• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendekatan Keputusan Taktis (Tactical decision) untuk Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di Kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendekatan Keputusan Taktis (Tactical decision) untuk Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di Kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PENDEKATAN KEPUTUSAN TAKTIS (

TACTICAL DECISION

)

UNTUK PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN

PENDEKATAN EKOSISTEM DI KAWASAN TAMAN

WISATA PERAIRAN GILI MATRA

MADE AYU PRATIWI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pendekatan Keputusan Taktis (Tactical Decision) untuk Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di Kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

(4)

RINGKASAN

MADE AYU PRATIWI. Pendekatan Keputusan Taktis (Tactical Decision) untuk Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di Kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO dan LUKY ADRIANTO.

Taman Wisata Perairan (TWP) Gili Matra merupakan kawasan konservasi yang terletak di Desa Gili Indah, Lombok Utara yang memiliki potensi jenis ekosistem dan sumberdaya ikan. Potensi ini memberikan peluang pemanfaatan sumberdaya dalam kegiatan perikanan dan wisata. Kegiatan penangkapan ikan yang tidak bertanggung jawab dan kegiatan wisata menyebabkan kerusakan ekosistem yang secara tidak langsung akan mempengaruhi kelestarian sumberdaya ikan. Keberadaan dan kelestarian sumberdaya ikan merupakan salah satu kunci keberhasilan pengelolaan perikanan di TWP Gili Matra. Oleh karena itu, diperlukan kajian mengenai hubungan kegiatan wisata terhadap kegiatan perikanan, kajian kebutuhan ruang ekologis, dan kajian pengelolaan perikanan melalui pendekatan ekosistem (EAFM) di kawasan TWP Gili Matra. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi wisata perikanan, mengestimasi kebutuhan ruang ekologis, mengevaluasi kondisi perikanan melalui indikator EAFM, dan merumuskan strategi dan langkah taktis pengelolaan perikanan.

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei hingga Juni 2014 di kawasan TWP Gili Matra. Analisis korelasi dilakukan pada jumlah wisatawan terhadap jumlah nelayan, persentase tutupan karang terhadap kelimpahan ikan dan BOD terhadap persentase tutupan karang. Pengamatan ekosistem terumbu karang dilakukan dengan teknik foto kuadrat, ikan terumbu menggunakan metode visual sensus, kualitas perairan melalui pengukuran langsung (suhu, kedalaman, pH, salinitas, DO dan BOD), dan kondisi nelayan dan wisatawan melalui penelusuran data sekunder. Analisis kebutuhan ruang ekologis perikanan dilakukan dengan menggunakan data ikan tangkapan yang diperoleh dari Desa Gili Indah. Penilaian kondisi perikanan menggunakan indikator EAFM dilakukan dengan metode pengukuran langsung, wawancara, dan intepretasi data sekunder.

Korelasi antara jumlah wisatawan dan jumlah nelayan sangat kuat sebesar 0.87. Nilai korelasi antara tutupan terumbu karang dan kelimpahan ikan terumbu sebesar 0.15 (lemah). Nilai korelasi pada BOD dan tutupan terumbu karang bernilai negatif sebesar -0.16 yang berarti jika terjadi kenaikan BOD maka akan menurunkan tutupan terumbu karang. Kebutuhan ruang (EF) untuk kegiatan perikanan sebesar 0.05 km2 dan luas perairan TWP Gili Matra (BC) sebesar 18.97 km2. Kondisi ini disebut sebagai undershoot yang artinya pemanfaatan EF perikanan masih lebih kecil dari luasan lahan yang tersedia. Hasil evaluasi indikator didapatkan nilai rata-rata indeks agregat indikator EAFM sebesar 193. Hal ini berarti bahwa kondisi kawasan TWP Gili Matra termasuk dalam kategori sedang. Strategi pengelolaan dilakukan pada indikator sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem, teknologi penangkapan ikan, ekonomi, sosial dan kelembagaan. Langkah taktis dibuat agar dapat mengimplementasikan strategi yang telah ditetapkan.

(5)

SUMMARY

MADE AYU PRATIWI. Tactical Decision in Ecosystem Approach to Fisheries Management in Gili Matra Aquatic Park. Supervised by YUSLI WARDIATNO and LUKY ADRIANTO.

