• Tidak ada hasil yang ditemukan

Detemir dan Glargine: Profil Keamanan, Efikasi dan Farmakoekonomi Insulin Long-acting

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Detemir dan Glargine: Profil Keamanan, Efikasi dan Farmakoekonomi Insulin Long-acting "

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Pendidikan Tambusai 11333

Detemir dan Glargine: Profil Keamanan, Efikasi dan Farmakoekonomi Insulin Long-acting

Luthfi Hidayat1, Nuraini Maulidina Sari2, Noviary Nur Mutmainah3

1,2,3

Program Studi Farmasi STIKES Muhammadiyah Wonosobo e-mail: softdirection@gmail.com

Abstrak

Diabetes melitus merupakan sebuah penyakit gangguan metabolik yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar gula darah karena tubuh tidak dapat memproduksi insulin dengan efektif, sehingga diperlukan insulin buatan untuk mengontrol kadar gula darah. Detemir dan glargine merupakan terapi insulin yang dapat digunakan dengan durasi kerja lama dengan efek yang lebih konsisten dan penurunan resiko hipoglikemia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara detemir dan glargine berdasarkan profil keamanan, efikasi dan farmakoekonomi. Penelitian ini menggunakan metode review melalui database jurnal dengan kasus terkait studi analisis yang membandingkan antara detemir dan glargine berdasarkan profil keamanan, efikasi, dan farmakoekonomi. Penelitian dalam berbagai jurnal menyatakan bahwa tidak ada perbedaan secara efikasi antara penggunaan insulin detemir dan glargine dalam menurunkan kadar gula darah pasien. Pada kejadian hipoglikemia, kedua insulin tersebut tidak menunjukkan perbedaan. Namun, dari segi biaya menunjukkan adannya perbedaan yaitu insulin glargine lebih rendah dibandingkan insulin detemir.

Berdasarkan hasil analisis yang review jurnal menyatakan bahwa detemir dan glargine merupakan terapi pengobatan pada pasien DM dengan kategori long acting insulin yang tidak menunjukkan perbedaan signifikan pada penurunan kadar gula darah dan tingkat kejadi hipoglikemi. Namun, terdapat perbedaan harga berupa insulin glargine lebih rendah dibandingkan insulin detemir

Kata kunci: Diabetes Melitus, Kadar Gula Darah, Detemir, Glargine Abstract

Diabetes mellitus is a metabolic disorder characterized by an increase in blood sugar levels because the body cannot produce insulin effectively, so artificial insulin is needed to control blood sugar levels. Detemir and glargine are insulin therapy that can be used with a long duration of action with a more consistent effect and a reduced risk of hypoglycemia. This study was conducted to determine the comparison between detemir and glargine based on safety, efficacy, and pharmacoeconomic profiles. This study used a review method through a journal database with case studies related to analysis comparing detemir and glargine based on safety, efficacy, and pharmacoeconomic profiles. Research in various journals states that there is no difference in efficacy between the use of insulin detemir and glargine in lowering patients' blood sugar levels. In the event of hypoglycemia, the two insulins did not show any difference. However, from a cost perspective, there is a difference, namely insulin glargine is lower than insulin detemir. Based on the results of the analysis reviewed in journals, it was stated that detemir and glargine were therapeutic treatments in DM patients with the category of long-acting insulin, which did not show significant differences in reducing blood sugar levels and the incidence of hypoglycemia. However, there is a price difference in the form of insulin glargine, which is lower than insulin detemir.

Keywords: Diabetes Mellitus, Blood Sugar Level, Detemir, Glargine

(2)

Jurnal Pendidikan Tambusai 11334 PENDAHULUAN

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin adalah hormon yang mengatur keseimbangan kadar gula darah. akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa di dalam darah (hiperglikemia) (Pusdatin, 2014).

Berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia yang dilakukan oleh pusat-pusat diabetes, sekitar tahun 1980-an prevalensi diabetes melitus pada penduduk usia 15 tahun ke atas sebesar 1,5-2,3% dengan prevalensi di daerah rural/pedesaan lebih rendah dibandingkan perkotaan. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 mendapatkan prevalensi diabetes melitus pada penduduk usia 25-64 tahun di Jawa dan bali sebesar 7,5%.

Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2013 melakukan wawancara untuk menghitung proporsi diabetes melitus pada usia 15 tahun ke atas. Didefinisikan sebafai diabetes melitus jika pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter atau belum pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter tetapi dalam 1 bulan terakhir mengalami gejala sering lapar, sering haus, sering buang air kecil dengan jumlah banyak dan berat bedan turun. hasil wawancara tersebut mendapatkan bahwa proporsi diabetes melitus pada Riskesdas 2013 meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2007 (Pusdatin, 2014).

Perjalanan Insulin dalam Tubuh

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2019, DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Santi Deliani Rahmawati, 2020).

