• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dharmasisya - UI Scholars Hub

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Dharmasisya - UI Scholars Hub"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Dharmasisya Dharmasisya

Volume 1 NOMOR 2 JUNI 2021 Article 8

July 2021

SINERGITAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA, SATUAN SINERGITAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA, SATUAN

PERLINDUNGAN MASYARAKAT, DAN KADER SIAGA TRAMTIB PERLINDUNGAN MASYARAKAT, DAN KADER SIAGA TRAMTIB DALAM PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN DAN

DALAM PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN DAN KETERTIBAN UMUM

KETERTIBAN UMUM

Arum Adji Wibowo

[email protected]

Follow this and additional works at: https://scholarhub.ui.ac.id/dharmasisya

Part of the Administrative Law Commons, Civil Law Commons, Constitutional Law Commons, Criminal Law Commons, and the International Law Commons

Recommended Citation Recommended Citation

Wibowo, Arum Adji (2021) "SINERGITAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA, SATUAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT, DAN KADER SIAGA TRAMTIB DALAM PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN DAN KETERTIBAN UMUM," Dharmasisya: Vol. 1 , Article 8.

Available at: https://scholarhub.ui.ac.id/dharmasisya/vol1/iss2/8

This Article is brought to you for free and open access by the Faculty of Law at UI Scholars Hub. It has been

(2)

SINERGITAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA, SATUAN PERLINDUNGAN SINERGITAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA, SATUAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT, DAN KADER SIAGA TRAMTIB DALAM PENYELENGGARAAN MASYARAKAT, DAN KADER SIAGA TRAMTIB DALAM PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN DAN KETERTIBAN UMUM

KETENTERAMAN DAN KETERTIBAN UMUM

Cover Page Footnote Cover Page Footnote

Petikan dari Alenia Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang kemudian dijadikan cita-cita dan tujuan pembangunan nasional Bangsa Indonesia.

Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi (Jakarta: Pustaka LP3ES, 2006), hal. 56;

Dalam Suteki, Desain Hukum di Ruang Sosial, cet.1 (Yogyakarta: Penerbit Thafa Media, Semarang:

Satjipto Rahardjo Institute, 2013), hal. 227. Indonesia, Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 23 Tahun 2014, LN Nomor 244 Tahun 2014, TLN Nomor 5587, Pasal 12 ayat (1) huruf e. Ibid., Pasal 1 butir 16. Ibid., Pasal 255 ayat (1). Selain menyelenggarakan ketenteraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat, Satpol PP juga ditugasi untuk menegakkan Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada). Hj. Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Bagian Kedua: Membangun Sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) (Bandung: Penerbit Mandar Maju, 2004), hal. 2.

(3)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2020) 665-680

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

SINERGITAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA, SATUAN

PERLINDUNGAN MASYARAKAT, DAN KADER SIAGA TRAMTIB DALAM PENYELENGGARAAN KETENTERAMAN DAN KETERTIBAN UMUM

Arum Adji Wibowo

Fakultas Hukum Universitas Indonesia Korespondensi: [email protected]

Abstrak

Artikel ini mendiskusikan sinergitas dalam penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum. Tujuan dari diskusi ini adalah memperkenalkan bentuk partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum, serta menjelaskan bagaimana hubungan dan juga menganalisa permasalahan-permasalahan yang timbul antara Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas), dan Kader Siaga Tramtib (KST). Dalam pembahasan hubungan sebagaimana dimaksud, artikel ini menjelaskan alasan dan latar belakang Satpol PP melibatkan partisipasi masyarakat. Terkait dengan analisa permasalahan yang timbul, artikel ini berpendapat bahwa menyinergikan potensi yang ada akan lebih baik daripada mempersoalkan hal-hal yang dapat menimbulkan permasalahan yang baru.

Kata kunci: Satpol PP, ketertiban umum, partisipasi masyarakat.

Abstract

This article discusses the synergy in the implementation of the public convenience and orderliness. The purpose of this discussion is to introduce a form of people participation in the implementation of the public convenience and orderliness, and to explain how the relationship and also analyze the problems that arise between the Civil Service Police Unit (Satpol PP), the Community Protection Unit (Satlinmas), and the Cadre Siaga Tramtib (KST). To discuss the problems, this article explains the reasons and the background of why Satpol PP involving people participation. In relation to the problems that arise, this article argues that synergizing the existing potential will be more effective than questioning things that can lead to new problems.

Keywords: Satpol PP, public orderliness, community participation.

I. PENDAHULUAN

“...untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada ... .”1

Dengan menghayati kalimat paragraf di atas, secara filosofi ketenteraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat memiliki keterkaitan yang sangat kuat. Oleh sebab itu, kualitas penyelenggaraan ketenteraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat seharusnya dapat lebih ditingkatkan prioritasnya. Dengan pelayanan publik yang prima akan semakin mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Dalam pandangan Mahfud MD sebagaimana dikutip oleh Suteki, bahwa dalam paradigma pembangunan hukum setidak-tidaknya terdapat empat kaidah penuntun dari Pancasila yang wajib dipedomani dalam pembentukan dan penegakan hukum di Indonesia, diantaranya: (1) Hukum harus melindungi segenap bangsa dan menjamin keutuhannya,

1 Petikan dari Alenia Keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang kemudian dijadikan cita-cita dan tujuan pembangunan nasional Bangsa Indonesia.

(4)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2020) 665-680

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

yang oleh karenanya tidak boleh ada hukum yang mengarah pada disintegrasi; (2) Hukum harus menjamin keadilan sosial terutama proteksi bagi golongan lemah yang rentan akan eksploitasi dalam kesenjangannya terhadap golongan kuat; (3) Hukum harus dibangun secara demokratis sekaligus membangun demokrasi sejalan dengan nomokrasi (negara hukum); dan (4) Hukum tidak boleh diskriminatif berdasarkan ikatan primordial apapun dan harus mendorong terciptanya toleransi beragama berdasarkan kemanusiaan dan keberadaban.2

Dengan mencermati pandangan tersebut di atas, menampakkan terdapat kesinambungan antara gagasan paradigma pembangunan hukum sebagaimana dimaksud dengan penyelenggaraan ketentertaman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat.

Hal ini dapat kita lihat dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, ketenteraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat diklasifikasikan dalam Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar,3 yaitu pelayanan publik yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap Warga Negara.4 Untuk menegakkan norma hukum sekaligus menyelenggarakan pelayanan publik sebagaimana dimaksud, Pasal 255 ayat (1) UU tersebut mengamanatkan, dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).5

Dalam pelaksanaan tugas-tugasnya, Satpol PP memiliki beberapa kendala yang cukup memberatkan dalam optimalisasi pelayanan publik, salah satunya yaitu keterbatasan personil atau sumber daya manusia (SDM). Lemahnya pengawasan gangguan ketertiban umum di masyarakat berdampak pada meningkatnya pelanggaran Perda/Perkada. Selain itu, tingginya frekuensi berhadapan dengan gangguan ketertiban umum dan juga kerentanan terjadinya bentrokan dengan masyarakat turut mempengaruhi citra dan kredibilitas dari Satpol PP di mata publik, sebagaimana banyak media informasi/berita juga seringkali meliputnya. Oleh sebab itu perlu adanya solusi yang efektif guna mengatasi permasalahan tersebut.

