DIKTAT KULIAH
TEKNIK INSTALASI LISTRIK
Disusun oleh:
Ir. Zulkarnaen Pane, MT
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK USU
MEDAN
2014
i
DAFTAR ISI
Bab 1: Standarisasi dan Peraturan Pada Instalasi Listrik 1
Bab 2: Teknik Penerangan 3
Bab 3: Perangkat Hubung Bagi 23
Bab 4: Kabel Tegangan Rendah 42
Bab 5: Proteksi Untuk Keselamatan 84
Bab 6: Perancangan Instalasi Listrik 103
Bab 7: Instalasi Motor Listrik Pada Industri 110
Lampiran 1 113
Lampiran 2 132
Lampiran 3 134
Daftar Pustaka 149
1
1. STANDARISASI DAN PERATURAN PADA INSTALASI LISTRIK
1.1. DEFINISI INSTALASI LISTRIK
Instalasi listrik adalah susunan perlengkapan listrik yang berhubungan yang satu dengan yang lain, serta memiliki ciri terkoordinasi, untuk memenuhi satu atau sejumlah tujuan tertentu.
1.2. STANDARISASI
Tujuan standarisasi ialah untuk mencapai keseragaman, antara lain mengenai:
a. ukuran, bentuk dan mutu barang;
b. cara menggambar dan cara kerja.
Dengan makin rumitnya konstruksi dan makin meningkatnya jumlah dan jenis barang yang dihasilkan, standarisasi menjadi suatu keharusan.
Standarisasi membatasi jumlah jenis bahan dan barang, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan. Standarisasi juga mengurangi pekerjaan tangan maupun pekerjaan otak. Dengan tercapainya standarisasi, mesin-mesin dan alat-alat dapat dipergunakan secara lebih baik dan efisien, sehingga dapat menurunkan harga pokok dan meningkatkan mutu.
Dua organisasi international yang bergerak di bidang standarisasi ialah:
a. “International Electrotechnical Commission” (IEC) untuk bidang teknik listrik, dan
b. “International Organization for Standardization” (ISO) untuk bidang-bidang lainnya
Di Indonesia saat ini sudah terbentuk Badan Standarisasi Nasional (BSN)
1.3. PERATURAN
Pemasangan instalasi listrik terikat pada peraturan-peraturan. Tujuan peraturan- peraturan ini adalah:
a. pengamanan manusia dan barang;
b. penyediaan tenaga listrik yang aman dan efisien.
2 Dapat diperkirakan bahwa kebanyakan orang tidak akhli di bidang listrik. Supaya listrik dapat digunakan dengan seaman mungkin, maka syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan sangat ketat.
Peraturan instalasi listrik terdapat dalam buku “Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000” disingkat PUIL 2000. Buku ini diterbitkan oleh YAYASAN PUIL. Di samping PUIL 2000, harus juga diperhatikan peraturan-peraturan lain yang ada hubungannya dengan instalasi listrik, yaitu:
a. Undang-undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, beserta Peraturan Pelaksanaannya;
b. Undang-undang Nomor 15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan;
c. Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
d. Undang-undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi;
e. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi;
g. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik;
h. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 1993 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan;
i. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1995 tentang Usaha Penunjang Tenaga Listrik
j. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 01.P/40/M.PE/1990 tentang Instalasi Ketenagalistrikan;
k. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 02.P/0322/M.PE/1995 tentang Standarisasi, Sertifikasi dan Akreditasi Dalam Lingkungan Pertambangan dan Energi.
1.4. PENGUJIAN PERALATAN LISTRIK
Semua peralatan listrik yang akan dipergunakan untuk instalasi harus memenuhi ketentuan-ketentuan PUIL 2000.
Di Indonesia peralatan listrik diuji oleh suatu lembaga dari Perusahaan Umum Lisrtik Negara, yaitu Pusat Penyelidikan Masalah Kelistrikan, disingkat LMK
3
2. TEKNIK PENERANGAN
2.1. CAHAYA
Cahaya adalah suatu gejala fisis. Suatu sumber cahaya memancarkan energi. Sebagian energi ini diubah menjadi cahaya tampak. Perambatan cahaya di ruang bebas dilakukan oleh gelombang-gelombang elektromagnetik. Jadi cahaya itu merupakan suatu gejala getaran
2.2. SATUAN-SATUAN
a) 1 watt cahaya adalah energi yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya sebesar 1 watt dengan panjang gelombang 555 m.
b) 1 watt cahaya = 680 lumen
c) Flux cahaya (lumen) adalah jumlah seluruh cahaya yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya dalam satu detik. (Sebagai contoh lihat pada Tabel 2-1 dan 2-2).
d) Flux cahaya spesifik atau Efikasi = lumen/watt. Efikasi menunjukkan tingkat efisiensi sebuah lampu. Angka yang diberikan menunjukkan besarnya Lumen Output sebuah lampu untuk setiap Watt energy listrik yang dikonsumsi untuk menyalakan lampu tersebut.
e) Steradian. Misalkan dari permukaan sebuah bola ( Gambar 2-1 ) dengan jari-jari r ditentukan suatu bidang dengan luas r2. Kalau ujung suatu jari-jari kemudian menjalani tepi bidang itu, maka sudut ruang yang dipotong dari bola oleh jari-jari ini disebut satu steradian. Karena luas permukaan bola sama dengan 4r2, maka di sekitar titik tengah bola dapat diletakkan 4 sudut ruang yang masing-masing sama dengan satu steradian.
f) Intensitas cahaya (kandela) = flux cahaya persatuan sudut ruang (steradian) yang dipancarkan ke suatu arah tertentu
I = ω
(cd) (2.1) di mana : I = Intensitas cahaya (cd)
= Flux cahaya (Lm)
= Sudut ruang (Steradian)
4 g) Intensitas penerangan atau iluminansi (E) = flux cahaya persatuan luas permukaan
A (m2)
Erata-rata = A
lux (2.2)
Gambar 2.1
2.3. HUKUM KUADRAT Ep = 2
r
I lux (2.3) di mana : Ep = intensitas penerangan di suatu titik P dari bidang yang diterangi
(lux)
I = intensitas sumber cahaya (cd)
r = jarak dari sumber cahaya ke titik P (m) 2.4. DIAGRAM POLAR INTENSITAS CAHAYA
Diagram polar intensitas cahaya adalah suatu karakteristik untuk pembagian cahaya sebuah lampu atau armatur. Diagram ini umumnya diberikan untuk lampu 1000 lumen.
5 Gambar 2.2
Diagram polar intensitas cahaya digunakan untuk menghitung intensitas penerangan di suatu titik menurut rumus :
Ep = 2 r
I lux
h
r I
E’ E
a b
b'
a' P
Gambar 2.3
Intensitas penerangan E’ di bidang a’ - b’ tegak lurus pada arah I menurut hukum kuadrat:
E’ = 2 r
I lux (2.4) Intensitas penerangan E di bidang horizontal a - b, ialah proyeksi dari E’ pada garis tegak lurus pada bidang a - b di titik P. Jadi :
6 E = E’ cos (2.5) Dari Persamaan (2.4) dan (2.5) diperoleh :
E = 2 r
I cos lux (2.6) Rumus ini dikenal sebagai hukum Cosinus
2.5. SISTEM PENERANGAN DAN ARMATUR
Penyebaran cahaya dari suatu sumber cahaya tergantung pada : 1. Konstruksi sumber cahaya
2. Konstruksi armatur yang digunakan
Konstruksi armatur yang digunakan antara lain ditentukan oleh:
a. cara pemasangannya pada dinding atau langit-langit b. cara pemasangan fiting atau fiting-fiting di dalam armatur c. perlindungan sumber cahaya
d. penyesuaian bentuknya dengan lingkungan e. penyebaran cahayanya
Berdasarkan pembagian flux cahayanya oleh sumber cahaya dan armatur yang digunakan, dapat dibedakan sistem-sistem penerangan di bawah ini.
Sistem Penerangan Langsung ke
bidang kerja
a. penerangan langsung 90 – 100 %
b. terutama penerangan langsung 60 – 90 %
c. penerangan campuran atau penerangan baur (difus ) 40 – 60 % d. terutama penerangan tidak langsung 10 – 40 %
e. penerangan tidak langsung 0 – 10 %
1) Penerangan langsung: cahaya yang dipancarkan sumber cahaya seluruhnya diarahkan ke bidang yang harus diberikan penerangan, langit-langit hampir tidak berperan.