Insulin ditranskripsi dan terdapat di dalam sel pankreas, dimana tempat insulin diekspor melalui sirkulasi portal ke hati. Selama lintasan pertama ini, lebih dari 50% insulin dibersihkan oleh hepatosit di hati. Sisa insulin keluar dari hati melalui vena hepatika, di mana ia mengikuti sirkulasi vena ke jantung. Kemudian insulin didistribusikan ke seluruh tubuh melalui sirkulasi arteri. Di sepanjang arteri, insulin meningkatkan vasodilatasi. Insulin yang dikirim melalui arteri memberikan aksi metaboliknya di hati dan selanjutnya dibersihkan (lintasan kedua). Insulin keluar dari sirkulasi pada tingkat mikrovaskuler, mencapai sel otot dan lemak, disinilah insulin merangsang translokasi GLUT4 dan pengambilan glukosa. Sisa insulin yang bersirkulasi dikirimkan dan akhirnya didegradasi oleh ginjal (Tokarz, MacDonald and Klip, 2018).

Klasifikasi Insulin Berdasarkan Lama Kerjanya

Dasar pemikiran terapi insulin adalah sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin secara fisiologis. Defisiensi insulin yang terjadi pasien DM tipe 2 umumnya dimulai dengan defisiensi insulin basal yang menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, namun dengan perjalanan penyakit dapat terjadi defisiensi insulin prandial sehingga terjadi pula keadaan hiperglikemia setelah makan. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi (Santi Deliani Rahmawati, 2020).

Pemberian insulin harus dipertimbangkan jika pasien sudah menggunakan satu atau dua obat antidiabetes dosis optimal namun HbA1c saat diperiksa ≥7,5%, atau saat pertama diperiksa HbA1c >9% (77,4 mmol/mol) atau glukosa darah ≥300 mg/dL (16,7 mmol/L), atau terdapat gangguan metabolisme (katabolisme) seperti penurunan berat badan yang cepat, atau HbA1c >9% (77,4 mmol/mol) atau glukosa darah ≥300 mg/dL (16,7 mmol/L) (Santi Deliani Rahmawati, 2020).

Berdasarkan lama kerjanya, insulin terbagi menjadi 9 jenis, yakni: insulin kerja pendek (short acting insulin); insulin kerja cepat (rapid acting insulin); insulin kerja sangat cepat (ultra-fast acting insulin); insulin kerja menengah (intermediate acting insulin); insulin kerja panjang (long acting insulin); insulin kerja ultra panjang (ultra-long acting insulin);

insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (mixtard); insulin campuran tetap, kerja cepat dan menengah (premixed insulin); insulin campuran tetap, kerja cepat dan ultra

(3)

Jurnal Pendidikan Tambusai 11335 panjang (co-formulation insulin). Poin yang membedakan antara 9 jenis insulin ini adalah onset; puncak dan durasi aksinya (Santi Deliani Rahmawati, 2020).

Insulin Kerja Panjang (Long Acting Insulin)

Insulin melakukan tindakan melalui pengikatan pada reseptor insulin. Insulin mengatur metabolisme glukosa dengan mempromosikan sintesis dan penyimpanan glikogen, trigliserida, dan protein dalam jaringan target utama, yaitu hati, lemak, dan otot, dan menghambat produksi glukosa hati. Analog insulin basal long-acting (glargine dan detemir) adalah pilihan awal pengobatan insulin di Amerika Serikat, dan kedua insulin ini lebih disukai daripada insulin Neutral Protamine Hagedorn (NPH) karena durasi kerja yang lebih lama, profil waktu kerja puncak yang kurang menonjol, efek nya lebih konsisten (variabilitas kurang), dan penurunan risiko hipoglikemia. Glargine dan detemir adalah dua analog insulin basal long-acting yang saat ini tersedia di pasaran (Poon and King, 2010).

Struktur Molekul Glargine dan Detemir

Analog insulin basal diciptakan untuk memperbaiki kekurangan NPH (yaitu, puncak yang jelas, durasi kerja yang singkat, tingkat penyerapan yang bervariasi) dan untuk meniru insulin fisiologis, insulin basal fisiologis memiliki efektivitas yang lebih baik (Poon and King, 2010).

Insulin glargine (GlyA21 ArgB21 ArgB32 insulin manusia) disintesis melalui teknologi DNA rekombinan menggunakan Escherichia coli K12. Asam amino asparagin pada posisi A21 dalam insulin manusia diganti dengan glisin, dan dua arginin ditambahkan ke terminal-C dari rantai. Modifikasi ini menyebabkan pergeseran titik isoelektrik menuju netralitas. Pada pH 4 dalam larutan asam, glargine tidak larut pada pH netral fisiologis dan membentuk mikropresipitat pada injeksi subkutan ke jaringan (Poon and King, 2010).

