INDIKATOR PEMBANGUNAN Oleh
Anggiana Rohandi Yusuf
Sumber: BPS (https://gunungkidulkab.bps.go.id/dynamictable/2019/07/29/3/pertumbuhan- ekonomi-tahun-2011---2018)
• Perekonomian Indonesia tahun 2018 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp14 837,4 triliun dan PDB Perkapita mencapai Rp56,0 Juta atau US$3 927,0.
• Ekonomi Indonesia tahun 2018 tumbuh 5,17 persen lebih tinggi dibanding capaian tahun 2017 sebesar 5,07 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Jasa Lainnya sebesar 8,99 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nonprofit yang melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) sebesar 9,08 persen.
• Ekonomi Indonesia triwulan IV-2018 dibanding triwulan IV-2017 tumbuh 5,18 persen (y-on-y). Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh semua lapangan usaha, dimana pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Jasa Lainnya sebesar 9,08 persen. Dari
6,17 6,03
5,56
5,02 4,79 5,02 5,07 5,17
0 1 2 3 4 5 6 7
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA
INDONESIA
INDONESIA
sisi pengeluaran, pertumbuhan didorong oleh semua komponen, dimana pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen PK-LNPRT sebesar 10,79 persen.
• Ekonomi Indonesia triwulan IV-2018 dibanding triwulan III-2018 mengalami kontraksi sebesar 1,69 persen (q-to-q). Dari sisi produksi, hal ini disebabkan oleh efek musiman pada Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan yang mengalami penurunan 21,41 persen. Dari sisi pengeluaran, disebabkan oleh komponen Ekspor Barang dan Jasa yang mengalami kontraksi 2,22 persen.
• Struktur ekonomi Indonesia secara spasial tahun 2018 didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto, yakni sebesar 58,48 persen, diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21,58 persen, dan Pulau Kalimantan 8,20 persen.
Sumber: Outlook Perekonomian Indonesia 2019
3,4 3,8 3,6
3,3
1,6
2,2
2,9 2,0 2,3
2,4
1,8
1,3 0,6
1,9
0,8 1,0
6,7 6,8 6,6
6,3 8,2
7,2 7,1 7,3
5,0 5,1 5,2 5,2
0,0 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 9,0
2016 2017 2018 2019
Laju Pertumbuhan PDB (dalam %)
Dunia AS
Kawasan euro Jepang Tiongkok India Indonesia
Catatan dalam dinamika perekonomian global sepanjang tahun 2018 memperlihatkan besarnya pengaruh kebijakan perekonomian AS terhadap kondisi global. Kebijakan ekonomi yang secara signifikan berdampak pada perekonomian global adalah kebijakan normalisasi moneter serta kebijakan perdagangan berupa penetapan tarif impor tambahan bagi beberapa negara mitra dagang, terutama Tiongkok. Kebijakan AS lain yang turut berpengaruh terhadap kondisi global adalah pengenaan sanksi ekonomi kepada Iran. Meskipun tidak menjadi faktor penyebab satu- satunya, kebijakan tersebut berpengaruh pada kondisi pasar komoditas, terutama minyak.
Peristiwa penting lain yang ikut mempengaruhi pertumbuhan perekonomian global di tahun 2018 adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi di Tiongkok, Jepang, dan kawasan Euro. Secara agregat, perlambatan di negaranegara ekonomi utama dunia tersebut turut menyebabkan penurunan permintaan global, yang selanjutnya berdampak pada perlambatan ekonomi di negara-negara yang terhubung dalam rantai nilai dan komoditasnya. Fluktuasi harga minyak dan tekanan terhadap komoditas logam mendorong terjadinya revisi terhadap proyeksi pertumbuhan di negara-negara eksportir dan importir komoditas terkait. Ketidakpastian kondisi ekonomi global yang terjadi sepanjang tahun 2018 tersebut memiliki efek domino terhadap perekonomian negara-negara berkembang, baik dari sisi moneter maupun perdagangan. Kondisi tersebut secara lebih jauh mendorong kekhawatiran pasar terhadap kerentanan perekonomian di negara-negara berkembang.
Pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2018 sendiri masih berpusat di Asia, dengan Asia Timur - Pasifik sebagai kawasan dengan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 6,4%. Meskipun hanya mencatatkan angka pertumbuhan moderat, pertumbuhan kawasan ini masih tergolong tinggi, yang di sisi lain menunjukkan ketahanan kawasan terhadap volatilitas ekternal. Pertumbuhan di kawasan Asia Timur dan Pasifik secara umum ditopang oleh tingginya permintaan domestik serta penguatan harga minyak dunia, mengimbangi adanya penurunan ekspor regional, peningkatan ketegangan perdagangan, serta pengetatan kebijakan keuangan di berbagai negara.