Gili Matra Aquatic Park is a conservation area located in Gili Indah Village, North Lombok. It is one of marine protected areas that has a wide range of potential resources, i.e. fish resources and ecosystems. The potency of fish resources and marine ecosystems is utilized in fisheries and tourism activities. Non responsible fisheries and tourism activities can cause ecosystem degradation and fish extinction. The existence and preservation of fish resources is the main key to successful fisheries management in Gili Matra. Therefore, it is necessary to study the relationship of tourism and fisheries, ecological footprint, and ecosystem approach to fisheries management. The study was aimed to estimated the correlation between tourism and fisheries, to estimated sustainability of fisheries, and to formulated strategy and tactic in fisheries management plan.

This study was conducted from May - June 2014 in Gili Matra Aquatic Park. Correlation analysis performed by several parameters, i.e the number of tourists to the number of fisherman, the percentage of coral cover to the abundance of fish, and BOD to the percentage of coral cover. Coral reef ecosystems survey was done by photo quadratic method, coral reef fish survey by visual sensus method, water condition by direct measurement (temperature, depth, pH, salinity, DO, and BOD) and also fishermen and tourists condition by collected secondary data. Ecological footprint for fisheries analysis performed by using fish catches data from Gili Indah village. Assessment of fishery conditions using indicators EAFM (Ecosystem Approach to Fisheries Management) conducted by a direct measurement method, interview, and secondary data interpretation.

Correlation beetwen the number of tourists and the number of fishermen have a very strong correlation value of 0.87. Correlation between coral cover and coral reef fish abundance is very low at 0.09. Correlation values between BOD and coral cover is negative (-0.16). It means, if there is an increasing of BOD, there will be coral cover decreasing. Ecological footprint in the Gili Matra is equal to 0.05 km2. Compared with 18.97 km2 water area of Gili Matra, so this refer to undershoot. Using EF fishery is still smaller than the available area and the resources can reproduce and maintain its ecological functions. Evaluation indicators of fisheries show an average index of aggregate indicator value is equal to 193. It means, the condition of Gili Matra Aquatic Park included in the medium category. The management strategy in Gili Matra Aquatic Park consist of the strategy for fish, habitat and ecosystem, fishing technology, economic, social, and institutional indicator. Tactical decisions made in order to implemented the management strategies that have been set.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(7)

PENDEKATAN KEPUTUSAN TAKTIS (

TACTICAL DECISION

)

UNTUK PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN

PENDEKATAN EKOSISTEM DI KAWASAN TAMAN

WISATA PERAIRAN GILI MATRA

MADE AYU PRATIWI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Nama : Made Ayu Pratiwi

NIM : C252130476

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya

Pesisir dan Lautan

Tanggal Ujian: 08 September 2014 Tanggal Lulus: Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc

Ketua

Dr Ir Luky Adrianto, MSc Anggota

Dr Ir Luky Adrianto, MSc

(10)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan karunia yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

Pendekatan Keputusan Taktis (Tactical Decision) untuk Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di Kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra”. Penelitian ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc selaku pembimbing I dan Dr Ir Luky Adrianto, MSc selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan arahan selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan tesis. 2. Dr Ir M. Mukhlis Kamal, MSc selaku dosen penguji tamu serta Dr

Yonvitner, SPi, MSi selaku Sekretaris Program Studi yang telah banyak memberikan saran dalam penyusunan tesis ini.

3. Keluarga tercinta: Bapak, Ibu, Kak Agus, Adek Yogi, Kakek, Nenek, Tuayah, Tunini dan Joka.

4. Pihak BKKPN Kupang hhusunya Pak Yesaya, Pak Lubis, Mbak Niramaya, Pak Hazmi, Pak Ayat dan seluruh Staf Satker Gili Matra.

5. Pihak DPPKKP khususnya Pak Wayan.

6. Pihak Desa Gili Indah Khususnya Kades, Sekdes, Kadus Gili Meno, Trawangan dan Ayer.

7. Pihak WCS khususnya Bang Tasrif, dan Bang Hasbi.

8. Warga Gili Indah khususnya Pak Tarpo, Mas Zaki dan Mbak Padiah. 9. Warga IP: Perdana, Bli Manu, Bli Yoga, dan Bli Giri.

10.Teman terbaik: Putri, Tamimi, Debby, Ayu, dan Dirga.