Dengan semangat konsep Good Governance, Satpol PP Provinsi Jawa Tengah menyusun program inovasi fasilitasi Kader Siaga Tramtib (KST), yaitu program penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum dengan melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat. Sebagaimana pendapat Kooiman yang dikutip oleh Sedarmayanti, mengartikan governance lebih merupakan “...serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut.6 Pada dasarnya good governance merupakan prasayarat yang diberlakukan bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan pencapaian cita-cita dan tujuan berbangsa dan bernegara.7

2 Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi (Jakarta: Pustaka LP3ES, 2006), hal.

56; Dalam Suteki, Desain Hukum di Ruang Sosial, cet.1 (Yogyakarta: Penerbit Thafa Media, Semarang: Satjipto Rahardjo Institute, 2013), hal. 227.

3 Indonesia, Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 23 Tahun 2014, LN Nomor 244 Tahun 2014, TLN Nomor 5587, Pasal 12 ayat (1) huruf e.

4 Ibid., Pasal 1 butir 16.

5 Ibid., Pasal 255 ayat (1). Selain menyelenggarakan ketenteraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat, Satpol PP juga ditugasi untuk menegakkan Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada).

6 Hj. Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Bagian Kedua: Membangun Sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) (Bandung:

Penerbit Mandar Maju, 2004), hal. 2.

7 Ibid., hal. 10.

(5)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2020) 665-680

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

Fasilitasi pembentukan KST disusun sebagai bentuk program stimulan yang diharapkan dapat lebih ditingkatkan oleh masing-masing Daerah, yang disesuaikan dengan program Daerah yang telah direncanakan. Program tersebut merupakan bentuk upaya responsif dari Satpol PP Provinsi Jawa Tengah kepada Satpol PP kabupaten/kota. Selain itu juga memberikan kesempatan (partisipatoris) kepada masyarakat untuk turut sedia berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban umum. Dengan adanya KST diharapkan terjalin kemitraan yang efektif antara Satpol PP kabupaten/kota dengan masyarakat, sekaligus dapat menjadi terobosan solusi dari permasalahan keterbatasan personil Satpol PP.

Dalam dinamika perjalanannya, sebagian Daerah dapat mengembangkan KST secara pesat dan konsisten, sebagian ada yang berkembang secara bertahap, dan sebagian lainnya cenderung stagnan. Tentunya dalam perjalanan tersebut pengembangan dan pemberdayaan KST ini tidak luput dari permasalahan dan kendala/hambatan. Salah satu diantaranya yang cukup menyita perhatian serius yaitu kesan tumpah tindihnya fungsi KST dengan Satlinmas. Sebagaimana diketahui, KST dan Satlinmas merupakan sama-sama bentuk partisipasi masyarakat.

Kesan tumpang tindih tersebut terlihat pada salah satu tugas dari Satlinmas sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 huruf b Permendagri Nomor 84 Tahun 2014, yaitu

“membantu keamanan, ketenteraman dan ketertiban masyarakat.”8 Hal inilah yang kemudian menjadi alasan terkendalanya pengembangan KST di Daerah. Terlebih lagi jika ditilik dari segi historis9 dan juga terlibatnya Satlinmas dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) sebagaimana diatur dalam Permendagri 10 Tahun 2009,10 yang semakin menampakkan eksistensi Satlinmas dan (seakan-akan) terdapat kesenjangan diantara keduanya.

Sungguh ironis rasanya bilamana sebuah program inovasi yang ditujukan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan, namun pada kenyataannya justru malah menjadi kendala/permasalahan yang baru. Oleh karena itu, melalui artikel ini, penulis mencoba untuk meneliti dan menelusuri permasalahan-permasalahan yang terjadi, sekaligus mencari titik temu dan solusi. Sebagai langkah awalnya, penulis akan menguraikan kedudukan dari keberadaan Satpol PP, Satlinmas, dan KST, serta menghubungkan kembali keterkaitan di antara ketiganya untuk menelusuri faktor-faktor penyebab timbulnya permasalahan- permasalahan sebagaimana yang telah disampaikan. Dengan tetap berpedoman kepada teori, azas, sistem, doktrin, dalil, dan konsepsi hukum tertentu sebagaimana yang penulis kaji dalam pustaka, pembahasan dan analisa pada diskusi berikutnya ditujukan untuk mendapatkan jawaban dan solusi atas permasalahan-permasalahan yang dikemukakan.

8 Kemendagri, Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Penyelenggaraan Perlindungan Masyarakat, Permendagri Nomor 84 Tahun 2014, Pasal 4 ayat (2).

9 Satlinmas merupakan bentuk transformasi dari Organisasi Pertahanan Sipil, yang dahulu dikenal dengan sebutan Hansip. Organisasi Hansip awalnya dibentuk dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 48 Tahun 1962 yang kemudian disempurnakan dengan Keppres Nomor 55 Tahun 1972. Bulan September 2014 terbit Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 88 Tahun 2014 yang mencabut Keppres Nomor 55 Tahun 1972. Kemudian Bulan November 2014 terbit Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 84 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Masyarakat, yang di dalamnya mengatur tentang pengorganisasian Satlinmas.

10 Kemendagri, Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Penugasan Satuan Perlindungan Masyarakat dalam Penanganan Ketenteraman, Ketertiban, dan Keamanan penyelenggaraan pemilihan Umum, Permendagri Nomor 10 Tahun 2009.

(6)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2020) 665-680

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

Guna sebagai pedoman alur penulisan ini, struktur artikel disusun sebagai berikut.

Setelah Pendahuluan ini, berikutnya adalah Bagian II yaitu pembahasan dan analisis. Di dalam bagian ini, yang pertama akan membahas bagaimana dinamika penyelenggaraan ketenteraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat di Daerah. Mulai dari problemantika yang dihadapi Satpol PP, yang dilanjutkan dengan latar belakang fasilitasi KST, dan membahas keberadaan Satlinmas. Pembahasan kedua yaitu mengenai partisipasi masyarakat sebagai penunjang optimalisasi dalam penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum. Kedua pembahasan tersebut akan dianalisis dalam diskusi perspektif hukum. Selanjutnya Bagian Ketiga merupakan sebagai bagian penutup.

II. PEMBAHASAN

A. Dinamika Penyelenggaraan Ketenteraman dan Ketertiban Umum.

1. Problemantika Satpol PP dalam pelayanan publik.

Dalam Pendahuluan telah disampaikan mengenai tugas pokok dari Satpol PP sebagaimana yang diatur dalam Pasal 255 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 dan juga permasalahan yang dihadapi, yaitu salahsatunya keterbatasan personil. Permasalahan tersebut berpengaruh terhadap optimalisasi pelaksanaan tugas dari Satpol PP.

Sesungguhnya permasalahan yang dihadapi bukan itu saja, terdapat juga permasalahan lain yang memiliki keterkaitan dan saling mempengaruhi yang menjadi bagian problemantika Satpol PP. Agar pembahasan ini fokus dan tidak semakin melebar permasalahannya, disepakati orientasi pembahasan hanya yang terkait dengan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum.

Berangkat dari Pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satpol PP, disebutkan “Anggota Satpol PP diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.”11 Itu artinya status Anggota Satpol PP diharuskan pegawai negeri sipil (PNS), bukan status lainnya (Non PNS). Akan tetapi faktanya terdapat banyak Anggota Satpol PP yang berstatus Non-PNS. Berikut di bawah ini penulis sajikan data terkait jumlah personil Satpol PP yang ada di Jawa Tengah terhimpun hingga bulan Agustus Tahun 2019.

