• Tidak ada hasil yang ditemukan

DraftDisertasiFull (1)

N/A
N/A
Siti Alviyanti Nursaidah

Academic year: 2025

Membagikan "DraftDisertasiFull (1)"

Copied!
274
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEKATAN EAFM (STUDI KASUS DI PPN PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT) SUSTAINABILITY ANALYSIS OF FISHERIES MANAGEMENT TH....

Thesis · January 2022

DOI: 10.13140/RG.2.2.12791.09124

CITATIONS

0

READS

2,334 1 author:

Dita Agustian Siliwangi University 20PUBLICATIONS   15CITATIONS   

SEE PROFILE

(2)

SUSTAINABILITY ANALYSIS OF FISHERIES MANAGEMENT THROUGH EAFM APPROACH (CASE STUDY AT

PALABUHANRATU NUSANTARA FISHING PORT SUKABUMI DISTRICT OF WEST JAVA)

Oleh:

DITA AGUSTIAN NPM. 250130150004

DISERTASI

Untuk memperoleh gelar Doktor dalam Bidang Ilmu Lingkungan Pada Universitas Padjadjaran

Dengan Wibawa Rektor Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Rina Indiastuti, S.E., MSIE Dipertahankan pada tanggal 26 Januari 2022

Di Universitas Padjadjaran

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2022

(3)

Kepada Yth

Ibu Dr. Joeliaty, SE., MS.

Kepala Departemen Manajemen dan Bisnis

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Salam hormat dan dengan iringan doa semoga Ibu selalu dalam lindungan dan bimbingan Allah dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.

Bersama surat ini saya,

Nama : Dr.rer.nat. Martha Fani Cahyandito, SE., M.Sc.

NIP : 197503032002121012

memohon ijin untuk mengikuti seleksi Ketua STIE Ekuitas Bandung.

Demikian surat permohonan ini saya buat. Atas perhatian dan ijin yang diberikan, saya mengucapkan terima kasih.

Bandung, 20 Agustus 2018

Dr.rer.nat. Martha Fani Cahyandito, SE., M.Sc.

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN PERIKANAN MELALUI PENDEKATAN EAFM (STUDI KASUS DI PPN

PALABUHANRATU SUKABUMI JAWA BARAT)

SUSTAINABILITY ANALYSIS OF FISHERIES MANAGEMENT THROUGH EAFM APPROACH (CASE STUDY AT

PALABUHANRATU NUSANTARA FISHING PORT SUKABUMI DISTRICT OF WEST JAVA)

Oleh:

DITA AGUSTIAN NPM. 250130150004

DISERTASI

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Doktor dalam Bidang Ilmu Lingkungan ini telah disetujui oleh Tim Promotor pada tanggal

seperti tertera di bawah ini Bandung, 26 Januari 2022

Prof. Dr. Erri Noviar Megantara, MS.

KETUA TIM PROMOTOR

Dr. sc. agr. Yudi Nurul Ihsan, S.Pi., M.Si. Prof. Dr. rer.nat. M. Fani Cahyandito, M.Sc.

ANGGOTA TIM PROMOTOR ANGGOTA TIM PROMOTOR

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, disertasi ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor), baik di Universitas Padjadjaran maupun di perguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Promotor dan masukan Tim Penelaah/Tim Penguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Bandung, Januari 2022 Yang membuat pernyataan,

(Dita Agustian) NPM. 250130150004

(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis status keberlanjutan pengelolaan perikanan di PPN Palabuhanratu dengan menggunakan Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM), strategi penguatan pengelolaan perikanan, tingkat pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat dari hasil perikanan, dan kelayakan peningkatan status pelabuhan menjadi pelabuhan perikanan samudera.

Metode yang digunakan adalah survey dengan menggunakan analisis komposit, analisis kesenjangan, analisis deskriptif, dan analisis kelayakan teknis serta ekonomi dengan metode ROI, NPV, PBP, dan BEP. Hasilnya menunjukkan bahwa pengelolaan perikanan di PPN Palabuhanratu termasuk baik dalam mendukung pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Beberapa strategi penguatan pengelolaan perikanan adalah membuat regulasi pembatasan upaya penangkapan dan ukuran minimal ikan yang boleh ditangkap, sosialisasi dan edukasi prinsip pengelolaan perikanan yang berkelanjutan, menegakkan hukum dan memberikan sanksi yang tegas tanpa pandang bulu, menyediakan akses permodalan dengan jaminan dan proses yang mudah serta menguntungkan, dan meningkatkan kuantitas dan kualitas industri pengolahan ikan. Kemudian untuk tingkat pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat dari hasil perikanan secara rata-rata masih lebih tinggi dari UMK, akan tetapi distribusinya tidak merata.

Selanjutnya terkait rencana peningkatan PPN Palabuhanratu menjadi pelabuhan perikanan samudera hasil penilaian EAFM dapat digunakan untuk menilai kelayakan peningkatan status pelabuhan perikanan dan hasilnya termasuk layak dengan syarat, di antaranya memberikan kesempatan dan porsi yang lebih kepada masyarakat setempat untuk bekerja dan berwirausaha sebagai nelayan, pengusaha, karyawan, maupun pengelola pelabuhan, menyelesaikan konflik pembebasan lahan untuk perluasan pelabuhan dan dermaga dengan mengoptimalkan peran stakeholder yang ada, serta menyediakan sarana dan prasarana yang memadai seperti lahan/kawasan industri khusus di dalam pelabuhan.

Kata kunci: EAFM, Keberlanjutan, Pengelolaan Perikanan, Palabuhanratu

(6)

ABSTRACT

This study aims to analyze the sustainability status of fishery management at Palabuhanratu Archipelago Fishing Port using the Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM), strategies for strengthening fisheries management, the level of fulfillment of community economic needs from fishery products, and the feasibility of upgrading the status of the port to an Ocean Fishing Port. The method used is a survey using composite analysis, gap analysis, descriptive analysis, and technical and economic feasibility analysis using the ROI, NPV, PBP, and BEP methods. The results show that fisheries management in Palabuhanratu Archipelago Fishing Port is good in supporting sustainable fisheries management. Some strategies for strengthening fisheries management are making regulations on limiting fishing efforts and the minimum size of fish that can be caught; socializing and educating the principles of sustainable fisheries management; enforcing the law and providing strict sanctions indiscriminately;

providing access to capital with guarantees and an easy and profitable process;

and increase the quantity and quality of the fish processing industry. Then the level of meeting the economic needs of the community from fishery products on average is still higher than the regional minimum wage, but the distribution is uneven. Furthermore, regarding the plan to increase Palabuhanratu Archipelago Fishing Port to become an Ocean Fishing Port, the results of the EAFM assessment can be used to assess the feasibility of upgrading the status of a fishing port and the results are eligible with conditions, including providing opportunities and more portions for the local community to work and entrepreneurship as fishermen, entrepreneurs, employees, and port officer; resolve land acquisition conflicts for port and dock expansion by optimizing the role of existing stakeholders; and providing adequate facilities and infrastructure such as land/special industrial areas within the port.

Keywords: EAFM, Sustainability, Fisheries Management, Palabuhanratu

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan disertasi yang Analisis Keberlanjutan Pengelolaan Perikanan Melalui Pendekatan EAFM (Studi Kasus di PPN Palabuhanratu Sukabumi Jawa Barat)

dan salam mudah-mudahan senantiasa tercurahlimpahkan kepada Nabi kita, nabi akhir zaman, Nabi Besar Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya, dan semoga sampai kepada kita selaku ummatnya.

Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Doktor pada bidang Ilmu Lingkungan di Program Studi Doktor Ilmu Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Padjadjaran.

Penyusunan disertasi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Erri Noviar Megantara, MS., selaku Ketua Promotor yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan disertasi ini.

Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa membalas dengan kebaikan yang berlipat ganda. Aamiin.

2. Dr. Sc. agr. Yudi Nurul Ihsan, S.Pi, M.Si. dan Prof. Dr. rer.nat. M. Fani Cahyandito, SE., M.Sc. selaku co-Promotor yang juga telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan disertasi ini. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa membalas dengan kebaikan yang berlipat ganda.

Aamiin.

3. Prof. Dr. Ir. Dulmiad Iriana, Prof. Ir. Chay Asdak, Ph.D., Dr. Asep Mulyana, M.C.E, dan Prof. Dr. Ir. Benny Joy, MS. selaku tim penelaah dan representasi guru besar yang telah memberikan sumbangsih pemikiran dalam bentuk saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan disertasi ini, semoga Allah SWT membalas dengan keberkahan dan pahala yang berlipat ganda, aamiin.

(8)

4. Prof. Sunardi, M. Si., Ph.D selaku ketua Program Studi Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Padjadjaran.

5. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Program Studi Doktor Ilmu Lingkungan yang telah memberikan bantuan berupa bekal ilmu pengetahuan, motivasi, dan bimbingan selama penulis menuntut ilmu.

6. Seluruh staf Tenaga Kependidikan di lingkungan Program Studi (Bu Elly dan Bu Thia), dan di lingkungan Sekolah Pascasarjana pada umumnya yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penulis menyelesaikan studi.

7. Para petugas di PPN Palabuhanratu (Pak Uce, Pak Pianta, Pak Iyus, Pak Asep, Pak Bebey, Pak Ujang) dan para nelayan serta pedagang di lingkungan PPN Palabuhanratu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan disertasi ini.

8. Kawan-kawan seperjuangan di Program Studi Doktor Ilmu Lingkungan yang telah memberikan motivasi dan kehangatan persaudaraan selama penulis berada di Program Studi ini.

9. Serta seluruh pihak yang telah membantu dalam penulisan disertasi ini yang tidak mungkin untuk disebutkan satu persatu.

Ucapan terima kasih khusus penulis ucapkan untuk kedua orang tua, istri tercinta, mertua dan saudara-saudara yang selalu memberikan doa, motivasi, dukungan dan moril maupun materil kepada penulis. Semoga Allah memberikan rahmat dan berkahnya bagi kami sekeluarga.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan, penyusunan, dan penyajian disertasi ini belum dapat memenuhi seluruh harapan, oleh karena itu beberapa perbaikan dan masukan untuk penyempurnaan laporan ini di waktu yang akan datang sangat diharapkan.

Bandung, Januari 2022 Penulis

Dita Agustian

(9)

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I PENDAHULUAN

1 12 14

1.4 Manfaat Penelitian 14

BAB II KAJIAN LITERATUR DAN KERANGKA PEMIKIRAN

15 2.1.1 Pendekatan Ekosistem dalam Pengelolaan Perikanan (EAFM) .

2.1.2 Pengelolaan Perikanan

2.1.3 EAFM untuk mendukung Sustainable Development Goals (SDGs)

2.1.4 Rancangan Pembangunan Perikanan dan Kelautan Tahun 2020 2024

15 30 33

36 40 42 44

2.2 Kerangka Pemikiran 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

51 51

(10)

3.5.1 Status Keberlanjutan Pengelolaan Perikanan di PPN Palabuhanratu

3.5.2 Penyusunan Rekomendasi dan Strategi Peningkatan Keberlanjutan

3.5.3 Nilai Ekonomi Komoditas Perikanan di PPN Palabuhanratu 3.5.4 Kelayakan PPN Palabuhanratu untuk diusulkan menjadi PPS ..

60 60

63 63 64 67

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kondisi Umum Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu.

4.1.1 Sejarah dan Letak Geografis PPN Palabuhanratu 4.1.2 Unit Pengelolaan Perikanan di PPN Palabuhanratu 4.1.3 Kebutuhan Logistik di PPN Palabuhanratu

68 68 70 78 81

BAB V KAJIAN KEBERLANJUTAN DAN REKOMENDASI PENGELOLAAN PERIKANAN DI PPN PALABUHANRATU BERDASARKAN INDIKATOR EAFM

5.1 Hasil Penilaian Keberlanjutan Pengelolaan Perikanan di PPN

...

5.2 Analisis Keterkaitan Indikator Kunci pada Setiap Domain EAFM 5.2.1 Keterkaitan Indikator Kunci pada Domain Sumberdaya Ikan

85 85 101 120 134 145 153 168 168

(11)

5.2.3 Keterkaitan Indikator Kunci pada Domain Teknologi

5.2.4 Keterkaitan Indikator Kunci pada

5.2.5 Keterkaitan Indikator Kunci pada .

5.2.6 Keterkaitan Indikator Kunci pada ..

171 172 173 175

BAB VI STRATEGI PENGUATAN KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN PERIKANAN DAN TINGKAT PEMENUHAN KEBUTUHAN EKONOMI MASYARAKAT DI PPN PALABUHANRATU

6.1 Strategi Penguatan Keberlanjutan Pengelolaan Perikanan melalui Analisis Kesenjangan (Gap Analysis)

6.2 Penjelasan Strategi Penguatan Pengelolaan Perikanan di PPN 6.2.1 Membuat Regulasi Pembatasan Upaya Penangkapan dan

6.2.2 Sosialisasi dan Edukasi Prinsip Pengelolaan Perikanan yang Berkelanjutan

6.2.3 Menegakkan hukum dan Memberikan Sanksi yang Tegas Tanpa

6.2.4 Menyediakan Akses Permodalan dengan Jaminan dan Proses 6.2.5 Meningkatkan Kuantitas dan Kualitas Industri Pengolahan

6.3. Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Ekonomi Masyarakat melalui Valuasi Nilai Guna Langsung

177 181 181 183 185 187 190 199

(12)

SAMUDERA

7.1 Analisis Kelayakan

7.3 Kelayakan Berdasarkan Return of Investment (ROI), Net Present Value, Payback Period, dan Break Event Point

206 212 217

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8

8.2 Saran

223 225 225

DAFTAR PUSTAKA 227

LAMPIRAN 238

(13)

Tabel Halaman 1.1 Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Seluruh

3 11 2.1 Domain dan Indikator Pendekatan Ekosistem terhadap

Pengelolaan Perikanan (Ecosystem Approach to Fisheries

Management) 20

2.2 Visualisasi Model Bendera untuk Tingkat Keberlanjutan Pengelolaan Perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan

30 2.3

2.4

2.5 Pengelompokkan Pelabuhan Perikanan dan Karakteristiknya ..

3.1 Proporsi sampel untuk setiap kategori

3.2 Teknik Pengumpulan Data untuk Setiap Variabel dan

3.3 Bobot dan Densitas Masing-masing Indikator pada Setiap . 3.4 Kategori Kelayakan Menurut Arikunto

4.1 Jumlah kapal dan nelayan yang menggunakan PPN Palabuhanratu sebagai Fishing Base periode tahun 2015-2019.

4.2 Hasil dan Nilai Produksi Perikanan yang Didaratkan Langsung 4.3 Jumlah dan Jenis Alat Tangkap yang Digunakan Berdasarkan

4.4 Perbandingan Hasil Produksi Ikan Segar dengan Produksi Hasil Olahan Ikan dari Tahun 2017-

41 43 44 55 58

62 65 71 72 73 77

(14)

5.1 Nilai Komposit dan Kategori Penerapan EAFM Setiap Indikator

5.2 Rata-rata Bobot Ikan Dibandingkan dengan Ukuran Length maturity (Lm) dan Bobot Ikan Mulai Dewasa (Matang Gonad) dari Beberapa Jenis Ikan Target di PPN Palabuhanratu

5.3 Nilai Komposit dan Kategori Penerapan EAFM Setiap Indikator ..

5.4 Hasil Pengukuran Berbagai Parameter Pencemaran Air Laut di

5.5 Nilai Komposit dan Kategori Penerapan EAFM Setiap Indikator ..

5.6 Nilai Komposit dan Kategori Penerapan EAFM Setiap Indikator

pada Domain So ...

