, terima kasih atas kebersamaan dan kekompakan kita selama ini yang penuh keceriaan dan saling membantu. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang tidak sempat disebutkan satu-persatu terima kasih atas bantuannya. Mengiringi penghargaan dan ucapan terima kasih penulis kepada semua pihak yang turut membantu secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini. Semoga segala bantuan yang diberikan kepada penulis mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Mudahmudahan kita semua senantiasa mendapatkan rahmat dan hidayah-Nya. Amin. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.. Makassar,. Agustus 2017 Penulis.
(12) xii. DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................. i. HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... ii. LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... iii. PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ iv. SURAT PERNYATAAN ........................................................................... v. SURAT PERJANJIAN .............................................................................. vi. MOTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... vii. ABSTRAK .................................................................................................. viii. KATA PENGANTAR................................................................................ ix. DAFTAR ISI............................................................................................... xii. DAFTAR TABEL ...................................................................................... xvi. DAFTAR GAMBAR.................................................................................. xvii. BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1. A. Latar Belakang ................................................................................. 1. B. Rumusan Masalah ............................................................................ 8. C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 9. xii.
(13) xiii. D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 9. E. Definisi Operasional......................................................................... 10. BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian degradasi ....................................................................... 12. 2. Nilai dan gotong royong................................................................... 12. 3. Lingkungan sekolah ......................................................................... 22. 4. Proses terjadinya degradasi nilai gotong royong ............................. 24. 5. Dampak degradasi nilai gotong royong ........................................... 27. 6. Upaya untuk menanggulangi degradasi nilai gotong royong .......... 27. 7. Teori perubahan sosial ..................................................................... 29. 8. Teori solidaritas sosial...................................................................... 33. B. Kerangka Konsep.................................................................................. 35. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian................................................................................. 36. B. Lokasi Penelitian.............................................................................. 37. C. Informan Penelitian.......................................................................... 37. D. Fokus Penelitian ............................................................................... 39. E. Instrumen Penelitian......................................................................... 39. F. Jenis dan Sumber Data Penelitian .................................................... 40. G. Teknik Pengumpulan Data............................................................... 41.
(14) xiv. H. Analisis Data .................................................................................... 43. I. Teknik Keabsahan Data ................................................................... 44. BAB IV GAMBARAN DAN HISTORIS LOKASI PENELITIAN A. Historis SMA Somba Opu ............................................................... 48. BAB V PROSES DEGRADASI NILAI GOTONG ROYONG PADA LINGKUNGAN SEKOLAH....................................................... 61. A. Jadwal Gotong Royong Di Sekolah ................................................. 62. B. Keterlibatan Pihak Sekolah Dalam Kegiatan Gotong Royong ........ 65. C. Kegiatan Yang Dilakukan Pada Saat Gotong Royong...................... 68. BAB VI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA DEGRADASI NILAI GOTONG ROYONG ............................. 72. A. Faktor Internal ................................................................................. 72. B. Faktor Eksternal ............................................................................... 78. BAB VII DAMPAK DEGRADASI NILAI GOTONG ROYONG ........ 81. A. Menghilangnya Cerminan Kebudayaan ........................................... 82. B. Masyarakat Idividualis ..................................................................... 83. C. Kurangnya Kepedulian Terhadap Lingkungan.................................. 85.
(15) xv. BAB VIII UPAYA NTUK MENANGGULANGI DEGRADASI NILAI GOTONG ROYONG..................................................................... 88. A. Sabtu Bersih ..................................................................................... 90. B. Zero Sampah Atau Sampah Nol....................................................... 92. C. Piket Kelas ....................................................................................... 92. D. Event Perlombaan (Kelas Bersih Dan Terindah .............................. 93. E. Menggunakan Pembelajaran Kerja Kelompok ................................ 94. BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 96. A. Kesimpulan ...................................................................................... 96. B. Saran................................................................................................. 97. DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 98.
(16) vii. DAFTAR TABEL Halaman A. Daftar Nama Informan Penelitian ................................................... B. Hasil Wawancara ............................................................................. xvi. 38.
(17) viii. DAFTAR GAMBAR Halaman A. Bagan Kerangka Konsep ................................................................ 44. B. Lokasi Penelitian .............................................................................. 59. C. Jadwal Kegiatan Gotong Royong .................................................... 54. D. Hasil Observasi dan Partisipatif ...................................................... E. Hasil Dokumentasi ........................................................................... xvii.
(18) 1 BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini beragam, mulai dari kemiskinan, pengangguran, pendidikan hingga pada malasah budaya. Masalah budaya sebagai salah satu dari masalah di atas seharusnya perlu diperhatikan dengan serius, sebab masalah tersebut mengerucut pada menurunnya perhatian atau kecintaan yang berakibat pada memudarnya atau terkikisnya nilai-nilai luhur dan budaya khas Indonesia. Dari permasalahan di atas pemerintah saat ini mulai melakukan penanggulangan yaitu dengan adanya revolusi mental yang berusaha mengatasi masalah yang dihadapi Indonesia saat ini. Salah satu nilai luhur Indonesia adalah gotong royong, sebagai sebuah nilai yang telah ada sejak dahulu kala dan terus diwariskan. Gotong royong sendiri secara sederhana merupakan sebuah bentuk interaksi yang berupa kerjasama, yang intinya dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan bersama, contoh sederhana dari hal di atas misalnya ketika manusia hendak membersikan lingkungan sekitarnya, tentunya hal tersebut akan lebih efektif ketika dilakukan bersama-sama, dari hal ini tersebut yang pada akhirnya akan membentuk sebuah sistem nilai sebagai konsekuensi logis dari kedudukan manusia sebagai makhluk sosial, yang senangtiasa membutuhkan orang lain, sekaligus sebagai makhluk yang menjaga alam sekitar. Sebagai sebuah nilai gotong royong secara hakikat lahir dari sebuah peradapan. manusia. yang. saling. berinteraksi. 1. satu. sama. lainnya,.
(19) 2. hal seperti ini sangat identik pada sebuah peradapan tradisonal atau dengan kata lain merupakan sebuah nilai pada masyarakat pedesaan. Gotong royong sebagai sebuah nilai, sangat erat kaitannya dengan masyarakat pedesaan, dimana masyarakat pedesaan masih tergantung satu sama lainnya untuk melakukan dan mencapai sebuah tujuan. Sikap gotong royong itu seharusnya dimiliki oleh seluruh elemen atau lapisan masyarakat yang ada di Indonesia. Karena, dengan adanya kesadaran setiap elemen atau lapisan masyarakat melakukan setiap kegiatan dengan cara bergotong royong. Dengan demikian segala sesuatu yang akan dikerjakan dapat lebih mudah dan cepat diselesaikan dan pastinya pembangunan di daerah tersebut akan semakin lancar dan maju. Bukan itu saja, tetapi dengan adanya kesadaran setiap elemen atau lapisan masyarakat dalam menerapkan perilaku gotong royong maka hubungan persaudaraan atau silaturahim akan semakin erat. Dibandingkan dengan cara individualisme yang mementingkan diri sendiri maka akan memperlambat pembangunan di suatu daerah. Karena individualisme itu dapat menimbulkan keserakahan dan kesenjangan diantara masyarakat di kota tersebut. Nilai-nilai budaya mulai dengan deras masuk dan menjadi bagian dari hidup masyarakat Indonesia. Kehidupan perekonomian masyarakat berangsurangsur berubah dari ekonomi agraris ke industri. Indusri berkembang maju dan pada zaman sekarang tatanan kehidupan lebih banyak didasarkan pada.
(20) 3. pertimbangan ekonomi, sehingga bersifat materialistik. Maka nilai kegotong royongan pada masyarakat telah memudar. Gotong Royong merupakan suatu kegiatan sosial yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia dari jaman daulu kala hingga saat ini. sebagaimana yang tertuang dalam pancasila yaitu sila ke- 3 “Persatuan Indonesia”. Perilaku gotong royong yang telah dimiliki Bangsa Indonesia sejak dahulu kala. Gotong royong merupakan keperibadian bangsa dan merupakan budaya yang telah berakar kuat dalam kehidupan masyarakat. Gotong royong tumbuh dari kita sendiri, prilaku dari masyarakat. Rasa kebersamaan ini muncul,karena adanya sikap sosial tanpa pamrih dari masing-masing individu untk meringankan beban yang sedang dipikul.Hanya di Indonesia,kita bisa menemukan sikap gotong royong ini karena di negara lain tidak ada sikap ini dikarenakan saling acuh tak acuh terhadap lingkungan di sekitarnya. Ini merupakan sikap positif yang harus di lestarikan agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kokoh & kuat di segala lini.Tidak hanya dipedesaan bisa kita jumpai sikap gotong royong,melainkan di daerah perkotaan pun bisa kita jumpai dengan mudah. Karena secara culture, budaya tersebut memang sudah di tanamkan sifat ini sejak kecil hingga dewasa. Karena ini merupakan salah satu cermin yang membuat Indonesia bersatu dari sabang hingga merauke, walaupun berbeda agama, suku & warna kulit tapi kita tetap menjadi kesatuan yang kokoh. Inilah alah satu budaya bangsa yang.