11.Teman seperjuangan: Mas Fery, Kak Aluh, Selvia, Niken, Allsay, Gilang, Tyas, Novita, Arni, Bang Rifqi, Bang Rika, Pak Anto, Mbak Ditha, Mbak Riana, dan seluruh teman MSP 46 dan SPL 2012 dan 2013 atas segala doa, kasih sayang, dan bantuanya.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat dalam mendukung pengambilan kebijakan, khususnya pada daerah TWP Gili Matra dan dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat.

Bogor, Oktober 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

1. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Manfaat Penelitian 5

2. METODOLOGI 6

2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 6

2.2 Jenis dan Sumber Data 6

2.3 Tahapan Penelitian 7

2.4 Teknik Pengumpulan Data 9

2.5 Alat dan Bahan 11

3. ANALISIS DATA 11

3.1 Partisipatory Fishing Ground Mapping 11

3.2 Terumbu Terumbu 11

3.3 Ikan Karang 12

3.4 Analisis Korelasi 12

3.5 Kebutuhn Ruang Ekologis (Ecological Footprint) 13

3.6 Analisis Data Indikator EAFM 14

3.7 Pendekatan Keputusan Taktis 18

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19

4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian 19

4.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat 22

4.3 Kesesuaian Daerah Penangkapan Ikan 24

4.4 Ekosistem Terumbu Karang 25

4.5 Analisis Korelasi 29

4.6 Kebutuhan Ruang Ekologis (Ecological Footprint) 30 4.7 Penilaian Perikanan di TWP Gili Matra Menggunakan

Indikator EAFM 33

4.8 Analisis Flag Modeling 37

4.9 Keputusan Taktis (Tactical Decision) 37

5. PENUTUP 42

5.1 Kesimpulan 42

5.2 Saran 42

(12)

DAFTAR TABEL

1. Aspek, variabel, sumber, dan analisis yang diperlukan dalam

penelitian 7

2. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian 11

3. Trophic level beberapa jenis ikan di perairan TWP Gili Matra 14 4. Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain

sumberdaya ikan, dan habitat dan ekosistem 15

5. Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain

Teknologi penangkapan ikan, ekonomi, dan sosial 16 6. Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain

kelembagaan 17

7. Visualisasi model bendera untuk indikator EAFM 18

8. Jenis ikan hasil tangkapan yang didaratkan di Gili Ayer 20 9. Jenis alat tangkap dan dugaan hasil tangkapan responden nelayan

di TWP Gili Matra 23

10. Kondisi fisika kimia perairan pada tiga stasiun pengamatan di TWP

Gili Matra 25

11. Tutupan terumbu karang keras hidup, karang mati, biota lain, alga,

dan abiotik pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili Matra 26 12. Indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominasi ikan terumbu

Pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili Matra 28

13. Nilai korelasi pearson dan spearman rank pada parameter jumlah wisatawan, jumlah nelayan, terumbu karang kelimpahan ikan, dan

BOD 29

14. Produksi ikan hasil tangkapan nelayan di Desa Gili Indah (2012-

2013) 30

15. Kebutuhan ruang ekologis sistem perikanan di Desa Gili Indah 31 16. Perbandingan kebutuhan ruang ekologis perikanan dengan daerah

lain 31

17. Analisis komposit domain sumberdaya ikan 33

18. Analisis komposit domain habitat dan ekosistem 34

19. Analisis komposit domain teknologi penangkapan ikan 35

20. Analisis komposit domain ekonomi 35

21. Analisis komposit domain sosial 36

22. Analisis komposit domain kelembagaan 36

23. Indeks komposit agregat indikator EAFM pada setiap domain di

TWP Gili Matra 37

24. Langkah Taktis dalam Pengelolaan Perikanan di TWP Gili Matra 40 25. Langkah Taktis dalam Pengelolaan Perikanan di TWP Gili Matra

(13)

DAFTAR GAMBAR

1. Persentase tutupan terumbu karang hidup di TWP Gili Matra (Husni

2001; Sirait 2007; Kartawijaya et al. 2012) 4

2. Kerangka pemikiran penelitian 5

3. Peta lokasi penelitian (KP3K-KKP 2013) 6

4. Tahapan penelitian pada aspek Partisipatory fishing ground mapping 8

5. Tahapan penelitian pada aspek tekanan wisata 8

6. Tahapan penelitian pada aspek kebutuhan ruang ekologis 9 7. Tahapan penelitian pada aspek penilaian indikator EAFM 9

8. Metode foto kuadrat (KP3K-KKP 2013) 10

9. Kunjungan wisatawan ke TWP Gili Matra Tahun 2009-2013 (Dinas Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi, dan Informatika 2013;