5.7 Nilai Komposit dan Kategori Penerapan EAFM Setiap Indikator 5.8 Nilai Komposit dan Kategori Penerapan EAFM Setiap Indikator

5.9 Kondisi Keberlanjutan Setiap Domain EAFM dalam . 6.1 Penentuan Strategi Penguatan Keberlanjutan Pengelolaan 6.2 Jenis dan Harga Produk Olahan Ikan di Palabuhanratu dan 6.3 Jumlah dan Nilai Produksi Ikan di PPN Palabuhanratu dalam 5

6.4 Tingkat Pemenuhan Kebutuhan Ekonomi Dibandingkan

dengan UMK Periode Tahun 2015- ...

86

93 102 106 120 135 145 154 166 178 193 200 203

(15)
(16)

Gambar Halaman 18 28 2.3 Siklus Kemitraan dalam Pengelolaan Perikanan yang

Berkelanjutan .... 32

.... 34 41 2.6 Alur pikir analisis keberlanjutan Pengelolaan Perikanan dengan

Pendekatan Ekosistem di PPN Palabuhanratu Kabupaten

49 68 69

4.3 Diagram Persentase Pegawai Menurut 75

4.4

....

....

4.7 Fasilitas Penunjang di PPN

5.1 Ilustrasi Bagan Nilai Komposit untuk Setiap Indikator ada 5.2 Ilustrasi Bagan Nilai Komposit untuk Setiap Indikator pada

5.4 Gambaran Ilustrasi Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle) 5.5 Ilustrasi Bagan Nilai Komposit untuk Setiap Indikator pada

....

5.6 Ka ....

76 82 83 84 87

103 105 110

121 124 130

(17)

5.9 Ilustrasi Bagan Nilai Komposit untuk Setiap Indikator pada 5.10 Ilustrasi Bagan Nilai Komposit untuk Setiap Indikator pada

..

6.1 Proses Pengolahan Bakso dan Tampilan Kemasan Bakso Hasil 6.2 Abon Ikan yang Dijajakan di Salah Satu E-commerce

146

155 167 195 196

(18)

Lampiran Halaman A.

B.

C. Data Hasil Pengukuran dan Penentuan Skala Tiap Indikator ...

D.

E. Data Jumlah dan Nilai Produksi Ikan di PPN Palabuhanratu Tahun 1993-2019

F. Data Produksi Ikan yang Didaratkan Per Bulan di PPN Palabuhanratu Tahun 2000-2019

G. Data Produksi Ikan Per Bulan dan Per Jenis Alat Tangkap di PPN Palabuhanratu Tahun 2019

H.

I.

J. .

238 243 245 251

253

254

255 256 257 258

(19)

1.1 Latar Belakang

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi hasil laut dan perikanan yang sangat tinggi. Berdasarkan data dari kementerian Kelautan dan Perikanan (2018), potensi sumber daya ikan di Indonesia atau Maximum Sustainable Yield (MSY) pada tahun 2017 mencapai 12,54 juta ton atau meningkat 71,78 persen dari tahun 2015 yang sebesar 7,3 juta ton. Peningkatan stok ikan tersebut kemudian mendorong peningkatan ekspor komoditas perikanan.

Tren ekspor produk perikanan Indonesia meningkat 45,9 persen, yaitu dari 654,95 ribu ton atau senilai US$ 3,87 miliar (setara Rp 53,9 triliun) pada tahun 2015 menjadi 955,88 ribu ton atau senilai US$ 5,17 miliar (setara Rp 72 triliun pada 2018).

Angka tersebut didapatkan dari berbagai jenis sumberdaya perikanan tangkap seperti ikan pelagis kecil, ikan pelagis besar, ikan demersal, ikan karang, udang penaeid, lobster, kepiting, rajungan, dan cumi-cumi yang tersebar di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) di Indonesia. Dibandingkan dengan potensi dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan, rerata tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di Indonesia mencapai angka 0,90 atau termasuk kategori fully exploited, yang artinya bahwa upaya penangkapan tetap dipertahankan dengan monitoring yang ketat (Kepmen KP RI Nomor 50 Tahun 2017).

(20)

Akan tetapi, meskipun tingkat pemanfaatan secara rata-rata tergolong ke dalam kategori penangkapan yang tetap dipertahankan, pada beberapa komoditas perikanan seperti lobster dan cumi-cumi, tingkat pemanfaatannya sudah termasuk kategori over exploited, yang artinya upaya penangkapan sudah harus dikurangi.

Sebagai gambaran, berdasarkan Keputusan Menteri KP Nomor 50 Tahun 2017 tersebut, untuk tingkat pemanfaatan (E) < 0,5 termasuk kategori moderate, yang artinya upaya penangkapan dapat ditambah; tingkat pemanfaatan dengan angka fully exploited, yang artinya upaya penangkapan dipertahankan dengan pengawasan yang ketat; dan tingkat pemanfaatan dengan over exploited yang artinya upaya penangkapan harus dikurangi.

Berdasarkan wilayah pengelolaan perikanannya, dari 11 WPP-NRI yang ada di Indonesia, WPP-NRI 711 yang meliputi Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Tiongkok Selatan merupakan wilayah yang paling tinggi tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkapnya yaitu mencapai angka 1,07 dan termasuk kategori over exploited, sedangkan wilayah dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap terendah terdapat di WPP-NRI 572 yang meliputi Perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda dengan tingkat pemanfaatan mencapai angka 0,65 yang termasuk kategori fully exploited. Untuk data lengkapnya disajikan pada Tabel 1.1 berikut.