(21) 4. membuat Indonesia,di puja & puji oleh bangsa lain karena budayanya yang unik & penuh toleransi antar sesama manusia. Gotong royong adalah sikap hidup, cara kerja, dan kebiasaan yang sudah dikenal bangsa Indonesia secara turun-temurun sejak zaman dahulu. Dalam gotong royong, orang menyelesaikan suatu kegiatan secara bersama-sama dengan saling berbagi tugas dan saling tolong menolong Dalam masyarakat sendiri terdiri dari berbagai unsur atau lembaga seperti keluarga sebagai unit terkecil, lembaga agama, lembaga pendidikan dan lain sebagainya. Sebagai bagaian dari masyarakat lembaga pendidikan seperti sekolah akan sangat dipengaruhi oleh mayarakat, karena lembaga pendidikan merupakan bentukan masyarakat sebagai suatu alternatif yang menjalankan salah satu fungsi dari keluarga (fungsi edukatif), dimana keluarga merupakan unit terkecil mayarakat. Dapat kita katakan bahwa sekolah merupakan sebuah bentuk lain dari kehidupan masyarakat dimana di dalamnya sama-sama menjalankan sebuah interaksi sosial, memiliki struktur, sistem nilai dan norma. Seperti yang diungkapkan di atas biasanya sekolah melaksanakan proses pendidikan dengan menyesuaikan dengan kondisi masyarakat sekitarnya. Dari penjelasan tersebut dapat tergambar bahwa sekolah sebagai lembaga pendidikan ikut bertanggung jawab dalam menanamkan nilai, norma dan kebudayaan,. yang. tentunya. diciptakan. melalui. kondisi-kondisi. yang. mengambarkan dan mengadopsi dari kosep-konsep yang tersebut yang dimulai dari lingkungan sekolah, yang kemudian membuat siswa atau peserta didik.
(22) 5. memahami, mendalami, dan menerapkan pada kehidupan sehari-harinya di dalam masyarakat. Masalah pergeseran nilai-nilai luhur merupakan sebuah konsekuensi dari perubahan yang terjadi dimana-mana sesuai konsep sosiologi yang mengatakan bahwa masyarakat akan selalu berdinamika dan mengalami perubahan, konsep tersebut benar adanya, seperti yang dijelaskan Soekanto, (2012: 259) bahwa: Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan yang dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok, ada pula perubahan-perubahan yang pengaruhya terbatas maupun yang luas, serta ada perubahan yang lambat sekali tetapi ada juga yang berjalan dengan cepat. Selanjutnya dijelaskan bahwa perubahan perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya. Kini kita dapat merasakan setiap detik mampu melahirkan berbagai macam perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, sebagai contoh yaitu modernisasi dan globalisasi. Kedua perubahan ini membawa sebuah kondisi dimana peradaban manusia mengalami kemajuan pada aspek pengetahuan, pembangunan, dan teknologi, tetapi juga mengalami kemunduran pada aspek sistem nilai dan norma di mana perubahan tersebut mengikis nilai-nilai luhur mulai berkurangnya rasa kebersamaan (solidaritas), kekeluargaan, dan gotong royong, yang pada akhirnya membentuk nilai-nilai baru yang melahirkan berbagai.
(23) 6. hal seperti sifat individualis, perilaku konsumerisme, hedonisme dan lain sebagainya sebagai dampak negatif dari hal tersebut. Untuk mendukung penelitian ini, berikut dipaparkan beberapa hasil penelitian yang relevan: Sudibyo, 2012, pengembangan nilai dan tradisi gotong royong dalam bingkai konservasi nilai budaya, menyatakan bahwa: Keberadaan budaya gotong royong sebagai sebuah warisan masa lalu yang diturunkan secara generasional (traditional heritage) dan sudah selayaknya perlu terus dipupuk dan dikembangkan, dikonservasi. termasuk dalam lingkungan civitas akademika. Universitas Negeri Semarang. Kemudian penelitian Paramita, 2015, Pembangunan Nasional Melalui Revitalisasi Nilai Gotong-Royong Berdasarkan Pancasila, menyatakan bahwa: Sistem gotong royong sebagai manifestasi kebudayaan yang telah dikenal oleh nenek moyang bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala. Sebagai pemegang warisan bangsa Indonesia, kita harus menjaga gotong royong sebagai jati diri bangsa kita agar tidak dipengaruhi oleh teknologi, maupun nilai budaya yang tidak sesuai dengan kepribadian negeri ini. Adapun penelitian Sari, 2015. Menegakkan Tradisi Kerja Bakti Sebagai Bentuk Revitalisasi Nilai Gotong Royong. menyatakan bahwa: Indonesia telah lama dikenal dengan Local Wisdom masyarakatnya, yakni budaya gotong royong. Budaya ini digali dari kepribadian bangsa sendiri dan diwariskan oleh para leluhur, dimana budaya ini terbentuk jauh sebelum Indonesia merdeka. Melekat.
(24) 7. dalam jiwa manusia Indonesia, maka gotong royong telah menjadi ciri khas dan karakter bangsa yang perlu untuk dilestarikan. Selanjutnya penelitian Widaty, 2014, Perubahan Kehidupan Gotong Royong. Masyarakat. Pedesaan. Di. Kecamatan. Padaherang. Kabupaten. Pangandaran, menyatakan bahwa: Keberadaan budaya gotong royong pada masyarakat pedesaan yang semakin lama semakin memudar sebagai sebuah akibat pergeseran nilai-nilai budaya. Budaya gotong royong mulai memudar dipicu oleh mulai munculnya budaya-budaya individualisme dan materialisme Maka dari keempat penelitian diatas peneliti mengambil tema yang hampir sama yaitu “Degradasi nilai gotong royong dilingkungan sekolah (sma somba opu)” adapun yang menjadi pembeda dalam penelitian ini yaitu penurunan nilai gotongroyong di lingkungan sekolah serta mengkaji tentang faktor yang mempengaruhi degradasi, dan upaya menangulangi degradasi nilai gotong royong di lingkungan sekolah. Penelitian ini dilakukan di Sma 1 somba opu. Sebagai salah satu lembaga pendidikan yang hadir ditengah-tengah masyarakat di Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan, SMA SOMBA OPU, dapat dikatakan sebagai sebuah sekolah juga mengemban tugas melestarikan dan mengkonservatif nilai-nilai luhur seperti nilai gotong royong. Sehingga dapat kita katakan bahwa peran sekolah sebagai lembaga pendidikan dalam masyarakat memegang peran penting dalam menaggulangi degradasi nilai luhur sebagai dampak perubahan yang terjadi. Dari hasil observasi awal 10 November 2016 terlihat bahwa terjadi degradasi nilai gotong royong tidak hanya menerpa masyarakat, tetapi bahkan.
(25) 8. mulai merambah kesekolah padahal sekolah sejatinya adalah sebuah benteng yang seharusnya menghalau hal tersebut tetapi faktanya sekolah juga mulai mengalami degradasi nilai gotong royong, hal ini terlihat pada banyaknya siswa yang mulai malas ketika ada kegiatan kerja bakti pembersihan lingkungan sekolah, misalnya pada kegiatan pembersihan kelas setiap hari, ada saja siswa yang engggan untuk ikut terlibat dalam pembersihan kelas tersebut padahal jelas bahwa mereka memiliki tanggung jawab dalam membersihkan kelas tersebut, tetapi mereka lebih memilih untuk bermain game di hp, chat pada sosial media, dan duduk-duduk mengobrol. Padahal hakikatnya kebersihan lingkungan sekolah merupakan sebuah tanggung jawab bersama, yang dimulai dari dalam kelas masing-masing. Dari pemaparan di atas penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mendalam tentang upaya sekolah menanggulangi degradasi nilai luhur gotong royong. Pada kesempatan ini penulis mencoba mengangkat sebuah judul untuk diteliti lebih mendalam yaitu “Degradasi nilai gotong royong pada lingkungan sekolah“ (Studi kasus SMA Somba Opu).. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimanakah proses degradasi nilai gotong royong pada lingkungan sekolah? 2. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi terjadinya degradasi nilai gotong royong pada lingkungan SMA Somba Opu? 3. Bagaimanakah dampak terjadinya degradasi nilai gotong royong pada lingkungan sekolah?.