Penerangan langsung terutama digunakan di ruangan-ruangan yang tinggi, misalnya di bengkel, pabrik dan untuk penerangan luar.
7 2) Terutama penerangan langsung: sejumlah kecil cahaya dipancarkan ke atas. Sistem
penerangan ini digunakan di gedung-gedung ibadat, untuk tangga dalam rumah, gang dan lain-lain.
3) Penerangan baur/merata: sebagian dari cahaya sumber-sumber cahaya diarahkan ke dinding dan langit. Penerangan ini digunakan di ruangan-ruangan sekolah, ruangan kantor dan tempat-tempat kerja.
4) Terutama penerangan tak langsung: sebagian besar dari cahaya sumber-sumber cahaya diarahkan ke atas. Karena itu langit-langit dan dinding-dinding ruangan harus diberi warna terang. Penerangan ini digunakan di rumah-rumah sakit, di ruangan baca, toko- toko, kamar tamu, dan lain-lain.
5) Penerangan tidak langsung: cahayanya dipantulkan oleh langit-langit dan dinding- dinding. Warna dinding dan langit-langit harus terang. Penerangan ini digunakan di ruangan-ruangan untuk membaca, menulis dan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan halus lainnya.
Tabel 2-3 dan 2-4 memuat ikhtisar dari armatur-armatur yang dipergunakan dan sifat-sifat utamanya dan pada lampiran dapat dilihat berbagai bentuk armatur.
2.6. CARA MENGHITUNG PENERANGAN DALAM
Untuk suatu perusahaan produksi penerangan yang baik antara lain memberi keuntungan-keuntungan berikut ini:
a. peningkatan produksi b. peningkatan kecermatan c. kesehatan yang lebih baik
d. suasana kerja yang lebih nyaman e. keselamatan kerja yang lebih baik
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan sistem penerangan adalah : a. intensitas penerangannya di bidang kerja
b. intensitas penerangan umumnya dalam ruangan c. biaya instalasinya
d. biaya pemakaian energinya
e. biaya pemeliharan instalasinya, antara lain biaya penggantian lampu-lampu.
Perbandingan antara intensitas penerangan minimum dan maksimum di bidang kerja sekurang-kurangnya = 0,7. Perbandingan dengan sekelilingnya sekurang-kurangnya = 0,3.
8 2.6.1. Intensitas Penerangan
Intensitas penerangan ditentukan oleh :
a. tempat di mana pekerjaan akan dilakukan.
b. sifat pekerjaan
Tabel 2-5 memuat intensitas penerangan berbagai sifat pekerjaan.
2.6.2. Efisiensi Penerangan
=
0
g
(2.7) di mana :
0 = flux cahaya yang dipancarkan oleh semua sumber cahaya yang ada dalam ruangan
g = flux cahaya berguna yang mencapai bidang kerja, langsung atau tidak langsung setelah dipantulkan oleh dinding dan langit-langit
dan g = E x A (2.8) Dari Persamaan (2.7) dan (2.8) diperoleh rumus flux cahaya
0 =
A x
E Lm (2.9) di mana :
E = intensitas penerangan yang diperlukan di bidang kerja (lux) A = luas bidang kerja (m2)
Untuk menentukan efisiensi penerangannya harus diperhitungkan : a) efisiensi armaturnya ()
=
cahaya sumber oleh
n dipancarka yang
cahaya flux
armatur oleh
n dipancarka yang
cahaya flux
b) faktor refleksi dinding (rw), faktor refleksi langit-langit (rp) dan faktor refleksi bidang pengukurannya (rm).
Faktor-faktor refleksi ditentukan berdasarkan warna dinding dan langit-langit ruangan : warna putih dan warna sangat muda = 0,7
warna muda = 0,5
warna sedang = 0,3 dan warna gelap = 0,1
9 Khusus faktor refleksi bidang pengukuran (rm) ditetapkan = 0,1.
c) Indeks ruangan atau indeks bentuk (k) k =
) (
x l p h
l p
. (2.10) di mana :
p = panjang ruangan (m) l = lebar ruangan (m)
h = tinggi sumber cahaya di atas bidang kerja (m)
Bidang kerja umumnya diambil 80 cm – 90 cm di atas lantai 2.6.3. Faktor Depresiasi
Faktor depresiasi (d) didefinisikan sebagai : d =
baru keadaan dalam
E
dipakai keadaan
dalam E
Faktor depresiasi terdiri atas 3 golongan utama : a. pengotoran ringan
Terjadi di toko-toko, kantor-kantor dan gedung-gedung sekolah yang berada di daerah-daerah yang hampir tidak berdebu.
b. pengotoran berat
Terjadi di ruangan-ruangan dengan banyak debu atau pengotoran lainnya.
Misalnya di pabrik-pabrik cor, pertambangan, pemintalan, dan sebagainya.
c. pengotoran biasa
Terjadi di perusahaan-perusahaan lainnya.
Kalau tingkat pengotorannya tidak ditentukan, digunakan faktor depresiasi = 0,8.
Contoh efisiensi penerangan beberapa lampu/armarur dapat dilihat pada Tabel 2- 6 – 2-10.
2.6.4. Penentuan Jumlah Lampu atau Armatur Jumlah lampu :
nL =
η d E x A
Lp lampu0 x x
(2.11) atau,
10 Jumlah armatur :
nA =
η d E x A
arm armatur0 x x
(2.12)
di mana :
nL = jumlah lampu nA = jumlah armatur
L = flux cahaya lampu
A = flux cahaya armatur
E = intensitas penerangan yang diperlukan A = luas bidang kerja
= efisiensi penerangan d = faktor depresiasi
CATATAN
1. Jika data efisiensi penerangan yang dikeluarkan olek pabrik pembuat lampu/armatur tidak tersedia, maka dapat digunakan nilai pendekatan sebagai berikut.
Sistem Penerangan Efisiensi Penerangan
langsung 0,60 terutama langsung 0,55
menyebar/merata 0,50 terutama tidak langsung 0,45
tidak langsung 0,35
2. Disamping dengan metoda yang telah dijelaskan di atas, metoda lain yang dapat digunakan untuk menghitung penerangan dalam adalah “Zonal Cavity Method”.
Contoh Soal
Sebuah ruangan dengan ukuran 12 m x 25 m dengan tinggi ruangan 4 m akan diberi penerangan. Intensitas penerangan yang diperlukan adalah 250 lux. Buatlah rencana penerangan untuk ruangan tersebut. Warna dinding dan langit-langit adalah putih.
11 Penyelesaian
Direncanakan akan menggunakan armatur tipe : GCB dengan lampu 2 x TLD – 36/95 dengan flux cahaya = 2350 lumen pertabung.
Tinggi bidang kerja = 0,85 m h = 4 – 0,85 = 3,15 m k = 3,15(12 25)
25 x 12
= 2,57
dengan rp = 0,7 ; rw = 0,5 ; rm = 0,1, dari Tabel 2-8, diperoleh : k = 2,5 = 0,59
k = 3 = 0,61
Jumlah armatur yang diperlukan (nA) : nA =
2 x 2350
x 0,5928 x 0,8 25 x 12 x 250x x
x
d A E
arm
33,6
Jadi diambil n = 32 armatur
Jumlah ini dapat dibagi atas 4 deret, masing-masing dengan 8 armatur 2.6.5. Cara Penempatan Sumber-sumber Cahaya Dalam Ruangan
Perhatikan Gambar 2.4.
a. Jarak antara sumber cahaya (a) sedapat mungkin harus sama untuk kedua arah.
b. Jarak antara sumber cahaya yang paling luar dan dinding = 0,5a.
c. Sedapat mungkin :
a = (1 s/d 1,5) h
½ a a ½ a
h = tinggi lampu diatas bidang kerja
tinggi bidang kerja lantai
Gambar 2.4
}
Untuk k = 2,57 = 0,59 +5 , 2 3
5 , 2 57 , 2
(0,61 – 0,59)
= 0,5982
12 2.7. Tabel-tabel Penerangan
Tabel 2-1. Flux cahaya Lampu TL 220 V Tipe Panjang
(mm) Warna Flux Cahaya
(lumen)
TLD – 18 W 590
/92 incandescent /93 warm white /94 white /95 daylight
615 730 940 1070 TLD – 36 W 1200
/92 incandescent /93 warm white /94 white /95 daylight
2250 2300 2350 2350 TLD – 58 W 1500
/92 incandescent /93 warm white /94 white /95 daylight
3550 3600 3700 4000 /92 digunakan antara lain di : hotel, restaurant, rumah dan reception areas.