Insulin detemir [LysB29 (N-tetradecanoyl)des(B30)insulin manusia] juga disintesis melalui teknologi rekombinan, menggunakan ragi Saccharomyces cerevisiae. Insulin detemir berbeda dari insulin manusia dalam hal asam amino treonin pada posisi B30 dihilangkan dan rantai asam lemak karbon 14 melekat pada lisin pada B29. Detemir memiliki pH 7,4 dan karena itu larut pada pH fisiologis. Insulin ini terikat secara reversibel dengan albumin. Baik glargine dan detemir adalah solusi yang jelas dan tidak seperti NPH serta tidak memerlukan resuspensi sebelum injeksi (Poon and King, 2010).

Farmakokinetik

Farmakokinetik mengatur absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat. Sasaran farmakokinetik analog insulin basal adalah laju absorpsi yang stabil, menghindari puncak kadar plasma, dan profil absorpsi yang dapat diprediksi (Poon and King, 2010).

Glargine mencapai profil penyerapan yang lebih lambat dan lebih lama melalui penurunan kelarutan pada pH fisiologis. Setelah injeksi ke jaringan subkutan pH netral, glargine membentuk mikropresipitat yang larut perlahan, menunda penyerapannya dan dengan demikian memperpanjang durasi kerjanya (Poon and King, 2010).

Poon and King (2010) telah menyelidiki tingkat penyerapan subkutan glargine insulin berlabel radioaktif dari kandungan seng yang berbeda (15, 30, dan 80 g/mL), yang dibandingkan dengan NPH, dengan mengukur tingkat hilangnya radioaktivitas. Glargine diserap lebih lambat dan dengan profil yang relatif tanpa puncak dibandingkan NPH, yang menunjukkan puncak aksi yang nyata. Dibandingkan satu sama lain, larutan glargine dengan kandungan seng yang lebih tinggi menunjukkan profil penyerapan yang lebih lambat, yang konsisten dengan peran seng dalam penyerapan glargine. Dalam studi kedua, mereka juga tidak menemukan perbedaan yang signifikan dalam tingkat penyerapan glargine dengan kandungan seng 30 g/mL (formulasi yang digunakan dalam uji klinis Fase II dan Fase III) ketika disuntikkan di tempat injeksi subkutan yang berbeda (lengan, kaki, perut). Formulasi glargine yang beredar di pasaran saat ini mengandung zinc 30 g/mL.

Dibandingkan dengan glargine, detemir mempertahankan kelarutan pada pH fisiologis, dan injeksi ke dalam jaringan subkutan membentuk depot larut. Asilasi detemir memungkinkan pengikatan albumin reversibel, dan bersama dengan kemampuannya membentuk heksamer (menstabilkan asosiasi-diri), menghasilkan aksi yang berkepanjangan (Kurtzhals, 2004).

(4)

Jurnal Pendidikan Tambusai 11336 Havelund et al (2004) menyelidiki mekanisme yang mendasari variabilitas rendah dalam penyerapan detemir insulin. Menggunakan kromatografi ukuran-eksklusi dan manipulasi isi eluen untuk mensimulasikan perubahan di lokasi injeksi, mereka memodelkan self-association dan afinitas albumin dari detemir dan analog insulin lainnya pada babi di lokasi injeksi, persimpangan lokasi-interstitial dan dalam plasma . Data menunjukkan bahwa salah satu mekanisme penyerapan detemir setelah injeksi subkutan berlarut-larut adalah melalui self-association ke dalam dihexamer, mungkin melalui interaksi antara rantai asam lemak. Detemir heksamerik mencapai keseimbangan heksamer-dihexamer setelah injeksi di jaringan subkutan, karena pengawet seperti fenol, kresol, dan poliol dalam formulasi farmasi berdifusi melintasi membran endotel dan natrium klorida memasuki spot injeksi subkutan. Di persimpangan lokasi-interstisial, detemir mengikat albumin; semua bentuk detemir insulin (monomer, heksamer, dan dihexamer) akan berikatan dengan albumin.

Dibandingkan dengan analog insulin terasilasi, insulin detemir lebih stabil dan memiliki tingkat penghilangan lebih lambat (T1/2) yaitu 10,2 jam untuk detemir versus 8,8 jam untuk heksamer stabil terasilasi, 6,9 jam untuk heksamer berasosiasi lemah terasilasi, dan 2,9 jam untuk monomer terasilasi. Hal ini menunjukkan bahwa self-association adalah properti penting dalam tingkat penyerapan detemir. Namun, insulin hexamer Co (III) non albumin-binding stabil memiliki waktu paruh eliminasi hanya 2,8 jam. Hal ini menunjukkan bahwa tidak hanya tingkat self-association mempengaruhi tingkat penyerapan analog insulin, tetapi pengikatan albumin juga tampaknya berperan dalam menunda penyerapan.

Mekanisme aksi yang diusulkan adalah self-association detemir meningkatkan retensi di spot injeksi, memperlambat penyerapan dan meningkatkan peluang pengikatan albumin, dan pengikatan albumin di spot injeksi lebih lanjut dapat menunda penyerapan (Poon and King, 2010).