(26) 9. 4. Upaya apa sajakah yang diambil sekolah dalam menanggulangi degradasi nilai gotong royong pada lingkungan SMA Somba Opu?. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka adapun tujuan penelitian ini, adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui proses degradasi nilai gotong royong pada lingkungan sekolah 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya degradasi nilai gotong royong di lingkungan di SMA Somba Opu 3. Untuk mengetahui dampak degradasi nilai gotong royong pada lingkungan sekolah. 4. Untuk mengetahui upaya yang diambil sekolah dalam mencegah degradasi nilai gotong royong di lingkungan SMA Somba Opu.. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.. Manfaat teoritis Dapat menjadi bahan informasi dalam pengembangan ilmu pengetahuan. khususnya dibidang sosiologi dan pendidikan dalam kaitanya dengan nilai gotong royong..
(27) 10. 2.. Manfaat praktis Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini secara praktis adalah. sebagai berikut : a. Bagi sekolah Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak sekolah dalam mengambil kebijakan berkenaan dengan nilai gotong royong. b. Bagi peneliti. Memberikan gambaran kepada peneliti yang lainnya tentang nilai gotong royong pada lingkungan sekolah. c. Untuk referensi, yakni dapat menjadi bahan rujukan bagi para peneliti selanjutnya.. E. Defenisi oprasional 1.. Degradasi merupakan suatu penurunan baik berupa sikap maupun tingkah laku siswa yang dilakukuan dalam suatu kegiatan.. 2.. Nilai merupakan perasaan tentang apa yang diinginkan ataupun yang tidak diinginkan, atau tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh. Nilai dalam masyarakat yang tercakup dalam adat kebiasaan dan tradisi yang secara tidak sadar diterima dan dilaksanakan oleh angota masyarakat.. 3.. Gotong royong merupakan suatu kegiatan kerja sama yang dilakukan secara bersama-sama yang terwujud dalam bentuk perilaku atau tindakan individu yang dilakukan tanpa mengharapkan balasan untuk melakukan sesuatu secara bersama demi kepentingan bersama atau individu tertentu..
(28) 11 4.. Lingkungan sekolah adalah suatu tempat dimana siswa didik, diajar dan tempat untuk menuntut ilmu dan lingkungan sekolah juga tempat dimana siswa berkumpul dan berinteraksi antara sesama siswa, guru yang berbeda suku dan agama..
(29) 12. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP. A. Kajian Pustaka 1.. Pengertian degradasi Degradasi secara sederhana berarti pergeseran atau perubahan yang. mengarah pada kemunduran atau penurunan. Degradasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI edisi ke-4, (2008: 304) diartikan sebagai “penurunan (pangkat, mutu, moral), kemunduran, kemerosotan” Dari pemaparan di atas dapat dikatakan bahwa degradasi merupakan bentuk perubahan yang mengarah pada penurunan atau berkurangnya suatu ukuran dari sebuah hal, dalam penelitian ini yaitu nilai gotong royong. Degradasi nilai gotong royong berarti mulai menurunnya atau memudarnya pengamalan dari nilai-nilai gotong royong. 2.. Nilai dan gotong royong. a.. Nilai. Ismawati, (2012: 70), nilai dikatakan sebagai “sebuah abstrak yang menjadi. acuan atau pedoman utama mengenal masalah mendasar dan umum yang sangat penting dan ditinggikan dalam kehidupan suatu masyarakat, bangsa, atau bahkan kemanusiaan”.Robert M.Z. Lawang, (Elisanti, 2009: 35) mendefenisikan nilai adalah “gambaran mengenai apa yang dinginkan, yang pantas, yang berharga, yang mempengaruhi prilaku sosial orang yang memiliki nilai itu”.. 12.
(30) 13. Horton dan Hunt, (Narwoko dan Suyanto 2007: 55), bahwa: Nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi ia tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu itu salah atau benar. Selanjutnya dikatakan nilai adalah suatu bagian penting dari kebudayaan. Suatu tindakan dianggap sah artinya secara moral dapat diterima kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat dimana tindakan itu dilakukan. Dalam masyarakat yang terus berkembang, nilai senantiasa akan ikut berubah. Pergeseran nilai dalam banyak hal juga akan mempengaruhi perubahan folkways dan mores. Sistem nilai sendiri dalam literatur sosiologi berarti nilai inti (score value) dari masyarakat, Wiliam (Ismawati, 2012: 72), “sistem nilai tidak tersebar secara sembarangan tetapi berbentuk hubungan timbal balik yang menjelaskan keberadaan tata tertib di masyarakat”. Ismawati, (2012: 72), dikatakan bahwa ada lima pola umum sistem nilai budaya yaitu : 1) Hakikat hidup manusia. 2) Hakikat karya manusia. 3) Hakikat waktu manusia. 4) Hakikat alam manusia. 5) Hakikat hubungan manusia. Notonegoro, (Elisanti, 2009: 36) membagi nilai dalam tiga bagian yaitu sebagai berikut :.
(31) 14. 1) Nilai material, adalah segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia. 2) Nilai vital, adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan aktivitas atau kegiatan. 3) Nilai kerohanian, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan rohani manusia, seperti: a) Nilai kebenaran, yaitu bersumber pada akal manusia (cipta). b) Nilai keindahan,yaitu bersumber pada unsur perasaan (este-tika). c) Nilai moral, yaitu bersumber pada unsur kehendak (karsa). d) Nilai keagamaan, yaitu bersumber pada ketuhanan. Andrain (Setiadi dan Kolip, 2011: 120-122), menjelaskan bahwa nilai memiliki enam ciri yaitu sebagai berikut : 1) Umum dan abstrak. 2) Konsepsional. 3) Mengandung kualitas moral. 4) Tidak selamanya realistik. 5) Dalam kehidupan masyarakat yang nyata nilai-nilai itu akan bersifat campuran. 6) Cenderung bersifat stabil, dan sukar berubah. b.. Gotong Royong. Gotong royong secara sederhana merupakan sebuah bentuk kerjasama, dalam. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI edisi ke-4, 2008: 460), gotong royong berarti bekerja bersama-sama (tolong menolong, bantu membantu). Rochmadi (2012: 4) tentang menjadikan nilai budaya gotong-royong sebagai common identity dalam kehidupan bertetangga negara-negara ASEAN bahwa : 1) Pengertian Gotong Royong..
(32) 15. Gotong royong berasal dari kata dalam Bahasa Jawa. Kata gotong dapat dipadankan dengan kata pikul atau angkat. Kata royong dapat dipadankan dengan bersama-sama. Jadi kata gotong royong secara sederhana berarti mengangkat sesuatu secara bersama-sama atau juga diartikan sebagai mengerjakan sesuatu secara bersamasama. Misalnya: mengangkat meja yang dilakukan bersama-sama, membersihkan lingkungan sekolah, dan sebagainya. Jadi, gotong royong memiliki pengertian sebagai bentuk partisipasi aktif setiap individu untuk ikut terlibat dalam memberi nilai tambah atau positif kepada setiap obyek, permasalahan atau kebutuhan orang banyak di sekelilingnya. Partisipasi aktif tersebut bisa berupa bantuan yang berwujud materi, keuangan, tenaga fisik, mental spiritual, ketrampilan, sumbangan pikiran atau nasihat yang konstruktif, sampai hanya berdoa kepada Tuhan. Sedangkan Secara konseptual, gotong royong dapat diartikan sebagai suatu model kerjasama yang disepakati bersama. Sedangkan pengertian gotong royong menurut sudrajad dalam Ivan Rismayanto (2014:3) gotong royong adalah sebagai bentuk solidaritas sosial, terbentuk karena adanya bantuan dari pihak lain, untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan kelompok sehingga didalamnya terdapat sikap loyal dari setiap warga sebagai suatu kesatuan. Dari pendapat tersebut dikatakan bahwa kegiatan gotong royong adalah bentuk solidaritas yang terwujud sebagai bentuk logalitas dalam sebuah kesatuan terhadap sesama warga masyarakat. Pada hakikatnya rasa solidaritas yang terbentuk pada masyarakat merupakan bentuk dari rasa saling membutuhkan setiap individu dengan individu lainnya. Manusia.