/93 dan /94 digunakan antara lain di : boutiques, galleri, museums, showrooms.
/95 terutama digunakan di industri-industri keramik dan daerah-daerah yang memerlukan ketelitian yang tinggi
Tabel 2-2. Flux cahaya Lampu Pijar 220 V
WATT 15 25 40 60 75 100 150
F.C (Lumen) 120 230 430 730 960 1500 2220
13 Tabel 2-3 Armatur yang digunakan pada Ruangan Kantor dan Sekolah
14 Tabel 2-4 Armatur yang digunakan Untuk Industri
15 Tabel 2-5 Intensitas penerangan untuk berbagai sifat pekerjaan
Sifat pekerjaan penerangan
sangat baik penerangan baik 1
.
Kantor
Ruangan gambar
Ruangan kantor (untuk pekerjaan, kantor biasa, pembukuan, mengetik, surat menyurat, membaca, menulis, melayani mesin-mesin kantor)
Ruangan yang tidak digunakan terus-menerus untuk pekerjaan (ruangan arsip, tangga, gang, ruangan tunggu)
2000 lux
1000 lux
250 lux
1000 lux
500 lux
150 lux 2
.
Ruangan Sekolah Ruangan kelas Ruangan gambar
Ruangan untuk pelajaran jahit-menjahit
500 lux 1000 lux 1000 lux
250 lux 500 lux 500 lux 3
.
Industri
Pekerjaan sangat halus (pembuatan jam tangan, instrumen kecil dan halus, mengukir) Pekerjaan halus (pekerjaan pemasangan halus, menyetel mesin bubut otomatis, pekerjaan bubut halus, kempa halus, poles)
Pekerjaan biasa (pekerjaan bor, bubut kasar, pemasangan biasa)
Pekerjaan kasar (menempa dan menggiling)
5000 lux
2000 lux 1000 lux 500 lux
2500 lux
1000 lux 500 lux 250 lux 4
.
Toko
Ruangan jual dan pamer : toko-toko besar
toko-toko lain Etalase :
toko-toko besar toko-toko lain
1000 lux 500 lux 2000 lux 1000 lux
500 lux 250 lux 1000 lux 500 lux 5
.
Mesjid, gereja dan sebagainya 250 lux 125 lux
6 .
Rumah Tinggal Kamar tamu
Penerangan setempat (bidang kerja) 1000 lux 500 lux
16 Penerangan umum, suasana
Dapur
Penerangan setempat Penerangan umum Ruangan-ruangan lain
Kamar tidur, kamar mandi, kamar rias (penerangan setempat)
Gang, tangga, gudang, garasi
Penerangan setempat untuk pekerjaan- pekerjaan ringan (hobby dan sebagainya) Penerangan umum
100 lux 500 lux 250 lux
500 lux 250 lux 500 lux 250 lux
50 lux 250 lux 125 lux
250 lux 125 lux 250 lux 125 lux
17 Tabel 2-6
Tabel 2-7
18 Tabel 2-8
Tabel 2-9
19 Tabel 2-10
20 Armatur pancaran lebar Armatur pancaran terbatas
Armatur palung
Armatur “rok”
LAMPIRAN
BERBAGAI BENTUK ARMATUR
21 Armatur kedap air Armatur dinding (tidak ditanam)
Armatur langit-langit (ditanam)
Pelindung dari kawat
Armatur gantung pakai pipa
22 Armatur dinding untuk
penerangan sebagian besar tak langsung
Armatur gantung bentuk gelang
23
3. PERANGKAT HUBUNG BAGI
3.1. DEFINISI
Perangkat Hubung Bagi (PHB) adalah suatu perlengkapan untuk mengendali dan membagi tenaga listrik dan atau mengendali dan melindungi sirkit dan pemanfaat listrik.
3.2. KLASIFIKASI PHB a. Berdasarkan Tegangan
1. PHB tegangan rendah 2. PHB tegangan menengah 3. PHB tegangan tinggi b. Berdasarkan Sirkit
1. PHB utama
PHB yang menerima tenaga listrik dari saluran utama konsumen dan membagikannya ke seluruh instalasi konsumen.
2. PHB Utama Sub Instalasi
PHB suatu sub instalasi untuk mensuplai listrik kepada suatu konsumen dan sub instalasi tersebut merupakan bagian dari suatu instalasi yang mensuplai listrik kepada dua konsumen atau lebih.
3. PHB Cabang
Semua PHB yang terletak sesudah PHB utama atau sesudah PHB utama sub instalasi.
c. Berdasarkan Ruangan 1. PHB Pasangan Dalam
PHB yang ditempatkan dalam ruang bangunan tertutup sehingga terlindung dari pengaruh cuaca secara langsung.
2. PHB Pasangan Luar
PHB yang tidak ditempatkan dalam bangunan sehingga terkena pengaruh cuaca secara langsung.
24
60A
10A
16 A 6 A
NYA 3 x 4 mm2 (o) 25 mm NYA 3 x 4 mm2 (o) 25 mm NYA 3 x 4 mm2 (o) 25 mm
3.3. PEMASANGAN SAKELAR DAN PENGAMAN PHB
1. Pada sirkit masuk dari PHB yang berdiri sendiri harus dipasang setidak-tidaknya satu sakelar. Sakelar masuk harus dipasang sedemikian rupa sehingga tidak ada pengaman lebur dan gawai lainnya yang menjadi bertegangan, kecuali volt meter, lampu indikator, dan pengaman lebur utama yang dipasang sebelum sakelar masuk, jika sakelar masuk tersebut dalam keadaan terbuka. Arus nominal sakelar masuk ini sekurang-kurangnya sama dengan KHA dari penghantar masuk tersebut dan tidak boleh kurang dari 10 A.
2. Pada setiap hantaran fasa keluar suatu PHB harus dipasang pengaman arus. Pada hantaran netral tidak boleh dipasang pengaman arus.
(Gambar 3.1 mengilustrasikan kedua syarat diatas)
Gambar 3.1
Sebagai alternatif untuk sakelar dengan proteksi arus lebih, atau pengaman lebur, dapat juga dipakai sakelar yang di dalamnya terdapat proteksi arus yang dikehendaki, seperti: pemutus sirkit (miniature circuit breaker / MCB) sebagaimana tertera dalam Gambar 3.2. Apabila hal ini diterapkan maka pemutus sirkit yang akan digunakan harus dipilih yang sesuai, yaitu memiliki ketahanan arus hubung pendek paling tidak sama besar dengan arus hubung pendek yang mungkin terjadi dalam sirkit yang diamankan.
25
60A
NYA 3 x 4 mm2 (o) 25 mm NYA 3 x 4 mm2 (o) 25 mm NYA 3 x 4 mm2 (o) 25 mm
10 A/25 A
6 A/25 A
16 A/25 A
Gambar 3.2
3. Sakelar masuk tidak diperlukan (lihat Gambar 3.3):
a. jika PHB mendapat suplai dari saluran keluar suatu PHB lain, yang pada saluran keluarnya dipasang sakelar yang mudah dicapai dan kedua PHB tersebut terletak dalam ruang yang sama serta jarak antara keduanya tidak lebih dari 5 m.
b. jika dengan cara tertentu dapat dilaksanakan pemutusan dan penyambungan suplai ke PHB tersebut melalui suatu sakelar pembantu. Sakelar pembantu ini harus dipasang pada tempat yang mudah dicapai.
c. jika sakelar itu diganti dengan pemisah, asalkan pada setiap sirkit keluar dipasang sakelar keluar.