Pengikatan albumin mungkin juga memiliki efek penyangga terhadap penyerapan variabel. Karena detemir adalah 98% albumin-terikat dalam sirkulasi, variasi laju aliran darah di tempat suntikan, sebagian besar tidak mempengaruhi tingkat penyerapan. Penyerapan biasanya tergantung pada pergerakan melintasi membran kapiler yang diatur oleh gradien konsentrasi dan pada laju aliran kapiler. Kecepatan aliran yang tinggi akan menurunkan konsentrasi kapiler dan meningkatkan absorpsi dari interstitium, sedangkan kecepatan aliran yang rendah akan meningkatkan konsentrasi kapiler dan menurunkan absorpsi insulin dari cairan interstisial. Insulin detemir hampir sepenuhnya terikat albumin setelah disuntikkan ke dalam jaringan subkutan, dan detemir terikat albumin membentuk kompleks yang agak besar yang tidak mudah melintasi membran kapiler. Oleh karena itu, konsentrasi detemir bebas relatif konstan dan tidak tergantung pada laju aliran, yang dapat menjelaskan penurunan variabilitas dalam penyerapan (Poon and King, 2010).

Farmakodinamik

Farmakodinamik berhubungan dengan efek farmakologis suatu obat, yaitu respon klinis. Tujuan farmakodinamik analog insulin basal adalah aksi dan potensi yang berkepanjangan (dosis-respons). Studi clamp isoglikemik dianggap sebagai standar emas untuk penelitian farmakodinamik. Namun, metodologi studi clamp glukosa dapat sangat bervariasi, membuat perbandingan antara studi menjadi sulit. Insulin glargine memiliki profil aksi konsentrasi/waktu yang relatif konstan dan durasi aksi yang lama (Poon and King, 2010).

Porcellati et al (2008) melakukan studi clamp glukosa euglikemik secara acak, double-blind, crossover membandingkan farmakokinetik dan farmakodinamik glargine dan detemir pada kondisi mapan pada pasien diabetes tipe 1. Mereka menggunakan dosis 0,35 U/kg berat badan untuk glargine dan detemir, dan menemukan penurunan area GIR dan GIR di bawah kurva dengan detemir setelah 12 jam, tetapi tidak dengan glargine, dan penurunan aktivitas lipolitik detemir dibandingkan dengan glargine. Berdasarkan temuan mereka, Porcellati et al (2008) menyarankan agar glargine digunakan sebagai insulin basal sekali sehari untuk penderita diabetes tipe 1, sedangkan detemir membutuhkan penggunaan dua kali sehari. Hasil ini berbeda dari studi clamp glukosa lainnya (walaupun desainnya berbeda)

(5)

Jurnal Pendidikan Tambusai 11337 yang telah menunjukkan durasi kerja yang sama untuk glargine dan detemir (Poon and King, 2010).

Efek Samping Insulin

Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia. Efek samping yang lain dapat berupa reaksi alergi terhadap insulin (Soelistijo Soebagijo Adi, 2019).

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam studi review article ini, penulis menggunakan 20 jurnal penelitian terkait studi analisis yang membandingkan antara insulin detemir dan insulin glargine berdasarkan profil keamanan, efikasi, dan farmakoekonomi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Capson, Cade and Avanesyan (2019) dengan metode analisis retrospektif menyatakan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara penggunaan detemir dan glargine, hal ini dibuktikan dengan hasil rata-rata kadar glukosa pasien pada pagi, sore dan malam hari pada pasien DM tipe 1 atau 2. Pada penelitian ini menggunakan pasien sebanyak 318 yang terbagi menjadi 134 pasien menerima detemir dan 184 pasien yang menggunakan glargine. Rerata kadar glukosa pada pagi hari pada pasien pengguna detemir adalah 133,8 mg/dl, sedangkan 145,8 mg/dl untuk pasien penerima glargine. Kemudian, rerata kadar glukosa pada sore hari pada pasien pengguna detemir adalah 171,6 mg/dl, sedangkan 172,1 mg untuk pasien penerima glargine. Selanjutnya, rerata kadar glukosa pada malam hari pada pasien pengguna detemir adalah 162,5 mg/dl, sedangkan 163,3 mg/dl untuk pasien penerima glargine. Hal tersebut juga terdapat pada penelitian Soiza, Donaldson and Myint (2018) menggunakan metode systematic review dengan meta analisis studi observasional diperoleh hasil berupa tidak ada perbedaan signifikan secara statistik antara keduanya dari segi efektivitas pada pasien DM tipe 1, namun insulin glargine memiliki harga yang lebih rendah dibandingkan detemir.