Un-published Data) 21

10. Kunjungan wisatawan mancanegara, dan wisatawan nusantara ke TWP Gili Matra Tahun 2009-2013 (Dinas Perhubungan, Pariwisata,

Komunikasi, dan Informatika 2013; Unpublished data) 22 11. Sebaran umur responden nelayan di TWP Gili Matra 22 12. Komposisi tingkat pendidikan responden nelayan di TWP Gili Matra 23 13. Peta kesesuaian daerah penangkapan ikan di TWP Gili Matra 24 14. Komposisi famili ikan terumbu pada tiga stasiun pengamatan di

TWP Gili Matra 27

15. Kelimpahan ikan terumbu pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili

Matra 27

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Ukuran rata-rata, Lm, dan panjang maksimal ikan hasil tangkapan 48 2. Jenis ikan, dan status IUCN ikan hasil tangkapan di TWP Gili Matra 48 3. Kepadatan jenis ikan terumbu pada stasiun pengamatan di TWP Gili 49

Matra

4. Nilai parameter kualitas perairan, lamun, mangrove, dan terumbu

karang di TWP Gili Matra 49

5. Persentase ukuran ikan target (dibawah Lm) yang didaratkan di TWP

Gili Matra 50

6. Nilai parameter ekonomi nelayan di TWP Gili Matra 50 7. Konflik pemanfaatan sumberdaya di TWP Gili Matra 50 8. Pengambilan data dan kondisi biorock di stasiun pengamatan terumbu

karang 51

9. Transek kuadrat pada stasiun pengamatan terumbu karang 51 10. Kondisi ikan terumbu pada stasiun pengamatan terumbu karang 52

11. Kuisioner rumah tangga perikanan 53

12. Kuisioner indikator kelembagaan 59

13. Partisipasi pemangku kepentingan dalam kegiatan pengelolaan

perikanan di TWP Gili Matra 65

14. Pelanggaran terhadap peraturan formal dan informal di TWP Gili

(15)

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Taman Wisata Perairan (TWP) Gili Matra merupakan kawasan konservasi yang terletak di Desa Gili Indah, Lombok Utara. TWP Gili Matra terdiri dari pulau Gili Meno, Gili Trawangan dan Gili Air. TWP Gili Matra dikelola oleh sebuah Unit Pelaksana Teknis yang dibentuk oleh Direktorat Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K), Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan nama Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) yang berkedudukan di Kupang, NTT. TWP Gili Matra memiliki potensi berbagai macam jenis ekosistem dan sumberdaya ikan. Ekosistem yang terdapat di kawasan TWP Gili Matra adalah ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang.

Jenis ikan yang tertangkap di Gili Matra terdiri dari ikan karang, pelagis kecil, pelagis besar, dan moluska (cumi-cumi, sotong, dan gurita) dengan keanekaragaman jenis ikan tangkapan mencapai sekitar 48 jenis (Kartawijaya et al. 2012). Jenis ikan tersebut berupa ikan Angke, Badongan, Balang-balang, Baraksipa, Baronang, Bebideng, Bebilok, Benggulung, Bengkal, Bengkunis, Buah-buah, Cakalang, Conde, Cumi-cumi, Ekor kuning, Empak rembilok/melela, Sulir, Geranggang, Gurita, Hiu, Jenggot, Kakap, Kasap, Kerapu, Korsok, Kuning Elong, Lauro, Layang, Lelah, Lembireng, Marjung, Membilok, Membireng, Mogong/parot fish, Oras, Pari, Pasok, Penambak, Pogot, Rumak-rumak, Semadar, Sotong, Sunu, Tambak-tambak, Teri, Terinjang, Tongkol, dan Tuna (Kartawijaya et al. 2012). Keanekaragaman jenis ikan ini memberikan peluang pemanfaatan sumberdaya dalam kegiatan perikanan. Kegiatan perikanan yang terdapat di kawasan TWP Gili Matra adalah kegiatan perikanan tangkap. Husni (2001), menyatakan bahwa di TWP Gili Matra saat ini dikembangkan kegiatan wisata bahari dan tempat nelayan untuk memperoleh pendapatan dari menangkap ikan sebagai mata pencaharian pokok.