(33) 16. sebagai mahluk sosial tdak akan terlepas dari bantuan orang lain baik untuk memenuhi kebutuhan pribadinya maupun kebutuhan sosial terhadap lingkungan sekitarnya. Nuryanto (2016), terdapat nilai-nilai positif yang terkandung dalam gotong royong antara lain: a.. Persatuan. Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia adalah keberagaman. Tidak hanya adat-istiadat, namun juga suku, ras dan agama atau yang sering kita singkat dengan SARA. Tentu keberagaman tersebut akan menjadi faktor perpecahan dan persengketaan apabila tidak dilandasi rasa persatuan. Nah, kebersamaan yang terkandung dalam gotong royong ini mampu melahirkan persatuan, tidak hanya antar anggota masyarakat. Apabila rasa persatuan yang terkandung dalam semangat gotong royong ini kita junjung, tentu akan menjadi kekuatan pemersatu bangsa meskipun berbeda-beda suku, adat, ras dan agama. b.. Tolong menolong. Gotong royong memiliki maksud melakukan pekerjaan bersama-sama, tidak hanya untuk kepentingan bersama, namun juga untuk kepentingan orang lain yang membutuhkan pertolongan. Misalkan, terdapat tetangga yang rumahnya tertimbun longsor, maka sudah seharusnya kita membantu membenahi rumah tersebut secara bergotong-royong. c.. Kebersamaan. Bukan gotong royong apabila tidak dilakukan secara bersama-sama. Ciri dari pada gotong royong adalah kebersamaan. Kebersamaan yang terkandung dalam gotong royong ini akan menyadarkan kita sebagai makhluk sosial, makhluk yang tidak dapat hidup sendiri dan harus bersama orang lain untuk dapat mempertahankan hidup. d.. Rela berkorban. Bagi anak muda, pengorbanan bukan hanya tentang pengorbanan cinta atau perasaan saja. Namun pengorbanan dapat berbentuk apapun, mulai dari berkorban waktu, tenaga, uang hingga pemikiran. Gotong royong mengajarkan kepada kita untuk rela berkorban. Pengorbanan yang kita lakukan semata untuk kepentingan bersama. Misalkan, di tengah kesibukan kita bekerja, apabila ada tetangga yang sedang bergotongroyong, membutuhkan pertolongan sedapat mungkin kita harus membantunya..
(34) 17. e.. Sosialisasi. Gotong royong juga mengajarkan kepada kita untuk bersosialisasi. Sosialisasi tak terlepas bahwa manusia sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Di tengah era globalisasi dengan kemajuan teknologi yang ada sekarang ini, nampaknya sudah menggeser manusia yang berjiwa kebersamaan menjadi manusia yang individualis. Kecanggihan teknologi ini ternyata mampu meracuni bangsa ini untuk terpengaruh dengan budaya luar. Hal ini akan sangat berdampak pada melunturnya budaya gotong royong. Dengan demikian, sudah tentu ada nilai-nilai berubah ataupun hilangnya nilai-nilai dalam diri masyarakat. Pendidikan sebagai ujung tombak kemajuan bangsa, memegang peranan yang sangat penting. Pendidikan tidak mutlak dilaksanakan di sekolah, tetapi keluarga dan masyarakat pun juga memiliki andil yang besar terhadap pendidikan. Bahkan keluarga menjadi pendidikan utama bagi seorang anak sebelum memasuki pendidikan di jenjang sekolah maupun di masyarakat.. 1.. Jenis Gotong Royong. Koentjaraningrat dalam Rochmadi (2012:4) membagi dua jenis gotong. royong yang dikenal oleh masyarakat Indonesia; gotong royong tolong menolong dan gotong royong kerja bakti. Kegiatan gotong royong tolong menolong terjadi pada aktivitas pertanian, kegiatan sekitar rumah tangga, kegiatan pesta, kegiatan perayaan, dan pada peristiwa bencana atau kematian. Sedangkan kegiatan gotong royong kerja bakti biasanya dilakukan untuk mengerjakan sesuatu hal yang.
(35) 18. sifatnya untuk kepentingan umum, yang dibedakan antara gotong royong atas inisiatif warga dengan gotong royong yang dipaksakan. Sedangkan Mulyono, (2014: 98), kerukunan atau gotong royong merupakan “bentuk kerja sama yang dilandasi rasa kesadaran yang tinggi sebagai anggota masyarakat untuk bersama-sama membantu kesulitan orang lain secara ikhlas”. Selanjutnya Koentjaraningrat (2009: 99), dikatakan bahwa “gotong royong dan individualisme adalah dua sifat yang kontraks dan membedakan kebudayaan asia dan amerika. Dalam kebudayaan asia dan kebudayaan Indonesia pada khususnya sifat gotong royong merupakan hal yang menonjol dan sebaliknya individualisme kurang menonjol”. Pada penjelasan lain dikatakan bahwa nilai gotong royong hendaklah dipertahankan, karena sebagai sikap khas bangsa Indonesia, dan menjadi pandangan serta panduan hidup masyarakat Indonesia. Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh M.Nasroen, (Paramita, 2015: 2) bahwa: Gotong royong merupakan dasar Filsafat Indonesia. Gotong royong sebagai filsafat berarti dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Gotong royong adalah nilai budaya yang diwariskan para leluhur pada generasi penerus bangsa. Sebuah bangsa harus memiliki jati diri, agar tetap kokoh sebagai bangsa yang memiliki ciri khas tersendiri. Bintarto (Paramita, 2015: 3-4), mengatakan bahwa: Hubungan antara gotong royong sebagai nilai budaya, bahwa nilai itu dalam sistem budaya orang Indonesia mengandung empat konsep, yaitu: 1.. Manusia itu tidak sendiri di dunia ini, tetapi dilingkungi oleh komunitinya, masyarakatnya dan alam sekitarnya. Di dalam system makrokosmos tersebut.
(36) 19. ia merasakan dirinya hanya sebagai unsur kecil saja, yang ikut terbawa oleh proses peredaran alam semesta yang maha besar itu. 2. Dengan demikian, manusia pada hakekatnya tergantung dalam segala aspek kehidupannya kepada sesamanya. 3. Karena itu, ia harus selalu berusaha untuk sedapat mungkin memelihara hubungan baik dengan sesamanya terdorong oleh jiwa sama rata sama rasa. 4. Dan selalu berusaha untuk sedapat mungkin bersifat konform, berbuat sama dengan sesamanya dalam komuniti, terdorong oleh jiwa sama tinggi sama rendah. Rochmadi (2012:7) Dalam perspektif sosio budaya, nilai gotong royong adalah semangat yang diwujudkan dalam bentuk perilaku atau tindakan individu yang dilakukan tanpa pamrih (mengharap balasan) untuk melakukan sesuatu secara bersama-sama demi kepentingan bersama atau individu tertentu. Misalnya; petani secara bersama-sama membersihkan saluran irigasi yang menuju sawahnya, masyarakat bergotong royong membangun rumah warga yang terkena angin puting beliung, dan sebagainya. Bahkan dalam sejarah perkembangan masyarakat, kegiatan bercocok tanam seperti mengolah tanah hingga memetik hasil (panen) dilakukan secara gotong royong bergiliran pada masing-masing pemilik sawah. Budaya gotong royong adalah cerminan perilaku yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia sejak zaman dahulu. Bilamana dilakukan kajian di seluruh wilayah Indonesia, maka akan ditemukan praktek gotong royong tersebut dengan berbagai macam istilah dan bentuknya, baik sebagai nilai maupun sebagai perilaku. Bagi bangsa Indonesia, gotong royong tidak hanya bermakna sebagai perilaku, sebagaimana pengertian yang dikemukakan sebelumnya,namun juga berperan sebagai nilai-nilai moral. Artinya gotong royong selalu menjadi acuan perilaku, pandangan hidup bangsa Indonesia dalam berbagai macam wujudnya. Sebagaimana diketahui, setiap perilaku yang ditampilkan manusia selalu mengacu kepada nilai-nilai moral yang menjadi acuan hidupnya, pandangan hidupnya. Misalnya: manusia selalu mandi Karena mengacu kepada nilai kebersihan, jadi ketika ada orang berkata tidak mandi tidak apa-apa, itu berarti.
(37) 20. yang bersangkutan tidak menjadikan nilai kebersihan sebagai pandangan hidupnya. c.. Faktor yang mempengaruhi gotong royong. Ada dua macam faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor. internal diantaranya ditunjukkan dengan semakin menurunnya partisipasi yang diberikan oleh warga terhadap setiap kegiatan yang bersifat gotong royong karena malas, kesibukan, kecembruan sosial, pemahaman keliru soal bantuan, kurang bersosialisasi/egois.. Alasanya karena telah berubahnya motif dari dalam diri masyarakat dan perubahan sikap yang cenderung materialistis serta individualis faktor tersebut setidaknya dipengaruhi pula oleh faktor eksternal yang diantaranya adanya arus modernisasi dan globalisasi serta banyaknya pendatang. Dari uraian di atas dapat di katakan bahwa nilai gotong royong merupakan sebuah konsep atau pandangan yang mengarah pada sikap yang saling bekerja sama, tolong menolong, dan saling membantu, serta sebagai sebuah sikap khas bangsa Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut maka nilai gotong royong hendaklah dipelihara dan dilestarikan Gotong royong pada masa sekarang sudah berubah sejak dua puluh lima tahun terakhir abad ke-dua puluh ini. Cara hidup yang lama seperti gotong royong memang terancam oleh cara berinteraksi dan perkumpulan sosial baru yang telah muncul. Saat ini, untuk membangun rumah kebanyakan masyarakat mengatakan lebih suka kalau membayar seorang ahli/tukang untuk mengerjakannya dari pada mengandalkan masyarakat atau keluarga. Namun, karena mayoritas orang-orang masih tinggal di daerah perumahan biasa serta menerima upah pekerjaan yang.