(21)

Tabel 1.1. Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan di Indonesia Tahun 2017

WPP-NRI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 rerata

571 0,83 0,52 0,33 0,34 1,59 1,3 1,00 0,93 0,62 0,83 572 0,50 0,95 0,57 0,33 1,53 0,93 0,18 0,49 0,39 0,65 573 1,50 1,06 0,39 1,09 1,70 0,61 0,28 0,98 1,11 0,97 711 1,41 0,93 0,61 1,53 0,53 0,54 1,09 1,18 1,84 1,07 712 0,38 0,63 0,83 1,22 1,11 1,36 0,70 0,65 2,02 0,99 713 1,23 1,13 0,96 1,27 0,52 1,40 0,83 0,73 1,19 1,03 714 0,44 0,78 0,58 0,76 0,39 1,73 1,55 0,77 1,00 0,89 715 0,88 0,97 0,22 0,34 0,78 1,32 1,19 0,98 1,86 0,95 716 0,48 0,63 0,45 1,45 0,50 0,75 0,38 0,50 1,42 0,73 717 0,70 1,00 0,39 0,91 0,46 1,04 0,87 1,21 1,09 0,85 718 0,51 0,99 0,67 1,07 0,86 0,97 0,85 0,77 1,28 0,89 rerata 0,81 0,87 0,55 0,94 0,91 1,09 0,81 0,84 1,26 0,90 (Sumber: Kepmen KP No 50 Tahun 2017) Keterangan:

1 = Ikan Pelagis Kecil 4 = Ikan Karang 7 = Kepiting 2 = Ikan Pelagis Besar 5 = Udang Penaeid 8 = Rajungan

3 = Ikan Demersal 6 = Lobster 9 = Cumi-cumi

Berdasarkan data dari keputusan menteri tersebut, kita dapat melihat bahwa tingkat pemanfaatan potensi perikanan tangkap di seluruh wilayah Indonesia sudah cukup tinggi, yang dibuktikan dengan rata-rata pemanfaatan semua jenis sumberdaya perikanan yang mencapai angka 0,90 yang dikategorikan fully exploited, atau 0,1 lagi mencapai kategori over exploited. Kemudian untuk di wilayah Laut Selatan Jawa sendiri (WPP-NRI 573) termasuk di dalamnya ada Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkapnya sudah mencapai angka 0,97 dengan kategori fully exploited. Tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan yang cukup tinggi tersebut seharusnya diiringi juga dengan peningkatan kesejahteraan nelayan.

Akan tetapi pada kenyataannya, nelayan ini merupakan salah satu kelompok sosial penduduk atau komunitas yang selama ini terpinggirkan baik secara sosial, ekonomi, maupun politik, teridentifikasi miskin dan terendah pendapatannya di

(22)

samping petani. Menurut Mubyarto (1998) nelayan juga merupakan golongan masyarakat dengan strata paling rendah dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa proses pengelolaan perikanan di negara kita masih belum dilakukan secara optimal dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip pengelolaan perikanan yang berkelanjutan (Sustainable Fisheries Management).

Menurut Charles (2001) terdapat tiga dimensi dalam pengelolaan perikanan yang berkelanjutan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, yaitu (1) dimensi sumberdaya perikanan dan ekosistemnya; (2) dimensi pemanfaatan sumberdaya perikanan untuk kepentingan sosial ekonomi masyarakat; dan (3) dimensi kebijakan perikanan itu sendiri.1 Terkait dengan ketiga dimensi tersebut, kondisi pengelolaan perikanan saat ini harus lebih memperhatikan keseimbangan di antara ketiganya, khususnya dalam hal kepentingan sosial ekonomi masyarakat, dalam hal ini nelayan. Dari sisi ekonomi, hasil tangkapan nelayan masih jauh dari memadai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini disebabkan karena minimnya modal, tekanan dari pemilik modal, sistem bagi hasil yang tidak adil, perdagangan atau pelelangan ikan yang tidak transparan (dikuasai tengkulak) dan otoritas yang tidak memiliki wibawa untuk mengatur dan menegakkan aturan.

Selain itu, dari aspek lingkungan, pengembangan kawasan pesisir untuk mendukung kegiatan industri perikanan, pariwisata, dan perdagangan masih kurang memperhatikan kualitas lingkungan (Pramudyanto, 2014). Akibatnya, praktik seperti ini pada akhirnya akan mengganggu atau bahkan mengancam

1 Charles, A. T. 2001. Sustainable Fishery System. Blackwell Science Ltd. Oxford. 370 p.

(23)

keberlanjutan pengembangan kawasan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan yang dilakukan dalam pengelolaan perikanan masih belum mengintegrasikan ketiga dimensi yang ada secara optimal, sehingga dalam konteks tersebut diperlukan suatu pendekatan terintegrasi melalui pendekatan ekosistem terhadap pengelolaan perikanan (Ecosystem Approach to Fisheries Management atau disingkat EAFM).

Garcia et al. (2003) mendefinisikan Pendekatan Ekosistem dalam Perikanan atau Ecosystem Approach to Fisheries (EAF) sebagai:

An ecosystem approach to fisheries strives to balance diverse societal objectives, by taking account of the knowledge and uncertainties about biotic, abiotic and human components of ecosystems and their interactions and applying an integrated approach to fisheries within ecologically meaningful

2

Definisi tersebut menjelaskan bahwa EAF adalah suatu konsep pengelolaan perikanan yang terpadu, komprehensif, dan berkelanjutan dengan menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi serta tetap mempertimbangkan pengetahuan dan informasi tentang ketidakpastian komponen biotik, abiotik, dan interaksi manusia dalam suatu ekosistem perairan. Dalam konteks ini, Garcia et al. (2003) telah menjelaskan beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam implementasi pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan (EAF), yaitu di antaranya: (1) perikanan harus dikelola pada batas yang memberikan dampak yang dapat ditoleransi oleh ekosistem; (2) interaksi ekologis antar sumberdaya ikan dan ekosistemnya harus dijaga; (3 perangkat pengelolaan sebaiknya tepat dan dapat digunakan untuk semua distribusi sumberdaya ikan; (4) prinsip kehati-

2 Garcia et al. 2003. Ecosystem Approach to Fisheries. FAO Technical Paper.

(24)

hatian dalam proses pengambilan keputusan pengelolaan perikanan; dan (5) tata kelola perikanan mencakup kepentingan sistem ekologi dan sistem manusia.

Kelima prinsip di atas belum tentu sesuai seluruhnya dengan pengelolaan perikanan di Indonesia, karena masing-masing wilayah atau negara memiliki karakteristik yang khas baik dari aspek ekologis, perangkat pengelolaan maupun tata kelola perikananannya. Sehingga dalam implementasinya diperlukan suatu adaptasi dan modifikasi yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi pengelolaan perikanan di Indonesia. Dalam konteks yang lebih sederhana, EAFM dilakukan dengan menjadikan ekosistem sebagai komponen utama dalam proses pengelolaan perikanan, yaitu menjadikannya sebagai suatu sistem yang saling terkait satu dengan yang lainnya. Hal ini tidak berarti menyampingkan aspek lain yang terkait seperti aspek ekonomi, sosial, maupun regulasi.

Keterkaitan antara komoditas sumberdaya ikan dengan ekosistem yang menjadi habitatnya, serta proses yang terkait di dalamnya merupakan kajian utama di dalam EAFM. Akan tetapi, kajian dalam EAFM tidak berhenti sampai disitu saja, melainkan juga sampai pada pembahasan mengenai keterkaitan antara aktifitas penangkapan ikan dengan ekosistem secara keseluruhan, termasuk dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan. Pendekatan ini tentu berbeda dengan pendekatan-pendekatan yang telah dilakukan sebelumnya seperti pendekatan ekonomi maupun pendekatan RAPFISH, karena dalam pendekatan ini kita akan banyak menghadapi aspek ketidakpastian seperti perubahan kondisi lingkungan yang sangat cepat dan sulit diprediksi yang merupakan sifat dari fenomena alam.

