• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dilema Etika dan Bisnis di Era Digital

N/A
N/A
Muhammad Riski

Academic year: 2024

Membagikan "Dilema Etika dan Bisnis di Era Digital"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH ETIKA BISNIS DAN PROFESI KASUS DUGAAN KORUPSI VLLC

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5

ANGGOTA :

SYIFA KURNIA PUTRI 2300522006 TESA ENJELMA FEBRIANI 2300522016

SUCI OPHELIA 2300522018 RIVO EFENDI 2300521022 BAYU REVALDO AZHAR 2300522030 NUR FADILLAH 2300522052

UNIVERSITAS ANDALAS

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DIII AKUNTANSI

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah saya panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah Swt. atas karunia dan segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga makalah ini akhirnya dapat diselesaikan dengan baik.

Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas etika dan bisnis profesi, diampu oleh dosen pengampu Ibuk Chairunnisya, SE, MM. dengan kasus Dugaan Korupsi VLLC.

Tak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang telah mendukung serta membantu penulis selama proses penyelesaian tugas akhir ini hingga selesainya makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih jauh dari sempurna serta kesalahan yang penulis yakini di luar batas kemampuan penulis. Maka dari itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat.

Padang, 27 Maret 2024

Kelompok 5

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakan...1

1.2 Rumusan Masalah...1

1.3 Tujuan... 1 BAB II PEMBAHASAN TEORI GCG...3

2.1 Pengertian GCG...3

2.2 Prinsip GCG...3

2.3 Manfaat GCG...4

2.4 GCG dan hukum perserosn di Indonesia...4

2.5 Organ khusus dalam penerapan GCG...5

BAB III PEMBAHASAN KASUS...7

3.1 KASUS 1 : Dugaan Korupsi VLCC...7

3.2 KASUS 2 : Dugaan Penyimpangan Manajemen Adam Air...9

BAB IV PENUTUP...13

4.1 Kesimpulan...13

4.2 Saran...13

DAFTAR PUSTAKA...14

Bibliography...14

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakan

Perhatian global terhadap Good Corporate Governance (GCG) mulai tumbuh ketika negara-negara Asia terkena dampak krisis keuangan pada tahun 1997-1998, termasuk Indonesia. GCG merupakan pembahasan penting untuk mendukung pemulihan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi di negara-negara krisis. Salah satu penyebab krisis keuangan adalah pengelolaan bisnis yang tidak profesional. Pengelolaan usaha tidak lepas dari aturan-aturan yang selalu diterima dalam pergaulan sosial, baik hukum maupun moral atau etika.

Etika bisnis pada dasarnya adalah tentang moralitas bisnis, terlepas dari apakah bisnis tersebut dijalankan sendiri atau berkelompok. Perusahaan yang mempunyai etika bisnis adalah perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial terhadap masyarakat disekitarnya.Etika bisnis adalah cara berbisnis yangmencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan, dan masyarakat dengan tujuan meningkatkan keuntungan.

Etika bisnis suatu perusahaan dapat membentuk nilai, standar dan perilaku karyawan serta pemimpin dalam menciptakan hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan atau mitra bisnis, pemegang saham dan masyarakat.

Tantangan yang dihadapi saat ini adalah prinsip dan praktik good corporate governance masih belum banyak dipahami oleh komunitas bisnis dan masyarakat umum (Daniri, 2015) komunitas internasional masih menempatkan Indonesia pada urutan bawah rating implementasi GCG sebagaimana dilakukan oleh standar and Poor,CLSA, Pricewaterhouse Coopers, Moody's Morgan dan Calper's.Sesuai dengan persyaratan penerapan GCG di sektor perbankan, Bank Indonesia pada tahun 2009 telah menetapkan peraturan yang secara khusus mengatur penerapan GCG pada bank umum. Ketentuan yang dimaksud adalah Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/PBI/2009 tanggal 30 Januari 2009 tentang Penerapan GCG bagi Bank Umum, yang ditetapkan dalam PBI No. 8/14/PBI/2009 tanggal 5 Oktober 2009 tentang Perubahan Atas PBI No. 8/4/PBI/2009 tentang Penerapan GCG pada Bank Umum. Studi yang dilakukan Asian Development Bank (ADB) mengungkap beberapa faktor yang berkontribusi terhadap krisis di Indonesia.Pertama, tingginya konsentrasi kepemilikan perusahaan;

kedua, tidak efektifnya fungsi pengendalian komisaris, ketiga; inefisiensi dan kurangnya transparansi prosedur pengendalian merger dan akuisisi;

Keempat, terlalu bergantung pada pendanaan asing; dan kelima, pengendalian kreditur yang tidak memadai.