Tabel 2.1. Jumlah personil Satpol PP dan Luas Wilayah Daerah di Provinsi Jawa Tengah.12

N

o Daerah Luas

Wilayah (Km²)

Wilayah Kerja Jumlah Personil Satpol PP Kec. Kel

. Desa PNS Non

PNS

1 Prov. Jateng 32.800,69 - - - 89 50

2 Kota Semarang 373,78 16 177 - 175 181

3 Kota Salatiga 57,36 4 23 - 49 91

4 Kabupaten Semarang 950,21 19 27 208 44 67

11 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Satuan Polisi Pamong Praja, PP Nomor 16 Tahun 2018, LN Nomor 72 Tahun 2018, TLN Nomor 6205, Pasal 15 ayat (1).

12 Data didapatkan dari berbagai sumber, antara lain Satpol PP Provinsi Jawa Tengah, Satpol PP kabupaten/kota di Jawa Tengah, dan portal Kemendagri yang tersedia pada:

<https://www.kemendagri.go.id/files/2019-05/Kode&Data%20Wilayah/33._jateng.fix.pdf>, diakses tanggal 27 Agustus 2019 pukul 02.30 WIB.

(7)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2020) 665-680

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

5 Kabupaten Kendal 1.118,13 20 20 266 67 138

6 Kabupaten Demak 900,12 14 6 243 70 60

7 Kabupaten Pati 1.489,19 21 5 401 140 63

8 Kabupaten Kudus 425,15 9 9 123 70 77

9 Kabupaten Jepara 1.059,25 16 11 184 48 42

10 Kabupaten Rembang 887,13 14 7 287 85 15

11 Kabupaten Blora 1.804,59 16 24 271 42 156

12 Kabupaten Grobogan 2.013,86 19 7 273 45 148

13 Kota Surakarta 46,01 5 51 - 55 143

14 Kabupaten Sukoharjo 489,12 12 17 150 87 89

15 Kabupaten Klaten 658,22 26 10 391 62 35

16 Kabupaten Boyolali 1.008,45 19 6 261 54 89

17 Kabupaten Sragen 941,54 20 12 196 68 39

18 Kabupaten Karanganyar 775,44 17 15 162 51 500 19 Kabupaten Wonogiri 1.793,67 25 43 251 52 72

20 Kota Magelang 16,06 3 17 - 52 75

21 Kabupaten Magelang 1.102,93 21 5 367 62 229 22 Kabupaten Purworejo 1.091,49 16 25 469 71 52 23 Kabupaten Kebumen 1.211,74 26 11 449 64 156 24 Kabupaten Temanggung 837,71 20 23 266 55 70

25 Kabupaten Wonosobo 981,41 15 29 236 51 30

26 Kabupaten Banyumas 1.335,30 27 30 301 71 99 27 Kabupaten Cilacap 2.124,47 24 15 269 64 64 28 Kabupaten Purbalingga 677,55 18 15 224 62 35 29 Kabupaten Banjarnegara 1.023,73 20 12 266 45 57

30 Kota Pekalongan 45,25 4 27 - 39 111

31 Kabupaten Pekalongan 837,00 19 13 272 90 41

32 Kabupaten Batang 788,65 15 9 239 51 -

33 Kabupaten Pemalang 1.118,03 14 11 211 71 92

34 Kota Tegal 39,68 4 27 - 77 27

35 Kabupaten Tegal 876,10 18 6 281 82 75

36 Kabupaten Brebes 1.902,37 17 5 292 53 65

Sumber: Diolah dari berbagai sumber yang dipadukan.

Data di atas menunjukkan kekuatan personil Satpol PP dari masing-masing daerah yang tidak merata, yang mana jumlah PNS-nya rata-rata kurang dari 100 orang.

Jumlah tersebut masih di bawah standar ketetapan jumlah Pol PP yang diatur dalam Permendagri Nomor 60 Tahun 2012, sekalipun dengan perolehan jumlah skor terendah.13 Tabel di bawah ini merupakan bentuk penyederhanaan untuk memudahkan memahami ketetapan jumlah Pol PP dalam Permendagri tersebut.

13 Kemendagri, Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Penetapan Jumlah Polisi Pamong Praja, Permendagri Nomor 60 Tahun 2012, BN Nomor 874 Tahun 2012, Pasal 10 dan Pasal 11.

(8)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2020) 665-680

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

Tabel 2.2. Ketetapan jumlah Pol PP provinsi dan kabupaten/kota.

Berdasarkan Permendagri 60 Tahun 2012) Jumlah

Skor

Jumlah Pegawai (Pol PP)

Satpol PP provinsi Satpol PP kabupaten/kota

< 500 100 – 200 150 – 250

500 – 750 201 – 300 251 – 350

> 750 301 – 400 351 – 450

Hal yang lebih ironis lagi dengan data sebagaimana dalam Tabel 2.1., yaitu ketidakseimbangan (disparitas) jumlah personil dengan luas wilayah tersebut masih belum dibagi berdasarkan susunan organisasi Satpol PP yang ada, yang mana setidaknya masing-masing Bidang dan Sekretariat membawahi 2-3 Seksi/Subbagian.14 Sehingga semakin tampak jelas menunjukkan keterbatasan personil Satpol PP yang menjadi faktor utama permasalahan dalam penelitian ini. Hal ini pun mungkin juga dirasakan oleh sebagian besar Satpol PP di Daerah lain.

Meskipun penerimaan CPNS beberapa tahun terakhir kembali dibuka, permasalahan SDM ini pun tetap saja belum dapat teratasi secara signifikan. Hal itu dikarenakan Pemerintah Daerah sedang lebih memprioritaskan pemenuhan kebutuhan SDM untuk sektor Pelayanan Dasar yang lainnya, sebut saja diantaranya Sektor Pendidikan dan Sektor Kesehatan, dengan pengadaan tenaga Guru untuk sekolah- sekolah Dasar, Menengah Pertama, maupun Menengah Atas, dan juga dokter serta tenaga paramedis.15

Di sisi lain, terpeliharanya ketertiban umum merupakan salahsatu unsur yang harus terpenuhi dalam rangka keberhasilan pembangunan ekonomi yang menjadi prioritas dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu, merupakan sebuah pilihan yang mutlak bagi suatu negara yaitu dengan mengerahkan segala kemampuan yang ada dan menggali potensi yang terpendam agar tujuan dari negara tersebut dapat tercapai.16 Sekalipun problemantika yang dihadapi oleh Satpol PP cukup rumit, tugas tetap harus terlaksana dengan kemampuan dan keterbatasan yang ada. Kepasrahan bukan jawaban yang diinginkan dalam penyelesaian permasalahan.

2. Fasilitasi KST a. Pembentukan.

Dengan dilatarbelakangi problemantika Satpol PP sebagaimana yang telah disampaikan, Satpol PP Provinsi Jawa Tengah berinovasi memfasilitasi pembentukan KST. Tujuan dari fasilitasi pembentukan KST ini untuk meningkatkan partisipasi aktif masyarakat secara swakarsa agar dapat membantu menyelesaikan permasalahan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta memberikan informasi bila

14 Lihat Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Perangkat Daerah, PP Nomor 18 Tahun 2016, LN Nomor 114 Tahun 2016, TLN Nomor 5887, Pasal 16, Pasal 38, Pasal 62, Pasal 63 Pasal 64, Pasal 81, Pasal 82, dan Pasal 83.

15 G2-311, “Pemprov Usulkan Rekrut 24 Ribu ASN Baru,” Suara Merdeka, 21 Agustus 2018.

16 Sondang P. Siagian, Administrasi Pembangunan: Konsep, Dimensi, dan Strateginya, ed. 2, cet. 10 (Jakarta:

PT. Bumi Aksara, 2016), hal. 94.