Keindahan ekosistem (terumbu karang, lamun dan mangrove), keanekaragaman jenis ikan, dan keindahan pantai di Gili Matra juga mendatangkan manfaat langsung dari aktivitas wisata bahari. Konsep wisata bahari mencakup berbagai kegiatan pariwisata, hiburan, dan berorientasi rekreasional yang terjadi di zona pesisir dan perairan pesisir lepas pantai (Hall 2001). Status Taman Wisata Perairan juga membuat permintaan wisata pada wilayah TWP Gili Matra meningkat. Sejak dinyatakan sebagai kawasan konservasi Tahun 1993, kegiatan pariwisata telah berkembang dengan pesat, dan disisi lain menyebabkan degradasi ekosistem (Suana dan Ahyadi 2012). Kenaikan jumlah wisatawan tersebut dapat meningkatkan devisa negara dan pendapatan asli daerah dari sektor pariwisata. Kegiatan wisata di TWP Gili Matra juga mendatangkan keuntungan ekonomi masyarakat lokal, namun di sisi lain juga memunculkan dampak terhadap lingkungan (kondisi fisik, kimia, biologis), sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat.

(16)

akibat pencemaran dari limbah buangan. Banyak situs wisata ditandai dengan perkembangan pembangunan infrastruktur, suprasturktur dan fasilitas yang secara cepat atau lambat akan menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan, sehingga menciptakan situasi kritis (Casagrandi et al. 2002). Seiring dengan perkembangan wisata bahari juga mengakibatkan dampak terhadap pekerjaan masyarakat, seperti banyak nelayan yang beralih profesi menjadi pekerja wisata. Jumlah nelayan yang berkurang ini nantinya akan mempengaruhi jumlah produksi ikan hasil tangkapan. Hal ini nantinya akan mempengaruhi pola konsumsi ikan masyarakat di kawasan TWP Gili Matra, sehingga diperlukan kajian kebutuhan ruang ekologis (ecological footprint) perikanan untuk dapat menduga daya dukung perikanan berdasarkan pola konsumsi masyarakat di kawasan tersebut.

Wackernagel dan Ress (1996) mendefinisikan ecological footprint (EF) sebagai area dari ruang produktif ekologi dalam beberapa kelas (termasuk area laut) yang akan diperlukan pada basis keberlanjutan, yaitu untuk menyediakan semua konsumsi energi dan material sumberdaya dan untuk menyerap semua limbah yang dibuang oleh populasi dengan teknologi yang digunakan. Analisis ruang ekologis (Ecological Footprint Analysis) perikanan merupakan analisis yang dapat digunakan untuk mengukur besarnya kemampuan kawasan untuk menerima beban akibat pemanfaatan oleh manusia. Ecological Footprint memberikan perkiraan jumlah dampak akibat produksi biofisik dan kapasitas limbah yang diakibatkan oleh gaya hidup manusia (Hunter dan Shaw 2005).

Pengelolaan perikanan merupakan semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan-peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati (KKP 2012). Pengelolaan perikanan berkelanjutan dapat dicapai melalui pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem (Ecosystem Approach to Fisheries Management). Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) merupakan sebuah konsep yang menyeimbangkan antara tujuan sosial ekonomi dalam pengelolaan perikanan (kesejahteraan nelayan, keadilan pemanfaatan sumberdaya ikan) dengan tetap mempertimbangkan pengetahuan, informasi dan ketidakpastian tentang komponen biotik, abiotik dan interaksi manusia dalam ekosistem perairan melalui sebuah pengelolaan perikanan yang terpadu, komprehensif dan berkelanjutan (KKP 2012).

(17)

menggunakan indikator sosial-ekonomi. Strategi pengelolaan yang telah ditentukan dapat dirumuskan kedalam langkah-langkah taktis. Gavaris 2009 menyatakan bahwa pendekatan keputusan taktis (tactical decision) merupakan salah satu pendekatan yang merumuskan langkah-langkah taktis yang dapat dilakukan untuk mencapai strategi pengelolaan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penting dilakukan penelitian Pendekatan Keputusan Taktis (Tactical decision)untuk Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem di Kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra.