4. Pada sirkit keluar PHB harus dipasang sakelar keluar jika sirkit tersebut (lihat Gambar 3.4):
a. mensuplai tiga buah atau lebih PHB yang lain.
b. dihubungkan ke tiga buah atau lebih motor/perlengkapan listrik yang lain. Hal ini tidak berlaku jika motor atau perlengkapan listrik tersebut dayanya masing- masing lebih kecil atau sama dengan 1,5 KW dan letaknya dalam ruang yang sama (lihat Gambar 3.4), kecuali untuk tegangan menengah dan tegangan tinggi.
c. dihubungkan ke tiga buah atau lebih kotak kontak yang masing-masing mempunyai arus nominal lebih dari 16 A.
d. mempunyai arus nominal 100 A atau lebih.
5. Jika pengaman lebur dan sakelar kedua-duanya terdapat pada sirkit masuk, sebaiknya pengaman lebur dipasang sebelum sakelar utama. (lihat Gambar 3.5) 6. Jika pengaman lebur dan sakelar kedua-duanya terdapat pada sirkit keluar
sebaiknya pengaman lebur dipasang sesudah sakelar. (lihat Gambar 3.5)
26
200A
6A
NYY 4 x 16 mm2 NYA 2 x 1,5 mm2 NYY 4 x 16 mm2
NYY 4 x 16 mm2
16A
10A 10A
10A
10A 10A 35A
35A
35A
5 M MAX
3a
3b
3c
60A
10A
16A 10A
Gambar 3.3
27
M5
25A 100A
60A
25A 80A
>100A
100A 25A 60A 200A
M4
4c
4d
4a
25A 25A 25A
,5 KW ,5 KW M6
4b
,5 KW
M3
M2
M1
4b
35A 10A
10A 10A 35A 10A
25A 10A 35A 10A
16 A 25
Gambar 3.4
28
35A
10A
16 A 10A
35 A
10 A
10 A
16 A
Gambar 3.5
Apabila sistem proteksi tidak menggunakan pengaman lebur tetapi menggunakan pemutus sirkit sejenis MCB (miniature circuit breaker), maka ketentuan di atas tidak berlaku, tetapi diterapkan ketentuan seperti tersebut dalam 3.3.2 (lihat Gambar 3.6).
Gambar 3.6
7. Kemampuan sakelar pada suatu sirkit sekurang-kurangnya harus sama dengan pengaman lebur pada sirkit tersebut.
Gambar 3.7 menunjukkan contoh three lines diagram dari suatu penel distribusi
29
30 3.4. RATING ALAT PROTEKSI ARUS
1. MINIATURE CIRCUIT BREAKER (MCB)
1 Pole : 0,5 ; 1 ; 2 ; 3 ; 4 ; 6 ; 10 ; 16 ; 20; 25 ; 32 ; 40 ; 50 A 3 Pole : 6 ; 10 ; 16 ; 20 ; 25 ; 32 ; 40 ; 50 ; 63 A
2. MOULDED CASE CIRCUIT BREAKER (MCCB)
10 ; 15 ; 20 ; 30 ; 40 ; 50 ; 60 ; 75 ; 100 ; 125 ; 150 ; 175 A 200 ; 225 ; 250 ; 300 ; 350 ; 400 ; 500; 600; 700 ; 800 A
3. FUSE (SEKERING)
SIZE 00 : 4 ; 6 ; 10 ; 16 ; 20 ; 25 ; 35 ; 40 ; 50 ; 63 ; 80 ; 100 ; 125 ; 160 A SIZE 0 : 50 ; 63 ; 80 ; 100 ; 125 ; 160 A
SIZE 1 : 50 ; 63 ; 80 ; 100 ; 125 ; 160 ; 200 ; 250 A SIZE 2 : 315 ; 355 ; 400 A
SIZE 3 : 355 ; 400 ; 500 ; 630 A SIZE 4 : 800 ; 1000 A
3.5. REL DAYA
1. Rel yang digunakan pada PHB harus terbuat dari tembaga atau logam lain yang memenuhi persyaratan sebagai penghantar listrik yang baik.
2. Penampang rel harus diperhitungkan untuk besar arus yang akan mengalir dalam rel tersebut tanpa menyebabkan suhu yang lebih dari 65o C. Pada suhu keliling sampai 35o C dapat digunakan ukuran rel tembaga menurut tabel 1.
3. Jarak antara masing-masing rel fasa serta rel fasa dan rel netral harus sekurang- kurangnya 5 cm ditambah 2/3 cm untuk setiap KV tegangan penuh nominalnya.
4. Dalam memasang rel dan penghantar pada PHB untuk arus bolak balik harus dihindari kemungkinan terjadinya pemanasan yang berlebihan yang disebabkan oleh arus pusar pada kerangka dan pipa pelindung yang terbuat dari bahan feromagnetis.
31 3.5. PEMBUMIAN
Pembumian rel pada PHB adalah sebagai berikut :
a. bila pada PHB utama, rel pengaman dipakai juga sebagai rel netral (sistem TN-C), rel tersebut harus dibumikan.
b. bila pada PHB utama rel pengaman terpisah dari rel netral, maka hanya rel pengaman saja yang harus dibumikan.
c. bila pada PHB, sakelar pada saluran masuk dilengkapi dengan sakelar pengaman arus sisa, maka rel netral tidak boleh dibumikan.
32 Tabel 3.1
Daftar Pembebanan Kontinyu Dalam Ampere Untuk Tembaga Dengan Penampang Persegi Untuk ABB Ukuran
(mm)
Penam pang (mm2)
Berat (kg/m)
Dicat
Jumlah Batang
Telanjang Jumlah Batang
1 2 3 4 1 2 3 4
12 x 2 24 0,23 125 225 - - 110 200 - -
15 x 2 30 0,27 155 270 - - 140 240 - -
15 x 3 45 0,40 185 330 - - 170 300 - -
20 x 2 40 0,36 205 350 - - 185 315 - -
20 x 3 60 0,53 245 425 - - 220 380 - -
20 x 5 100 0,89 325 550 - - 290 495 - -
25 x 3 75 0,67 300 510 - - 270 460 - -
25 x 5 125 1,11 385 670 - - 350 600 - -
30 x 3 90 0,80 350 600 - - 315 540 - -
30 x 5 150 1,34 450 780 - - 400 700 - -
40 x 3 120 1,07 460 780 - - 420 710 - -
40 x 5 200 1,78 600 1000 - - 520 900 - -
40 x 10 400 3,56 835 1599 2060 2800 760 1350 1650 2500 50 x 5 250 2,23 700 1200 1750 2310 630 1100 1550 2100 50 x 10 500 4,46 1025 1800 2450 3330 920 1620 2200 3000 60 x 5 300 2,67 825 1400 1983 2650 750 1300 1800 2400 60 x 10 600 5,34 1200 2100 2800 3800 1100 1860 2500 3400 80 x 5 400 3,56 1060 1800 2450 3300 950 1650 2700 2900 80 x 10 800 7,12 1540 2600 3450 4600 1400 2300 3100 4200 100 x 5 500 4,45 1310 2200 2950 3800 1200 2000 2800 3400 100 x 10 1000 8,90 1880 3100 4000 5400 1700 2700 3600 4800
33
34
35
36
37
38
39
40 Lampiran
Mini Circuit Breaker (MCB).
MCB yang dipakai di rumah-rumah oleh PLN ditetapkan sebagai pembatas. Arus beban akan mengalir melalui Bimetal dan akan mengomando Trip MCB bila arus melebihi nominalnya. Bila terjadi hubung singkat maka Elektro magnit akan mengomando Trip MCB.
41
42
4. KABEL TEGANGAN RENDAH
4.1. DEFINISI
Kabel adalah rakitan satu penghantar atau lebih, baik penghantar itu pejal atau pintalan, masing-masing dilindungi dengan isolasi, dan keseluruhannya dilengkapi dengan selubung pelindung bersama.
4.2. BAGIAN-BAGIAN KABEL
Suatu kabel tegangan rendah terdiri dari :
penghantar
isolasi
lapisan pembungkus inti
pelindung mekanis
selubung luar
Kabel yang paling sederhana bentuknya terdiri dari penghantar dan isolasi.
Gbr. 4.1 Kabel NYA
43
Isolasi
Penghantar
Bahan penghantar yang baik adalah tembaga dan aluminium. Untuk kabel tanah umumnya digunakan bahan penghantar tembaga, sedangkan aluminium digunakan untuk penghantar udara.