(9)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2020) 665-680

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

terjadi pelanggaran Perda/Perkada dengan cepat dan tepat secara berjenjang.17 Pada intinya, KST merupakan bentuk dari partisipasi aktif masyarakat dalam penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum yang difungsikan sebagai mitra dari Pemerintah Daerah setempat (terlebih Satpol PP).

Program fasilitasi pembentukan KST ini mulai dirintis oleh Satpol PP Provinsi Jawa Tengah sejak tahun 2013, yang kemudian berjalan efektif di tahun 2014 hingga 2017. Adapun jumlah KST yang difasilitasi oleh Satpol PP Provinsi Jawa Tengah pada setiap angkatannya di kabupaten/kota sejumlah 135 orang, yang berasal dari 15 desa. Setiap kelompok KST dalam 1 desa beranggotakan 9 orang.18 Fasilitasi KST ini dimaksudkan sebagai program stimulan bagi Satpol PP kabupaten/kota, yang kemudian hari diharapkan dapat lebih ditingkatkan oleh Daerah masing-masing.

b. Program lanjutan, pembinaan dan pemberdayaan.

Sejak awal pembentukan, Anggota KST diberikan pembinaan mengenai kedudukan dan fungsinya, serta dibekali dengan pengetahuan dan hal-hal teknis yang berkaitan dengan penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum. Tindak lanjut dan bentuk kesinambungannya, Satpol PP Provinsi Jawa Tengah kembali memprogramkan beberapa kegiatan lanjutan, yaitu pembentukan Kawasan Tertib,19 Forum KST,20 Orientasi Lapangan KST,21 Lomba KST dan Lomba Kawasan Tertib.22

Sebagai wujud pemberdayaan KST, Satpol PP seringkali melibatkan KST dalam beberapa kegiatan, baik itu bersifat rutin maupun insidental. Satpol PP Kota Semarang misalnya, yang melibatkan KST dalam kegiatan penertiban Pedagang Kali Lima (PKL). Dalam penertiban tersebut berjalan teratur dan kondusif tanpa adanya perselisihan atau gesekan dengan Petugas.23 Adapun contoh lain yaitu KST Desa Banyurojo Mertoyudan yang dilibatkan oleh Satpol PP Provinsi Jawa Tengah dan Satpol PP Kabupaten Magelang yang melaksanakan kegiatan Sosialisasi Simpatik Kawasan Tertib di Jl. Sarwo Edi Kabupaten Magelang.24

c. Kendala

17 Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Jawa Tengah, Buku Panduan Kader Siaga Tramtib [s.l.: s.n., 2017], hal. 11.

18 Ibid., hal. 31 dan 42.

19 Pembentukan Kawasan Tertib yaitu program dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan menetapkan jalan-jalan umum yang berstatus Jalan Provinsi menjadi Kawasan Tertib, yaitu suatu kawasan yang dibangun, dibina dan diawasi dalam rangka mewujudkan ketenteraman dan ketertiban umum dan bebas dari segala bentuk gangguannya.

20 Forum KST yaitu forum diselenggarakan untuk Anggota atau Kelompok KST yang telah terbentuk sebagai ajang diskusi/musyawarah, monitoring dan evaluasi dari kegiatan-kegiatan KST.

21 Orientasi Lapangan KST merupakan bentuk dukungan penguatan kapasitas kelompok Kader Siaga Tramtib melalui kegiatan pendampingan, yaitu dengan pemberian bimbingan, pengarahan, dan fasilitasi bagi Kelompok KST untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, khususnya di bidang penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum.

22 Lomba KST dan Lomba Kawasan Tertib yaitu kegiatan yang dimaksudkan menumbuhkembangkan semangat dari kelompok KST dan Satpol PP kabupaten/kota untuk meningkatkan daya saing Daerah dalam berkompetisi mewujudkan ketenteraman dan ketertiban umum.

23 Fri,K 18-63, “Kader Siaga Trantib Dioptimalkan,” Suara Merdeka, 23 Mei 2017, hal. 18.

24 Chandra Yoga, “Satpol PP Sosialisasikan Kawasan Tertib Masyarakat,” disunting oleh Fany Rachma, Berita Magelang tanggal 16 November 2018, http://beritamagelang.id/wujudkan-kawasan-tertib-jl- sarwo-edi-magelang, diakses 19 Februari 2020 pukul 17.30 WIB.

(10)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2020) 665-680

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

Pada perjalanannya tidak semua Kelompok KST di kabupaten/kota dapat berkembang secara optimal. Hal itu dipengaruhi oleh beberapa faktor/alasan yang menjadi permasalahan,25 antara lain:

1) Keterbatasan anggaran dari Satpol PP kabupaten/kota.

Faktor/alasan ini menunjukkan bahwa aktivitas dan efektivitas dari KST masih bertumpu sepenuhnya pada Satpol PP yang selalu diorientasikan pada anggaran pengeluaran. Sehingga bilamana Satpol PP tidak memiliki anggaran (untuk KST), maka kegiatan KST tidak berjalan.

2) Pemahaman tentang konsep dasar dari program KST.

Sebagian Daerah memahami bahwa program KST merupakan program dari dan untuk kepentingan Satpol PP Provinsi Jawa Tengah. Gagalnya pemahaman mengenai konsep dasar tentang KST ini berdampak pada sikap pasif dari sebagian Daerah dimaksud.

3) Dasar hukum dari pelibatan KST.

Dasar hukum selalu menjadi persoalan, karena tidak terdapat peraturan dari pusat tentang KST yang dikhawatirkan akan menambah permasalahan dan menjadi “Boomerang” bagi Satpol PP atau Pemerintah Daerah setempat dikemudian hari. Alasan tersebut menunjukkan tidak dipahaminya KST sebagai program inovasi dan juga tidak ada upaya untuk mengeksplorasi regulasi yang terkait. Jika ditelusuri lebih jauh lagi, dapat ditemukan beberapa regulasi untuk dijadikan landasan dalam pengembangan KST ini, diantaranya:

a) Pasal 39 UU Nomor 25 Tahun 2009;26 b) Pasal 40-46 PP Nomor 96 Tahun 2012;27

c) Pasal 354 (Bab XIV tentang Partisipasi Masyarakat) dan Pasal 386-390 (Bab XXI tentang Inovasi Daerah) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;28

d) Pasal 16 (Bab V) PP Nomor 45 Tahun 2017.29 4) Kesan tumpang tindih fungsi KST dengan Satlinmas.

Sebagian Satpol PP kabupaten/kota menghadapi kebimbangan dalam pemberdayaan KST bersama dengan Satlinmas. Hal itu terkait dengan kegiatan-kegiatan dari KST yang serupa dengan kegiatan Satlinmas, dimana Satlinmas juga mempunyai tugas membantu keamanan, ketenteraman dan ketertiban masyarakat.30 Kesamaan tugas antara KST dan Satlinmas inilah yang kemudian menimbulkan kesan tumpang tindih. Belum lagi bilamana dilihat dari

25 Hasil wawancara dengan beberapa Pejabat/Anggota Satpol PP kabupaten/kota yang sedang melaksanakan Kegiatan Jambore Satpol PP Ke-9 di Agro Wisata Jollong Kabupaten Pati pada tanggal 25-26 Juli 2019. Moment tersebut penulis manfaatkan untuk wawancara tekait pengembangan KST dan Satlinmas di kabupaten/kota, dikarenakan hampir seluruh Satpol PP kabupaten/kota berkumpul ditempat tersebut.