(38) 21. lumayan berarti konsep yang lebih persis adalah orang-orang sekarang ini lebih cenderung oleh kebiasaan dari gelombang-gelombang kehidupan modern yang mengatakan ‘jangan mengandalkan pada orang-orang lain; menjadi lebih mandiri.’ Mungkin juga, karena masyarakat sekarang adalah masyarakat yang agak modern dan maju sehingga orang-orang lebih sibuk dalam pekerjaan atau segala komitmen mereka sehingga tak bisa membantu dalam sistem gotong royong ini. Sebaliknya, banyak masyarakat yang mengatakan bahwa di desa-desa yang dihuni oleh masyarakat tertentu, masih ada sistem gotong royong yang kental. Hal ini mungkin karena kekurangan pendirian modern dan juga karena masyarakatmasyarakat yang berhubungan erat. Namun, di desa-desa juga ada perubahan yang sedang terjadi dimana orang-orang tersebut lebih cenderung membayar tukang apabila ada sesuatu yang harus dilakukan daripada meminta bantuan dari masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, tahun-tahun mendatang kita akan menyaksikan perubahan di masyarakat dari perspektif organisasi sosial yang sesuai dengan arah tujuan masyarakat itu. Selain nilai solidaritas sosial di perdesaan telah menurun tajam, sedangkan nilai kuasa semakin meningkat dan menguat. Penguatan nilai kuasa ini dapat dilihat dari kondisi riil bahwa para petani dipedesaan telah menggunakan kuasanya dalam melakukan gotong royong, membersihkan lingkungan, menjaga kelestarian lingkungan dan berbagai kegiatan lainnya, yang sebelumnya mungkin karena ikatan-ikatan tradisional harus mereka kerjakan dengan mengikutsertakan masyarakat tetangga atau masyarakat sedesanya.
(39) 22. 3.. Lingkungan Sekolah. a.. Lingkungan Lingkungan sendiri secara sederhana dapat dibedakan menjadi lingkungan. alam dan lingkungan sosial, karena lingkungan alam mengerucut pada aspek ekosistem baik itu udara, darat, dan air, sedangkan lingkungan sosial mengerucut pada aspek sosio cultural baik itu masyarakat dan interaksi yang ada didalamnya. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 (Arifin, 2015: 11) “tentang lingkungan hidup, didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya”. Lebih lanjut dijelaskan Soekanto (Arifin, 2015: 12) bahwa “keseluruhan lingkungan hidup tertentu tersebut biasanya dinamakan masyarakat organisme hidup biotic community”. Sedangkan Purba (Jack, 2015: 1) mengatakan bahwa: Lingkungan sosial merupakan wilayah yang merupakan tempat berlangsungnya macam-macam interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai serta norma yang sudah mapan, serta terkait dengan lingkungan alam dan lingkungan binaan atau buatan (tata ruang).. Dari paparan di atas dapat dikategorikan bahwa sekolah adalah bagian dari lingkungan sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat. b.. Sekolah Kata sekolah berasal dari bahsa Latin, yaitu skhole, scola, atau schola yang. memiliki arti waktu luang atau waktu senggan dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan diwaktu luang bagi anak-anak ditengah kegiatan mereka yaitu bermain.
(40) 23. atau menghabiskan waktu menikmati masa kanak-kanak. Sunarto (Idi, 2011: 142), menjelaskan bahwa: Kata sekolah telah berubah berupa bangunan atau lembaga untuk belajar mengajar serta tempat menerima dan member pelajaran. Sekolah dipimpin oleh seorang kepala sekolah dan dibantu oleh wakil kepala sekolah, jumlah kepala sekolah bias berbeda pada setiap sekolahnya tergantung dengan kebutuhan. Sedangkan dalam KBBI edisi ke-4 (2008: 1244), sekolah berarti bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar, serta tempat menerima, memberi pelajaran (menurut tingkatannya). Sedangkan Arifin, (2014: 130), dikatakan bahwa : Asal mula munculnya sekolah adalah atas dasar anggapan dan kenyataan bahwa pada umumnya para orang tua tidak mampu mendidik anaknya mereka secara sempurna dan lengkap. Karena itu mereka membutuhkan bantuan kepada pihak lain, dalam hal ini adalah lembaga pendidikan, untuk mengembangkan anak-anak mereka secara relatif sempurna, walaupun cita-cita ini tidak otomatis tercapai. Warga masyarakat dan personalia sekolah masih memerlukan perjuangan keras untuk mencapai cita-cita itu, yang sampai sekarang belum pernah berhenti, sebab sejalan dengan perkembangan kebudayaan, makin banyak yang perlu dipelajari dan perjuangkan di sekolah.Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat selain sebagai agen yang berfungsi mendidik (pendidikan formal) juga sebagai salah satu agen pengembang tugas pelestarian dan konservasi nilai, norma dan budaya luhur bangsa Indonesia. Pendidikan yang berlangsung secara teratur dari tingkat dasar bertujuan untuk menanamkan niali-nilai budaya, norma-norma sosial, dan.
(41) 24. pandangan hidup yang menjadi ethos, yaitu jiwa khusus atau sikap mental khusus dari sebuah persekutuan hidup, masyarakat atau bangsa. Dari dua uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan sekolah adalah kawasan dan segala unsur yang ada di dalamnya yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan yaitu belajar dan mengajar, sehingga lingkungan sekolah bukan hanya berarti sebuah kawasan, atau bangunan tetapi keseluruhan unsur di dalamnya, seperti siswa, guru, staf pegawai, nilai dan norma sekolah, serta keseluruhan interaksi yang terjalin di dalamnya.. 4.. Proses terjadinya degradasi nilai gotong royong Andika dkk (2014), Sejarah Gotong Royong merupakan sikap masyarakat. bangsa Indonesia yang telah ada pada zaman nenek moyang kita. Pada zaman nenek moyang telah mewajibkan setiap masyarakat bergotong royong yang dapat dilihat dari kelompok-kelompok kecil yang telah dibuatnya. Proses kehidupannya banyak sekali memerlukan bantuan, seperti mereka telah menggunakan sistem bercocok tanam. Sistem ini sangat memerlukan bantuan ada yang menanam, menyiram, dan memanen. Nenek moyang kita hidup bergotong royong dengan cara komunal. Sedangkan marphin panjaitan (2016), gotong royong dimulai dengan tahap persiapan, kemudian tahap kemunculan, dan selanjutnya tahap perkembangan. Proses ini membutuhkan waktu yang sangat panjang, dan telah dimulai sejak masa prasejarah. Peradaban Gotong royong telah muncul dua kali, dan yang pertama muncul sebagai Peradaban Megalitikum, yang juga terjadi di berbagai bagian lain dunia. Periode Megalitikum di Indonesia, 2500-Abad Pertama Masehi. Sejak.
(42) 25. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Peradaban Gotongroyong memasuki tahap kemunculan kedua.Masyarakat Indonesia bangun dari tidur lamanya, muncul ke permukaan sebagai bangsa merdeka yang mendirikan dan menyelenggarakan suatu negara berdaulat, yakni Republik Indonesia. Peradaban Gotong royong bukan perluasan atau modifikasi dari peradaban yang telah lebih dahulu hadir, tetapi suatu peradaban baru, yang dibangun di atas dasar sistem nilai gotong royong, yaitu integrasi dari nilai-nilai persaudaraan, kesetaraan, kemerdekaan, dan kebaikan bersama. Bermula pada masa prasejarah, sejak kelompok-kelompok masyarakat mulai berburu hewan besar, gotong royong menjadi cara hidup masyarakat Indonesia Jadi dapat di katakan bahwa masyarakat Indonesia yang beraneka-ragam suku, agama, ras, bahasa daerah, adat istiadat, tetap mempunyai cara hidup gotong royong, semakin terintegrasi menjadi bangsa Indonesia. Masyarakat bergotong royong mendirikan dan menyelenggarakan negara Republik Indonesia untuk mewujudkan cita-cita nasional, yaitu masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Selanjutnya marphin panjaitan (2016) Kemunculan kedua Peradaban Gotong royong datang terlambat, dan keterlambatan ini diakibatkan terlambatnya kehadiran komunitas kreatif, yang memimpin masyarakat Indonesia mengubah habitat dan cara hidup lama. Komunitas kreatif pendukung Peradaban Gotong royong pada kemunculan kedua adalah kaum pergerakan nasional, yang bergerak mempelopori bangkitnya kesadaran nasional masyarakat luas. kehadiran Peradaban Gotong royong menjadi lebih jelas, Peradaban Gotong royong.