Selain itu berdasarkan hasil penelitian (WHO, 2017) menyampaikan bahwa glargine lebih murah dibandingkan dengan detemir. Hubungan kedua insulin tersebut terkait hipoglikemia, pada penelitian Crisher, Giuliano and Hartner (2019) menggunakan metode studi kohort retrospektif dengan jumlah pasien penerima glargine sebanyak 1.659 pasien dan detemir sebanyak 1.659 pasien menyatakan bahwa tidak ada perbedaan dengan kejadian hipoglikemia (glargine sebesar 24,2% dan detemir sebesar 25,5%, serta nilai P=0,356). Hasil ini juga terdapat pada penelitian Yamada et al (2011) bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara dua analog insulin tersebut pada hipoglikemia.

Pada penelitian (Swinnen et al., 2013) tentang perbandingan insulin detemir dan insulin glargine pada pasien DM tipe 2 dengan menggunakan metode pencarian literatur online berupa Medline, Embase dan The Cochrane Library menyatakan hasil bahwa tidak ada perbedaan secara klinis secara efikasi atau keamanan antara penggunaan insulin detemir dan insulin glargine untuk mengobati pasien DM tipe 2 dengan melibatkan 2.250 orang secara acak selama 24 sampai 52 minggu. Selain itu pada penelitian Razzaghy-azar, Momeni and Nourbakhsh (2021) dengan metode RCT menyatakan bahwa adanya penurunan HbA1C pada penggunaan terapi glargine dan detemir, serta tidak ada perbedaan yang signifikan terkait faktor nafsu makan. Selanjutnya, pada penelitian George, Giuliano and Hartner (2021) menyimpulkan bahwa secara klinis tidak terdapat perbedaan antara insulin detemir dan insulin glargine pada variabilitas glikemik yang ditandai dengan fluktuasi parameter glukosa darah dalam waktu tertentu dan kedua insulin tersebut dapat menjadi pilihan terapi untuk pasien diabetes rawat inap.

Berdasarkan hasil penelitian Davis et al (2017) menggunakan metode retrospektif dengan melibatkan 188 pasien menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap penggunaan detemir dan glargine melalui basal-bolus. Pada penelitian Rozea (2019) yang telah dilakukan dengan membandingkan insulin detemir dan glargine selama 24 hingga 52 minggu melibatkan 2.250 pasien menyatakan hasil bahwa insulin detemir efektif dalam mengelola diabetes tipe 1 dan 2, namun memiliki harga yang lebih mahal

(6)

Jurnal Pendidikan Tambusai 11338 dibandingkan glargine. Hal ini juga terdapat pada penelitian (Permsuwan et al., 2017) yang membuktikan bahwa pengobatan menggunakan insulin detemir pada pasien DM tipe 2 yang memiliki glukosa darah tidak terkontrol bukan termasuk strategi hemat biaya dibandingkan pengobatan insulin glargine.

Studi analisis yang dilakukan untuk mengeksplorasi perbedaan antara insulin detemir dan glargine diawali dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Elisha et al (2015) selama 6 bulan dengan subyek dipilih secara acak dan dengan sistem open-label. Penelitian ini melakukan analisis perbedaan berdasarkan 2 aspek, yaitu terkait mengkarakterisasi perbedaan berat badan dalam hal komposisi tubuh serta berfokus pada trunk fat; dan mengkarakterisasi dampak ada lemak epikardial. Subjek penelitian adalah pasien diabetes tipe 2 yang gagal mencapai target HbA1c dengan agen antihiperglikemik oral dan memerlukan insulin basal untuk mengontrol glikemik (gula darah). Subjek yang dimasukkan ke dalam penelitian ini jika telah memenuhi kriteria berusia 18-80 tahun dengan DM tipe 2;

glukosa darah yang tidak memadai dengan HbA1c 58-108 mmol/mol (>=7,5-12,0%);

setidaknya subyek telah mengkonsumsi 1500 mg metformin; berat badan stabil yang dilaporkan selama 3 bulan sebelumnya (+=5 kg). Kriteria eksklusi nya adalah termasuk penderita DM tipe 1 atau sekunder; menggunakan insulin dalam waktu 6 bulan terakhir kecuali bila diobati kurang dari 6 hari selama kejadian akut. Subjek yang berpartisipasi yang memenuhi kriteria inklusi diminta untuk menghentikan thiazolidinediones 6 minggu sebelum inisiasi insulin, dan inhibitor DPP-4 serta inhibitor alfa-glukosidase secara acak. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dibandingkan dengan glargine dan untuk kontrol glikemik yang serupa, inisiasi detemir pada pasien menggunakan insulin dengan kontrol yang buruk dengan T2D menunjukkan efek yang menguntungkan pada berat badan total dan komposisi tubuh. Selanjutnya, insulin juga dapat meningkatkan ketebalan lemak epikardial.

Sebagian besar studi menunjukkan profil farmakodinamik yang relatif kurang puncak untuk glargine dan detemir dan durasi kerja yang sebanding yang bergantung pada dosis.