Pertumbuhan di atas rata-rata dengan neraca berjalan positif masih dicatatkan oleh Tiongkok, Malaysia, Thailand, Filipina dan Vietnam. Ketahanan kawasan terhadap kondisi eksternal juga didukung oleh penguatan kebijakan terkait nilai tukar serta diversifikasi ekonomi di berbagai negara.
IMF menyebutkan pertumbuhan Tiongkok pada 6,6% di tengah tekanan eksternal dari AS.
Pencapaian angka tersebut ditopang oleh kondisi domestik, terefleksikan dari akselerasi pertumbuhan di semester pertama yang didorong oleh tingginya konsumsi domestik serta ekspansi perdagangan di sektor jasa. Untuk tahun 2019, IMF memperkirakan pertumbuhan Tiongkok akan stagnan pada 6,3% karena keperluan pengetatan kebijakan keuangan serta tensi konflik perdagangan dengan AS. Tren perlambatan pertumbuhan di Tiongkok sudah terlihat dari angka yang dicatatkan pada kuartal pertama 2019 dengan capaian 6,4%, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada kuartal tahun 2018 yang mencapai 6,8%.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Jepang tercatat sebesar 0,8%, merefleksikan kontraksi yang terjadi di kuartal pertama dan ketiga karena cuaca buruk dan bencana. Untuk tahun 2019, IMF memperkirakan kenaikan pertumbuhan akan terjadi di Jepang hingga berada pada angka 1,0% sebagai dampak adanya kebijakan fiskal yang dikeluarkan pada tahun 2019 ini.
Investasi di Malaysia mengalami pelemahan di tengah tahun pertama terkait dengan adanya transisi rezim pemerintahan dan kebijakan yang lebih berorientasi pada konsumsi daripada investasi. Arus modal keluar terjadi di Indonesia, Thailand, dan Filipina. Pertumbuhan ekspor moderat terjadi di Indonesia. Meskipun demikian, terjadi peningkatan impor kawasan sebagai dampak dari program pembangunan infrastruktur yang dijalankan oleh pemerintah di Indonesia, Filipina, dan Thailand. Untuk tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan turun menjadi 5,1%.
Asia Selatan menjadi kawasan dengan pertumbuhan tercepat di tahun 2018 meskipun mengalami penurunan 0,1% dari tahun sebelumnya. India sebagai ekonomi terbesar kawasan mencatatkan pertumbuhan pada 7,1% di tahun 2018, ditopang dengan konsumsi domestik yang tinggi serta pertumbuhan ekspor, terutama di sektor manufaktur. Meskipun demikian, perekonomian India juga menghadapi tantangan dengan adanya depresiasi Rupee, volatilitas pasar finansial eksternal, dan inflasi. Untuk tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan India akan menguat dengan angka pertumbuhan mencapai 7,3%. Penguatan pertumbuhan tersebut didorong oleh harga
minyak yang akomodatif dan pelonggaran kebijakan moneter, seiring dengan laju inflasi yang semakin terkendali.
Pertumbuhan di Kawasan Euro pada tahun 2018 mengalami perlambatan pada 1,8%, turun 0,6%
dari tahun sebelumnya. Kondisi ini terjadi karena adanya pelemahan ekspor sebagai akibat penguatan Euro di periode sebelumnya serta penurunan permintaan eksternal. Ketidakpastian politik di beberapa negara seperti Perancis dan Italia serta kompleksitas negosiasi Brexit juga memberikan kontribusi terhadap perlambatan di kawasan Euro. Untuk tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Kawasan Euro diprediksi akan melanjutkan tren moderasi hingga berada pada angka 1,3%. Pertumbuhan di Kawasan Euro tersebut masih akan dipengaruhi oleh moderasi yang terjadi di Jerman dan Italia, serta dinamika politik dalam negeri di Perancis.
Pertumbuhan AS tahun 2018 sendiri menguat melebihi proyeksi di awal tahun sebanyak 0,2%
dengan mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,9% pada akhir tahun. Tren positif tersebut disebabkan oleh penguatan ekonomi AS yang didorong oleh stimulus fiskal serta kebijakan moneter domestik yang masih akomodatif. Penguatan ekonomi AS terlihat dari pasar tenaga kerja terus tumbuh, sehingga turut serta mendorong konsumsi domestik. Tingkat pengangguran turun ke level terendah dalam 50 tahun serta terjadi peningkatan produktivitas. Tren positif di pasar tenaga kerja AS juga terlihat dari pertumbuhan upah riil, yang disebabkan oleh kenaikan upah nominal yang melebihi inflasi. Meskipun mengalami pertumbuhan tinggi di tahun 2018, IMF memperkirakan perekonomian AS akan mengalami moderasi pertumbuhan menjadi 2,3% di tahun 2019. Pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal pertama 2019 sendiri masih tercatat positif, dengan pertumbuhan sebesar 3,2%, lebih tinggi dari pertumbuhan kuatal pertama 2018 yang hanya sebesar 2,6%. (Sumber Outlook Perekonomian Indonesia 2019)