(43) 26. memasuki tahap perkembangan, ditandai dengan keberhasilan Reformasi Politik, yang dimulai dalam pemerintahan Presiden Habibie, 21 Mei 1998. Dari pemaparan diatas dapat dikatakan bahwa kemunculan kedua gotong royong yang merubah cara hidup lama masyarakat untuk belajar, bekerja, dan berkreasi, di semua bidang kehidupan. Ketika tahap perkembangan pendukung Peradaban Gotong royong, dimulai dengan kaum pergerakan nasional, berlanjut ke pejuang kemerdekaan, karena Semua orang dilahirkan dan hidup dalam semangat persaudaraan, dan mempunyai martabat dan hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan nurani oleh Pencipta, dan hendaknya bergaul satu dengan yang lain untuk kebaikan bersama. Shauziiee (Bintarto,2015), Memudarnya nilai gotong royong dapat terjadi apabila rasa kebersamaan mulai menurun dan setiap pekerjaan tidak lagi berifat sukarela, bahkan hanya dinilai dengan materi atau uang. Sehingga jasa selalu diperhitungkan dalam bentuk keuntungan materi, akibatnya rasa kebersamaan makin lama akan semakin menipis dan penghargaan hanya dapat dinilai bagi mereka yang memiliki dan membayar dengan uang. Kondisi yang serba materi seperti saat ini telah menjadikan nilai-nilai kebersamaan yang luhur semakin luntur dan tidak lagi bernilaimakin lama akan semakin menipis dan penghargaan hanya dapat dinilai bagi mereka yang memiliki dan membayar dengan uang. Kondisi yang serba materi seperti saat ini telah menjadikan nilai-nilai kebersamaan yang luhur semakin luntur dan tidak lagi bernilai..
(44) 27. 5.. Dampak degradasi nilai gotong royong Nurul yuyun annisa (2011), dikehidupan sosial kita, budaya asing mulai. memudarkan kebudayaan asli indonesia. Memberikan dampak negatif yang sedikit demi sedikit menghilangkan cerminan budaya indonesia yang selalu saling berbagi. Sudah mulai menjamur kehidupan masyarakat yang individualis, tidak peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Semangat memperjuangkan kepentingan bersamapun susah didapat. Jadi dampak dari penurunan degradasi nilai gotong royong juga di pengaruhi oleh budaya asing mulai dari gaya bahasa, fashion, kehidupan sehari-hari, sampai kepada kehidupan masyarakat dan masyarakat juga mulai menerapkan prisip individualisme. Contoh pada lingkungan sekolah, siswa lebih cenderung memperhatikan fashion dan sikap individualisme yang menyebabkan mereka malas untuk ikut melakukan kegiatan gotong royong pada lingkungan sekolah.. 6.. Upaya untuk Menaggulangi Degradasi Nilai Gotong Royong. Salah satu upaya untuk membangkitkan kembali budaya gotong royong yang. ditawarkan Haryono Suyono (hanafi,2016) melalui Yayasan Damandiri di antaranya dengan pembentukan dan pembangunan pos pemberdayaan keluarga (Posdaya) di setiap desa atau pedukuhan. Strategi yang ditempuh adalah pembangunan berbasis masyarakat dengan menempatkan manusia atau penduduk sebagai titik sentral pemberdayaan dan prioritas pembangunan. Di sini manusia diberikan peran yang cukup strategis dan diberikan kesempatan untuk membangun dirinya dan orang-orang di sekitarnya melalui kegiatan yang sifatnya.
(45) 28. bisa meningkatkan dan menghidupkan kembali semangat gotong-royong, yang akhir-akhir ini mulai mengendor. Perlu ada dukungan dari berbagai pihak, terutama dari instansi dan lembaga sosial kemasyarakat, untuk bersama-sama membangun kebersamaan dan menciptakan sesuatu yang berharga yang sebelumnya tidak atau belum terpikirkan. Mengobarkan semangat yang tinggi dan berusaha mewujudkan adanya budaya kerja keras yang ada manfaatnya dan mempunyai dampak nyata bagi masyarakat, bukan hanya dengan berbicara saja, tetapi ada buktinya di lapangan. Bila dimungkinkan, berbagai pihak mau terjun ke lapangan untuk mengembangkan masyarakat yang berbudaya belajar, budaya membangun dan budaya kerja keras dalam bidang usaha dan akhirnya akan terbentuk budaya gotong royong dan peningkatan kehidupan yang lebih sejahtera. Dengan bahasa yang agak keren, kita bisa menyebutnya “Prosperous Workfare Community” atau masyarakat pekerja keras yang mengupayakan sendiri kesejahteraannya, bukan dengan pemberian bantuan langsung tunai atau BLT. Hilangnya semangat gotong royong ini bisa dikurangi bila semangat kerja keras ini bisa dikembangkan dengan lebih baik (Hanafi, 2016) Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penurunan nilai gotong royong dapat di atasi dengan adanya dukungan dan kerja sama dari pihak sekolah, guru maupun masyarakat di lingkungan sekolah dan menerapkan sistem kerja bakti pada hari tertentu dan memberikan hukuman bagi siswa yang tidak ikut.
(46) 29. berpartisi-pasi dalam acara tersebut agar ada efek jerah bagi siswa yang malas ikut berpartisipasi dalam kegiatan gotong royong.. 7.. Teori perubahan sosial Setiap saat masyarakat selalu mengalami perubahan. Jika dibandingkan. dengan apa yang terjadi saat ini dengan beberapa tahun yang lalu. Maka akan banyak di temukan perubahan baik yang direncanakan atau tidak, kecil atau besar, serta cepat atau lambat. Perubah-perubahan tersebut dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan sosial yang ada. Dimana manusia selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya. Oleh karena itu, manusia selalu mencari sesuatu agar hidupnya lebih baik lagi. Sebagai contoh kasus, keluarga dahulu sepenuhnya berfungsi sebagai mendidik. Namun pada saat sekarang, fungsi keluarga mengalami perubahan. Anak-anak tidak hanya memperoleh pengetahuan dari keluarga saja, tetapi juga melalui media massa, seperti: televisi, radio, koran internet dan lain-lain. Gilling & gilling yuliantho dalam Suardi (2016:196) menyatakan perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara hidup yang telah di terima, baik karena perubahan-perubahan. kondisi. geografis,. kebudayaan. material,. komposisi. penduduk, dan ideologi maupun karena adanya difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat. Nanang martono (2012:3) Studi perubahan sosial dengan demikian, akan melibatkan dimensi ruang dan waktu. Dimensi ruang menunjuk pada wilayah terjadinya perubahan sosial serta, kondisi yang melingkupinya. Dimensi ini.
(47) 30. mencakup pula konteks historis yang terjadi pada wilayah tersebut. Dimensi waktu dalam studi perubahan meliputi konteks masa lalu (past), sekarang (present), dan masa depan (future) melalui berbagai studi penelusuran sejarah, serta didukung dengan berbagai data (statistik) yang tersedia mengenai kondisi masa lalu dan sekarang. Perubahan sosial adakalanya hanya terjadi pada sebagian ruang lingkup, tanpa menimbulkan akibat besar terhadap unsur lain dari sistem tersebut. Namun perubahan mungkin juga mencakup keseluruhan (atau sekurangkurangnya mencakup inti) aspek sistem, dan menghasilkan perubahan secara menyeluruh dan menciptakan sistem yang secara mendasar berbeda dari sistem yang lama. Dengan demikian, maka tanpa jangka waktu, tidak ada perubahan. Tanpa perubahan, maka juga tidak ada arti bagi jangka waktu. Oleh karena itu perlu adanya siklus-siklus sebagai dasar pembatasan jangka waktu. Schlegel menyatakan bahwa perubahan dari suatu siklus ke siklus lain merupakan sesuatu yang penting bagi penentuan apakah suatu gejala bersifat dinamis, atau hanya bersifat pengulangan atau kebiasaan belaka saja.. a.. Faktor penyebab perubahan sosial dan budaya. Ada beberapa hal yang menjadi faktor-faktor yang menyebabkan dinamika. sosial budaya (mudji sutrisno dan hendar putranto dalam suardi, 2016:200) 1) Faktor internal Faktor ini adalah faktor yang berasal dari dalam diri masyarakat itu sendiri, antara lain:.
(48) 31. a) Bertambahnya jumlah penduduk b) Adanya penemuan baru c) Terjadinya pemberontakan atau revolusi d) Ideologi 2) Faktor eksternal a) Lingkunga alam fisik yang ada di sekitar manusia b) Peperangan c) Pengaruh kebudayaan lain. b.. Tipe-tipe perubahan sosial Perubahan sosial dapat terjadi dalam segala bidang yang wujudnya dapat di. bagi menjadi beberapa bentuk. Beberapa bentuk perubahan sosial menurut soekanto dalam suardi (2016:203-206) yaitu sebagai berikut: 1) Perubahan lambat dan perubahan cepat 2) Perubahan yang pengaruhnya kecil dan perubahan yang pengaruhnya besar. 3) Perubahan yang di kehendaki dan perubahan yang tidak di kehendaki 4) Perubahan sebagai suatu kemajuan (progress) dan kemunduran (regress). c.. Perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Sekarang ini banyak sekali perilaku yang menunjukkan perubahan sosial. yang terjadi dalam lingkungan masyarakat (hari poerwanto dalam suardi 2016: 206) seperti: 1) Perubahan jumblah penduduk 2) Perubahan kualitas penduduk 3) Perubahan sistem pemerintahan.