Beberapa Narasumber yang turut memberikan respon positif: Bp. Sugiyanto (Satpol PP Kab. Rembang); Bp.

Zaenal (Satpol PP Kab. Sukoharjo); Bp. Ir. Dwi Pranggono, M.Si dan Bp. Surya (Satpol PP Kab. Batang); Bp.

Kusdiyanto dan Bp. Sutarto (Satpol PP Kota Salatiga); dkk lainnya.

26 Indonesia, Undang-Undang tentang Pelayanan Publik, UU Nomor 25 Tahun 2009, LN Nomor 112 Tahun 2009, TLN Nomor 5038, Pasal 39.

27 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, PP Nomor 96 Tahun 2012, LN Nomor 215 Tahun 2012, TLN Nomor 5357, Pasal 40-46.

28 Indonesia, Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 354, Pasal 386-390.

29 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, PP Nomor 45 Tahun 2017, LN Nomor 225 Tahun 2017, TLN Nomor 6133, Pasal 16.

30 Kemendagri, Permendagri Nomor 84 Tahun 2014, Pasal 9 huruf b.

(11)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2020) 665-680

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

pendekatan historis dan yuridis, keberadaan Satlinmas tentunya memiliki sejarah yang panjang dan dasar regulasi yang kuat.

3. Keberadaan Satlinmas a. Sejarah

Di Pendahuluan telah disinggung historis Satlinmas yang merupakan transformasi dari Organisasi Hansip. Eksistensi dari organisasi ini awalnya dibentuk dengan Keppres Nomor 48 Tahun 196231 yang kemudian disempurnakan dengan Keppres Nomor 55 Tahun 1972.32 Seiring dengan perkembangan politik hukum yang ada, fungsi penyelenggaraan perlindungan masyarakat menjadi bagian dari Satpol PP, sehingga Keppres Nomor 55 Tahun 1972 dicabut dengan Perpres Nomor 88 Tahun 2014.33 Sebagai penggantinya untuk pedoman penyelenggaraan perlindungan masyarakat, diterbitkanlah Permendagri Nomor 84 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Masyarakat.

Berdasarkan keterangan Agung Mulyana34 yang diberitakan detiknews tanggal 22 September 2014, Organisasi Hansip sudah ada sejak pemerintahan Hindia-Belanda dengan nama Lucht Bescherming Dients (LBD) atau Perlindungan Pemecah Udara yang bertugas melindungi masyarakat dari serangan udara musuh. Setelah itu, tahun 1943 pada masa pendudukan Jepang LBD ini diganti dengan organisasi yang disebut dengan Pertahanan Sipil yang tugasnya secara total diarahkan pada pertahanan dan pengerahan rakyat. Pasca kemerdekaan, urusan pembinaan Hansip yang sebelumnya dibawah Menteri Keamanan Nasional diserahkan kepada Mendagri (Dasar:

Keppres Nomor 55 Tahun 1972). Pada tahun 2002, Hansip ini mengalami perubahan nama menjadi Linmas, tetapi landasan hukum, tugas pokok, fungsi dan perannya masih tetap sama. Dikarenakan adanya PP Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satpol PP yang mengatur tugas dan fungsi yang berkaitan dengan ketertiban umum, ketenteraman masyarakat dan perlindungan masyarakat dilaksanakan oleh Satpol PP, Presiden Susilo Bambang Yudoyono dipenghujung masa pemerintahannya mengeluarkan Perpres Nomor 88 Tahun 2014 yang mencabut Keppres Nomor 55 Tahun 1972 dan dinyatakan tidak berlaku.35

b. Organisasi dan pemberdayaan Satlinmas

Terbitnya Permendagri Nomor 84 Tahun 2014 menjadi dasar dalam pengorganisasian dan pemberdayaan perlindungan masyarakat, yang di dalamnya mengatur ketentuan-ketentuan tentang mekanisme rekrutmen,

31 Indonesia, Keputusan Presiden tentang Pembentukan Organisasi Pertahanan Sipil dalam rangka Usaha Mempertinggi serta Menggalang Kewaspadaan Nasional, Keppres Nomor 48 Tahun 1962.

32 Indonesia, Keputusan Presiden tentang Penjempurnaan Organisasi Pertahanan Sipil dan Organisasi Perlawanan dan Keamanan Rakjat dalam rangka Penertiban Pelaksanaan Sistim Hankamrata, Keppres Nomor 55 Tahun 1972, HPPN 1972 Hal: 342-347.

33 Indonesia, Peraturan Presiden tentang Pencabutan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1972 tentang Penjempurnaan Organisasi Pertahanan Sipil dan Organisasi Perlawanan dan Keamanan Rakjat dalam rangka Penertiban Pelaksanaan Sistim Hankamrata, Perpres Nomor 88 Tahun 2014, LN Nomor 200 Tahun 2014.

34 Direktur Jenderal Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri di Tahun 2014.

35 ear/mad, “Akhir Cerita Hansip: Sejarah Panjang Pak Hansip Sejak Zaman Belanda”, detiknews tanggal 22 September 2014 pukul 17.04 WIB, https://news.detik.com/berita/d-2697596/sejarah-panjang- pak-hansip-sejak-zaman-belanda, diakses tanggal 18 Februari 2020 pukul 13.50 WIB.

(12)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2020) 665-680

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

tugas, hak, kewajiban, pemberdayaan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Satlinmas.

Berikut di bawah ini merupakan ringkasan dari ketentuan-ketentuan dari Permendagri tersebut:

1) Satlinmas merupakan Organisasi yang dibentuk oleh pemerintah Desa/Kelurahan yang anggotanya direkrut secara terbuka dari warga masyarakat sekitar yang memenuhi persyaratan36 oleh Kepala Desa/Lurah yang kemudian disiapkan dan dibekali pengetahuan serta keterampilan terkait perlindungan masyarakat;

2) Anggota Satlinmas ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota yang ditandatangani dan dilantik oleh Kepala Satpol PP Kabupaten/Kota setempat;

3) Masa keanggotaan Satlinmas berakhir bilamana berusia 60 tahun atau diberhentikan;37

4) Tugas Satlinmas yaitu: (a) membantu dalam penanggulangan bencana; (b) membantu keamanan, ketenteraman dan ketertiban masyarakat; (c) membantu dalam kegiatan sosial kemasyarakatan; (d) membantu penanganan ketenteraman, ketertiban dan keamanan dalam penyelenggaraan pemilu; dan (e) membantu upaya pertahanan Negara;

5) Satlinmas berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Desa/Lurah, yang secara ex-officio juga menjabat sebagai Kepala Satuan (Kasatlinmas);

6) Pengaturan Organisasi Satlinmas tersusun dengan baik dan sistematis.38 B. Partisipasi Masyarakat Penunjang Optimalisasi Penyelenggaraan Ketenteraman

dan Ketertiban Umum.