Dari persamaan : R = A
L ( 4.1 )
di mana :
R = tahanan penghantar ()
= tahanan jenis penghantar (.m) L = panjang penghantar (m)
A = luas penampang penghantar (m2)
dengan al = 0,0283 x 10-6 m dan cu = 0,0177 x 10-6 m, maka untuk tahanan penghantar yang sama :
luas penampang aluminium = 1,64 x luas penampang tembaga
diameter aluminium = 1,28 x diameter tembaga
berat aluminium = 0,5 x berat tembaga
Bentuk penghantar kabel tanah
Solid (pejal) : A 10 mm2
Stranded (pintalan) : A > 10 mm2
Bulat : A < 50 mm2 Sektor : A 50 mm2
Gambar 4.2
Bahan isolasi yang umumnya digunakan adalah PVC (Polivinil Chlorida) dan XLPE (Cross Linked Polyethylene)
Pelindung mekanis terdiri dari perisai dan spiral. Bahannya terbuat dari baja berlapis seng, bentuknya bulat (round) atau pipih (flat)
Untuk kabel tegangan rendah, tegangan nominalnya: 0,6 kV/ 1 kV, di mana:
0,6 kV = tegangan nominal terhadap tanah 1 kV = tegangan nominal antar penghantar
44 4.3. NOMENKLATUR KABEL (selengkapnya lihat PUIL 2000, hal 475)
Nomenklatur kabel adalah tata cara pemberian nama suatu kabel dengan kode-kode tertentu. Beberapa arti huruf-huruf kode yang digunakan adalah :
N = kabel jenis standar dengan penghantar tembaga NA = kabel jenis standar dengan penghantar aluminium Y = selubung isolasi dari PVC
2X = selubung isolasi dari XLPE 2Y = selubung isolasi dari Polyethylene F = perisai kawat baja pipih
R = perisai kawat baja bulat Gb = Spiral pita baja
Re = penghantar pejal (solid) Rm = penghantar pintalan (berpilin)
Se = penghantar pejal bentuk sektor
Sm = penghantar pintalan (berpilin) bentuk sektor Sebagai contoh: NYFGbY 4 x 120 Sm 0,6/1 KV, berarti :
kabel jenis standar dengan penghantar tembaga,
pintalan bentuk sektor,
berisolasi dan berselubung PVC,
dengan perisai kawat baja pipih dan spiral pita baja,
jumlah intinya empat,
luas penampang nominal masing-masing penghantarnya adalah 120 mm2,
tegangan kerja nominal terhadap tanah 0,6 KV dan tegangan kerja nominal antar penghantar adalah 1 KV.
45
Penghantar tembaga
Isolasi PVC
Lapisan pembungkus inti
Selubung PVC
Gbr. 4.3 Kabel NYM
Gambar 4.4 Kabel NYY
46
Rak kabel
30cm minimum 2 cm
4.4. JENIS-JENIS KABEL
1. Kabel Instalasi : yaitu kabel yang digunakan untuk instalasi permanen.
Terdiri dari :
a. Kabel lampu : NYFA, NYFAF, NYFAZ dan NYFAD Luas penampangnya : 0,5 0,75 mm2 b. Kabel rumah : NYA, NYAF
c. Kabel instalasi berselubung : NYM
2. Kabel Tanah : yaitu jenis kabel yang dibuat khusus untuk dipasang di permukaan tanah, di dalam tanah, atau di dalam air
a. Kabel tanah termo plastik tanpa perisai : NYY & NAYY b. Kabel tanah termo plastik berperisai : NYRGbY & NYFGbY
3. Kabel Fleksibel : yaitu kabel yang lentur (fleksibel) untuk menghubungkan perlengkapan listrik dengan sumber listrik : NLYZ, NYZ, NYD, NYLHYrd, NYLHYfl, NYMHY, NLH, NMH dan lain- lain.
4.5. PEMASANGAN KABEL TANAH 1. Di Udara
( a ) ( b )
( c ) ( d ) Gambar 4.5
47 Contoh sebagian cara pemasangan kabel di udara ditunjukkan dalam Gambar 4.3.
Berbagai cara pemasangan lainnya dapat dilihat pada tabel 4.17 dan 4.18. Dengan cara pemasangan seperti Gambar 4.3a, b, c, di atas, jumlah kabel tidak dibatasi. Untuk pemasangan yang menyimpang dari gambar tersebut, harus digunakan faktor koreksi dalam menentukan kemampuan hantar arus nya (KHA).
Gambar 4.6
Gambar 4.7
48
Gambar 4.8
Gambar 4.9 Contoh dua sistem tiga fasa dipasang sejajar pada suatu rak kabel dengan susunan segitiga
49 Gambar 4.10 Contoh dua sistem tiga fasa dipasang sejajar
pada suatu rak kabel dengan susunan mendatar
Gambar 4.11 Radius pembengkokan kabel minimum yang diizinkan 2. Di dalam Tanah
Pemasangan kabel di dalam tanah harus dilakukan dengan cara demikian rupa sehingga kabel itu cukup terlindung terhadap kerusakan mekanis dan kimiawi yang mungkin timbul di tempat kabel tanah tersebut dipasang. Perlindungan terhadap kerusakan mekanis pada umumnya dianggap mencukupi bila kabel tanah itu ditanam:
minimum 60 cm di bawah permukaan tanah yang tidak dilewati kenderaan,
minimum 80 cm di bawah permukaan tanah pada jalan yang dilewati kenderaan
50
min 2 cm
7 cm 15 cm
min 5 cm 60 - 80 cm
tanah galian
Batu bata, atau beton cetak
kabel Pasir yang bebas dari batu-batuan atau benda-benda tajam lainnya yang dapat merusak isolasi kabel
Kabel
haspel
Jarak antara kabel-kabel yang berdampingan adalah 7 cm. Untuk kabel-kabel berinti tunggal yang ditanam membentuk ikatan segitiga jarak antara kelompok kabel-kabel ini adalah 25 cm
Gambar 4.12 Penanaman kabel dalam tanah Cara mengeluarkan kabel dari haspel dan drum:
Gambar 4.13
Gambar 4.14
Cable drum jack
51 Kabelnya harus diletakkan di dalam pasir atau tanah lembut yang bebas dari batu-batuan, dan di atas galian tanah yang stabil, kuat dan rata. Lapisan pasir atau tanah lembut itu sekurang-kurangnya 5 cm di sekeliling kabel. Sebagai perlindungan tambahan di atas timbunan pasir atau tanah lembut dapat dipasang beton atau batu bata pelindung.
Gambar 4.17 Diameter pipa minimum
Gambar. 4.15 Cable roller Gambar. 4.16 Cable stocking
52
8 m
3 m kabel
Gambar 4.18 Perlindungan pada kabel jika menembus dinding
Jika baru sebahagian saja kabel yang digelar di dalam parit, sisanya disusun seperti angka 8 di pinggiran parit untuk menghindari kerusakan pada kabel.
Penggelaran kabel dalam bentuk angka 8 (delapan) tersebut mempunyai ukuran sekurang-kurangnya 8 x 3 m.
Gambar 4. 19
Setelah kabel berada dalam parit galian, hal-hal berikut ini harus dilakukan:
timbun dengan pasir dan tanah yang bebas dari benda tajam dan benda-benda lain yang dapat merusak isolasi kabel atau penghantar itu sendiri.
selain ditimbun tanah, kabel harus dilindungi dengan pelindung kabel seperti batu bata, pipa beton, atau pipa besi.
pada jarak tertentu sepanjang jalur kabel harus ditempatkan rambu-rambu kabel yang jelas, kokoh dan awet.
53 4.6. KEMAMPUAN HANTAR ARUS (KHA) DAN FAKTOR-FAKTOR KOREKSI
KHA : Arus maksimum yang dapat dialirkan dengan kontinyu oleh penghantar pada keadaan tertentu tanpa menimbulkan kenaikan suhu melampaui nilai yang diizinkan.
KHA sebuah kabel dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : a) Suhu keliling
b) Cara pemasangan kabel c) Jumlah inti kabel d) Kelembaban tanah
KHA suatu kabel yang dipasang di udara diperoleh dengan menggunakan rumus:
IZ = I0 x f1 x f2 ( 4.2 )
di mana :
I0 = KHA satu kabel pada suhu keliling 300 C
f1 = faktor koreksi jika suhu keliling berbeda dari 300 C f2 = faktor koreksi cara pemasangan kabel
Faktor-faktor koreksi dapat dilihat pada kumpulan Tabel 7 mulai dari halaman 61 dan seterusnya.