Penciptaan dan penerapan GCG memerlukan komitmen dari manajemen puncak dan seluruh tingkat organisasi. Implementasinya dimulai dengan pembuatan kebijakan dasar (strategic policy) dan pedoman etika yang harus dipatuhi oleh seluruh pihak di perusahaan. Bagi perbankan Indonesia, faktor penting yang mendasari penerapan GCG adalah kepatuhan terhadap aturan etika yang diungkapkan dalam perkataan dan tindakan.

(5)

1.2 Rumusan Masalah a. Apa pengertian GCG?

b. Apa prinsip dari GCG?

c. Apa saja manfaat dari GCG?

d. Apa yang dimaksud GCG dan hukum perseroan di Indonesia?

e. Apa saja organ khusus dalam penerapan GCG?

f. Apa itu kasus Dugaan Korupsi VLCC?

g. Bagaimana kasus Dugaan Penyimpangan Manajemen Adam Air?

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui Pengertian GCG b. Untuk mengetahui Prinsip GCG c. Untuk mengetahui Manfaat GCG

d. Untuk mengetahui GCG dan hukum perserosn di Indonesia e. Untuk mengetahui Organ khusus dalam penerapan GCG

f. Untuk mengetahui tentang kasus Dugaan Korupsi VLCC

g. Untuk mengetahui tentang kasus Dugaan Penyimpangan Manajemen Adam Air

(6)

BAB II PEMBAHASAN TEORI GCG 2.1 Pengertian GCG

Beberapa definisi:

a. Cadbury Committee of United Kingdom,

Ketentuan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, kreditur, direksi, karyawan serta pemangku kepentingan internal dan eksternal lainnya mengenai hak dan kewajibannya mereka.

b. Organization for Economic Cooperation and Development

Suatu struktur yang terdiri atas pemegang saham, direktur, manajer, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja.

c. Wahyudi Prakarsa,

Mekanisme administratif yang mengatur hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham dan kelompok kepentingan lainnya (stakeholder).

Konsep GCG:

1. Wadah Organisasi (perusahaan, sosial, pemerintahan) 2. Model Suatu sistem, proses dan seperangkat peraturan,

termasuk prinsip dan nilai, yang mendukung praktik bisnis yang sehat.

3. Tujuan  Meningkatkan kinerja organisasi

 Menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan

 Mencegah dan mengurangi manipulasi serta kesalahan yang signifikan dalam pengelolaan organisasi

 Meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingan tidak dirugikan

4. Mekanisme Mengatur dan mempertegas kembali hubungan, peran, wewenang, dan tanggung jawab.

2.2 Prinsip GCG

Menurut Organization for Economic Cooperation and Development:

(7)

a. Perlakuan yang setara (fairness),

Prinsip agar para pengelola memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil dan setara.

b. Prinsip transparansi,

kewajiban bagi para pengelola untuk menjalankan prinsip keterbukaan dalam proses keputusan dan penyampaian informasi.

c. Prinsip Akuntabilitas

Prinsip di mana para pengelola berkewajiban untuk membina sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya.

d. Prinsip Responsibiltas,

Prinsip di mana para pengelola wajib memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan sebagai wujud kepercayaan.

2.3 Manfaat GCG

a. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing b. Mendapatkan biaya modal yang lebih murah

c. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan

d. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan terhadap perusahaan

e. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum

2.4 GCG dan hukum perserosn di Indonesia

Kegiatan perseroan (perusahaan) di Indonesia diatur dalam Undang- undang Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 1 Pasal 1, perseroan adalah suatu badan hukum yaitu suatu perseroan bermodal yang didirikan berdasarkan suatu kontrak dan melakukan kegiatan usaha dengan modal saham yang seluruhnya terbagi atas saham-saham dan memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan serta standar peraturan pelaksanaannya.

Secara spesifik, wewenang, tugas, dan tanggung jawab RUPS, Dewan Komisaris, dan Dewan Direksi dapat diringkas sebagai berikut:

1. RUPS

(8)

a. Menyetujui dan menetapkan perubahan Anggaran Dasar Perusahaan (Pasal 19 ayat 1).

b. Menyetujui pembelian kembali dan pengalihan saham Perseroan (Pasal 38 ayat 1).

c. Menyetujui penambahan dan pengurangan modal Perseroan (Pasal 41 ayat 1 dan Pasal 44 ayat 1).

d. Menyetujui dan mengesahkan laporan tahunan termasuk laporan keuangan Direksi serta laporan tugas pengawasan Komisaris (Pasal 69).

e. Menyetujui dan menetapkan penggunaan laba bersih, penyisihan cadangan dan dividen, serta dividen interim (Pasal 71 dan Pasal 72).

f. Menyetujui penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan, pengajuan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran perseroan (Pasal 89).

g. Menyetujui pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi dan Komisaris (Pasal 94 dan Pasal 111).

h. Menetapkan besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi dan Komisaris (Pasal 96 dan Pasal 113).