Satjipto Rahardjo mengemukakan dalam bukunya, terdapat dua fungsi hukum terhadap masyarakat, yaitu sebagai sarana kontrol sosial dan sebagai sarana untuk melakukan “social engineering.” Sebagai sarana kontrol sosial, hukum digunakan untuk mengatur masyarakat agar tetap berada dalam pola tingkah laku yang telah disepakati (Soerjono Soekanto), sedangkan hukum sebagai sarana untuk melakukan “social engineering

ditujukan untuk mengadakan perubahan-perubahan di dalam masyarakat.39

Selain itu Satjipto juga berpandangan bahwa, politik hukum merupakan salahsatu faktor yang menyebabkan terjadinya dinamika hukum. Hal itu dikarenakan hukum bukanlah lembaga yang mutlak otonom, melainkan berada pada kedudukan yang memiliki keterkaitan dengan sektor kehidupan lain yang ada dalam masyarakat, yang kemudian

36 Persyaratan Anggota Satlinmas: warga Negara Indonesia; bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

setia kepada Pancasila dan UUD1945; minimal 18 tahun atau sudah menikah; Pendidikan Minimal SLTP/sederajat; sehat jasmani dan rohani; bertempat tinggal di wilayah Desa/Kelurahan setempat; membuat pernyataan menjadi Anggota Satlinmas secara sukarela dan kesanggupan aktif dalam kegiatan perlindungan masyarakat.

37 Diberhentikan karena: meninggal dunia, mengundurkan diri atas permintaan sendiri, pindah domisili, tidak lagi memenuhi persyaratan kesehatan, melakukan perbuatan tercela, atau melakukan tindak pidana yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

38 Hal itu dapat terlihat dari ketentuan-ketentuan operasional (seperti seragam operasional, pengaturan regu, tugas, hak, penghargaan, kewajiban), sistem pembinaan dan pelaporan yang secara berjenjang dan berkala.

39 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat (Bandung: CV. Angkasa, s.a), hal. 117.

(13)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2020) 665-680

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

menuntut hukum untuk senantiasa melakukan penyesuaian terhadap tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh masyarakat tersebut.40 Dengan demikian, dinamika penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum sebagaimana telah disampaikan sebelumnya juga merupakan bagian dari (konsekuensi) politik hukum.

Setelah diketahui bahwa permasalahan-permasalahan yang timbul merupakan dampak dari politik hukum sebelumnya, maka solusinya pun ditempuh secara politik hukum pula, sejalan dengan pandangan Satjipto tersebut, dimana hukum disesuaikan dengan tujuan-tujuan utama yang hendak dicapai, yaitu terselenggaranya ketenteraman dan ketertiban umum (pelayanan publik) dalam rangka perwujudan kesejahteraan masyarakat.

Berkaitan dengan isu kinerja pelayanan dari Satpol PP yang kurang optimal, bilamana dihubungkan penegakan etika dan moral dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana dalam pandangan Wardhono dan Mulyana, perlu adanya perubahan paradigma SDM dari sumber daya padat otot (kemampuan fisik) menuju sumber daya padat otak (kemampuan fikir).41 Dengan kata lain, diperlukan perubahan pola pikir (mindset), yang bukan hanya sekedar kerja keras tetapi juga kerja cerdas yang kemudian diakhiri dengan kerja tuntas.

Dwiyanto berpendapat bahwa pelayanan publik merupakan titik strategis dalam pengembangan good governance di Indonesia, dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:

(1) Penerjemahan prinsip-prinsip good governance lebih mudah dengan penyelenggaraan pelayanan publik daripada melembagakannya dalam setiap aspek kegiatan pemerintahan.

Prinsip-prinsip tersebut antara lain efisiensi, transparansi, akuntabilitas dan partisipasi; (2) Pelayanan publik melibatkan kepentingan semua unsur governance. Dengan adanya dukungan yang luas terhadap reformasi pelayanan publik sangat mempengaruhi keberhasilan sebuah rezim pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah, dalam mewujudkan kepuasan dan kesejahteraan bagi warganya; (3) Keberhasilan pelayanan publik dalam kemampuan membangkitkan dukungan dan kepercayaan masyarakat, semakin mendekatkan pada kenyataan pembangunan good governance; (4) Perbaikan pelayanan publik dengan melibatkan unsur-unsur dari masyarakat sipil dan mekanisme pasar serasa lebih mudah dikarenakan upaya tersebut bukanlah hal yang baru, tinggal melanjutkan pada tahap berikutnya yaitu reposisi terhadap ketiga unsur sebagaimana dimaksud (Pemerintah, masyarakat sipil dan mekanisme pasar) dan redistribusi peran yang proporsional dan saling melengkapi; (5) Tolok ukur dan indikator pelayanan publik yang berwawasan good governance (seperti efisien,non diskriminatif, berdaya tanggap tinggi, dan memiliki akuntabilitas tinggi), dapat dinilai dan diukur secara mudah.42

Dalam pandangan Safri Nugraha, setiap Pemerintah dan masyarakat madani dalam suatu negara wajib bersinergi dan bekerjasama untuk mewujudkan good governance di negaranya tersebut. Adapun kriteria dari good governance, mencirikan nilai-nilai sebagai berikut: (1) Participation; (2) Rule of Law; (3) Tranparency; (4) Responsiveness; (5) Consensus Oriented; (6) Equity and Inclusiveness; (7) Effectiveness and Efficiency; (8) Accountability.43

40 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, cet. 7, disunting oleh Awaludin Marwan (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2012), hal. 398.

41 Zaenal Mukarom dan Muhibudin Wijaya Laksana, Membangun Kinerja Pelayanan Publik, disunting oleh Beni Ahmad Saebani (Bandung: Pustaka Setia, 2016), hal. 19-20.

42 Ibid., hal. 39-41.

43 Safri Nugraha, “Hukum Administrasi Negara dan Good Governance,” (Pidato pada Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 13 September 2006), hal. 11.

(14)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2020) 665-680

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

Dengan memperhatikan pendapat para ahli tersebut di atas, sesungguhnya pembentukan KST yang difasilitasi oleh Satpol PP Provinsi Jawa Tengah dapat dikategorikan sebagai bentuk upaya perwujudan good governance. Sehingga program penyelenggaraan pelayanan publik dengan pelibatan partisipasi masyarakat tersebut merupakan langkah yang sudah tepat, tinggal bagaimana melanjutkan untuk mengembangkan dan memajukannya.

Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa pemanfaatan pelayanan dasar sangat dipengaruhi oleh “Self Organization” dan “Self Management” dari masyarakat. Kedua konsep tersebut dimaknai sebagai pengembangan potensi kepercayaan dan kemampuan masyarakat itu sendiri untuk mengorganisasi diri serta membangun sesuai dengan tujuan yang mereka kehendaki. Pengembangan tersebut harus berbasis pada pengembangan kemampuan manajemen diri dan kelompok atau yang dikenal dengan Community Base Management.

Pemberdayaan ini memiliki arti bahwa pembangunan dilakukan dari dalam (development from within) sebagai suatu proses yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dan menguasai lingkungan sosial yang disertai dengan meningkatnya taraf hidup mereka sebagai akibat dari penguasaan tersebut.44

Dengan mengacu pada konsep tersebut, sesungguhnya Satlinmas lebih beruntung jika dibandingkan dengan KST. Dengan adanya Permendagri 84 Tahun 2014, merupakan sebuah modal bagi Satlinmas dalam mengembangkan diri untuk lebih maju. Permendagri tersebut merupakan sebuah jaminan pembinaan bagi Satlinmas untuk lebih meningkatkan kualitasnya. Berbanding terbalik dengan KST, jika diakomodir beberapa permasalahan yang dibahas sebelumnya memang merupakan faktor/alasan yang tepat, maka KST masih perlu ditingkatkan pemberdayaannya. Tetapi pertanyaannya apakah faktor/alasan tersebut tepat?

