• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEGRADASI BUDAYA GOTONG ROYONG PADA MASYARAKAT BALI DI MALEALI KECAMATAN SAUSUKABUPATEN PARIGI MOUTONG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DEGRADASI BUDAYA GOTONG ROYONG PADA MASYARAKAT BALI DI MALEALI KECAMATAN SAUSUKABUPATEN PARIGI MOUTONG"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

81 JURNAL EDU CIVIC MEDIA PUBLIKASI PRODI PPKN

DEGRADASI BUDAYA GOTONG ROYONG PADA MASYARAKAT BALI DI MALEALI KECAMATAN SAUSUKABUPATEN PARIGI MOUTONG

Abstrak:Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya

degradasi budaya gotong royong, dan upaya untuk meningkatkan kembali budaya gotong royong di Dusun 3 Pematu. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Subyek penelitian adalah Tokoh Adat sebagai informan kunci dan pegurus organisasi adat suku Bali serta warga masyarakat suku Bali. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi, teknik wawancara dan teknik dokumentasi. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data yakni rediksi data, penyajian data dan verifikasi/kesimpulan sebagai bentuk analisa dan mengolah dalam penelitian ini. Hasil dalam penelitian ini menunjukan bahwa 1) faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya degradasi budaya gotong royong ada beberapa seperti faktor ekonomi, Faktor kesibukan masyarakat, faktor globalisasi, faktor modernisasi (mementingkan diri sendiri), dan rasa kebersamaan yang mulai menurun. 2) upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kembali budaya gotong royong adalah Pembentukan dan pembangunan POSDAYA, kesadaran dari masing-masing masyarakat, melakukan sosialisasi, mengumpulkan tokoh-tokoh, pendekatan kepada masyarakat, dan aspek manfaat.

Kata kunci : Pudar, Budaya, Gotong Royong

PENDAHULUAN

Budaya gotong royong adalah bagian dari kehidupan berkelompok masyarakat

Indonesia, dan merupakan warisan budaya bangsa (Nurlatifah 2017:3). Gotong royong

adalah kerja sama antar sejumlah warga masyarakat untuk menyelesaikan suatu

pekerjaan tertentu. Gotong royong juga dapat diartikan sebagai prinsip kerja sama,

saling membantu satu sama lain tanpa imbalan langsung. Semangat gotong royong

berkembang dengan baik karena didorong kesadaran bahwa: (1) manusia tidak dapat

(2)

82 JURNAL EDU CIVIC MEDIA PUBLIKASI PRODI PPKN

dengan masyarakat dilingkungannya, (3) manusia perlu menjaga hubungan baik dengan

sesama untuk mengikat persaudaraan.

Umumnya, masyarakat suku Bali dikenal dengan semangat gotong royongnya

yang besar antar satu individu terhadap individu lainnya, begitu juga masyarakat suku

Bali yang ada di Dusun 3 Pematu ini, mereka memiliki semangat gotong royong yang

besar antar satu individu terhadap individu lainnya. Selain itu, masyarakat suku Bali

juga memiliki rasa persatuan yang kuat antar sesama suku Bali. Gotong royong ini biasa

disebut dengan “Mepalusan” dalam bahasa Bali. Mepalusan adalah suatu kegiatan

kerjasama antar satu individu terhadap individu lainnya. Mepalusan dalam masyarakat

suku Bali di Dusun 3 Pematu dilandasi oleh pengertian bahwa bantuan atau tenaga yang

diberikan oleh individu terhadap individu lainnya akan di balas apabila dibutuhkan.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah semangat gotong royong pada

masyarakat suku Bali yang ada di Desa maleali sudah mulai mengalami degradasi

(penurunan). walaupun masih ada tapi tingkat partisipasi masyarakatnya tidak seperti

dulu lagi atau dengan kata lain tingkat partisipasi masyarakat sangat rendah. Karenanya

hal yang dibahas dalam penelitian ini adalah faktor-faktor penyebab terjadinya

degradasi budaya gotong royong di Dusun 3 Pematu dan uapaya yang dilakukan untuk

meningkatkan kembali budaya gotong royong.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif

dengan desain deskriptif. Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller dalam

Sudarto (2002:62), pada mulanya bersumber pada pengamatan kualitatif yang

dipertentangkan dengan pengamatan kualitatif. Menurut Kirk dan Miller memberi

definisi bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan

sosial, dan secara fundamental brgantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya

sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan dalam

peristilahannya. Menurut Lexy Moleong dalam Sudarto (2002:66), deskriptif

merupakan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka.

Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 17 Februari sampai dengan 23 maret 2018.

Adapun subyek dalam penelitian ini adalah 2 tokoh adat suku Bali, pengurus adat suku

(3)

83 JURNAL EDU CIVIC MEDIA PUBLIKASI PRODI PPKN

TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik observasi, wawancara dan dokumentasi.

1. Observasi atau pengamatan digunakan dalam rangka mengumpulkan data dalam

suatu penelitian, yang dilakukan pada saat pengamatan adalah mengamati

gejala-gejala sosial dalam kategori yang tepat (Mardalis 2010:63). Penulis mengamati

kegiatan sehari-hari yang dilakukan leh masyarakat.

2. Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan penulis untuk

mendapatkan keterangan-keterangn lisan melalui bercakap-cakap dan berhadapan

muka dengan orang yang dapat memberikan keterangan pada si peneliti. Dalam

prses wawancara menggunakan instrumen wawancara semi terstruktur dan yang

menjadi narasumber adalah tokoh adat, pengurus adat dan masyarakat

3. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa

berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. dokumen

yang berbentuk tulisan, misalnya peraturan. Dokumen yang berbentuk gambar,

misalnya foto. Dokumen yang berbentuk karya, misalnya film (Sugiyono 2016).

Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan

wawancara dalam penelitian kualitatif. Dokumen dalam penelitian di Desa Maleali

adalah foto-foto kegiatan masyarakat dan foto pada saat wawancara.

TEKNIK ANALISIS DATA

Analisis data kualitatif adalah proses mencari serta menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lainnya

sehingga mudah dipahami agar dapat diformulasikan kepada orang lain Bogdan dalam

Trianto (2011:286). Aktivitas dalam analisis data adalah sebagai berikut:

1. Reduksi data adalah proses analisis untuk memilih, memusatkan perhatian,

meyederhanakan, mengabstraksikan serta mentransformasikan data yang muncul

dari catatan-catatan lapangan Patilima dalam Trianto (2011:287).

2. Setelah data direduksi, langkah analisis selanjutnya adalah penyajian (display) data.

Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisasikan, tersusun dalam

(4)

84 JURNAL EDU CIVIC MEDIA PUBLIKASI PRODI PPKN

3. Langkah berikutnya dalam proses analisis data kualitatif adalah menarik

kesimpulan berdasarkan temuan dan melakukan verifikasi data. Kesimpulan awal

yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah jika ditemukan

bukti-bukti kuat yang mendukung tahap pengumpulan data berikutnya.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil observasi dapat diketahui bahwa kegiatan gotong royong

masyarakat memang sudah mulai mengalami penurunan (degradasi). Berdasarkan

pengamatan, masyarakat bekerja dikebun/ladangnya sendiri khususnya petani jagung,

mulai dari membersihkan lahan, menanam jagung, memupuk, hingga memanen. Pada

saat masyarakat mulai membersihkan lahannya mereka bekerja hanya bersama dengan

keluarganya saja, tanpa adanya bantuan dari tetangga maupun masyarakat lainnya.

Masyarakat membersihkan lahannya dengan menggunakan parang, sabit dan cangkul.

Setelah lahannya bersih, masyarakat menunggu turunnya hujan, agar tanah yang akan

ditanami bibit jagung tidak keras atau dengan kata lain supaya tanahnya basah dan

gembur. Jika tanahnya telah gembur, maka telah siap untuk ditanami bibit jagung.

Penanaman bibit jagung dilakukan oleh masyarakat dengan menggunakan kayu yang

telah diruncingkan. Budaya gotong royong pada masyarakat Bali di Dusun ini sudah

mengalami penurunan. Walaupun tidak semua masyarakat mengalami penurunan

budaya tersebut. Ketika kebutuhan ekonomi masyarakat tidak terpenuhi, maka kegiatan

gotong royong akan berjalan seperti dahulu.

Berdasarkan beberapa hasil wawancara diatas, ada beberapa faktor yang menjadi

penyebab pudarnya budaya gotong royong diantaranya adalah faktor ekonomi, faktor

modernisasi, faktor kesibukan dari masing-masing masyarakat dan rasa kebersamaan

yang mulai menghilang, dari beberapa faktor tersebut yang paling dominan adalah

faktor modernisasi.