1.2 Perumusan Masalah

TWP Gili Matra merupakan salah satu kawasan konservasi perairan yang memiliki berbagai potensi sumberdaya, yaitu sumberdaya ikan dan ekosistem. Potensi ini mendatangkan pemanfaatan terhadap kawasan pada kegiatan wisata dan perikanan. Husni (2001), menyatakan bahwa di TWP Gili Matra saat ini dikembangkan kegiatan wisata bahari dan tempat nelayan untuk memperoleh pendapatan dari menangkap ikan sebagai mata pencaharian pokok. Terdapat 3 buah gugusan pulau yang terkenal dengan sebutan Gili Matra (Meno, Trawangan dan Air) yang saat ini merupakan daerah andalan wisata di Kabupaten Lombok Utara (DPPKKP 2011). Keindahan alam, keanekaragaman ikan dan ekosistem membuat permintaan terhadap kegiatan wisata di TWP Gili Matra meningkat. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke TWP Gili Matra telah mengalami peningkatan sebesar 4.6 kali, yaitu sebesar 83 175 orang Tahun 2000 menjadi 383 736 orang Tahun 2012 (BPS lombok Barat 2000 in Husni 2001; Dispar 2013 (Unpublished data)).

Peningkatan jumlah wisatawan ini dapat mengakibatkan meningkatnya pembangunan infrastruktur wisata seperti hotel, restoran, penginapan dan perahu wisata. Solihin (2008), menyatakan bahwa dalam menunjang kegiatan pariwisata di TWP Gili Matra telah terjadi pengembangan pesat pengadaan sarana prasarana fasilitas wisata. Pickering dan Hill (2007), menyatakan bahwa rekreasi dan wisata telah mengakibatkan dampak terhadap Australian Protected Areas akibat infrastruktur dan aktivitas wisata. Pembangunan infrastruktur wisata ini akan meningkatkan jumlah limbah yang dibuang ke perairan yang akan menyebabkan penurunan kualitas perairan. Selain itu, peningkatan jumlah wisatawan juga menyebabkan peningkatan aktivitas wisata. Aktivitas wisata di TWP Gili Matra merupakan aktivitas wisata bahari, seperti diving, snorkling, dan wisata pantai yang dilakukan pada ekosistem terumbu karang dan padang lamun.

Aktivitas wisata bahari akan menyebabkan kerusakan terumbu karang jika dilakukan dengan tidak terkontrol. Jumlah wisatawan yang memuncak dan kegiatan snorkeling memberikan dampak terhadap terumbu karang akibat tendangan dan berdiri di atas karang (Hannak et. al 2011). (Menurut Husni (2001); Sirait (2007); Kartawijaya et al. (2012), telah terjadi penurunan persentase tutupan terumbu karang hidup sebesar 51.72 % selama dua belas tahun terakhir, yaitu dari 75.42 % pada Tahun 2000 menjadi 23.70 % pada Tahun 2012 (Gambar 1).

(18)

mengakibatkan banyak nelayan yang beralih profesi menjadi penyedia wisata. Kerusakan atau degradasi ekosistem terumbu karang dan beralihnya profesi nelayan menjadi penyedia wisata dikhawatirkan mampu menyebabkan penurunan produksi ikan hasil tangkapan dan perubahan pola konsumsi ikan masyarakat setempat.

Gambar 1. Persentase tutupan terumbu karang hidup di TWP Gili Matra Sumber: (Husni 2001; Sirait 2007; Kartawijaya et al. 2012)

Berdasarkan pemaparan diatas, maka diperlukan kajian mengenai keterkaitan wisata-perikanan di kawasan TWP Gili Matra, kajian kebutuhan ruang ekologis (ecological footprint), dan perlu dilakukan upaya pengelolaan perikanan melalui pendekatan ekosistem untuk dapat menentukan strategi dan langkah-langkah taktis pengelolaan perikanan di kawasan TWP Gili Matra. Permasalahan diatas dirumuskan dengan:

1. Bagaimana hubungan kegiatan wisata dan perikanan di TWP Gili Matra ? 2. Bagaimana status kegiatan perikanan di kawasan TWP Gili Matra ?

3. Bagaimana strategi dan langkah taktis pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem di kawasan TWP Gili Matra ?

Adapun kerangka pemikiran pengelolaan perikanan berkelanjutan di kawasan TWP Gili Matra tertera pada Gambar 2.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk merencanakan stategi pengelolaan perikanan yang bersinergi positif dengan kegiatan wisata di kawasan TWP Gili Matra melalui pendekatan ekosistem. Tujuan khusus penelitian ini yaitu :

1. Menduga keterkaitan beberapa variabel wisata terhadap variabel perikanan melalui analisis korelasi;

2. Mengestimasi kebutuhan ruang ekologis perikanan di kawasan TWP Gili Matra;

3. Mengevaluasi kondisi perikanan di TWP Gili Matra dengan menggunakan indikator EAFM;

4. Merumuskan strategi dan langkah-langkah taktis pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem (EAFM) di kawasan TWP Gili Matra melalui pendekatan keputusan taktis (Tactical Decision).