(25)

Sesuai dengan National Working Group on EAFM (2014), metode penilaian dengan EAFM ini merupakan penyempurnaan dari metode sebelumnya, seperti teknik Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH), setelah melalui testing di 12 tipe perikanan berbasis spesies dan wilayah di Indonesia. Penggunaan EAFM untuk menilai keberlanjutan suatu pengelolaan perikanan, awalnya dilakukan pada perikanan skala kecil (small scale fisheries) yang mencakup nelayan-nelayan dengan kapal perikanan di bawah 5 Gross Tonnage (GT) serta fokus pada satu jenis ikan tertentu (single species). Dari aspek keberlanjutan ikannya, metode penilaian satu jenis ikan tertentu (single species) ini dapat memberikan gambaran yang lebih spesifik. Akan tetapi dari aspek ekonomi dan sosial kurang dapat menjelaskan tingkat pemenuhan kebutuhan nelayan dan pelaku usaha lainnya dikarenakan hasil tangkapan ikan yang beragam dan tidak ada pemisahan jumlah pendapatan nelayan berdasarkan jenis ikan. Selain itu ruang lingkup penilaiannya belum diarahkan pada penilaian EAFM pada suatu kawasan yang terintegrasi dan subjek penelitiannya pun sangat spesifik bagi para nelayan yang menjalankan aktifitas penangkapan ikan.

Seiring waktu dan kebutuhan akan data tingkat keberlanjutan pengelolaan perikanan pada skala yang lebih luas, pada tahun 2011 dilakukan penelitian awal terhadap tingkat keberlanjutan di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan di Indonesia dengan menggunakan EAFM. Penelitian ini dilakukan atas kerjasama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan, WWF Indonesia, dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. Secara umum terdapat 2 poin kesimpulan yang didapatkan dari penelitian tersebut. Pertama, tingkat keberlanjutan pengelolaan perikanan pada 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan

(26)

(WPP) di Indonesia termasuk pada kategori sedang. Akan tetapi, terdapat beberapa kekurangan dalam penelitian yang berbasis Wilayah Pengelolaan Perikanan tersebut yang dituangkan dalam rekomendasinya, yaitu di antaranya kurang valid dan akuratnya data yang digunakan karena cakupan wilayah yang terlalu luas karena pengelolaannya lintas batas administrasi kedaerahan sampai pada tingkat provinsi. Kedua, hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa indikator penilaian pengelolaan perikanan dengan pendekatan eksosistem (EAFM) ini bisa digunakan untuk menilai kondisi keberlanjutan pengelolaan perikanan dengan berbasis wilayah yang sudah ada.

Berlandaskan hasil penelitian tersebut, peneliti mencoba untuk melakukan penilaian keberlanjutan pengelolaan perikanan dengan berbasis pada suatu kawasan pelabuhan perikanan, yang merupakan kebaruan (novelty) dari penelitian ini. Dibandingkan dengan penilaian keberlanjutan berbasis Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), penilaian dengan berbasis pelabuhan perikanan ini memiliki beberapa kelebihan dan manfaat, di antaranya adalah:

1. Data yang digunakan dan didapatkan lebih mudah dan akurat, karena sudah terdapat unit/lembaga khusus yang mengelola serta berada pada skala yang tidak terlalu luas dan juga tidak terlalu sempit;

2. Meskipun penilaiannya dalam ruang lingkup yang tidak terlalu luas, secara pengelolaan sudah mewakili berbagai aktifitas dan proses yang terjadi dalam lingkup pengelolaan perikanan, sehingga hasilnya cukup komprehensif;

3. Terdapat kesamaan karakteristik sosial budaya di antara masyarakatnya serta tidak dibatasi wilayah administratif seperti berbeda provinsi maupun

(27)

kabupaten/kota, sehingga relatif lebih mudah dalam melakukan pengambilan dan penggalian data; dan

4. Hasil penilaiannya dapat dijadikan dasar untuk menentukan tingkat keberlanjutan pada skala yang lebih luas dengan lebih akurat.

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan pada nelayan dengan semua jenis kapal perikanan dari mulai perahu motor tempel sampai kapal perikanan dengan kapasitas >30 GT. Hal ini dilakukan agar keterwakilan seluruh nelayan yang ada di PPN Palabuhanratu dapat terpenuhi, karena tiap jenis atau kapasitas kapal perikanan memiliki karakteristik masing-masing baik dari penggunaan alat tangkap, jenis ikan target, dan jumlah hasil tangkapan yang berhubungan dengan nilai atau manfaat ekonomi dari sumberdaya perikanan. Penilaiannya pun tidak terbatas pada satu jenis ikan saja, akan tetapi semua jenis ikan yang berhasil ditangkap oleh para nelayan. Ruang lingkup penilaianya pun dilakukan pada suatu pelabuhan perikanan yang merupakan kawasan terintegrasi antara aktifitas penangkapan ikan, pengolahan dan jual beli hasil perikanan, serta pengelolaan perikanan oleh unit pelaksana teknis yang menjadi representasi pemerintah dalam mengatur, menjalankan, dan mengawasi aktifitas pengelolaan perikanan pada suatu wilayah. Sehingga, penilaiannya pun melibatkan responden dari berbagai stakeholder terkait, seperti nelayan, petugas pelabuhan, dan para pengusaha.

Harapannya, dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas mampu memberikan hasil penilaian EAFM yang lebih menyeluruh untuk menggambarkan tingkat keberlanjutan pengelolaan perikanan pada suatu kawasan terintegrasi yang sudah ditetapkan pemerintah, khususnya pelabuhan perikanan. Hal ini tentu akan

(28)

sangat bermanfaat bagi pemerintah dalam mengukur tingkat keberlanjutan pengelolaan perikanan di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pomeroy et al. (2013) bahwa peningkatan skala wilayah atau kawasan untuk penilaian EAFM dapat mendukung rencana pengelolaan perikanan internasional, regional, dan sub regional.

Tema penelitian ini dipilih karena perkembangan perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi didukung dengan garis pantai sepanjang 117 km dan sembilan kecamatan pesisir dengan wilayah penangkapan ikan (fishing ground) seluas 702 km2 (BPS Kabupaten Sukabumi, 2018). Selain itu, PPN Palabuhanratu ini merupakan salah satu pelabuhan kelas II atau kelas B di Jawa Barat yang memiliki peran strategis sebagai salah satu sentra pengelolaan perikanan tangkap di Jawa Barat. Pelabuhan kelas II atau kelas B ini mampu melabuhkan kapal dengan kapasitas kapal minimal 30GT yang beroperasi di wilayah perairan Indonesia dan kawasan ZEEI, serta mampu melayani aktifitas bongkar muat ikan sebanyak 30 ton/hari. Artinya pelabuhan tipe tersebut memiliki fungsi yang sangat vital sehingga harus dikelola dengan profesional dan memperhatikan aspek keberlanjutannya.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis apakah praktik pengelolaan perikanan di PPN Palabuhanratu sudah dikelola secara berkelanjutan atau belum berdasarkan indikator yang ada pada EAFM. Selain itu, sejalan dengan rencana untuk meningkatkan peran dan nilai kebermanfaatan dari PPN Palabuhanratu, penelitian ini juga akan menganalisis apakah hasil dari penilaian EAFM ini bisa digunakan untuk menilai kelayakan peningkatan status pelabuhan dari PPN menjadi PPS. Beberapa metode atau teknik analisis memang sudah lazim

(29)

digunakan untuk menilai kelayakan suatu proyek seperti SWOT dan analisis kelayakan finansial seperti Return on Investment (ROI), Break Even Point (BEP), Net Present Value (NPV), dan Payback Period (PBP). Akan tetapi, beberapa metode atau teknik analisis tersebut kurang fokus terhadap permasalahan lingkungan yang tidak bisa dipisahkan dalam proses pengelolaan perikanan pada suatu kawasan pelabuhan. Oleh karena itu, diperlukan analisis yang lebih komprehensif khususnya pada aspek lingkungan dan biota di dalamnya yang sangat mempengaruhi keberlanjutan dalam pengelolaan perikanan. Sehingga diharapkan pengelolaan perikanan di PPN Palabuhanratu dapat dilakukan secara optimal sesuai dengan potensi dan kapasitas yang dimilikinya.

