Bagi mereka yang tertarik pada sejarah baru atau sejarah secara umum, teks sastra memiliki tempat khusus di situs-situs bersejarah dan budaya. Melalui teks-teks ini, berbagai kekuatan sejarah
bertemu, dan kontradiksi politik serta ideologis muncul. Konsep teks sebagai peristiwa membantu kita memahami karakteristik waktu teks tersebut, fungsi spesifiknya, dan bagaimana teks tersebut kontingen dalam suatu konteks sejarah dan wacana tertentu. Ini juga mengakui bahwa teks bukan hanya mencerminkan sejarah, tetapi juga dapat menjadi bagian dari proses perubahan sejarah itu sendiri. Pendekatan ini menggeser kritik terhadap pandangan teks sebagai refleksi sederhana atau penolakan terhadap tren sejarah. Sebaliknya, hal ini mendorong para kritikus untuk mengeksplorasi apa yang Montrose sebut sebagai 'historisitas teks dan tekstualitas sejarah' (Montrose dalam Veeser 1989, 20).
Bagi mereka yang tertarik pada sejarah baru atau sejarah secara umum, teks sastra memiliki tempat khusus di situs-situs bersejarah dan budaya. Melalui teks-teks ini, berbagai kekuatan sejarah
bertemu, dan kontradiksi politik serta ideologis muncul. Konsep teks sebagai peristiwa membantu kita memahami karakteristik waktu teks tersebut, fungsi spesifiknya, dan bagaimana teks tersebut kontingen dalam suatu konteks sejarah dan wacana tertentu. Ini juga mengakui bahwa teks bukan hanya mencerminkan sejarah, tetapi juga dapat menjadi bagian dari proses perubahan sejarah itu sendiri. Pendekatan ini menggeser kritik terhadap pandangan teks sebagai refleksi sederhana atau penolakan terhadap tren sejarah. Sebaliknya, hal ini mendorong para kritikus untuk mengeksplorasi apa yang Montrose sebut sebagai 'historisitas teks dan tekstualitas sejarah' (Montrose dalam Veeser 1989, 20).
Bagi mereka yang tertarik pada sejarah baru atau sejarah secara umum, teks sastra memiliki tempat khusus di situs-situs bersejarah dan budaya. Melalui teks-teks ini, berbagai kekuatan sejarah
bertemu, dan kontradiksi politik serta ideologis muncul. Konsep teks sebagai peristiwa membantu kita memahami karakteristik waktu teks tersebut, fungsi spesifiknya, dan bagaimana teks tersebut kontingen dalam suatu konteks sejarah dan wacana tertentu. Ini juga mengakui bahwa teks bukan hanya mencerminkan sejarah, tetapi juga dapat menjadi bagian dari proses perubahan sejarah itu sendiri. Pendekatan ini menggeser kritik terhadap pandangan teks sebagai refleksi sederhana atau penolakan terhadap tren sejarah. Sebaliknya, hal ini mendorong para kritikus untuk mengeksplorasi apa yang Montrose sebut sebagai 'historisitas teks dan tekstualitas sejarah' (Montrose dalam Veeser 1989, 20).
Bagi mereka yang tertarik pada sejarah baru atau sejarah secara umum, teks sastra memiliki tempat khusus di situs-situs bersejarah dan budaya. Melalui teks-teks ini, berbagai kekuatan sejarah
bertemu, dan kontradiksi politik serta ideologis muncul. Konsep teks sebagai peristiwa membantu kita memahami karakteristik waktu teks tersebut, fungsi spesifiknya, dan bagaimana teks tersebut kontingen dalam suatu konteks sejarah dan wacana tertentu. Ini juga mengakui bahwa teks bukan hanya mencerminkan sejarah, tetapi juga dapat menjadi bagian dari proses perubahan sejarah itu sendiri. Pendekatan ini menggeser kritik terhadap pandangan teks sebagai refleksi sederhana atau penolakan terhadap tren sejarah. Sebaliknya, hal ini mendorong para kritikus untuk mengeksplorasi apa yang Montrose sebut sebagai 'historisitas teks dan tekstualitas sejarah' (Montrose dalam Veeser 1989, 20).
Bagi mereka yang tertarik pada sejarah baru atau sejarah secara umum, teks sastra memiliki tempat khusus di situs-situs bersejarah dan budaya. Melalui teks-teks ini, berbagai kekuatan sejarah
bertemu, dan kontradiksi politik serta ideologis muncul. Konsep teks sebagai peristiwa membantu kita memahami karakteristik waktu teks tersebut, fungsi spesifiknya, dan bagaimana teks tersebut kontingen dalam suatu konteks sejarah dan wacana tertentu. Ini juga mengakui bahwa teks bukan
hanya mencerminkan sejarah, tetapi juga dapat menjadi bagian dari proses perubahan sejarah itu sendiri. Pendekatan ini menggeser kritik terhadap pandangan teks sebagai refleksi sederhana atau penolakan terhadap tren sejarah. Sebaliknya, hal ini mendorong para kritikus untuk mengeksplorasi apa yang Montrose sebut sebagai 'historisitas teks dan tekstualitas sejarah' (Montrose dalam Veeser 1989, 20).