2. Dewan Komisaris

a. Melakukan tugas dan tanggung jawab pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, dan memberikan nasehat kepada Direksi (Pasal 108 dan Pasal 114).

b. Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kerugian perseroan bila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 114 ayat 3 dan ayat 4).

c. Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kepailitan perseroan bila disebabkan oleh kesalahan dan kelalaian dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasehat (Pasal 115).

d. Diberi wewenang untuk membentuk komite yang diperlukan untuk mendukung tugas Dewan Komisaris (Pasal 121).

3. Dewan Direksi

(9)

a. Menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan kebijakan yang dianggap tepat dalam batas yang ditetapkan Undang-Undang dan Anggaran Dasar Perseroan (Pasal 92).

b. Bertanggung jawab renteng dan penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan bila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 97).

c. Mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan (Pasal 98).

d. Wajib membuat Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS, risalah rapat Direksi (Pasal 100 ayat 1a).

e. Wajib membuat laporan tahunan (Pasal 100 ayat 1b).

Sehubungan dengan sistem hukum yang berkaitan dengan Direksi dan Komisaris, terdapat dua sistem pengelola puncak (top management) suatu perseroan, yaitu

a. Model Anglo-Saxon (disebut juga single-board system)

Diikuti oleh Amerika dan Inggris. Dalam sistem ini tidak dikenal adanya pemisahan antara Direksi (selaku pelaksana) dengan Dewan Komisaris (selaku pengawas).

b. Model Kontinental (disebut juga two-board system)

Diikuti oleh negara-negara Eropa selain Inggris dan Indonesia. Dalam sistem ini organ Dewan Direksi sebagai eksekutif Perseroan dipisah dengan organ Dewan Komisaris yang berfungsi sebagai pengawas dan penasehat Direksi.

2.5 Organ khusus dalam penerapan GCG 1. Komisaris dan Direktur Independe

Indra Surya dan Ivan Yustiavananda mengungkapkan konsep komisaris dan direksi independen memiliki dua arti independen yaitu:

Pertama, komisaris dan direktur independen adalah orang yang ditunjuk untuk mewakili pemegang saham independen (pemegang saham minoritas). Anggota direksi dan komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, sedangkan keputusan RUPS didasarkan pada perbandingan suara pemegang saham. Hak suara dalam RUPS

(10)

didasarkan pada jumlah saham yang dimiliki masing-masing pemegang saham, sehingga anggota direksi dan komisaris selalu berpihak pada kepentingan pemegang saham mayoritas dan seringkali mengabaikan dan merugikan pemegang saham minoritas.

Kedua, komisaris dan direktur independen adalah orang perseorangan yang diangkat berdasarkan latar belakang pengetahuan, pengalaman, dan berdasarkan keahlian profesional yang dimilikinya untuk melaksanakan tugasnya untuk kepentingan perusahaan.

2. Komite Audit

Undang-undang Perseroan Terbatas Pasal 121 memungkinkan Dewan Komisaris dapat membentuk komite-komite tertentu yang dianggap perlu untuk melaksanakan tugas pengendalian yang diperlukan, Salah satunya adalah komite audit. Menurut Hananti, tugas, tanggung jawab, dan wewenang Komite Audit adalah membantu Dewan Komisaris, antara lain:

a. Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai (prinsip tanggung jawab).

b. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan (prinsip transparansi).

c. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal, kewajaran biaya audit eksternal, serta kemandirian dan objektivitas audit eksternal (prinsip akuntabilitas).

d. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun buku yang sedang diperiksa eksternal audit (prinsip tanggung jawab).

3. Sekretaris Perusahaan (Corporate Secretary)J

Jabatan sekretaris perusahaan sangat tinggi dan strategis, karena berperan sebagai pejabat penghubung (liason officer) atau semacam public relations/investor relations antara perusahaan dengan pihak di luar perusahaan, khususnya bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah mendaftarkan sahamnya di bursa. Tugas utama seorang sekretaris perusahaan adalah menyimpan dokumen perusahaan, daftar pemegang saham, risalah rapat direksi dan RUPS, serta menyimpan dan mengkomunikasikan informasi penting lainnya untuk kepentingan seluruh pemangku kepentingan.