Nilai faktor koreksi f2 = 1, jika:
kabel-kabel dipasang seperti pada Gambar 3a, b, dan c.
kabel-kabel yang berdampingan dengannya dibebani kurang dari 30 % dari KHA masing-masing kabel.
KHA suatu kabel yang ditanam di dalam tanah dihitung dengan menggunakan rumus:
IZ = I0 x f1 x f2 x f3 ( 4.3 ) di mana:
I0 = KHA satu kabel yang ditanam dalam tanah dengan temperature sekeliling 300 C
f1 = faktor koreksi jika temperature tanah berbeda dari 300 C f2 = faktor koreksi cara pemasangan kabel
f3 = faktor koreksi jika tahanan panas jenis berbeda dari 1000 C cm/w
54 4.7. PEMILIHAN UKURAN KABEL
Prosedur pemilihan ukuran kabel adalah sebagai berikut : 1. Tentukan tipe kabel yang digunakan berdasarkan:
a. bahan penghantar : tembaga atau aluminium b. bahan isolasi : PVC, XLPE
c. formasi kabel: kabel berinti tunggal, kabel berinti banyak dengan atau tanpa perisai, tergantung pada pertimbangan mekanis, tingkat isolasi, dan tingkat kesulitan sewaktu penggelarannya, pembengkokannya, penyambungan, dan lain-lain.
2. Tentukan arus beban penuh perfasa pada rangkaian (IL)
3. Tentukan arus nominal alat pengaman (IP) yang digunakan; pemutus daya atau pengaman lebur. Harus diingat bahwa IP IL (disesuaikan dengan jenis beban) 4. Tentukan faktor koreksi total (FK) kabel:
a. di udara : FK = f1 x f2 ( 4.4 ) b. di dalam tanah : FK = f1 x f2 x f3 ( 4.5 ) 5. Gunakan faktor-faktor koreksi tersebut dan faktor-faktor lainnya (jika ada) ke
dalam rumus : I0
FK IP
(4.6 )
6. Pilih luas penampang kabel yang sesuai dengan I0 dari tabel KHA kabel.
7. Tentukan pula luas penampang kabel berdasarkan jatuh tegangan yang diizinkan:
a. Untuk arus bolak balik satu fasa:
2.l.I.Cos .106
A .
(4. 7 )
b. Untuk arus bolak balik tiga fasa:
1, 732.l.I.Cos .106
A .
( 4.8 ) di mana: A = luas penampang penghantar yang diperlukan ( mm2 )
l = panjang penghantar ( m ) I = arus beban ( A )
µ = rugi tegangan yang diizinkan pada penghantar ( V ) g = daya hantar jenis bahan penghantar
55 Untuk tembaga : g = 50 x 106 S/m
Untuk aluminium: g = 33 x 106 S/m
8. Kalau dari langkah 6 dan 7 diperoleh luas penampang yang berbeda, maka dipilih luas penampang yang terbesar.
9. Periksa jatuh tegangan yang diizinkan pada kabel berdasarkan rumus : (RCos XSin)
n kI L
U L
Volt (4. 9 )
di mana:
U = jatuh tegangan pada kabel (volt) k = 2 untuk sistem satu fase (1) : k = 3 untuk sistem tiga fase (3) :
IL = arus beban (A)
L = panjang penghantar (km)
n = jumlah penghantar paralel perfase
R = tahanan satu kabel (/km) lihat tabel 1 dan 2 X = reaktansi satu kabel (/km) lihat tabel 1dan 2 Cos = faktor daya beban
Sin 1Cos2 ( 4.10 ) Harga persentase jatuh tegangan:
% 100 U x
U
n
( 4.11 ) dengan Un = tegangan nominal jala-jala.
4.8. PENGARUH ARUS HARMONISA PADA SISTEM TIGA FASE SEIMBANG
Besar arus netral karena harmonisa ketiga dapat melebihi besar arus fase frekuensi daya. Dalam hal seperti ini arus netral akan mempengaruhi secara signifikan terhadap KHA kabel pada sirkit.
Faktor reduksi untuk arus harmonisa pada kabel 4 inti dan 5 inti:
Persentase kandungan harmonisa ketiga terhadap arus fase (Kh = 15 – 33%):
faktor reduksi (fr) = 0,86 sehingga,
FK = f1 x f2 x 0,86 untuk pemasangan kabel di udara ( 4.12 ) FK = f1 x f2 x f3 x 0,86 untuk pemasangan kabel di dalam tanah ( 4.13 )
56
Persentase kandungan harmonisa ketiga terhadap arus fase (Kh = 33 – 45%):
dalam hal ini pemilihan ukuran kabel fase ditentukan berdasarkan arus netral:
N IL 3 h
I x x K
FK ( 4.14 )
86 ,
0 0 IN
I ( 4.15 )
di mana IL = arus beban penuh perfasa pada rangkaian IN = arus netral
I0 = KHA satu kabel yang ditanam dalam tanah dengan temperature sekeliling 300 C
Persentase kandungan harmonisa ketiga terhadap arus fase (Kh 45%):
dalam hal ini I0 IN
57 4.9. SPLICING & TERMINATING
Splicing adalah pekerjaan penyambungan kabel-kabel ( Lihat halaman 83 dan 84 ).
Terminating adalah pekerjaan menghubungkan kabel ke terminal-terminal peralatan atau bus bar.
4.10. PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN KABEL Terdiri dari :
1) Visual inspection 2) Continuity Test
3) Insulation Resistance Test 1.Visual Inspection :
a. Pemeriksaan pada parit/jalur kabel: ukuran parit atau jalur kabel bebas dari benda-benda tajam, dan lain-lain.
b. Pemeriksaan kondisi pasir, kedalaman pasir dan lain-lain.
c. Jarak antara kabel.
d. Tag number kabel 2.Continuity Test :
a. Apakah kabel putus atau tidak.
b. Apakah jalur kabel sudah benar.
3. Insulation Resistance Test :
a. Pengetesan tahanan isolasi antar penghantar ke tanah b. Pengetesan tahanan isolasi antar penghantar ke penghantar.
58 Tabel 4.1 : Resistance and reactance per unit of length of copper cables
single-core cable two-core/three-core cable
S [mm2]
R[/km]
@ 80[oC] X [/km] R[/km]
@ 80[oC] X [/km]
1.5 14.8 0.168 15.1 0.118 2.5 8.91 0.156 9.08 0.109 4 5.57 0.143 5.68 0.101
6 3.71 0.135 3.78 0.0955
10 2.24 0.119 2.27 0.0861
16 1.41 0.112 1.43 0.0817
25 0.889 0.106 0.907 0.0813
35 0.641 0.101 0.654 0.0783
50 0.473 0.101 0.483 0.0779
70 0.328 0.0965 0.334 0.0751 95 0.236 0.0975 0.241 0.0762
120 0.188 0.0939 0.191 0.074
150 0.153 0.0928 0.157 0.0745 185 0.123 0.0908 0.125 0.0742 240 0.0943 0.0902 0.0966 0.0752
300 0.0761 0.0895 0.078 0.075
Tabel 4.2 : Resistance and reactance per unit of length of aluminium cables
single-core cable two-core/three-core cable
S [mm2]
R[/km]
@ 80[oC] X [/km] R[/km]
@ 80[oC] X [/km]
1.5 24.384 0.168 24.878 0.118 2.5 14.680 0.156 14.960 0.109 4 9.177 0.143 9.358 0.101
6 6.112 0.135 6.228 0.0955
10 3.691 0.119 3.740 0.0861
16 2.323 0.112 2.356 0.0817
25 1.465 0.106 1.494 0.0813
35 1.056 0.101 1.077 0.0783
50 0.779 0.101 0.796 0.0779
70 0.540 0.0965 0.550 0.0751 95 0.389 0.0975 0.397 0.0762
120 0.310 0.0939 0.315 0.074
150 0.252 0.0928 0.259 0.0745 185 0.203 0.0908 0.206 0.0742 240 0.155 0.0902 0.159 0.0752
300 0.125 0.0895 0.129 0.075
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
5. PROTEKSI UNTUK KESELAMATAN
5.1. PENDAHULUAN
Manusia yang selalu berinteraksi dengan peralatan-peralatan lisrik kemungkinan dapat mengalami kejut listrik. Ada dua cara di mana manusia akan mengalami kejut listrik:
1. Menyentuh langsung bagian-bagian konduktif,
2. Menyentuh tak langsung yakni menyentuh bagian konduktif terbuka (BKT) peralatan sewaktu terjadi gangguan hubung singkat ke tanah.
Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan untuk menjamin keamanan manusia terhadap kejut listrik dalam keadaan apapun. Usaha-usaha untuk mencapai tujuan ini antara lain adalah [1]:
a. mencegah tersentuhnya bagian-bagian instalasi yang bertegangan, b. menggunakan tegangan yang cukup rendah,
c. menggunakan isolasi ganda, d. melakukan separasi listrik, e. membumikan peralatan,
f. menggunakan saklar pengaman.
5.2. MENCEGAH TERSENTUHNYA BAGIAN-BAGIAN INSTALASI YANG BERTEGANGAN
Semua bagian aktif dari peralatan listrik harus diisolasi. Jika karena konstruksi atau letaknya, ada bagian-bagian yang tidak mungkin diisolasi, bagian-bagian ini harus diberi perlindungan terhadap sentuhan misalnya dengan menggunakan penghalang/rintangan atau penempatan di luar jangkauan tangan.
5.3. TEGANGAN AMAN
Peraturan tentang penggunaan tegangan aman dibuat karena seringnya terjadi kecelakaan, khususnya pada waktu menggunakan perkakas tangan listrik. Tegangan yang dianggap aman untuk perkakas tangan listrik adalah tegangan searah yang tidak melebihi 110 V, atau tegangan bolak-balik yang tidak melebihi 42 V. Kalau digunakan tegangan tiga fasa, tegangan yang dianggap aman adalah tegangan 42 V antar fasa.
85 5.4. ISOLASI GANDA
Keharusan untuk menggunakan tegangan rendah pengaman, tidak berlaku bagi perkakas tangan yang tidak memiliki bagian-bagian luar dari logam yang bisa menjadi bertegangan, kalau terjadi kerusakan. Tegangan rendah pengaman juga tidak perlu digunakan untuk perkakas tangan dengan isolasi ganda [2] (Gambar 5.1). Isolasi ganda adalah isolasi yang mencakup isolasi dasar dan isolasi suplemen.
Gambar 5.1. Mesin bor listrik dengan isolasi ganda 5.5. PROTEKSI DENGAN SEPARASI LISTRIK
Proteksi dengan separasi listrik adalah suatu tindakan proteksi dengan memisahkan sirkit perlengkapan listrik dari jaringan sumber dengan menggunakan transfomator pemisah. Dengan demikian tercegahlah timbulnya tegangan sentuh yang terlalu tinggi pada BKT perlengkapan yang diproteksi bila terjadi kegagalan isolasi dalam perlengkapan tersebut. Akan tetapi proteksi dengan cara ini hanya efektif selama dalam sirkit sekunder tidak terjadi gangguan bumi (lihat Gambar 5.2)
Direkomendasikan agar:
1. hasil kali tegangan nominal sirkit dalam volt dengan panjang sistem perkawatan dalam meter sebaiknya tidak melebihi 100.000 dan panjang sistem perkawatan sebaiknya tidak melebihi 500 m,
2. tegangan sirkit yang diseparasi secara listrik tidak boleh melampaui 500 V, 3. menggunakan sistem perkawatan yang terseparasi
86 Gambar 5.2 Transformator pemisah dengan hubung pendek ke bumi pada sirkit
sekunder dan hubung pendek ke BKT perlengkapan listik 5.6. PEMBUMIAN PERALATAN
Instalasi dan perlengkapan yang bertegangan lebih dari 50 V b.b ke bumi, harus diamankan terhadap bahaya sentuh tak langsung. Yang dimaksud dengan sentuh tak langsung adalah sentuhan pada bagian konduktif terbuka (BKT) perlengkapan atau instalasi listrik yang menjadi bertegangan akibat kegagalan isolasi. Pengamanan yang umum dilakukan terhadap bahaya sentuh tak langsung (selanjutnya disebut saja sebagai bahaya tegangan sentuh) adalah dengan membumikan peralatan dan instalasi listrik atau menggunakan saklar proteksi. Pembumian peralatan dilakukan dengan menghubungkan semua bagian konduktif terbuka perlengkapan dan instalasi listrik ke bumi melalui penghantar pembumian atau ke suatu bagian konduktif yang dapat dipandang sebagai pengganti bumi.
5.6.1 FUNGSI PEMBUMIAN PERALATAN
Sistem pembumian peralatan mempunyai dua fungsi utama [3]:
1. membatasi tegangan ke bumi pada bagian-bagian konduktif terbuka (BKT) dan instalasi listrik jika terjadi gangguan tanah akibat kegagalan isolasi.
2. menyalurkan arus gangguan tanah yang cukup besar untuk mengoperasikan dengan cepat alat-alat proteksi arus lebih.
Seperti yang diilustrasikan dalam Gambar 5.3, seseorang yang sedang menyentuh bagian konduktif terbuka sebuah peralatan listrik yang mengalami kegagalan isolasi, akan
87 dilindungi dari bahaya kejut jika penghantar pembumian peralatan menyediakan suatu jalur paralel yang mempunyai impedansi cukup rendah untuk membatasi arus yang mengalir melalui tubuh orang tersebut ke suatu harga yang aman.
R
penghantar pembumian
aliran arus gangguan tidak dibumikan : tegangan sentuh VLG dibumikan :
tegangan sentuh 0 S R
T N N
L
Gambar 5.3. Pembumian Peralatan
Pada sistem pembumian langsung, arus gangguan tanah mengoperasikan alat proteksi arus lebih sehingga rangkaian yang mengalami gangguan tersebut terputus dari suplai dan sekaligus menghilangkan tegangan sentuh atau tegangan kejut.
5.6.2 BESAR DAN WAKTU TEGANGAN SENTUH [3]
Tabel 5.1.
Teg. Sentuh (V)
50 0 5 0 10 50 20 80 Waktu pemutusan
maksimum (detik) 0,5 0,2 0,1 0,05 0,03
88 5.6.3 BATASAN-BATASAN ARUS DAN PENGARUHNYA PADA MANUSIA [3]
Tabel 5.2
Besar Arus (mA) Pengaruh pada tubuh manusia
0 – 0,9 Belum dirasakan pengaruhnya, tidak menimbulkan reaksi apa- apa
0,9 – 1,2 Baru terasa adanya arus listrik, tetapi tidak menimbulkan akibat kejang, kontraksi atau kehilangan kontrol
1,2 – 1,6 Mulai terasa seakan-akan ada yang merayap di dalam tangan 1,6 – 6 Tangan sampai ke siku merasa kesemutan
6 - 8 Tangan mulai kaku, rasa kesemutan makin bertambah
13 - 15 Rasa sakit tidak tertahankan, penghantar masih dapat dilepaskan dengan gaya yang besar sekali
15 – 20 Otot tidak sanggup lagi melepaskan penghantar 20 – 50 Dapat mengakibatkan kerusakan pada tubuh manusia 50 – 100 Batas arus yang dapat menyebabkan kematian
Gambar 5.4 Pengaruh arus yang mengalir pada tubuh manusia
89 5.6.4 METODA-METODA PEMBUMIAN PERALATAN
Macam-macam cara pembumian peralatan menurut PUIL 2000 antara lain adalah [1]:
1. Sistem TT 2. Sistem TN 3. Sistem IT
Kode yang digunakan mempunyai arti sebagai berikut:
Huruf pertama: Hubungan sumber tenaga listrik ke bumi T = hubungan langsung satu titik ke bumi
I = semua bagian aktif diisolasi dari bumi, atau satu titik dihubungkan ke bumi melalui suatu impedansi
Huruf kedua: Hubungan BKT instalasi ke bumi
T = hubungan listrik langsung BKT ke bumi, yang tidak tergantung pada pembumian sumber tenaga listrik
N = hubungan listrik langsung BKT ke titik yang dibumikan dari sumber tenaga listrik (dalam sistem b.b titik yang dibumikan biasanya titik netral, atau penghantar fasa jika titik netral tidak ada)
Huruf berikutnya (jika ada): Susunan penghantar netral dan penghantar proteksi
S = fungsi proteksi yang diberikan oleh penghantar yang terpisah dari netral atau dari saluran yang dibumikan
C = fungsi netral dan fungsi proteksi tergabung dalam penghantar tunggal (penghantar PEN)
5.6.4.1 SISTEM TT
Sistem TT (Gambar 5.4) dilakukan dengan cara:
a. membumikan titik netral sistem listrik di sumbernya; dan
b. membumikan BKT perlengkapan dan BKT instalasi listrik melalui elektroda bumi yang secara listrik terpisah dari elektroda bumi sumber, sedemikian rupa sehinga apabila terjadi kegagalan isolasi tercegahlah bertahannya tegangan sentuh yang terlalu tinggi pada BKT tersebut karena terjadinya pemutusan suplai secara otomatis dengan bekerjanya alat proteksi.