Berdasarkan hasil penelitian, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kembali

budaya gotong royong yang telah memudar adalah membangun kesadaran dari

masing-masing masyarakat, melakukan sosialisasi, pertemuan tokoh-tokoh, pendekatan kepada

masyarakat dan pembentukan organisasi Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI)

(5)

85 JURNAL EDU CIVIC MEDIA PUBLIKASI PRODI PPKN

PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari hasil penelitian melalui observasi,

wawancara dan dokumentasi di Dusun 3 Pematu mengenai pudarnya budaya gotong

royong pada masyarakat suku Bali itu memang sudah mengalami penurunan (degradasi)

tidak seperti dulu lagi. Peneliti melakukan observasi disalah satu tempat kerja

(kebun/ladang). Peneliti melihat bahwa masyarakat yang ada di Dusun ini selalu bekerja

dikebun sendiri dan hanya dibantu oleh anggota keluarganya saja.

Peneliti mengamati aktivitas masyarakat pada saat bekerja. Berdasarkan

pengamatan, masyarakat bekerja dikebun/ladangnya sendiri khususnya petani jagung,

mulai dari membersihkan lahan, menanam bibit jagung, memupuk, hingga memanen.

Pada saat masyarakat mulai membersihkan lahannya mereka bekerja hanya bersama

dengan keluarganya saja, tanpa adanya bantuan dari tetangga maupun masyarakat

lainnya.

Masyarakat membersihkan lahannya dengan menggunakan parang, sabit dan

cangkul. Setelah lahannya bersih, masyarakat menunggu turunnya hujan, agar tanah

yang akan ditanami bibit jagung tidak keras atau dengan kata lain supaya tanahnya

basah dan gembur. Jika tanahnya telah gembur, maka telah siap untuk ditanami bibit

jagung. Penanaman bibit jagung dilakukan oleh masyarakat dengan menggunakan kayu

yang telah diruncingkan.

Ketika peneliti melakukan observasi terhadap masyarakat yang sedang

memupuk jagung yang telah tumbuh, pemupukan ini dilakukan agar pohon jagung

tumbuh menjadi subur dan menghasilkan buah atau biji jagung yang bagus. Alat yang

digunakan untuk membawa pupuk masih sama dengan yang dulu yaitu timba. Pada

observasi kedua ini, peneliti masih menemukan masyarakat bekerja di kebun/ladang

yang hanya dibantu oleh anggota keluarganya saja tanpa dibantu oleh tetangga atau

masyarakat yang lain. Hal ini dikarenakan masyarakat yang lain juga sibuk dengan

pekerjaan mereka masing-masing.

Pada pengamatan kali ini peneliti mengamati masyarakat yang sedang

melakukan pekerjaan memanen hingga mengupas kulit jagung. Pada saat memanen,

masyarakat yang memiliki ladang ini hanya dibantu oleh anggota keluarganya. Namun,

pada saat mengupas kulit jagung, peneliti melihat bahwa bukan hanya anggota

(6)

86 JURNAL EDU CIVIC MEDIA PUBLIKASI PRODI PPKN

pekerjaan ini (mengupas kulit jagung). Alat yang digunakan pada saat memanen jagung

berupa parang atau sabit dan pada saat pengupasan kulit jagung ini juga menggunakan

alat berupa mesin khusus pengupas kulit jagung.

Berdasarkan pengamatan dapat juga dilihat bahwa, pada saat masyarakat sedang

bekerja mereka tidak melakukan komunikasi satu sama lain. Hal ini dikarenakan

mereka sibuk dengan pekerjaan dan fikiran masing-masing. Selain itu, pada saat hendak

melakukan pekerjaan mereka juga tidak melakukan perkumpulan terlebih dahulu,

melainkan mereka langsung menuju kelokasi/tempat kerja. Hal ini dikarenakan

masyarakat tidak memiliki waktu lebih untuk melakukan perkumpulan terlebih dahulu.

Jika mereka melakukan perkumpulan terlebih dahulu, maka pekerjaan mereka akan

tertunda.

Berdasarkan hasil pengamatan diatas, dapat diketahui bahwa masyarakat bekerja

diladang/kebunnya sendiri yang hanya dibantu oleh anggota keluarganya saja, dari hal

tersebut terlihat bahwa budaya gotong royong didesa ini sudah mengalami penurunan

(degradasi). Pada awalnya masyarakat saling membantu dan tidak megaharapkan

imbalan berupa uang. Namun sekarang, jika masyarakat membantu masyarakat yang

lainnya akan diberikan imbalan berupa uang/upah.