(11)
(12)

BAB III PEMBAHASAN KASUS 3.1 KASUS 1 : Dugaan Korupsi VLCC

Mantan Komisaris Pertamina yang saat ini menjabat Deputi Menteri Negara BUMN, Roes Aryawijaya, kembali diperiksa penyidik bagian Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung sebagai Saksi dugaan korupsi dalam penjualan kapal tanker raksasa atau kapal pengangkut minyak mentah sangat besar (VLCC) pertamina. Seusai pemeriksaan, Roes yang ditanya wartawan soal keputusan penjualan dua kapal-kapal tanker raksasa Pertamina tahun 2004 itu menjawab, “Penjualan tersebut sebenarnya usulan Direksi Pertamina. Oleh Komisaris dikaji dan dilihat. 'Kalau begitu, perusahaannya tidak dijual bangkrut,” kata Roes. Keputusan penjualan VLCC itu melibatkan seluruh arah dan komisaris pertamina. Dalam siaran pers yang dikeluarkan Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, disebutkan bahwa arah pertamina bersama komisaris utama pertamina, tanpa persetujuan Menteri Keuangan pada 11 Juni 2004 telah melakukan divestasi dua tanker VLCC milik Pertamina nomor Hull 1540 dan 1541 kepada Frontline dengan harga US$ 184 juta. Hal tersebut bertentangan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 1991 Pasal 12 Ayat 1 dan 2 karena persetujuan Menteri Keuangan baru terbit tanggal 7 Juli 2004. Secara terpisah, JaksaAgung Hendarman Supandji menyatakan bahwa tersangka kasus dugaan korupsi penjualanVLCC itu ternyata lebih banyak dari yang seharusnya.

1. Siapa saja pemegang saham PT Pertamina?

Berdasarkan pasal 60 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan dan Gas Bumi (UU Migas) jo. PP. No. 31 Tahun 2003 tanggal 19 Juni 2003 (PP Pertamina), Pertamina beralih bentuk menjadi PT Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Jadi, pemegang saham PT Pertamina adalah Pemerintah Republik Indonesia, karena Pertamina hanyalah sebuah BUMN yang mempunyai misi mengelola ekstraksi minyak dan gas bumi di Indonesia dan dimiliki 100% kepemilikan sahamnya, dimiliki oleh Pemerintah Republik dari Indonesia, melalui Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku Kuasa Pemegang Saham.

2. Apakah tindakan Direksi dan Komisaris Pertamina dibenarkan berdasarkan UU PT?

Dapat dibenarkan, karena Pertamina menjadi Persero tahun lalu (2003), maka, juragan migas tunduk pada UU Perseroan Terbatas.

Sehingga segala penjualan aset (bukan saham) memerlukan persetujuan komisaris melalui rapat umum pemegang saham.Yang dimaksud dalam pasal 98 ayat 4 yang dimaksud dengan kalimat "tidak boleh bertentangan

(13)

dengan Undang-undang", misalnya RUPS tidak mempunyai hak untuk memutuskan bahwa hanya persetujuan pengurus atau RUPS saja yang diperlukan sebagai jaminan pengurus atau dalam pengalihan sebagian besar kekayaan perseroan, apabila kuorumnya kurang dari 3 /4 (tiga perempat). Menurut Anda siapa yang berhak memutuskan penjualan aset Pertamina?

3. Siapa yang berhak memutuskan penjualan aset Pertamina?

Menurut kelompok kami, direksi mempunyai kewenangan untuk melakukan divestasi aset-aset milik Pertamina, karena direksi bertugas menyusun strategi bisnis, anggaran dan rencana kerja sesuai visi dan misi perusahaan, serta RKAP dan RJPP. Direksi juga bertanggung jawab atas struktur pengendalian internal dan penerapan manajemen risiko dan tata kelola yang baik. Direksi memastikan kepatuhan praktik akuntansi dan pembukuan perusahaan dengan peraturan yang berlaku, memperhatikan audit internal, mengambil tindakan tindak lanjut yang diperlukan sesuai dengan instruksi dewan komisaris dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Mengapa kasus seperti penjualan VLCC ke Pertamina terjadi dan sering terjadi pada perusahaan BUMN?

Kelompok kami berpendapat bahwa, penempan tata kelola yang kurang baik oleh pihak perusahaan Pertamina menyebabkan hubungan antara perusahaan dengan pihak stakeholder tidak berjalan dengan semestinya dimana hal ini menyebabkan adanya kasus penjualan VLCC yang tidak transparan. Hal ini menimbulkan kontroversi karena hanya Direksi dan Dewan komisaris yang mengetahui penjualan VLCC tanpa memberitahukan kepada pihak stakeholder lainnya.Pertamina seharusnya mengikuti GCG (Good Corporate Governance) yang digunakan untuk mengatur hubungan antar pihak.