Beberapa penelitian terkait dengan penggunaan EAFM baik untuk menilai tingkat keberlanjutan pengelolaan perikanan maupun pengembangannya pernah dilakukan di dalam maupun luar negeri. Gambaran umum beberapa penelitian tersebut disajikan pada Tabel 1.2 berikut.

Tabel 1.2 Penelitian Sebelumnya yang Relevan

No Peneliti Judul Hasil

1. Hutubessy, et al.

(2014)

Towards an ecosystem approach to small island

sheries: A preliminary study of a balanced

Hasil penelitian menunjukkan pentingnya pengelolaan perikanan yang seimbang sesuai dengan model EAF pada pengelolaan perikanan di kawasan pulau-pulau kecil.

2. Kenny, et al.

(2018)

Delivering Sustainable Fisheries through

Adoption of a Risk-Based Framework

as Part of an Ecosystem Approach to Fisheries Management

Kerangka berpikir berbasis resiko berkontribusi terhadap pengelolaan dan restorasi berbagai layanan ekosistem.

Selain itu adopsi kerangka ini juga merupakan langkah penting untuk menuju pencapaian SDGs nomor 14.

3. Diah, A. P. et al.

(2018)

Status Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem

Pengelolaan perikanan untuk komoditas udang banana (Penaeus merguiensis) berada

(30)

No Peneliti Judul Hasil (P2E) pada Domain

Sumberdaya Ikan untuk Komoditas Udang di Kabupaten Sorong, Papua

pada kondisi baik dengan flag modelling berwarna hijau dan nilai rerata 3.

4. Salmarika Taurusman, Am Azbas Wisudo, Sugeng Hari (2019)

Pendekatan Ekosistem (EAFM) untuk

Keberlanjutan Perikanan Tongkol di Lampulo, Aceh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa status pengelolaan perikanan tongkol di Lampulo secara umum dalam kondisi , dengan rincian domain sumber daya ikan termasuk dalam

(67,66) 5. Abdullah Al

Arif, M Saiful Karim, Erika Techera (2020)

Ecosystem-Based

Fisheries Management and the Precautionary Approach in The Indian Ocean Regional Fisheries Management

Organisations

Terdapat ketidaksesuaian antara kerangka hukum dan tata kelola pemerintahan dengan ilmu pengetahuan di dalam pengelolaan perikanan.

1.2 Rumusan Masalah

Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi sumberdaya perikanan tangkap ketiga terbesar di dunia, di bawah China dan Peru, saat ini masih belum mampu mengoptimalkan manfaat dari hasil perikanannya (FAO, 2020). Padahal berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, potensi perikanan tangkap di Indonesia atau Maximum Sustainability Yield (MSY) dari tahun ke tahun terus meningkat, hingga mencapai angka 12,54 juta ton/tahun. Selain itu, pemerintah juga mengklaim bahwa luasan kawasan konservasi laut terus meningkat dari tahun 2014, dengan rincian tahun 2014 seluas 16,4 juta ha, tahun 2015 seluas 17,3 juta ha, tahun 2016 seluas 17,98 juta ha, dan pada tahun 2017 seluas 19,14 juta ha (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2018). Artinya dengan semakin luasnya

(31)

kawasan konservasi, seharusnya habitat ikan juga semakin terjaga, sehingga dapat meningkatkan potensi perikanan di kawasan tersebut.

Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan, telah bekerjasama dengan berbagai instansi terkait seperti LIPI, WWF, dan perguruan tinggi untuk menganalisis dan memotret pengelolaan perikanan berbasis ekosistem (EAFM) pada beberapa wilayah yang menjadi pilot project. Wilayah-wilayah tersebut di antaranya adalah di Kabupaten Berau, Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Alor, Taman Nasional Wakatobi dan Provinsi Maluku. Akan tetapi, penelitian tersebut masih terbatas pada penilaian pengelolaan perikanan berbasis spesies dan berbasis wilayah administratif, dan belum dilakukan pada pengelolaan perikanan di suatu pelabuhan perikanan yang merupakan kawasan terintegrasi dari mulai aktifitas penangkapan, pengolahan, pemasaran, dan aktifitas pendukung lainnya. Oleh karena itu diperlukan analisis yang lebih komprehensif untuk dapat memberikan gambaran yang lebih lengkap.

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini dijabarkan sebagai berikut:

1) Bagaimana status keberlanjutan pengelolaan perikanan di PPN Palabuhanratu berdasarkan indikator EAFM?

2) Bagaimana strategi penguatan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya perikanan di PPN Palabuhanratu?

3) Bagaimana tingkat pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat dari hasil perikanan di PPN Palabuhanratu?

4) Bagaimana kelayakan PPN Palabuhanratu untuk ditingkatkan statusnya menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS)?

(32)

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun, yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Mengetahui status keberlanjutan pengelolaan perikanan di PPN Palabuhanratu berdasarkan indikator EAFM.

2) Mengidentifikasi strategi penguatan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya perikanan di PPN Palabuhanratu berdasarkan indikator EAFM.

3) Mengidentifikasi tingkat pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat dari hasil perikanan di PPN Palabuhanratu.

4) Mengidentifikasi kelayakan PPN Palabuhanratu untuk ditingkatkan statusnya menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS).

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:

1) Memberikan gambaran mengenai praktik pengelolaan perikanan di PPN Palabuhanratu berdasarkan indikator EAFM.

2) Mengetahui strategi penguatan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya perikanan di PPN Palabuhanratu berdasarkan indikator EAFM.

3) Memberikan informasi mengenai tingkat pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat dari hasil perikanan di PPN Palabuhanratu.

4) Mengetahui kelayakan PPN Palabuhanratu untuk ditingkatkan statusnya menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera.

(33)

BAB II

KAJIAN LITERATUR DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Kajian Literatur

2.1.1 Pendekatan Ekosistem dalam Pengelolaan Perikanan (EAFM)

Dalam perkembangannya, konsep mengenai pengelolaan perikanan yang berkelanjutan perlu dijabarkan dalam aplikasi yang lebih sederhana, terukur, dan konsisten serta lebih sensitif terhadap perubahan yang ada. Indikator-indikator yang dikembangkan pun harus disesuaikan dengan karakteristik lingkungan yang tidak pasti dan cenderung dinamis mengalami berbagai perubahan. Oleh karena itu, FAO bekerjasama dengan lembaga-lembaga yang berkompeten maupun oleh para ahli untuk merumuskan definisi dan berbagai indikator yang terkait dengan perikanan berkelanjutan. Pada akhirnya, kerjasama tersebut menghasilkan konsep Pendekatan Ekosistem dalam Pengelolaan Perikanan atau Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM).