Selain mengalami penurunan dalam bidang budaya gotong royong, didesa ini

juga mengalami penurunan dalam bidang aktivitas pada saat melakukan pekerjaan, yang

awalnya masyarakat bekerja sambil berkomunikasi atau bercerita satu sama lain, namun

sekarang masyarakat tidak lagi melakukan hal tersebut. Namun, peneliti melihat ada

satu hal yang tidak berubah dari Dusun ini yaitu alat yang digunakan dalam berkebun

masih sama dengan yang dahulu seperti parang, sabit, kayu yang diruncingkan, cangkul

dan sekarang ditambah dengan mesin pengupas kulit jagung.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa budaya gotong royong di

Dusun ini sudah mulai mengalami penurunan (degradasi). Hal ini dibuktikan dengan

adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab dari pudarnya budaya gotong royong di

Dusun 3 Pematu diantaranya diantaranaya adalah faktor ekonomi, faktor modernisasi,

faktor kesibukan dari masing-masing masyarakat dan rasa kebersamaan yang mulai

menurun antar warga masyarakat.

Faktor ekonomi merupakan salah satu penyebab pudarnya budaya gotong

(7)

87 JURNAL EDU CIVIC MEDIA PUBLIKASI PRODI PPKN

masyarakat, jika ekominya tidak mendukung maka kegiatan gotong royong (mepalusan)

tidak berjalan karena, masyarakat berpikir jika mereka tidak memiliki uang maka

kebutuhan mereka tidak akan terpenuhi, oleh karena itu mereka lebih memilih bekerja

dengan orang lain untuk mendapatkan uang. Begitu juga dengan para bos atau yang

memiliki kebun akan lebih praktis untuk membayar orang dalam menyelesaikan

pekerjaannya.

Hal ini memiliki persamaan dengan pendapatnya Abdurrahmat yang menyatakan

dengan masuknya uang menjadi unsur penting dalam kehidupan ekonomi pedesaan,

maka sistem pengerahan tenaga (gotong royong) dirasa kurang praktis, serta

menganggap lebih praktis menggunakan buruh tani Selain itu jika faktor ekonomi

masyarakat terpenuhi maka masyarakat dengan sukarela untuk membantu tetangganya

atau masyarakat lain dan mereka tidak meminta uang sebagai imbalannya melainkan

mereka akan meminta bantuan berupa tenaga juga jika mereka membutuhkannya.

Penyebab pudarnya budaya gotong royong selanjutnya yaitu kesibukan

masyarakat. Setiap masyarakat memiliki kesibukan dan kepentingannya masing-masing

seperti para petani kakao, palawija dan lain sebagainya. Tentunya mereka memiliki

kesibukan sendiri dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dengan kesibukan yang mereka

miliki sehingga mereka akan berpikir dua kali untuk membantu orang lain dalam

menyelesaikan pekerjaannya, apalagi jika mereka bekerja dan tidak mendapatkan

imbalan berupa uang. Jika mereka sibuk membantu orang lain maka pekerjaan mereka

tidak akan ada yang mengerjakannya, dan tidak akan selesai. Oleh karena itu, mereka

lebih memilih untuk bekerja dikebun/ladang sendiri daripada harus memabantu tetangga

atau orang lain dalam menyelesaikan pekerjaan mereka atau gotong royong

(mepalusan).

Perubahan kearah yang lebih baik adalah harapan dari setiap masyarakat untuk

diri sendiri maupun untuk desanya. Oleh karena itu dengan adanya modernisasi harapan

itupun bisa terwujud. Namun tanpa mereka sadari, modernisasi juga berdampak negatif.

Salah satunya, faktor modernisasi dapat memudarkan budaya yang telah kita miliki

sejak lama, seperti budaya gotong royong. Modernisasi seperti sekarang ini sangat

berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya gotong royong yang telah ada.

Pada awalnya masyarakat sangat mejunjung tinggi semangat gotong royong,

(8)

88 JURNAL EDU CIVIC MEDIA PUBLIKASI PRODI PPKN

mementingkan lagi budaya gotong royong, dengan adanya modernisasi masyarakat

lebih menyukai kerja sendiri. hal ini dikarenakakan masuknya mesin-mesin didunia

pertanian, dengan adanya mesin-mesin ini masyarakat lebih cepat dalam bekerja

walaupun hanya sendiri. Jika dibandingkan mereka harus meminta bantuan kepada

masyarakat lainnya mungkin pekerjaan mereka akan lambat selesai, belum lagi jika

pekerjaan mereka telah selesai, mereka harus membantu masyarakat yang telah

membantunya.