(49) 32. 4) Perubahan mata pencarian 5) Perubahan gaya hidup 6) Perubahan karena adanya teknologi 7) Perubahan budaya d.. Dampak perubahan sosial Perubahan sosial yang terjadi pada suatu masyarakat bukan hanya. berimplitasi positif terhadap kehidupan mansyarakat, namun membawa dampak negatif bagi masyarakat tersebut hari purwanto dalam suardi (2016:209) 1) Dampak positif Ada beberapa dampak positif yang diakibatkan oleh dinamika sosial budaya, antara lain : a). Menjadikan masyarakat lebih tahu perkembangan jaman sehingga membuat masyarakat lebih maju.. b) Menjadikan masyarakat hidup lebih makmur. c). Menjadikan sebuah masyarakat menjadi masyarakat yang lebih baik dalam kehidupan sehari-hari.. 2) Dampak negatif Akibat negatif terjadi apabila masyarakat dengan kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan gerak perubahan. Ketidak mampuan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut maladjusment, maladjusment akan menimbulkan disentralisasi. Penerimaan masyarakat terhadap perubahan sosial budaya dapat di lihat dari perilaku masyarakat yang bersangkutan..
(50) 33. 8.. Teori Solidaritas (Emile Durkheim) suardi dkk, (2016: 180) Solidaritas menunjuk pada suatu keadaan hubungan. antara individu atau kelompok yang di dasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Pembagian kerja menurut emil durkheim tidak sama dengan adam smith yang semata-mata untuk meningkatkan produktivitas, tetapi untuk menciptakan kehidupan sosial yang terintegrasi tidak selalu tergantung pada homogenitas. Selain itu Durkheim membagi masyarakat yang bercirikan faktor solidaritas mekanik dengan yang memiliki solidaritas organik (Wartono dkk, 2007: 64) yaitu: a.. Solidaritas mekanik memiliki ciri khas yang didasarkan pada suatu tingkat. homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentimen dan komitmen moral. Hal ini rata-rata ada pada warga masyarakat dan individu yang memiliki sifat sama dan menganut kepercayaan dan pola normatif yang sama pula. b.. Solidaritas organik diikat oleh kesadaran saling ketergantungan diantara. bagian-bagian masyarakat. Solidaritas organik bertujuan untuk memperkukuh pertahanan kelompoknya dengan berbagai cara, seperti membentuk organisasi sosial untuk kesejahteraan dan pertahanan bersama atau dengan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan untuk memperkuat ketahanan budaya. Durkheim menggunakan istilah solidaritas mekanik dan organik untuk menganalisa masyarakat keseluruhannya, bukan organisasi-organisasi dalam masyarakat. Jadi dapat disimpulkan bahwa Solidaritas mekanik merujuk kepada ikatan sosial yang dibangun atas dasar kesamaan, kepercayaan dan adat bersama. Disebut mekanik karena orang yang hidup dalam unit keluarga suku atau kota.
(51) 34. relatif dapat berdiri sendiri dan juga memenuhi semua kebutuhan hidup tanpa tergantung pada kelompok lain. Sedangkan masyarakat yang dengan solidaritas organik, ikatan utama yang mempersatukan masyarakat bukan lagi kesadaran bersama atau hati nurani bersama melainkan kesepakatan yang terjalin antara berbagai kelompok profesi.. B. Kerangka Konsep Sesuai uraian di atas dapat kita katakan bahwa sebagai sebuah nilai luhur, nilai gotong royong haruslah dipertahankan dan dilestarikan sebagai ciri khas bangsa dan masyarakat Indonesia, dan tanggung jawab tersebut merupakan tugas semua elemen dan lembaga yang ada didalam masyarakat. Sebagai salah satu lembaga dalam masyarakat lembaga pendidikan memeiliki peranan penting dalam mengemban tugas tersebut, dimana selain sebagai lembaga pendidikan yang mendidik siswa juga ikut membantu mengkonservasi nilai dan budaya luhur seperti nilai gotong royong. Sebagai lembaga pendidikan, maka SMA Somba Opu, merupakan salah satu sarana yang ikut bertanggung jawab untuk hal itu, dengan tetap mengkonservatif nilai gotong royong ditengah degradasi nilai gotong royong yang terjadi, hal ini dipengaruhi oleh berbagai aspek seperti sosialisasi dan perubahan sosial atau perubahan jaman yang terjadi saat ini, maka dari itu peran semua pihak khususnya sekolah sangatlah penting dalam menanggulangi degradasi nilai gotong royong yang sedang melanda segala aspek kehidupan masyarakat termasuk sekolah itu sendiri..
(52) 35. Lingkungan Sekolah. Gotong royong. Degradasi Nilai Gotong Royong. PROSES DEGRADASI NILAI GOTONG ROYONG. 1. Tahap Persiapan 2. Tahap kemunculan 3. Perkembanga n 4. Memudarnya nilai gotong royong. FAKTOR DEGRADASI NILAI GOTONG ROYONG. 1. Faktor internal a. Malas b. Kesibukan c. Kecembur uan sosial d. Pemahama n keliru soal bantuan e. Kurang bersosialis asi / egois. 2. Faktor eksternal a. Modernisasi b. Globalisasi. DAMPAK DEGRADASI NILAI GOTONG ROYONG. UPAYA MENANGGULAN GI NILAI GOTONG ROYONG. Dampak Negatif. 1.Membentuk (posdaya) 2.Dukungan berbagai pihak 3.Mengembangkan masyarakat berbudaya belajar. a.Menghilangnya cerminan kebudayaan b.Masyarakat individualis c.Banyaknya pendatang. Bagan 2.1 Kerangka konsep degradasi nilai gotong royong pada lingkungan sekolah..
(53) 36. BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dangan dasar penelitian studi kasus. Penelitian yang digunakan dalam penelitian mengenai degradasi nilai gotong royong pada lingkungan sekolah adalah penelitian kualitatif deskriptif . Metode kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang menghasilkan deskripsi dari orang-orang atau perilaku, dalam bentuk kata-kata, baik lisan maupun tulisan. Salah satu cirri penelitian kualitatif adalah bersifat deskriptif, di mana data dikumpulkan dalam bentuk kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada penelitian ini, peneliti menekankan sifat realitas yang terbangun secara sosial, hubungan erat antar peneliti dan subjek yang di teliti. Penelitian kualitatif digunakan dengan maksud untuk memahami situasi sosial secara mendalam, menemukan pola, hipotesis dan teori (Sugiyono, 2014:292) Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek peneliti yaitu penelitian yang menggambarkan atau melukiskan situasi tertentu berdasarkan data yang diperoleh secara terperincih sesuai permasalahan yang. 36.
(54) 37. ditetepkan dalam penelitian ini. Metode penelitian kualitatif dilakukan secara intensif, instrrumenya adalah peneliti sendiri, berfungsi sebagai penetap fokus peneliti, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data dengan mencatat apa yang terjadi, melakukan analisis data terhadap berbagai kejadian yang ditemukan di lapangan, menafsirkan data dan membuat laporan peneliti, sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Somba Opu. B. Lokus Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan selama kurang lebih dua bulan, yaitu Juni sampai Agustus 2017. Lokasi penelitian dilaksanakan di SMA Somba Opu Sungguminasa.. C. Informan Penelitian Informan penelitian merupakan seseorang yang memiliki informasi (data) banyak mengenai objek yang sedang di teliti, dimana informan mengenai objek penelitian tersebut. Informan dalam penelitian ini di pilih dengan menggunakan teknik pengambilan dengan cara nonprobabiliti sampling. Teknik pengambilan informan dengan nonprobabiliti sampling adalah teknik penentuan informan dimana setiap (anggota) tidak memiliki kesempatan atau peluang yang sama menjadi sampel (informan). Teknik penentuan informan yang digunakan adalah purposive sampling, purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel informan sumber data dengan pertimbangan khusus sehingga layak di jadikan informan. dalam hal ini.
(55) 38. dengan pertimbangan khusus sehingga layak di jadikan informan. dalam hal ini yang menjadi informan adalah mereka yang betul-betul mengetahui tentang masalah yang di teliti tentang degradasi nilai gotong royong pada lingkungan sekolah. Diantara sekian banyak informan tersebut, ada yang di sebut narasumber kunci (key informan ) seseorang ataupun beberapa orang, yaitu orang atau orangorang yang paling banyak menguasai informasi mengenai objek yang akan di teliti tersebut. Dalam penelitian ini, nantinya peneliti akan menentukan informan sebanyak 5 orang yang akan di mintai data tentang degradasi nilai gotong royong pada lingkungan sekolah Adapun kriteria yang di jadikan sebagai informan penelitian yaitu : 1.. Laki-laki dan perempuan. 2.. Kepala sekolah, Guru dan siswa. Berikut nama-nama informan penelitian No. Nama Informan. Pekrjaan. 1. Jufri. Wakil kepala sekolah. 2. Reyna longkotoy. Guru. 3. Dahliati. Guru. 4. Syahriani. Guru. 5. Riang. Ketua osis. 6. Dini. Ketua kelas. Usia.