5. Bagaimana seharusnya peraturan pemerintah tentang penjualan aset BUMN menurut prinsip-prinsip penerapan GCG?

Sesuai Peraturan Menteri Negara BUMN no. PER 02/MBU/2010, pada bagian kedua penjualan, pasal 5, 6, dan 7 disebutkan bahwa pemindahtanganan dengan cara penjualan dapat dialihkan apabila syarat-syaratnya terpenuhi, penjualan itu dilakukan asalkan mempunyai dampak yang lebih baik bagi BUMN, penjualannya dapat melalui penawaran umum, penawaran terbatas, dan penunjukan langsung. Sesuai prinsip GCG, komisaris dan Direksi harus bertindak profesional untuk menyelamatkan perusahaan dalam situasi apapun dan menjalankan aktivitas keuangan dengan memperhatikan aspek independensi dan profesionalisme agar dapat memberikan dampak

(14)

secara tepat untuk menggambarkan kasus ini. Praktik bisnis yang baik berdasarkan GCG mengharuskan manajemen untuk mengikuti prinsip keterbukaan (transparency) untuk memaksimalkan keuntungan perusahaan, tanpa memunculkan kepentingan pribadi yang mengarah pada maksimalisasi keuntungan pribadi manajemen dengan mengorbankan perusahaan. Selain itu, prinsip independensi juga menjadi syarat yang tidak kalah pentingnya.

Pengelolaan perusahaan secara terpisah oleh para profesional baik dari segi pengurusan (Direksi) maupun pengawasan (Dewan Komisaris) menjaga independensi antar pemangku kepentingan.

Upaya-upaya yang mengarah pada tindakan yang merugikan perusahaan dapat dihindari sesegera mungkin berkat fungsi kontrol yang jelas. Pada dasarnya kinerja VILCC dapat dilihat sebagai berikut.

1. Pertama terkait dengan prinsip Keterbukaan (Transparency), Dari sisi transparansi, penunjukan langsung Goldman Sachs dilakukan secara tidak transparan, namun pihak Pertamina mengklaim penunjukan tersebut didasarkan pada keadaan yang mendesak. Berdasarkan Best practice GCG, keadaan mendesak tidak boleh dijadikan alasan bagi Pertamina untuk tidak transparan. Pada prinsipnya penunjukan langsung dapat dibenarkan apabila alasan penunjukannya diungkapkan dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini nampaknya pertandingan head-to-head dilakukan karena pertandingan tersebut diadakan untuk memenangkan pihak tertentu.

2. Kedua, asas fairness.Dari sudut fairness (kewajaran) dapat dilihat ketika Frontline Ltd. mengajukan penawaran ketiga yang sebenarnya melebihi batas waktu, namun Goldman Sachs menerima tawaran tersebut. Selain itu, Direktur Pertamina kembali menawarkan kesempatan yang sama kepada dua bidder lainnya, namun Goldman Sachs menyatakan jika kedua bidder diberikan kesempatan yang sama maka proses tender tidak akan selesai tepat waktu. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar. Mengapa dua bidder lainnya tidak mendapat kesempatan? Apakah penggugat memerlukan waktu sebanyak itu untuk mengajukan penawaran? Apakah akibat penundaan beberapa hari akan berdampak besar bagi Pertamina? Dari sisi GCG, Pertamina melanggarnya. Jika saat itu Pertamina menerapkan GCG, maka dua bidder lainnya juga harus diberi kesempatan yang sama seperti Frontline Lad.

3. Ketiga, prinsip akuntabilitas. Penjualan kapal tanker tersebut terjadi tanpa izin Menteri Keuangan Boediono. Padahal pemerintah telah menyerahkan permasalahan tersebut kepada delegasi dan disetujui oleh anggota komite. Pada saat yang

(15)

sama, persetujuan penjualan VLCC juga diperoleh dalam RUPS dengan Kementerian BUMN. Berbicara mengenai akuntabilitas dalam GCG berarti berbicara mengenai kejelasan fungsi, hak dan tanggung jawab badan dan stakeholder. Pertamina merupakan badan hukum yang terdaftar sebagai perusahaan saham gabungan yang terdiri dari direksi, dewan komisaris, dan RUPS. Struktur administrasi dan mekanisme administrasi dalam hubungan antarlembaga harus dilaksanakan sebagai peraturan internal, berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar yang berlaku. Pertanyaan utamanya, apakah penjualan tersebut memang perlu persetujuan Menteri Keuangan?

4. Keempat, prinsip independensi. Pemilihan Frontline Ltd sebagai pemenang didasarkan pada rekomendasi Goldman Sachs dengan selisih harga US$500.000 atas penawaran Essar.

Keputusan pemenang sepenuhnya ada di tangan Pertamina.

Oleh karena itu, Pertamina harus bisa mengambil keputusan secara obyektif tanpa campur tangan pihak manapun. Jika rekomendasi Goldman dirasa tidak adil dan menimbulkan masalah di kemudian hari, maka rekomendasi Pertamina bisa saja menolak. GCG memerlukan pemetaan risiko di seluruh aspek. pertamina Sebelum mengambil keputusan strategis tersebut, sebaiknya pikirkan terlebih dahulu risiko apa saja yang akan muncul. Dengan pengelolaan risiko hukum yang baik, maka tindakan preventif dapat dilakukan secara hati-hati dan tidak merugikan Pertamina.