Garcia et al. (2003) mendefinisikan bahwa EAFM merupakan suatu konsep pengelolaan perikanan yang terpadu, komprehensif, dan berkelanjutan dengan menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi serta tetap mempertimbangkan pengetahuan dan informasi tentang ketidakpastian komponen biotik, abiotik, dan interaksi manusia dalam suatu ekosistem perairan. Dalam konteks ini, konsep EAFM lebih menekankan pada dimensi sumberdaya ikan dan keterkaitannya dengan ekosistem dan proses-proses yang terjadi di dalamnya. Keterkaitan ini tidak hanya dilihat dari perspektif ekologi, tetapi juga dengan sistem sosial

(34)

sebagai unsur utama dalam pengelolaan perikanan, sebagaimana dijelaskan oleh Hilborn (2010) yang mengatakan bahwa pengelolaan perikanan adalah bagaimana mengatur perilaku manusia itu sendiri.

Selain itu, EAFM ini merupakan penyempurnaan dari tools evaluasi sebelumnya seperti Teknik Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH). Teknik RAPFISH sendiri merupakan salah satu metode untuk menganalisis keberlanjutan pengelolaan perikanan dengan pendekatan Multi Dimensional Scalling (MDS) yang terdiri dari 5 domain, yaitu Ekologi, Ekonomi, Sosial, Teknologi, dan Hukum-Kelembagaan. Penyempurnaan ini dilakukan karena pada teknik RAPFISH kurang menekankan penilaian pada aspek lingkungan dan keterkaitan antar komponen ekosistem yang merupakan bagian penting dalam konteks pegelolaan perikanan yang berkelanjutan. Bahkan menurut Pikitch, et al. (2004), EAFM ini merupakan penyempurnaan pengelolaan perikanan yang dimulai dari sudut pandang kesehatan ekosistem (ecosystem health) sebagai media penting dari proses keberlanjutan sumberdaya ikan sebagai objek dari pengelolaan perikanan.

Selain itu, dalam implementasi pendekatan ekosistem terhadap pengelolaan perikanan, Garcia et al. (2003) telah menjelaskan beberapa prinsip yang harus diperhatikan, yaitu di antaranya: (1) perikanan harus dikelola pada batas yang memberikan dampak yang dapat ditoleransi oleh ekosistem; (2) interaksi ekologis antar sumberdaya ikan dan ekosistemnya harus dijaga; (3 perangkat pengelolaan sebaiknya tepat dan dapat digunakan untuk semua distribusi sumberdaya ikan; (4) prinsip kehati-hatian dalam proses pengambilan keputusan pengelolaan perikanan;

dan (5) tata kelola perikanan mencakup kepentingan sistem ekologi dan sistem manusia. Sehingga berdasarkan konteks tersebut, implementasi EAFM di

(35)

Indonesia memerlukan adaptasi struktural maupun fungsional di seluruh tingkat pengelolaan perikanan, baik di tingkat pusat maupun daerah (Keputusan Dirjen Perikanan Tangkap No 18 tahun 2014). Adaptasi ini sangat penting agar implementasi EAFM dapat berjalan efektif dan tepat sasaran sesuai dengan karakteristik dan budaya pengelolaan perikanan di Indonesia. Salah satu contoh sederhananya adalah bagaimana mengubah pola pikir (mindset) dari otoritas pengelola perikanan agar tidak lagi hanya menjalankan fungsi administratif perikanan (fisheries administrative functions), namun lebih dari itu juga mampu menjalankan fungsi pengelolaan perikanan (fisheries management functions) (Wardiatno, 2011).

2.1.1.1 Keterkaitan Ekosistem dan Kegiatan Pengelolaan Perikanan

Sebagai negara dengan ekosistem perairan tropis, Indonesia memiliki karakteristik dinamika sumberdaya perairan, termasuk di dalamnya sumberdaya ikan yang tinggi. Tingginya dinamika sumberdaya ikan ini tidak terlepas dari kompleksitas ekosistem tropis (tropical ecosystem complexities) yang membentuk dan menyatu menjadi negara kepulauan, sehingga semakin menambah kompleksitas di dalamnya. Gracia dan Cochrane (dalam National Working Group on EAFM, 2014) memberikan gambaran sederhana dari kompleksitas sumberdaya ikan sehingga membuat pendekatan berbasis ekosistem ini menjadi sangat penting untuk diterapkan. Gambar 2.1 berikut ini menyajikan model sederhana dari interaksi antar komponen ekosistem yang mendorong pentingya penerapan pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan (EAFM).

(36)

Gambar 2.1. Keterkaitan Ekosistem dan Kegiatan Pengelolaan Perikanan (Sumber: National Working Group on EAFM, 2014)

Berdasarkan gambar tersebut, ekosistem yang terdiri dari persediaan ikan, lingkungan biotik dan abiotiknya, merupakan salah satu faktor kunci dalam pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan kualitas atau kesehatan ekosistem, yang kemudian diikuti dengan pengaturan hasil tangkapan secara optimal terhadap permintaan yang ada.

Permintaan konsumen terhadap produksi hasil perikanan ini dapat berdampak pada aktifitas penangkapan ikan secara langsung karena di dalamnya terdapat preferensi terhadap beberapa jenis ikan yang disukai dan bernilai ekonomi tinggi, sehingga eksploitasi dan aktifitas penangkapan ikan juga akan terfokus pada beberapa jenis ikan tersebut.

(37)

Jika tidak dikelola dengan arif dan bijaksana, maka dapat menyebabkan penurunan populasi ikan target yang sangat mungkin dapat menganggu kondisi ekosistem, terutama dalam hal layanan ekosistem (ecosystem services) yang diberikan dari keberadaan beberapa spesies ikan target tersebut. Terlebih lagi apabila di antara beberapa spesies ikan target tersebut ada yang termasuk ke dalam spesies kunci (keystone species) pada ekosistem perairan tersebut, maka upaya pengaturan tangkapan menjadi salah satu langkah penting untuk menjaga keberlanjutannya. Selain itu, pengaturan tangkapan tersebut dititikberatkan pada komposisi ikan mulai dari jenis, ukuran, dan usia dari ikan tersebut. Selanjutnya, untuk menghasilkan rasio produktivitas perikanan yang sehat secara ekologis dan ekonomis, juga diperlukan pengurangan dalam upaya penangkapan, baik dalam bentuk teknologi dan alat tangkap perikanan maupun aktifitas penangkapan itu sendiri.

2.1.1.2 Domain dan Indikator pada EAFM

Dalam tataran aplikasi, adaptasi EAFM tersebut menghasilkan berbagai indikator yang dikelompokkan ke dalam 6 domain berdasarkan Keputusan Dirjen Perikanan Tangkap Nomor 18 tahun 2014, yaitu (1) domain sumberdaya ikan dengan 6 indikator; (2) domain habitat dan ekosistem perairan dengan 6 indikator;

(3) domain teknik penangkapan ikan dengan 7 indikator; (4) domain ekonomi dengan 3 indikator; (5) domain sosial dengan 3 indikator; dan (6) domain kelembagaan dengan 6 indikator. Untuk lebih lengkapnya dijelaskan pada Tabel 2.1.berikut.