Baik glargine dan detemir sama-sama efektif dan cocok untuk injeksi sekali sehari untuk mencapai kontrol glikemik. Profil keamanan dan kemanjuran serupa untuk keduanya, dengan hipoglikemia lebih sedikit dibandingkan dengan NPH. Insulin glargine memiliki afinitas yang lebih besar untuk reseptor IGF-1 manusia dan potensi mitogenik yang lebih besar, dibandingkan dengan insulin detemir, tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan signifikansi klinis dari hal ini (Poon and King, 2010).

Studi klinis yang telah dilakukan oleh Porcellati et al (2008) dan Luzio et al (2013) melaporkan perbedaan kecil farmakodinamik dan farmakokinetik dengan penggunaan insulin glargine dan detemir. Durasi kerja detemir sekitar 18 sampai 20 jam lebih pendek dari insulin glargine (~24 jam), pada pasien dengan diabetes tipe 1 dan tipe 2 menggunakan dosis yang relevan secara klinis 0,30-0,35 unit/kg. Dalam studi rawat jalan, pasien yang diobati dengan insulin detemir membutuhkan dosis insulin total yang lebih tinggi dibandingkan dengan insulin glargine, dengan 55-57% pasien membutuhkan suntikan insulin dua kali sehari Rosenstock et al (2008) dan (Hollander et al., 2008). Dalam penelitian rawat inap tersebut, merek mengamati bahwa pengobatan dengan glargine atau detemir pada pasien rawat inap dengan diabetes tipe 2 menghasilkan kontrol glikemik yang serupa dan hasil terkait rumah sakit. Mereka juga mengamati bahwa pasien yang diobati dengan detemir membutuhkan dosis insulin harian yang lebih tinggi dan jumlah suntikan insulin harian yang lebih tinggi dibandingkan dengan insulin glargine.

Bracaglia (2017) melakukan studi observasional yang membandingkan perbedaan hasil kontrol glikemik dan hasil pada pasien non-ICU dengan glukosa darah >140 mg/dL yang diterapi menggunakan glargine atau detemir sejak tanggal 01/01/2012 dan 30/09/2015.

Penelitian ini menggunakan analisis retrospektif dengan memasukkan pasien yang lebih tua dari 18 tahun, dengan gula darah antara 140-400 mg/dL dan diterapi menggunakan insulin glargine dan detemir selama mereka menjalankan rawat inap. populasi pasien termasuk pasien kedokteran umum dan pasien operasi yang dirawat di Rumah Sakit Mount Sinai di New York; Rumah Sakit Universitas Emory; Rumah Sakit Midtown Universitas Emory;

(7)

Jurnal Pendidikan Tambusai 11339 Rumah Sakit Emory Saint Joseph dan Emory Johns Creek di Atlanta. pasien yang dirawat di ICU, pasien yang didiagnosis ICD-9 untuk ketoasidosis diabetikum, hiperglikemik hiperosmolar dan hamil tidak dapat dijadikan sebagai subyek penelitian. Berdasarkan studi ini, penggunaan analog insulin basal glargine dan detemir telah menjadi formulasi insulin pilihan di rumah sakit. Dua penelitian telah membandingkan pengobatan dengan glargine dan detemir dalam pengelolaan hiperglikemia rumah sakit pada pasien umum dan bedah dengan diabetes tipe 2.

Pada penelitian Zhang et al (2016) melakukan studi short crossover pada 42 pasien dengan diabetes tipe 2 yang diobati dengan insulin detemir dan glargine. Tidak ada perbedaan dalam jumlah hari untuk mencapai target gula darah (4,0 ± 0,5 hari vs 3,3 ± 0,4 hari, p = 0,286) atau dosis insulin harian total (30,1 ± 2,4 U vs 30,1 ± 2,9 U, p = 0,99 ) antara detemir insulin dan insulin glargine. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kontrol glukosa 24 jam atau frekuensi hipoglikemia antar kelompok. Demikian pula, sebuah studi oleh Ahmad et al (2015) pada pasien yang menjalani operasi di India, tidak ada perbedaan rata-rata glukosa harian, hipoglikemia atau komplikasi di rumah sakit (gastrointestinal dan genitourinari) antara pasien yang diobati dengan insulin detemir atau glargine. Sesuai dengan penelitian ini, pasien yang diobati dengan detemir dan glargine dalam penelitian kami memiliki kontrol glukosa yang sama, lama rawat inap di rumah sakit, dan komplikasi selama rawat inap. Rata-rata gula darah harian rumah sakit hanya sedikit lebih rendah dari gula darah masuk pada kedua kelompok perlakuan, dengan standar deviasi untuk gula darah rumah sakit rata-rata lebih rendah dari gula darah masuk di kedua kelompok, menunjukkan variabilitas glikemik yang lebih rendah selama pengobatan.

Menurut Wallace, Wallace and McFarland (2014) terdapat kecenderungan yang pasti yaitu peningkatan dosis pada detemir dibandingkan dengan glargine. Dari 7 RCT besar (n=258), rata-rata diperlukan dosis detemir 38% lebih tinggi (kisaran = 8,0% -77,2%) untuk mencapai kontrol glukosa yang sebanding dengan yang dicapai dengan glargine pada pasien dengan tipe 1 dan 2 diabetes.