3.2 KASUS 2 : Dugaan Penyimpangan Manajemen Adam Air

Salah satu pihak pemegang saham PT Adam Sky Connection Airlines atau Adam Air, yakni PT Global Transport Service (PT GTS) menyatakan bahwa ada indikasi penyelewengan keuangan oleh manajemen Adam Air.

Hal ini merupakan salah satu penyebab kesulitan keuangan yang dialami maskapai ini. "Keuangan Adam Air mulai kritis sejak November 2007, tetapi tiap kali saya mengajak manajemen untuk rapat tidak ditanggapi," kata mantan Wakil Presiden Direktur (Wapresdir) Adam Ait, Gustiono Kustanto, senin 17/3/08, selain sebagai Wapresdir, Gustiono juga menjabat sebagai Direktur Keuangan Adam Air dan salah satu Direktur GTS. Karena upaya pembenahan keuangan tidak ditanggapi, Gustiono pun merekomendasikan GTS untuk menarik investasi dari Adam Air. Pengacara Hotman Paris Hutapea yang mewakili GTS dan PT Bright Star Perkasa (PT BSP) pun menyangkal pemberitaan bahwa beroperasinya Adam Air disebabkan oleh penarikan modal. "Tidak ada sedikit pun uang yang ditarik dari Adam Air.

(16)

Menurut dia, modal yang disetor GTS dan BSP pada 7 Maret 2007 sebesar Rp 157,5 miliar (untuk 50% saham). Perlu diketahui bahwa komposisi saham Adam Air terdiri atas PT GTS (19%); PT BSP (31%); dan keluarga Presiden Adam Air, Adam Suherman sebesar 50%. Sedangkan PT GTS dimiliki oleh PT Bhakti Investama Tbk, perusahaan sekuritas yang telah "go public". Presiden Direktur Adam Air, Adan Suherman mengatakan, "Siapa pun dipersilahkan membuktikan bila ada dugaan penyimpangan keuangan.

Selama ini manajemen Adam Alr transparan. Buktinya ada wakil GTS yang juga menjabat direktur keuangan."

Sebagaimana diketahui, perusahaan penerbangan Adam Air telah beberapa kali menghadapi musibah kecelakaan pesawat. Kini secara tiba-tiba ada berita perselisihan antar pemegang saham dan manajemen perusahaan sehingga menyebabkan perusahaan terancam menghentikan operasinya.

Apalagi keputusan penghentian operasi penerbangan ini bersamaan dengan masa liburan panjang sehingga tentu saja merugikan ribuan calon penumpang yang telah memiliki tiket Adam Air tersebut. Belum lagi sekitar 3000 karyawan Adam Air akhirnya mengalami kebingungan dan nasibnya menjadi tidak menentu.

1. Jelaskan apakah struktur manajemen dan mekanisme pengambilan keputusan Adam Air Management konsisten dengan "tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance-GCG)?

Good Corporate Governance Menurut Cadbury Committee of United Kingdom, GCG adalah: " Aturan yang mengatur pemegang saham, kepengurusan perusahaan, antara kreditur, direksi, karyawan dan pemangku kepentingan internal dan eksternal lainnya mengenai hak dan kewajibannya; dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengelola perusahaan.

Struktur kepengurusan PT Adam Air, dengan Adam Suherman sebagai direktur yang menguasai 50% saham, dan wakil presiden dan CFO Gustino Kustanto (juga mewakili PT Bakti Investama, yang menguasai 50% saham) dan direktur lainnya yang berasal dari keluarga Adam Suherman, mencerminkan bahwa kondisi kepengurusan tersebut tidak sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu:

a. Transparansi : Manajemen Adam Air tidak terbuka satu sama lain dalam mengambil keputusan dan menyampaikan informasi sehingga menimbulkan disonansi antar dewan komisaris.

b. Akuntabilitas: Manajemen Adam Air saling curiga pada pelaporan keuangan dan pengelolaan keuangan satu sama lain, yang berdampak besar pada operasional perusahaan.

c. Independensi (kemandirian): karena struktur manajemen Adam Air tidak memiliki pemegang saham mayoritas dan minoritas, maka sulit

(17)

untuk mengambil kebijakan dan juga tidak ada pihak independen (komisaris dan direktur independen lainnya.

d. Kewajaran : Karena kepengurusan Adam Air hanya peduli pada pemegang saham dan tidak mempertimbangkan pemangku kepentingan lainnya.

2. Coba identifikasi siapa saja yang dapat dimasukkan ke dalam kelompok pemangku kepentingan dan apa saja kepentingan untuk Adam Air?