Begitu juga dengan masyarakat yang ada didusun ini, yang awalnya mereka

memiliki semangat gotong royong yang kuat , namun kini mereka tidak melakukannya

lagi, pada masa sekarang ini masyarakat di Dusun 3 Pematu lebih mementingkan kerja

individu dari pada harus ikut gotong royong (mepalusan), dengan munculnya sifat

individual sehingga rasa kebersamaan itu sudah tidak ada lagi dalam masyarakat dan

membuat masyarakat acuh tak acuh terhadap orang lain. Hal ini memiliki kesamaan

dengan pendapatnya Jarot Dwi Handoko yang menyatakan arus modernisasi yang

masuk ke Indonesia memberikan dampak bagi pembentukan karakter masyarakat

seperti sikap individualistis yang hanya mementingkan diri sendiri. Sikap individualistis

atau lebih mementingkan diri sendiri ini tidak selaras dengan budaya kebersamaan dan

gotong royong yang menjadi ciri khas negara kita.

Faktor selanjutnya yang dapat memudarkan budaya gotong royong adalah rasa

kebersamaan yang mulai menurun. Rasa kebersamaan dalam suatu masyarakat

sangatlah penting untuk dimiliki, karena jika dalam masyarakat tidak memiliki rasa

kebersamaan maka masyarakat susah untuk bersatu dan akan sangat mudah untuk

terpecah. Begitu juga dengan masyarakat yang ada di Dusun 3 Pematu, rasa kebersaman

yang kuat dulu pernah mereka miliki namun sekarang sudah mulai menurun

dikarenakan mereka lebih sibuk dengan diri sendiri dari pada harus berkumpul dan

menyelesaikan pekerjaan bersama dengan sukarela, kalaupun ada masyarakat yang

mengerjakan pekerjaan orang lain namun itu tidak secara sukarela lagi mereka akan

mendapatkan imbalan berupa uang. Hal ini memiliki kesamaan dengan pendapatnya

Anggorowati dan Sarmini yang mengatakan bahwa Gotong-royong akan memudar

apabila rasa kebersamaan mulai menurun dan setiap pekerjaan atau kegiatan tidak lagi

terdapat bantuan sukarela, bahkan telah dinilai dengan materi atau uang. Sehingga jasa

(9)

89 JURNAL EDU CIVIC MEDIA PUBLIKASI PRODI PPKN

Berdasarkan hasil penelitian yang peneliti lakukan di Dusun 3 Pematu, juga

dapat diketahui upaya-upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kembali

budaya gotong royong yang telah memudar. Upaya yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan kembali budaya gotong royong yang telah memudar diantaranya dalah

Pembentukan Organisasi Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Membangun

Kesadaran Masing-Masing Masyarakat, melakukan sosialisasi, memepertemukan

tokoh-tokoh dan melakukan pendekatan kepada masyarakat.

Pembentukan Organisasi Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) merupakan

salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kembali budaya gotong

royong yang telah memudar, dengan adanya PHDI masyarakat akan lebih sering

dipertemukan dengan orang lain sehingga dapat menumbuhkan kembali rasa

kebersamaan, jika rasa kebersaan mulai tumbuh secara otomatis jika kita melakukan

kegiatan gotong royong masyarakata akan membantu kita dengan rasa kebersaman.

Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan yaitu dengan cara membangun

kesadaran dari masing-masing masyarakat, karena jika masyarakat sudah sadar akan

semangat gotong royong itu penting, secara otomatis masyarakat akan kembali

meningkatkan budaya gotong royong yang sudah jarang mereka lakukan selama ini.

Namun jika masyarakat itu tidak menyadari bahwa gotong royong itu penting maka

tetap saja budaya gotong royong tidak akan dapat ditingkatkan mungkin akan tambah

pudar bahkan tidak akan ada sama sekali.

Upaya selanjutnya yaitu melakukan sosialisasi kepada masyarakat oleh

pemerintah setempat. Jika sosialisasi ini dilakukan, dan pemerintah setempat

menjelaskan kepada masyarakat betapa pentingnya melakukan kegiatan gotong royong,

karena dengan melakukan kegiatan gotong royong maka pekerjaan kita akan cepat

selesai. Selain itu, kita akan semakin sering bertemu dengan orang lain dan bisa tercipta

rasa persatuan antara masyarakat itu sendiri.