(38)

Tabel 2.1. Domain dan Indikator Pendekatan Ekosistem terhadap Pengelolaan Perikanan (Ecosystem Approach to Fisheries Management)

No Domain Indikator Definisi/ Penjelasan Kriteria Metode Pengumpulan Data Bobot

(%) 1. Domain

Sumberdaya Ikan

CpUE Baku Hasil tangkapan per jumlah trip penangkapan ikan

1 = menurun tajam (rerata turun

>25%/tahun)

2 = menurun sedikit (rerata turun

<25%/tahun)

3 = stabil atau meningkat

Logbook, Enumerator, Observasi selama minimal 3 tahun

40

Tren ukuran ikan Panjang total, panjang standar, panjang karapas/sirip

1 = tren ukuran rata-rata ikan semakin kecil

2 = tren ukuran relatif tetap 3 = tren ukuran semakin besar

Sampling spesies ikan dominan (>50% dari hasil tangkapan), Interview kepada responden yang pengalaman

20

Proporsi ikan yuwana yang ditangkap

Persentase ikan yang ditangkap sebelum mencapai dewasa

1 = banyak sekali (>60%) 2 = banyak (30-60%) 3 = sedikit (< 30%)

Sampling secara reguler, data sekunder, Interview kepada responden yang berpengalaman

15

Komposisi spesies hasil tangkapan

Spesies target yang dimanfaatkan, spesies non target yang dimanfaatkan dan tidak dimanfaatkan

1 = proporsi ikan target lebih sedikit (<15% dari hasil tangkapan

2 = proporsi ikan target sama dengan non target (16-30% dari hasil tangkapan)

3 = proporsi ikan target lebih banyak (>31% dari hasil tangkapan)

Data Sekunder (Logbook), observasi, interview kepada responden yang berpengalaman

10

Range Collapse sumberdaya ikan

Lokasi penangkapan ikan yang semakin jauh (baik dari lama perjalanan menuju fishing ground atau jumlah konsumsi BBM)

1 = fishing ground menjadi sangat jauh (>5 km)

2 = fishing ground jauh (1-5 km) 3 = fishing ground relatif tetap jaraknya (<1 km)

Survey dan monitoring, logbook, observasi, interview kepada responden yang berpengalaman

10

(39)

No Domain Indikator Definisi/ Penjelasan Kriteria Metode Pengumpulan Data Bobot (%) Spesies ETP Populasi spesies ETP sesuai

dengan kriteria CITES

1 = terdapat individu ETP yang tertangkap tetapi tidak dilepas

2 = tertangkap tetapi dilepas

3 = tidak ada spesies ETP yang tertangkap

Survey dan monitoring, logbook, observasi, interview kepada responden yang berpengalaman

5

2. Domain Habitat dan Ekosistem Perairan

Kualitas perairan Kualitas perairan dilihat dari tingkat kekeruhan &

padatan tersuspensi total atau menggunakan parameter KepMen LH 51/2004

1 = perairan tercemar berat 2 = perairan tercemar sedang 3 = perairan tidak tercemar; atau 1. melebihi Baku Mutu Air Laut 2. sama dengan Baku Mutu Air Laut 3. di bawah Baku Mutu Air Laut

Data sekunder, survey, monitoring, citra satelit.

Gunakan standar KepMen LH 51/2004 tentang Baku Mutu Air Laut

25

Status ekosistem lamun

Tutupan dan

keanekaragaman spesies lamun

1 = tutupan rendah, <30%

2 = tutupan sedang, 30-60%

3 = tutupan tinggi, >60%

Survey, data sekunder, monitoring, citra satelit

15

Status ekosistem mangrove

Status mangrove dievaluasi berdasarkan persentase tutupan dan kerapatan

1 = kerapatan rendah (<1000 pohon/ha)

2 = kerapatan sedang (1000-1500 pohon/ha)

3 = kerapatan tinggi (>1500 pohon/ha)

Survey, data sekunder, foto udara, citra satelit

15

Status ekosistem terumbu karang

Persentase tutupan karang keras hidup dan keanekaragaman karang hidup yang didasarkan atas live form

1 = tutupan rendah, <30%

2 = tutupan sedang, 30-60%

3 = tutupan tinggi, >60%

Survey, data sekunder, foto udara, citra satelit

15

Habitat unik/khusus

Luasan, waktu, siklus, distribusi dan kesuburan

1 = tidak diketahui adanya habitat unik/khusus

Citra Satelit, Interview dengan responden, ekspedisi oseanografi

20

(40)

No Domain Indikator Definisi/ Penjelasan Kriteria Metode Pengumpulan Data Bobot (%) perairan, spawning,

nursery, feeding ground, upwelling, nesting beach

2 = diketahui adanya habitat unik/khusus tapi tidak dikelola dengan baik

3 = diketahui adanya habitat unik/khusus dan dikelola dengan baik Perubahan iklim

terhadap kondisi perairan dan habitat

Dampak perubahan iklim terhadap kondisi perairan dan habitat

1 = belum ada kajian tentang dampak perubahan iklim

2 = diketahui adanya dampak perubahan iklim tapi tidak diikuti strategi adaptasi & mitigasi

3 = diketahui adanya dampak perubahan dan diikuti strategi adaptasi & mitigasi

Survey, data sekunder, citra satelit, data deret waktu, monitoring

10

3. Domain Teknik Penangkapan Ikan

Metode

penangkapan yang bersifat

destruktif/illegal

Penangkapan ikan dengan alat dan metode yang merusak dana atau tidak sesuai dengan aturan yang berlaku

1 = frekuensi pelanggaran >10 kasus/tahun

2 = frekuensi pelanggaran 5-10 kasus/tahun

3 = frekuensi pelanggaran <5 kasus/tahun

Laporan dan interview dengan pengawas perikanan, survey, interview nelayan

30

Modifikasi alat penangkapan ikan dan alat bantu perlengkapan

Penggunaan alat tangkap dan alat bantu yang menimbulkan dampak negatif terhadap SDI

1 = lebih dari 50% ukuran ikan target

< Lm

2 = 25-50% ukuran ikan target < Lm 3 = <25% ukuran ikan target < Lm

Observer, Sampling ukuran ikan target/dominan, ukuran Lm (www.fishbase.org)

25

Kapasitas perikanan dan upaya

penangkapan

Besarnya kapasitas penangkapan dibagi aktivitas penangkapan

1 = rasio kapasitas penangkapan <1 2 = rasio kapasitas penangkapan = 1 3 = rasio kapasitas penangkapan >1

Logbook, survey, interview kepada responden berpengalaman

15

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian yakni: (a) mengevaluasi keberlanjutan pembangunan perikanan dengan pendekatan top down dan bottom up , (b) mengkaji optimalisasi pemanfaatan sumberdaya

Tujuan penelitian yakni: (a) mengevaluasi keberlanjutan pembangunan perikanan dengan pendekatan top down dan bottom up , (b) mengkaji optimalisasi pemanfaatan sumberdaya

Analisis Dampak Pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Pesisir.

Penelitian ini bertujuan menganalisis kapasitas stock dan potensi ekonomi lestari sumberdaya ikan, menganalisis keberlanjutan usaha perikanan, dan merumuskan strategi pengembangan

Analisis Dampak Pengembangan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Pesisir.

PER.08/MEN/2012, PPN Ambon mempunyai tugas melaksanakan fasilitas produksi dan pemasaran hasil perikanan di wilayahnya, pengawasan pemanfaatan sumberdaya ikan untuk

Ikan cakalang dan tongkol merupakan hasil tangkapan penting yang didaratkan oleh nelayan di PPN Palabuhanratu, dengan daerah penangkapan ikan di sekitar Perairan

Domain yang perlu diprioritaskan dalam pengelolaan perikanan yang berkelanjutan kedepannya yaitu: Domain Sumberdaya Ikan pada aktivitas penangkapan Spesies ETP, Domain Habitat