Catatan: Yang dimaksud dengan sumber adalah generator atau transformator
90
E
L N E L1 L2 L3 N
sekunder transformator
terminal konsumen
peralatan instalasi
L2 N L1
L3
Gambar 5.5. Sistem TT
Persyaratan
Diasumsikan 50 V sebagai nilai batas tegangan yang aman, maka kondisi berikut ini harus diepenuhi:
a
t I
R 50
atau n
t I
R
50
(5.1) di mana :
Rt = jumlah tahanan elektroda bumi dan penghantar proteksi untuk BKT perlengkapan dan instalasi listrik ()
Ia = nilai arus yang menyebabkan bekerjanya secara otomatis alat proteksi arus lebih dalam waktu maksimum 5 detik yang tergantung kepada karakteristik arus vs waktu dari alat proteksi arus tersebut (A)
In = pengenal arus operasi sisa (rated residual operating current) dalam waktu 1 detik dari Sakelar Proteksi Arus Sisa (A)
5.6.4.2 SISTEM TN
Sistem TN dilakukan dengn cara menghubungkan semua BKT perlengkapan/instalasi melalui penghantar proteksi ke titik netral sumber tenaga listrik yang dibumikan sedemikian rupa sehingga bila terjadi kegagalan isolasi tercegahlah bertahannya tegangan sentuh yang terlalu tinggi karena terjadinya pemutusan suplai secara otomatis dengan bekerjanya alat proteksi.
91
L N E
E L1 L2 L3 N
sekunder transformator
terminal konsumen
peralatan instalasi
L2 PEN
L1
L3
Ada tiga jenis sistem TN sesuai dengan susunan penghantar netral dan penghantar proteksi yaitu sebagai berikut:
a) Sistem TN-S: di mana penghantar netral dan penghantar proteksi terpisah di seluruh sistem (lihat Gambar 5.6)
b) Sistem TN-C: di mana fungsi netral dan fungsi proteksi tergabung dalam penghantar tunggal di seluruh sistem (penghantar PEN) (lihat Gambar 5.7)
c) Sistem TN-C-S: di mana fungsi netral dan fungsi proteksi tergabung dalam penghantar tunggal di sebagian sistem (PEN) dan terpisah di bagian lainnya (PE + N) (lihat Gambar 5.8)
M
N PE penghantar
pengaman S R
T
Gambar 5.6. Sistem TN-S
Gambar 5.7. Sistem TN-C
92 Gambar 5.8. Sistem TN-C-S
Persyaratan
Jika terjadi gangguan hubung singkat pada suatu tempat dalam instalasi antara penghantar fasa dengan penghantar proteksi PE atau BKT, maka karakteristik alat proteksi dan impedansi sirkit harus sedemikian rupa sehingga akan terjadi pemutusan suplai secara otomatis dalam waktu yang tidak melebihi waktu pemutusan maksimum tersebut pada Tabel 3.
Untuk itu berlaku persyaratan berikut ini:
U0
xI
Zs a (5.2)
di mana:
Zs = impedansi lingkar gangguan yang terdiri atas impedansi sumber, penghantar fasa dari sumber sampai ke titik gangguan dan penghantar proteksi PE antara titik gangguan dan sumber
93 Ia = arus yang menyebabkan operasi pemutusan otomatis alat proteksi arus di dalam
waktu yang dinyatakan dalam Tabel 3 sebagai fungsi tegangan nominal U0, atau untuk sirkit distribusi, waktu pemutusan konvensional maksimum 5 detik; jika proteksi dilakukan oleh suatu Sakelar Proteksi Arus Sisa (SPAS), Ia = In.
U0 = tegangan nominal b.b efektif ke bumi (V)
Tabel 5.3. Waktu pemutusan maksimum untuk sistem TN U0 (volt) Waktu pemutusan (detik)
120 0,8 230 0,4 277 0,4 400 0,2
400 0,1
Dalam sistem TN-C, tidak boleh digunakan SPAS. Jika SPAS digunakan dalam sistem TN-C-S, penghantar PEN tidak boleh digunakan di sisi beban. Hubungan penghantar proteksi PE ke penghantar PEN harus dibuat di sisi sumber dari SPAS.
Dalam sistem TN, untuk penghantar proteksi PE dan penghantar pembumian berlakulah persyaratan sebagai berikut:
1. Penghantar Proteksi
a) Untuk penghantar proteksi dengan luas penampang 10 mm2 tembaga, penghantar tersebut dapat berfungsi rangkap, yaitu sebagai penghantar netral dan sekaligus juga sebagai penghantar proteksi (disebut penghantar nol), sehingga BKT perlengkapan dapat dihubungkan melalui penghantar netral tersebut ke rel/terminal proteksi PHB, sedangkan terminal netral perlengkapan cukup dihubungkan ke BKT perlengkapan.
b) Bila pada bagian instalasi ada penghantar netral < 10 mm2 tembaga, diperlukan penghantar proteksi tersendiri yang luas penampangnya sama dengan penampang penghantar netralnya.
c) Jika dalam instalasi terdapat alat-alat khusus (misalnya pemanas air listrik di kamar mandi, mesin cuci, pompa air), sebaiknya dilakukan pula pembumian penghantar proteksi alat tersebut (Gambar 5.9).
94
Gambar 5.9
d) Bagi instalasi dari beberapa bangunan, di mana masing-masing bangunan mempunyai satu atau lebih PHB, maka sekurang-kurangnya satu PHB dari masing-masing bangunan harus dibumikan lengkap dengan penghantar pembumian dan elektroda pembumian.
2. Penghantar Pembumian PHB Utama
a) Penghantar pembumian PHB utama harus dari jenis yang terlindung dari gangguan mekanis berpenampang minimum 6 mm2 tembaga.
b) Jika penghantar fasa saluran masuk pelayanan > 6 mm2 tembaga, maka penampang penghantar pembumian harus sama dengan penghantar fasa saluran masuk pelayanan tersebut, tetapi tidak perlu lebih besar dari 50 mm2 tembaga.
c) Agar tahanan pembumian elektroda bumi dapat diukur, hubungan dengan PHB utama harus dapat dilepas.
d) Semua hubungan pembumian harus diperiksa secara berkala.
95 5.6.4.3 SISTEM IT
Dalam sistem IT, instalasi diisolasi dari bumi atau dihubungkan ke bumi melalui suatu impedansi yang cukup tinggi. Hubungan ini dapat dibuat pada titik netral sistem maupun pada suatu titik netral buatan. Titik netral buatan dapat dihubungkan secara langsung ke bumi jika impedansi urutan nol yang dihasilkan cukup tinggi. Jika tidak ada titik netral maka penghantar fasa dapat dihubungkan ke bumi melalui suatu impedansi
5.6.5 LUAS PENAMPANG PENGHANTAR PROTEKSI
Luas penampang penghantar proteksi tidak boleh kurang dari nilai yang tercantum dalam Tabel 5.4. Jika penerapan Tabel 5.4 menghasilkan ukuran yang tidak standar, maka dipergunakan penghantar yang mempunyai luas penampang standar terdekat.
Tabel 5.4. Luas penampang minimum penghantar proteksi Luas penampang
penghantar fasa instalasi S (mm2)
Luas penampang minimum penghantar proteksi yang berkaitan, Sp (mm2)
S 16 S
16 S 35 16
S 35 S/2