Upaya selanjutnya yaitu mempertemukan tokoh-tokoh. Dengan cara

mempertemukan tokoh-tokoh yang ada termasuk pemerintah desa untuk membicarakan

budaya yang telah kita miliki, jika para tokoh ini sudah berbicara dan menerapkannya

pada masyarakat sehingga masyarakat lebih tahu bahwa budaya gotong royong yang

telah kita miliki itu sangat penting dan harus ditingkatkan kembali dan dipertahankan

(10)

90 JURNAL EDU CIVIC MEDIA PUBLIKASI PRODI PPKN

Upaya pendekatan kepada masyarakat juga bisa dilakukan oleh para pemerintah

setempat termasuk pengurus adat suku Bali yang ada di Dusun 3 Pematu. Melalui

pendekatan pada masyarakat para pemimpin bisa mengetahui keluhan-keluhan apa saja

yang ada pada masyarakat,sehingga para pemerintah desa dan pengurus adat suku Bali

bisa membuatkan program-program baru mengenai budaya gotong royong yang bisa

membuat budaya tersebut tetap dilakukan. Dengan begitu, masyarakat menyadari bahwa

budaya gotong royong itu sangatlah penting untuk dipertahankan untuk menjaga

kebersamaan dan kekompakan masyarakat

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian tentang degradasi

budaya gotong royong pada masyarakat suku Bali di Desa Maleali Kecamatan Sausu

Kabupaten Parigi Moutong adalah:

1) Faktor-faktor penyebab terjadinya degradasi budaya gotong royong antara lain:

faktor ekonomi, kesibukan masyarakat, modernisasi (mementingkan diri sendiri),

dan rasa kebersamaan yang mulai menurun. Faktor penyebab yang paling dominan

adalah modernisasi.

2) Untuk meningkatkan kembali budaya gotong royong yang telah memudar, ada

beberapa upaya yang dapat dilakukan diantaranya pembentukan organisasi Parisada

Hindu Dharma Indonesia (PHDI), membangun kesadaran dari masyarakat,

Sosialisasi, pertemuan tokoh-tokoh masyarakat, pendekatan kepada masyarakat.

Saran

Berdasarkan kesimpulan yang ada, maka saran yang dapat diberikan adalah

sebagai berikut:

1) Untuk pengurus adat suku Bali, diharapkan agar lebih memperhatikan masyarakat,

dan memberikan pengertian kepada masyarakat bahwa budaya gotong royong itu

sangat penting dilakukan agar budaya yang telah kita miliki tidak memudar serta

dapat dilestarikan

2) Untuk masyarakat, diharapkan agar memiliki kesadaran bahwa budaya gotong

royong itu sangatlah penting dilakukan dan dipertahankan, agar budaya tersebut

(11)

91 JURNAL EDU CIVIC MEDIA PUBLIKASI PRODI PPKN

kebersamaan dalam masyarakat bisa menciptakan rasa persatuan yang sangat kuat

serta tidak mudah untuk dipecahkan

DAFTAR RUJUKAN

Mardalis. 2010. Metode Penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara

Nurlatifah, N. (2017). “Gotong Royong Sebagai Wujud Integrasi Lokal Dalam Perkawinan Adat Banjar Sebagai Sumber Pembelajaran Ips Di Desa Hakim Makmur Kecamatan Sungai Pinang”. Jurnal Socius. 6, (1), 1-19.

Sudarto. 2002. Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta: PT Grafindo Persada

Sugiyono. 2016. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung . Alfabeta

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kon- teks restoran Madame Chang Surabaya, nilai-nilai yang dimunculkan dari makanan sehat dapat men- ciptakan kesesuaian persepsi dan harapan pelanggan yang

Pemberian parit pada areal tidak meningkatkan berat biji per hektar dibandingkan tanpa parit namun pemberian bahan organik di dalam parit meningkatkan berat biji per

Dengan tujuan menghasilkan potensi gas Landfill yang dihasilkan dari penguraian limbah organik Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang Kabupaten Bekasi sebagai

In Petra Christian University’s Visual Communication Design Department, this studio learning method is not only applied to its core subject but also to its skill subject..

No individual manufacturing quota may be issued unless a completed application form has been received, 21 CFR 1303.22.. OMB Approval

Preventive maintenance adalah aktivitas perawatan yang dilakukan sebelum terjadinya kegagalan atau kerusakan pada sebuah sistem atau komponen, dimana sebelumnya sudah

Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) dan Teams Games Tournaments (TGT) terhadap Prestasi Belajar Matematika

Pengetahuan peserta mengenai Perencanaan Bisnis dan Model Bisnis sebelum pelatihan ( pretest ) memiliki nilai cukup (13,04), sedangkan setelah pelatihan ( postest )