(56) 39. 7. Nasdi nasrun. Ketua kelas. 8. Irfan. Ketua kelas. B. Fokus Penelitian Fokus dalam penelitian ini adalah degradasi nilai gotong royong pada lingkungan sekolah yang memiliki banyak dampak terhadap pelajar.. C. Instrumen Penelitian Adapun instrument atau alat yang di diperlukan dalam penelitian seperti : kamera, alat perekam, lembar observasi, angket, dan penelitian sendiri. 1. Kamera Kamera merupakan alat yang di pakai untuk mendapatkan informasi tentang kejadian yang telah terjadi di tempat melakukan penelitian mengenai berbagai gambar dan informasi lainnya. 2. Alat perekam Alat ini di gunakan dengan tujuan untuk mendapatkan suatu informasi terhadap apa yang kita teliti terkait masalah yang kita teliti. 3. Lembar observasi Lembar observasi adalah lembar kerja yang berfungsi untuk mengobservasi dan mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian tujuan dalam melakukan observasi. 4. Angket Alat ini dapat di gunakan oleh orang di wawancarai atau orang yang berupa pertanyaan-pertanyaan terkait dengan masalahbyang telah di teliti kepada orang yang kita mintai informasi. Alat ini digunakan untuk mempermudah penelitian.
(57) 40. dalam mendapatkan jawaban-jawaban atas apa yang telah di rumuskan di dalam angket tersebut 5. Penelitian sendiri Dalam penelitian ini, peneliti memerlukan anggota masyarakat untuk melakukan pengumpulan informasi di bawah pimpinan atau koodinasi seorang staf penelitian. Angket atau formulir untuk pengumpulan data harus ringkas dan jelas. Kode yang telah ditetapkan sebelumnya memudahkan peroses pengumpulan data secara langsung di lapangan.. D. Jenis Data dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data primer dan sekunder. Data Primer merupakan data yang didapatkan dari informan utama yaitu siswa atau siswi di SMA Somba Opu. Sedangkan. Data Sekunder. merupakan data pelengkap yang didapatkan dari informan yang dianggap bias memberikan informasi terkait dengan penelitian ini. Sumber informan dalam penelitian ini terbagi menjadi 3 (Tiga) yaitu sebagai berikut : 1. informan kunci, yaitu informan yang bisa membukakan pintu untuk mengenali keseluruhan medan secara luas, dalam hal ini pelajar itu sendiri. 2. Informan ahli, yaitu informan yang terlibat secara langsung dalam suatu kegiatan atau interaksi, dalam hal ini pelajar. 3. Informan biasa, yaitu informan yang mengetahui suatu program atau kegiatan namun ia tidak berpartisipasi langsung dalam program tersebut, dalam hal ini masyarakat umum..
(58) 41. E. Teknik Pengumpulan Data Data adalah penunjang yang sangat penting dalam sebuah penelitian. Semakin banyak data yang diperoleh maka semakin bagus pula hasil akhir dari suatu penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penlitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Studi pustaka, yaitu peneliti membaca literatur, seperti buku-buku hasil penelitian, majalah, undang-undang, jurnal, internet serta tulisan tulisan yang berkaitan dengan degradasi nilai gotong royong pada lingkungan sekolah. data yang di perlukan berkaitan dengan konsep-konsep prilaku sosil dan interaksi sisoal. 2. Penelitian lapangan, yakni teknik pengumpulan data yang di lakukan peneliti langsung di lokasi penelitian dengan menggunakan teknik observasi (pengamatan), (wawancara mendalam) dan (dokumentasi) a. Wawancara mendalam (in-depth interview) Wawancara mendalam atau biasa disebut dengan wawancara semiterstruktur (bebas) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dan cara tanya jawab sambil bertatap muka (face to face) antara pewawancara dengan informan atau yang di wawancarai, atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Wawancara mendalam dalam penelitian ini di lakukan dengan tujuan untuk melakukan permasalan secara lebih terbuka, dimana pihak yang di wawancarai ( pelajar dan masyarakat umum. Di minta pendapatnya.
(59) 42. mengenai masalah yang di teliti yaitu degradasi nilai gotong royong pada lingkungan sekolah b.. Observasi. Teknik ini menuntut adanya pengamatan dari peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek penelitian. Observasi adalah metode pengumpulan data dimana peneliti mencatat informasi yang mereka saksikan selama penelitian. Penyaksian terhadap peritiwa-peristiwa itu bisa merekam, mendengar, merasakan yang kemudian di catat dan di tulis secara objektif. Peneliti peneliti melakukan pengamatan terhadap degradasi nilai gotong royong pada lingkungan sekolah Menuruj james dan dean dalam paizaluddin dan ermalinda (2013:113) obserfasi adalah mengamati dan mendengar perilaku seseorang selama beberapa waktu tanpa melakukan manipulasi dan pengendalian setra mencatat penemuan yang menghasilkan atau memenuhi syarat untuk digunakan kedalam tingkat penafsiran analisis. c.. Dokumentasi dilakukan untuk mengumpulkan data dalam bentuk mencatat hasil. wawancara lansung, rekaman dan foto atau gambar-gambar dilapangan yang dapat lebih mengakuratkan data penelitian yang berkaitan dengan penelitian degradasi nilai gotong royong pada lingkungan sekolah SMA Somba Opu Menurut lexy j.moleong dalam paizaluddin dan ermalinda (2013:135) dokumen digunakan untuk penelitian sebagai sumber data karena dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Data yang.
(60) 43. diperoleh dari dokumentasi ini biasa digunakan untuk melengkapi bahkan untuk memperkuat data dari hasil wawancara dan observasi.. F. Teknik Analisis Data Bogdam dalam Sugiyono (2016:244) Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, penjabaran kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga muda dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Teknik analisis penelitian ini menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2016: 246) menyatakan bahwa akti vitas dalam analisis data kualitatif dilakukan dengan cara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, di lakukan dengan cara: 1) Data reduction (reduksi data) semua data yang di peroleh di tulis dalam bentuk uraian secara lengkap, kemudian mereduksi data yaitu merangkumkan, mengambil data yang pokok dan penting yang berkaitan dengan masalah. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dari hasil wawancara dan observasi. 2) Data Display (penyajian data) memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan bagian-bagian detailnya dapat di padukan dengan jelas. 3) conclusion drawing/verification yaitu menyimpulkan dari data display yang telah di lakukan lebih awal. sehingga lebih muda di-pahami dan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai masalah yang ada di lapangan..
(61) 44. Berdasarkan uraian diatas maka langkah analisis data ini dapat digambarkan sebagai berikut : Skema Model Analisis Interaktif Pengumpulan data. Reduksi data. Sajian data. Penarikan Kesimpulan. Gambar 3.1 Teknik Analisis Data dalam Model Analisis Interaktif oleh Miles dan Huberman. G. Teknik Keabsahan Data Dalam penelitin kualitatif, data dapat dinyatakan valid apabila tdak ada perbedaan antara yang di laporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian. Untuk menguji keabsahan data dalam penelitian kualitatif dapat digunakan uji kredibilitas. Menurut sugiono (2013 : 270) untuk menguji kredibilitas suatu penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu: 1. Perpanjangan pengamatan. Peneliti melakukan perpanjangan pengamatan pada saat peneliti belum menemukan informasi atau data yang tepat tentang degradasi nilai gotong royong pada lingkungan sekolah . Dengan perpanjangan.
Dokumen terkait
Hasil penelitian yang diperoleh adalah nilai-nilai moral seperti nilai solidaritas dan nilai gotong royong yang tercermin melalui gerak yang tersusun dalam Tatak Tintoa Serser
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai persatuan dan gotong royong. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai persatuan dan gotong royong. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuai sejarah dan latar belakang, alat yang digunakan, prosesi dan aspek pendidikan nilai religius dan gotong-royong tradisi
Salah satu permasalahan nilai-nilai pancasila yang saat ini sudah mulai hilang adalah kebudayaan gotong royong di dalam masyarakat perkotaan, dan pada realita
Gotong royong adalah bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia, dan merupakan warisan budaya bangsa. Nilai dan perilaku gotong royong bagi masyarakat Indonesia sudah
Tujuan dari penelitian adalah menggali dan mendeskripsikan nilai karakter gotong royong yang terkandung pada teks fabel berjudul Tiga Saudara, Ibu Gagak yang Cerdik, Empat Sekawan