Pemangku kepentingan dapat dibagi menjadi dua yaitu: kelompok primer atau market stakeholder dan kelompok sekunder atau nonmarket stakeholder.

a. Kelompok Primer adalah mereka yang berinteraksi langsung dengan perusahaan, antara lain pelanggan, pemasok, pemegang saham, kreditur, dan karyawan perusahaan.

b. Kelompok Sekunder adalah mereka yang berinteraksi secara tidak langsung dengan perusahaan namun mempunyai kepentingan dan kekuasaan yang dapat mempengaruhi kepentingan perusahaan , antara lain: pemerintah, media massa, lembaga swadaya masyarakat dan sebagainya.

Berdasarkan teori di atas, kepentingan pihak primer:

a. Pelanggan/konsumen sangat berkepentingan dengan keselamatan penerbangan dan pelayanan yang baik dari Adam Air, apalagi sudah beberapa kali terjadi kecelakaan dengan Adam Air.

b. Pemasok dalam hal ini adalah:

 perusahaan penyewaan pesawat yang menyewakan pesawatnya kepada Adam Air, tentunya mereka berkepentingan dengan keakuratan pembayaran sewa pesawat,

 PT Angkasa Pura juga mengharapkan keakuratan biaya-biaya yang terkait dengan maskapai tersebut. pemanfaatan bandara, apalagi Adam Air sering terlambat,

 PT Pertamina sebagai pemasok bahan bakar,

 Produsen suku cadang pesawatc.

c. Para pemegang saham sangat berkepentingan dengan hasil perusahaan, agar perusahaan selalu dalam keadaan sehat dari segi likuiditas, solvabilitas, profitabilitas dan singkatnya mampu beroperasi dalam jangka waktu yang lama.

(18)

d. Karyawan perusahaan mempunyai kepentingan terhadap kelangsungan hidup perusahaan karena mereka membutuhkan pendapatan yang dapat digunakan untuk menghidupi diri sendiri dan keluarganya, serta kenyamanan dan keamanan kerja. Kepentingan pihak kedua adalah:

 Pemerintah dalam hal ini pembentuk undang-undang dan Kementerian Jalan Raya sebagai otoritas negara dalam penyusunan peraturan atau keputusan penerbangan.

 Media sebagai sumber informasi bagi masyarakat tentang segala sesuatu yang harus diterima masyarakat, dan mengetahui kinerja perusahaan, peristiwa yang menimpa perusahaan dan kebaikan yang diterima perusahaan.

 Lembaga swadaya masyarakat, seperti Serikat Pekerja PT Adam Air (bagian dari Persatuan Pekerja Penerbangan Indonesia) berkepentingan dengan hak dan tanggung jawab pekerja serta masa depan mereka. (Lembaga non-pemerintah yang terkait dengan penerbangan massal: Asosiasi Pilot Internasional, Federasi Pilot Indonesia, Asosiasi Pengendali Lalu Lintas Udara Indonesia).

3. Jelaskan apakah menurut Anda manajemen Adan Air memperhatikan proses pengambilan keputusan yang etis dalam penghentiannya?

Pendapat ahliMenurut Velasquez (2005:10), etika adalah ilmu yang mendalami standar moral perorangan dan standar moral masyarakat, yang didukung dengan penalaran baik atau buruk.

Bertensin (1993:4), istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti, namun dalam bentuk jamak (ta etha ) artinya adat kebiasaan, kata etika digunakan oleh filsuf besar Yunani Aristoteles (384-322 SM) dan digunakan untuk merujuk pada karakter moral. Jadi, kata etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1988), etika dijelaskan dengan tiga arti:

a. Ilmu, apa yang baik dan apa yang buruk serta hak dan kewajiban moral

b. seperangkat prinsip atau nilai yang berkaitan dengan moralitas;

c. penilaian nilai sekelompok atau masyarakat tentang benar dan salah.

Etika adalah kemauan sistematis untuk menggunakan akal untuk menyelidiki bentuk moral dan pilihan moral yang dibuat seseorang dalam hubungannya dengan orang lain.

a. Teori Etika

Egoisme Rakyat tindakan dimotivasi oleh diri sendiri.

(19)

b. Utilitarianisme

Utilis artinya "berguna". Menurut teori ini, suatu tindakan dikatakan baik jika membawa manfaat, namun manfaat tersebut harus menyangkut bukan satu atau dua orang, melainkan seluruh masyarakat.

c. Deontologi: aktivitas manusia didasarkan pada suatu kewajiban yang harus dipenuhi. Teori tindakan manusia dianggap benar, alangkah baiknya jika memenuhi hak asasi manusia

d. Teori Teonomi: tindakan manusia harus berdasarkan norma agama Dalam kasus penutupan PT Adam Air, berdasar teori etika diatas:

 Pihak manajemen sangat egois dan hanya mementingkan kepentingannya sendiri (pemegang saham), karena tidak memperhatikan nasib karyawan, hal ini dibuktikan dengan keluarga Adam Suherman dan pemegang saham PT Bhakti Investama yang menentang terhadap penyelesaian karyawan.