Penekanan dalam pemberdayaan masyarakat meliputi beberapa hal: pertama, adanya kemampuan menyeluruh dari masyarakat dalam mempengaruhi lingkungan mereka, dan hal ini dapat dicapai jika proses pengembangan masyarakat merupakan proses pengembangan kemandirian mereka. Kedua, peningkatan pendapatan sebagai akibat peningkatan kemampuan menguasai lingkungan tidak terbatas pada kelompok masyarakat tertentu saja atau kelompok masyarakat yang kuat, melainkan harus merata di tiap penduduk. Kedua faktor tersebut mengarah pada upaya menghindarkan penduduk perdesaan dari hambatan- hambatan dari luar yang mengurangi potensi mereka serta membatasi keikutsertaan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan setempat. Upaya pemberdayaan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara individual dan keluarga.

Dalam rangka ini pendekatan yang paling efektif melalui kelompok, bukan secara individual. Hal ini untuk menghindarkan individu yang berpotensi besar untuk berkembang akan maju sendiri dan meninggalkan anggota masyarakat lain.45

Dengan memperhatikan penegasan dua faktor tersebut, maka sesungguhnya KST pun memiliki kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri secara mandiri (dalam konteks kelompok). Oleh karena itu, maka beberapa faktor/alasan yang dijadikan sebagai hambatan dalam pengembangan KST dalam pembahasan sebelumnya, terbantahkan.

Untuk permasalahan selanjutnya yang juga menyita perhatian serius, yaitu “tumpang tindih” fungsi antara KST dengan Satlinmas. Sebelum membahas lebih jauh hal tersebut, penting rasanya penulis melontarkan sebuah pertanyaan, yaitu “Kewenangan (atribusi/delegasi) apa yang dimiliki oleh Satlinmas maupun KST dalam partisipasinya di

44 Pheni Chalid, Otonomi Daerah: Masalah, Pemberdayaan, dan Konflik, Cet-1 (Jakarta: Kemitraan, 2005), hal.81.

45 Ibid., hal. 82.

(15)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2020) 665-680

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

bidang ketenteraman dan ketertiban umum yang sekiranya rentan terhadap pengaruh tumpang tindihnya fungsi?”

Sangat disadari betul bahwa Satlinmas dan KST ini merupakan bentuk partisipasi masyarakat yang tentu akan berpotensi timbul masalah bilamana dibekali dengan kewenangan (atribusi/delegasi). Sehingga penulis berpendapat, kesan “tumpang tindih”

fungsi antara Satlinmas dengan KST ini tidak perlu dipersoalkan. Keduanya merupakan bentuk partisipasi masyarakat yang dilibatkan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam pelayanan publik, lebih khusus penyelenggaraan ketenteraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarakat. Keduanya merupakan potensi yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah untuk mewujudkan good governance dan pelayanan yang prima dalam rangka mendukung percepatan terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Berkaitan dengan penguatan regulasi bagi partisipasi masyarakat sebagaimana yang telah disampaikan, terutama bagi KST, sebagai “pintu masuk”-nya dapat berlandaskan pada Pasal 354 UU Nomor 23 Tahun 2014, yang mengamanatkan kepada Pemerintah Daerah untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Bentuk dorongan tersebut berupa tindakan menyampaikan informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat, mendorong kelompok dan organisasi masyarakat untuk berperan aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah melalui dukungan pengembangan kapasitas masyarakat, mengembangkan pelembagaan dan mekanisme pengambilan keputusan yang memungkinkan kelompok dan organisasi kemasyarakatan dapat terlibat secara efektif, dan kegiatan-kegiatan lain. Salah satu bentuk partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud yaitu keterlibatan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, yang diwujudkan dalam bentuk konsultasi publik, musyawarah, kemitraan, penyampaian aspirasi, pengawasan, dan keterlibatan lainnya.46 Untuk menerjemahkan dan melaksanakan ketentuan pasal tersebut, maka diterbitkanlah PP Nomor 45 Tahun 2017. Pasal 18 PP tersebut mengamanatkan kepada Pemerintah Daerah untuk memberikan dukungan penguatan kapasitas kelompok masyarakat maupun oganisasi kemasyarakatan agar dapat berpartisipasi secara efektif. Adapun dukungan tersebut berupa penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, dan pendampingan.47

Sebelum sampai pada Penutup point yang hendak penulis sampaikan dalam pembahasan ini yaitu, sinergitas dalam pelayanan publik, yang dalam hal ini adalah penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum, saat ini masih sangat dimungkinkan.

Kita dapat melihat dari beberapa Daerah yang hingga saat ini masih aktif dalam memberdayakan Satlinmas dan KST secara bersama-sama. Kabupaten Sukoharjo salah satu diantaranya. Salah satu contoh sinergi yang dibangun antara Pemerintah Daerah, Satlinmas, dan KST yaitu partisipasi aktif dalam siaga longsor di empat desa Kecamatan Bulu pada Desember 2017 silam.48 Oleh karena itu, perlu dibangunnya optimisme dalam mewujudkan good governance sebagai sarana untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Penulis sangat setuju dengan pendapat Safri Nugraha, Pemerintah dan masyarakat madani dalam suatu negara wajib bersinergi dan bekerjasama. Satu kalimat kunci dalam penulisan ini untuk dapat mewujudkannya, yaitu kita kutip pendapat dari Wardhono dan Mulyana sebagaimana

46 Indonesia, Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Pasal 354 ayat (1)-(4).

47 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Partisipasi Masyarakat, Pasal 18.

48 H80-60, “Warga Empat Desa Diminta Siaga Longsor”, Suara Merdeka.com, https://www.suaramerdeka.com/smcetak/baca/53585/warga-empat-desa-diminta-siaga-longsor diakses tanggal 18 Februari 2020 pukul 14.00 WIB

(16)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2020) 665-680

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

telah disampaikan sebelumnya, “perubahan paradigma SDM dari sumber daya padat otot menuju sumber daya padat otak.”

III. KESIMPULAN

Penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum merupakan salah satu bentuk pelayanan publik yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar dari warga negara/masyarakat, yaitu kebutuhan akan situasi dan kondisi yang tenteram, tertib, dan teratur. Satpol PP dibentuk salahsatu tugasnya adalah untuk menyelenggarakan ketenteraman dan ketertiban umum sebagaimana dimaksud. Dalam hal terdapat banyaknya keterbatasan dan berbagai problemantika pada Satpol PP, itu merupakan bagian dari dinamika penyelenggaraan pemerintahan daerah yang harus dilalui dengan solusi-solusi yang efektif, efisien, dan prinsip-prinsip good governance lainnya.

Pelibatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan langkah yang tepat. Dalam hal terdapat banyak kelompok partisipasi masyarakat yang terlibat, seperti Satlinmas dan KST, bukanlah suatu kendala atau pun hal yang perlu untuk dipersoalkan. Karena partisipasi masyarakat merupakan bagian dari sebuah proses/cara bukan tujuan utama. Yang lebih terpenting adalah bagaimana mewujudkan tujuan utama dari partisipasi masyarakat tersebut. Potensi-potensi yang ada (partisipasi masyarakat) tersebut seharusnya dapat lebih disinergikan sebagai bagian strategi dalam pelayanan publik yang prima. Dengan demikian, kesejahteraan masyarakat yang menjadi cita-cita bangsa atau tujuan pembangunan nasional sebagaimana yang tertuang dalam Alenia Keempat Pembukaan UUD 1945 tersebut dalam Pendahuluan di atas, dapat segera terwujud.