(19)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Tersedianya informasi kebutuhan ruang ekologis perikanan di kawasan TWP Gili Matra.

2. Tersedianya informasi penilaian perikanan dengan menggunakan indikator EAFM di kawasan TWP Gili Matra.

3. Sebagai salah satu acuan pengambilan kebijakan dalam pengimplementasian pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem di kawasan TWP Gili Matra.

Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian Sistem Sosial Ekologi TWP Gili Matra

Potensi Sumberdaya dan Sosial Ekonomi TWP Gili

Matra

Pemanfaatan TWP Gili Matra (Wisata-Perikanan)

Pengelolaan Perikanan dengan Pendekatan Ekosistem

SD Ikan Habitat Tek. Penangkapan Ekonomi Sosial Kelembagaan

Decision Analysis

Perikanan Berkelanjutan

Fe

edbac

(20)

2. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan TWP Gili Matra (Gili Meno, Gili Trawangan dan Gili Ayer) yang terletak di Desa Gili Indah, Kabupaten Lombok Utara (Gambar 3). Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, dari bulan Mei hingga bulan Juni 2014. Pengamatan di TWP Gili Matra terbagi ke dalam beberapa titik pengamatan yaitu biofisik data sekunder, biofisik data primer, dan sosial yang tersebar di ketiga pulau Gili Matra. Titik pengamatan biofisik data sekunder merupakan data kondisi biofisik yang diperoleh dari BKKPN Kupang, biofisik data primer merupakan titik pengamatan biofisik yang dilakukan langsung, dan titik pengamatan sosial dilakukan pada daerah pemukiman penduduk.

Gambar 3. Peta lokasi penelitian (KP3K-KKP 2013)

2.2 Jenis dan Sumber Data

(21)

Kabupaten Lombok Utara dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Utara. Penelitian ini dibagi kedalam empat aspek yaitu partisipatory fishing ground mapping, tekanan wisata, kebutuhan ruang ekologis, dan indikator EAFM. Aspek, variabel, sumber, dan analisis yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Aspek, variabel, sumber, dan analisis yang diperlukan dalam penelitian

Aspek Variabel Sumber Analisis

Partisipatory Daerah Penangkapan Ikan Wawancara Analisis

Partisi-Fishing Ground patory Fishing

Mapping Ground Mapping

Tekanan Wisata Tutupan Terumbu Karang Pengukuran CPCe, Indeks

Tutupan Alga langsung Keseragaman, Ikan Karang (Foto Kuadrat, Keanekaragaman, Kualitas perairan (BOD) Visual sensus) Dominasi, Jumlah Nelayan Data sekunder Mortalitas,

(BKKPN Kupang, Kelimpahan, Dan DPPKKP) korelasi

Kebutuhan Jumlah Tangkapan Data Sekunder Analisis Ruang

Ruang Ekologis Komposisi Spesies (Desa Gili Indah) Ekologis

Indikator EAFM Domain Sumberdaya ikan Pengukuran Skor Likert ber-

Domain Habitat & Ekosistem langsung, basis ordinat 1,2,3 Domain Teknologi Survey, Analisis flag

Penangkapan Ikan Wawancara, modelling Domain Ekonomi Data sekunder

Domain Sosial

Domain Kelembagaan

2.3 Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap empat aspek. Masing-masing aspek memiliki tahapan penelitian yang berbeda. Tahapan penelitian terhadap masing-masing aspek adalah sebagai berikut:

Partisipatory fishing ground mapping

(22)

Gambar 4. Tahapan penelitian pada aspek Partisipatory fishing ground mapping

Tekanan Wisata

Pendugaan terhadap aspek tekanan wisata bertujuan agar dapat menganalisa keterkaitan antara kegiatan wisata dan perikanan. Kegiatan wisata dapat menimbulkan dampak secara tidak langsung terhadap kegiatan wisata, baik secara ekologi maupun sosial. Dampak yang ditimbulkan secara ekologi yaitu terhadap kondisi terumbu karang, kelimpahan ikan, dan kualitas perairan. Dampak secara sosial yang ditimbulkan adalah banyak nelayan yang beralih profesi sebagai penyedia wisata. Pada penelitian ini dilakukan uji korelasi untuk melihat seberapa erat hubungan antara parameter tersebut.