 Pihak Manajemen tidak mengambil keputusan yang komprehensif, yaitu. bagaimana kepentingan para stakeholder lain harus dipertimbangkan

 Pengurus wajib memenuhi hak-hak pegawai, konsumen, kreditur, pemegang saham dan pihak-pihak lain.

 Selain itu, terdapat kejanggalan pada struktur kepengurusan Adam Air. Jika sudah ada perwakilan investor yang bertindak sebagai direktur keuangan. Namun pada akhirnya, investor menggugat manajemen karena kurangnya transparansi dan menganggap keputusan sepihak merugikan.

(20)

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari kedua kasus di atas adalah bahwa baik PT Pertamina maupun PT Adam Air menghadapi masalah terkait dengan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance - GCG). Dalam kasus Pertamina, terdapat dugaan korupsi dalam penjualan VLCC yang melibatkan direksi dan komisaris perusahaan tanpa persetujuan yang tepat, serta kurangnya transparansi dalam pengambilan keputusan.

Sementara itu, dalam kasus Adam Air, terjadi konflik antara pemegang saham dan manajemen perusahaan yang berujung pada penghentian operasional maskapai tersebut. Penyimpangan keuangan dan kurangnya transparansi dalam pengelolaan keuangan menjadi salah satu penyebab kesulitan keuangan yang dialami oleh perusahaan tersebut.

Kesimpulannya, kedua perusahaan mengalami masalah dalam menerapkan prinsip-prinsip GCG, yang berujung pada dampak negatif bagi perusahaan itu sendiri, karyawan, dan pemangku kepentingan lainnya.

Diperlukan upaya yang lebih serius dalam meningkatkan tata kelola perusahaan agar dapat meminimalisir risiko penyimpangan dan konflik di masa depan.

4.2 Saran

1. Perusahaan harus mematuhi aturan etika dalam berbisnis untuk mencapai tujuan dengan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tetapi tetap dalam prinsip-prinsip etika.

2. Perusahaan harus memiliki transparansi yang tinggi dalam kegiatan bisnis. Transparansi adalah salah satu prinsip-prinsip etika bisnis yang penting. Transparansi berarti pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, dan para pemegang kepentingan lainnya harus dapat mengakses informasi yang relevan dan relevan mengenai perusahaan, baik dari segi keuangan, kinerja, dan kejadian-kejadian yang menimpa perusahaan.

3. Perusahaan harus mematuhi tata kelola perusahaan yang baik atau disebut juga dengan GCG. GCG adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewaji ban mereka

4. Perlu adanya pengaturan tentang perilaku bisnis, yang memberikan kebebasan yang besar untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan usahanya, tetapi harus mencapai tujuan dengan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tetapi tetap dalam prinsip-prinsip etika

(21)

5. Dalam kasus penjualan dua kapal tanker raksasa Pertamina tahun 2004, harus ada transparansi yang dituntut oleh ekonomi global, yang menuntut praktik bisnis yang etis

(22)

DAFTAR PUSTAKA References

Ardana, S. A. (2009). Etka Bisnis dan Propesi Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta Selatan : Salemba Empat.

Referensi

Dokumen terkait

Apalagi banyak penelitian yang menunjukkan adanya hubungan yang positif antara etika bisnis dengan kinerja perusahaan. Dengan demikian, penting bagi dunia bisnis

Etika di dalam bisnis dunia internasional sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya.

Kajian untuk dimensi etika yang berkaitan dengan teknologi hanya dimungkinkan jika dilihat dalam filsafat teknologi atau lebih khususnya membahas dalam sisi

• Perusahaan cenderung menyesuaikan dengan etika dan tanggung jawab bisnis dalam kerangka internasional, sehingga mereka dapat membangun reputasi global untuk menjalankan roda

ETIKA KOMUNIKASI BISNIS “Etika Pasar Bebas”. Di Susun

untuk dipandang oleh masyarakat bahwa perusahaan yang menerapkan etika didalam perusahaan. bisnis adalah sebagai perusahaan yang memiliki perilaku etis

Dengan kata lain bisnis memang mempunyai etika, mencari keuntungan dan etika memperlihatkan secara gamblang bahwa perusahaan yang dalam menjalankan bisnisnya secara

Demikianlah makalah ekonomi menurut pandangan Islam yang disarikan dari buku yang berjudul Etika Bisnis Islami. Pada dasarnya Islam mengatur lebih luas