Daftar Pustaka Buku

Chalid, Pheni. Otonomi Daerah: Masalah, Pemberdayaan, dan Konflik. Cet-1. Jakarta: Kemitraan, 2005.

Mukarom, Zaenal dan Muhibudin Wijaya Laksana. Membangun Kinerja Pelayanan Publik.

Disunting oleh Beni Ahmad Saebani. Bandung: Pustaka Setia, 2016.

Rahardjo, Satjipto. Hukum dan Masyarakat. Bandung: CV. Angkasa, s.a.

_________. Ilmu Hukum. Cet. 7. Disunting oleh Awaludin Marwan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2012.

Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Jawa Tengah, Buku Panduan Kader Siaga Tramtib (KST).

[s.l.: s.n., 2017].

Sedarmayanti, Hj. Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) Bagian Kedua: Membangun Sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance (Kepemerintahan yang Baik). Bandung: CV. Mandar Maju, 2004.

Siagian, Sondang P. Administrasi Pembangunan: Konsep, Dimensi, dan Strateginya, ed. 2, cet. 10.

Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2016.

Suteki. Desain Hukum di Ruang Sosial, cet.1. Yogyakarta: Penerbit Thafa Media, Semarang:

Satjipto Rahardjo Institute, 2013.

(17)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2020) 665-680

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

Internet

Diskominfo HSU. “Satpol PP dan Damkar Bentuk Kader Siaga Trantib”. Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara, tanggal 3 Agustus 2018.

<http://www.hulusungaiutarakab.go.id/satpol-pp-dan-damkar-hsu-bentuk- kader-siaga-trantib/>. Diakses tanggal 18 Februari 2020 pukul 14.15 WIB.

Chandra Yoga. “Satpol PP Sosialisasikan Kawasan Tertib Masyarakat.” Disunting oleh Fany Rachma, Berita Magelang tanggal 16 November 2018.

<http://beritamagelang.id/wujudkan-kawasan-tertib-jl-sarwo-edi-magelang>.

Diakses 19 Februari 2020 pukul 17.30 WIB.

ear/mad. “Akhir Cerita Hansip: Sejarah Panjang Pak Hansip Sejak Zaman Belanda”.

Detiknews tanggal 22 September 2014 pukul 17.04 WIB.

<https://news.detik.com/berita/d-2697596/sejarah-panjang-pak-hansip-sejak- zaman-belanda>. Diakses tanggal 18 Februari 2020 pukul 13.50 WIB.

H80-60. “Warga Empat Desa Diminta Siaga Longsor”. Suara Merdeka.com.

<https://www.suaramerdeka.com/smcetak/baca/53585/warga-empat-desa- diminta-siaga-longsor>. Diakses tanggal 18 Februari 2020 pukul 14.00 WIB.

Kementerian Dalam Negeri. “Permendagri No. 137 Tahun 2017”.

<https://www.kemendagri.go.id/files/2019-05/Kode&Data%20Wilayah/

33._jateng.fix.pdf>. Diunduh tanggal 27 Agustus 2019 pukul 02.30 WIB.

Peraturan

Indonesia. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Indonesia. Undang-Undang tentang Pelayanan Publik, UU Nomor 25 Tahun 2009, LN Nomor 112 Tahun 2009, TLN Nomor 5038.

_________. Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 23 Tahun 2014, LN Nomor 244 Tahun 2014, TLN Nomor 5587.

Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Satuan Polisi Pamong Praja, PP Nomor 6 Tahun 2010, LN Nomor 9 Tahun 2010, TLN Nomor 5094.

_________. Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, PP Nomor 96 Tahun 2012, LN Nomor 215 Tahun 2012, TLN Nomor 5357.

_________. Peraturan Pemerintah tentang Perangkat Daerah, PP Nomor 18 Tahun 2016, LN Nomor 114 Tahun 2016, TLN Nomor 5887.

_________. Peraturan Pemerintah tentang Inovasi Daerah, PP Nomor 38 Tahun 2017, LN Nomor 206 Tahun 2017, TLN Nomor 6123.

_________. Peraturan Pemerintah tentang Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, PP Nomor 45 Tahun 2017, LN Nomor 225 Tahun 2017, TLN Nomor 6133.

_________. Peraturan Pemerintah tentang Satuan Polisi Pamong Praja, PP Nomor 16 Tahun 2018, LN Nomor 72 Tahun 2018, TLN Nomor 6205.

Indonesia. Keputusan Presiden tentang Pembentukan Organisasi Pertahanan Sipil dalam rangka Usaha Mempertinggi serta Menggalang Kewaspadaan Nasional, Keppres Nomor 48 Tahun 1962.

_________. Keputusan Presiden tentang Penjempurnaan Organisasi Pertahanan Sipil dan Organisasi Perlawanan dan Keamanan Rakjat dalam rangka Penertiban Pelaksanaan Sistim Hankamrata, Keppres Nomor 55 Tahun 1972, HPPN 1972 Hal: 342-347.

(18)

DHARMASISYA

Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 (Juni 2020) 665-680

e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx

Indonesia, Peraturan Presiden tentang Pencabutan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1972 tentang Penjempurnaan Organisasi Pertahanan Sipil dan Organisasi Perlawanan dan Keamanan Rakjat dalam rangka Penertiban Pelaksanaan Sistim Hankamrata, Perpres Nomor 88 Tahun 2014, LN Nomor 200 Tahun 2014.

Kemendagri. Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Penugasan Satuan Perlindungan Masyarakat dalam Penanganan Ketenteraman, Ketertiban, dan Keamanan Penyelenggaraan Pemilihan Umum, Permendagri Nomor 10 Tahun 2009.

_________. Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Penetapan Jumlah Polisi Pamong Praja, Permendagri Nomor 60 Tahun 2012, BN. Nomor 874 Tahun 2012.

_________. Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Penyelenggaraan Perlindungan Masyarakat, Permendagri Nomor 84 Tahun 2014.

Lain-Lain

G2-311, “Pemprov Usulkan Rekrut 24 Ribu ASN Baru,” Suara Merdeka, 21 Agustus 2018.

Fri,K 18-63, “Kader Siaga Trantib Dioptimalkan,” Suara Merdeka, 23 Mei 2017.

Nugraha, Safri. “Hukum Administrasi Negara dan Good Governance.” Pidato pada Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jakarta, 13 September 2006.

Referensi

Dokumen terkait

DHARMASISYA Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 1 Maret 2020 264-273 e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx CONSULAR FORMALITIES DALAM

DHARMASISYA Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 3 September 2021 1199-1214 e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx Dari ringkasan

DHARMASISYA Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 Juni 2021 901-914 e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx ANALISIS SISTEM PEMILIHAN

"Dharmasisya” Jurnal Program Magister Hukum FHUI "Dharmasisya” Jurnal Program Magister Hukum FHUI Volume 2 "Dharmasisya” Jurnal Fakultas Hukum Universitas Indonesia Article 10

DHARMASISYA Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 2 Nomor 2 Juni 2022 931-944 e-ISSN: 2808-9456 PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

DHARMASISYA Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 2 Nomor 2 Juni 2022 795-812 e-ISSN: 2808-9456 informasi, melakukan komunikasi, registrasi,

DHARMASISYA Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 2 Nomor 2 Juni 2022 685-694 e-ISSN: 2808-9456 Berdasarkan pada Peraturan Otoritas Jasa

DHARMASISYA Jurnal Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Volume 1 Nomor 2 Juni 2021 601-616 e-ISSN: xxxx-xxxx; p-ISSN: xxxx-xxxx yang dilarang bagi partai