Penelitian Shafie and Ng (2020) melakukan penelitian efektivitas insulin berdasarkan tinjauan literatur, dan karakteristik epidemiologi pasien yang diambil dari Malaysia Diabetes Registry. Tingkat diskonto 3% diterapkan untuk kedua biaya dan efek kesehatan. Model matematika sederhana lainnya digunakan untuk membandingkan manfaat pengurangan kejadian hipoglikemia. pada penelitian terdapat perbedaan biaya bersih (tanpa memperhitungkan hipoglikemia) antara insulin glargine dan insulin detemir. Biaya bersih sebesar RM4868 untuk insulin Glargine dan RM6026 untuk insulin Detemir. Penghematan untuk biaya pencegahan hipoglikemia berat adalah RM4377 untuk insulin Glargine dan RM12,753 untuk insulin Detemir. Total QALY tambahan yang diperoleh dari insulin Glargine adalah 0,1317 dan dari insulin Detemir adalah 0,8376. Analisis sensitivitas menunjukkan tingkat diskonto, dan biaya perolehan obat dapat mempengaruhi nilai rasio efektivitas biaya tambahan (ICER). Dapat disimpulkan pada penelitian ini, insulin Detemir dan Glargine sama- sama hemat biaya, terutama ketika manfaat pengurangan tingkat kejadian hipoglikemia diperhitungkan.

SIMPULAN

Detemir dan glargine merupakan insulin dengan kategori long-acting sebagai terapi pengobatan pada pasien diabetes tipe 1 dan 2. Berdasarkan efektivitasnya, kedua insulin tersebut tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam menurunkan kadar gula darah pasien pasien. Selain itu, dua analog insulin tersebut tidak terdapat perbedaan dengan tingkat kejadian hipoglikemia. Dari segi biaya, insulin glargine memiliki harga lebih rendah dibandingkan insulin detemir.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, M. et al. (2015) ‘Evaluation of Glycemia Control Achieved by Glargine and Lispro Versus Detemir and Aspart Insulin Regimes in Type 2 Diabetics Undergoing Surgery’, The Open Cardiovascular Medicine Journal, 9(1), pp. 58–61. doi:

(8)

Jurnal Pendidikan Tambusai 11340 10.2174/1874192401509010058.

Bracaglia (2017) ‘乳鼠心肌提取 HHS Public Access’, Physiology & behavior, 176(3), pp.

139–148. doi: 10.4158/EP171804.OR.Comparison.

Capson, J., Cade, K. and Avanesyan, A. (2019) ‘Detemir vs glargine: Comparison of inpatient glycemic control’, Journal of the American Osteopathic Association, 119(2), pp. 89–95. doi: 10.7556/jaoa.2019.014.

Crisher, M. A., Giuliano, C. A. and Hartner, C. L. (2019) ‘Insulin detemir versus insulin glargine in the hospital: Do hypoglycemia rates differ?’, Clinical Diabetes, 37(2), pp.

167–171. doi: 10.2337/cd18-0065.

Davis, S. et al. (2017) ‘Comparison of Insulin Detemir and Insulin Glargine for Hospitalized Patients on a Basal-Bolus Protocol’, Pharmacy, 5(4), p. 22. doi:

10.3390/pharmacy5020022.

Rozea (2019) ‘Insulin Detemir (Levemir) information sheet’. Available at:

http://www.diabetesuffolk.com/Insulin/Insulin detemir.htm.

WHO (2017) ‘General items Treatment details , public health relevance and evidence appraisal and synthesis’, pp. 1–16.

Elisha, B. et al. (2015) ‘Body Composition and Epicardial Fat in Type 2 Diabetes Patients Following Insulin Detemir Versus Insulin Glargine Initiation’, Hormone and Metabolic Research, 48(1), pp. 42–47. doi: 10.1055/s-0035-1554688.

George, J., Giuliano, C. A. and Hartner, C. L. (2021) ‘Glycemic Variability With Insulin Glargine Versus Detemir in Hospitalized Patients With Diabetes’, Journal of Pharmacy Practice. doi: 10.1177/08971900211017867.

Gripp, K. W., Ennis, S. and Napoli, J. (2013) ‘Exome Analysis in Clinical Practice:

Expanding the Phenotype of Bartsocas-Papas Syndrome’, American Journal of Medical Genetics, Part A, pp. 1058–1063. doi: 10.1002/ajmg.a.35913.

Havelund, S. et al. (2004) ‘The mechanism of protraction of insulin detemir, a long-acting, acylated analog of human insulin’, Pharmaceutical Research, 21(8), pp. 1498–1504.

doi: 10.1023/B:PHAM.0000036926.54824.37.

Hollander, P. et al. (2008) ‘A 52-week, multinational, open-label, parallel-group, noninferiority, treat-to-target trial comparing insulin detemir with insulin glargine in a basal-bolus regimen with mealtime insulin aspart in patients with type 2 diabetes’, Clinical Therapeutics, 30(11), pp. 1976–1987. doi: 10.1016/j.clinthera.2008.11.001.

Kurtzhals, P. (2004) ‘Engineering predictability and protraction in a basal insulin analogue:

The pharmacology of insulin detemir’, International Journal of Obesity, 28, pp. S23–

S28. doi: 10.1038/sj.ijo.0802746.

Luzio, S. D. et al. (2013) ‘A comparison of the pharmacodynamic profiles of insulin detemir and insulin glargine: A single dose clamp study in people with type 2 diabetes’, Diabetes and Metabolism, 39(6), pp. 537–542. doi: 10.1016/j.diabet.2013.09.002.

Permsuwan, U. et al. (2017) ‘Cost-effectiveness of insulin detemir versus insulin glargine for Thai type 2 diabetes from a payer’s perspective’, Journal of Medical Economics, 20(9), pp. 991–999. doi: 10.1080/13696998.2017.1347792.

Poon, K. and King, A. B. (2010) ‘Glargine and detemir: Safety and efficacy profiles of the long-acting basal insulin analogs’, Drug, Healthcare and Patient Safety, 2(1), pp.

213–223. doi: 10.2147/DHPS.S7301.

Porcellati, F. et al. (2008) ‘Comparison of pharmacokinetics and dynamics of the long-acting insulin analogs glargine and detemir at steady state in type 1 diabetes: A double- blind, randomized, crossover study’, Diabetes Care, 31(3). doi: 10.2337/dc07-2234.

Razzaghy-azar, M., Momeni, H. and Nourbakhsh, M. (2021) ‘Comparison of Insulin Glargine and Detemir Effects on Hormones of Appetite and Metabolic Control in Patients with Type 1 Diabetes : A Randomized Clinical Trial’, 20(July), pp. 647–653.

doi: 10.22037/ijpr.2021.114841.15059.

Rosenstock, J. et al. (2008) ‘A randomised, 52-week, treat-to-target trial comparing insulin detemir with insulin glargine when administered as add-on to glucose-lowering drugs in insulin-naive people with type 2 diabetes’, Diabetologia, 51(3), pp. 408–416. doi:

(9)

Jurnal Pendidikan Tambusai 11341 10.1007/s00125-007-0911-x.

Santi Deliani Rahmawati, H. S. (2020) ‘No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者におけ る 健康関連指標に関する共分散構造分析Title’, 3(2017), pp. 54–67. Available at:

http://repositorio.unan.edu.ni/2986/1/5624.pdf.

Shafie, A. A. and Ng, C. H. (2020) ‘Cost-effectiveness of insulin glargine and insulin detemir in the basal regimen for naïve insulin patients with type 2 diabetes mellitus (T2dm) in malaysia’, ClinicoEconomics and Outcomes Research, 12, pp. 333–343. doi:

10.2147/CEOR.S244884.

Soelistijo Soebagijo Adi, et all (2019) ‘Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia’, Perkeni, p. 133.

Soiza, R. L., Donaldson, A. I. C. and Myint, P. K. (2018) ‘Vaccine against arteriosclerosis: an update’, Therapeutic Advances in Vaccines, 9(6), pp. 259–261. doi: 10.1177/https.

Swinnen, S. G. et al. (2013) ‘Insulin detemir versus insulin glargine for type 2diabetes mellitus’, Diabetes Technology and Therapeutics, 15(SUPPL.1). doi:

10.1089/dia.2013.1505.

Tokarz, V. L., MacDonald, P. E. and Klip, A. (2018) ‘The cell biology of systemic insulin function’, Journal of Cell Biology, 217(7), pp. 2273–2289. doi:

10.1083/jcb.201802095.

Wallace, J. P., Wallace, J. L. and McFarland, M. S. (2014) ‘Comparing Dosing of Basal Insulin Analogues Detemir and Glargine: Is It Really Unit-Per-Unit and Dose-Per- Dose?’, Annals of Pharmacotherapy, 48(3), pp. 361–368. doi:

10.1177/1060028013518420.

Yamada, S. et al. (2011) ‘Two-way crossover comparison of insulin glargine and insulin detemir in basal-bolus therapy using continuous glucose monitoring’, Diabetes, Metabolic Syndrome and Obesity: Targets and Therapy, p. 283. doi:

10.2147/dmso.s21513.

Zhang, T. et al. (2016) ‘Comparison of the Efficacy and Safety of Insulin Detemir and Insulin Glargine in Hospitalized Patients with Type 2 Diabetes: A Randomized Crossover Trial’, Advances in Therapy, 33(2), pp. 178–185. doi: 10.1007/s12325-016-0288-7.

Referensi

Dokumen terkait

Some of the advantages of authentic assessment include 1 authentic assessment oriented to the assessment of the learning process, thus through authentic assessment, the teacher will be