Gambar 5. Tahapan penelitian pada aspek tekanan wisata

Kebutuhan Ruang Ekologis

Kajian aspek daya dukung perikanan melalui pendekatan ruang ekologis dilakukan untuk mengetahui luasan pemanfaatan perikanan dan keberlanjutan kegiatan perikanan. Penilaian kebutuhan ruang ekologis dilakukan melalui beberapa tahap. Tahapan ini dimulai dengan mengumpulkan data produksi ikan hasil tangkapan, selanjutnya dilakukan perhitungan kebutuhan produktivitas primer dan kemudian menghitung kebutuhan ruang ekologis/EF. Keberlanjutan

(23)

perikanan dapat dilihat dengan membandingkan luas kebutuhan ruang ekologis dengan luas biocapacity (luas perairan produktif yang tersedia).

Gambar 6. Tahapan penelitian pada aspek kebutuhan ruang ekologis

Penilaian Indikator EAFM

Penilaian indikator EAFM dilakukan untuk dapat mengetahui kondisi kawasan TWP Gili Matra terhadap enam domain yaitu sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem, teknologi penangkapan ikan, ekonomi, sosial, dan kelembagaan. Penentuan status pengelolaan perikanan pada TWP Gili Matra dilakukan melalui analisis komposit terhadap indikator pada setiap domain. Hasil analisis komposit ini dapat divisualisasikan dengan teknik flag modelling agar dapat mengetahui status pengelolaan perikanan di TWP Gili Matra.

Gambar 7. Tahapan penelitian pada aspek penilaian indikator EAFM

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Ekosistem terumbu karang

Pengambilan data ekosistem terumbu karang dilakukan pada tiga titik pengamatan mengunakan metode foto kuadrat. Metode ini menggunakan teknologi foto digital di sepanjang transek garis. Transek garis yang dipasang memiliki panjang 50 m, dimana posisi pulau berada disebelah kanan. Pengambilan data foto digital dilakukan menggunakan tetraport foto transek (1m x 1m) di sepanjang garis yang dimulai dari transek 1 yang berada pada sisi sebelah kiri dari transek garis, kemudian transek 2 pada sebelah kanan pada 1 m berikutnya dan demikian seterusnya hingga transek ke-50 yang berada pada sisi sebelah kanan (Gambar 8).

(24)

Gambar 8. Metode foto kuadrat (KP3K-KKP 2013)

Ikan

Pengamatan ikan dibagi menjadi pengamatan terhadap ikan terumbu dan ikan hasil tangkapan yang didaratkan oleh nelayan. Pengamatan kondisi ikan terumbu, parameter yang akan diamati yaitu jenis dan jumlah ikan terumbu. Metode yang digunakan adalah teknik pencatatan visual sensus yaitu mencatat jenis dan jumlah ikan yang ditemukan sepanjang transek (Hill dan Wilkinson 2004).

Metode visual sensus dilakukan di sepanjang transek garis yang digunakan untuk pengambilan data terumbu karang. Pengambilan data dilakukan dengan cara mencatat spesies ikan terumbu dengan jarak pandang 5 meter (2.5 m ke kanan dan 2.5 m ke kiri) dari transek, kemudian ke arah depan sepanjang transek garis yaitu 50 meter. Pengamatan ikan hasil tangkapan dilakukan selama satu bulan dan dilakukan identifikasi spesies ikan menggunakan Buku Indonesian Reef Fishes (Kuiter dan Takamasa 2001) dan Marine Fishes (Allen 1997).

Kualitas perairan

Pengambilan data kualitas perairan dilakukan untuk mengukur kualitas air pada titik pengamatan terumbu karang. Parameter kualitas air yang diukur adalah suhu, kedalaman, pH, salinitas, DO (Dissolved Oxygen) dan BOD (Biochemical Oxygen Demand). Pengukuran suhu, kedalaman, pH, salinitas dan DO dilakukan langsung dilapangan. Pengukuran BOD dilakukan dengan menggambil sampel air di setiap titik sampling, kemudian dianalisis di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Pengukuran BOD dilakukan dengan metode APHA, ed. 22, 2012, 2510-B.

Wawancara

Metode wawancara dilakukan dengan bantuan daftar pertanyaan terstruktur atau kuisioner (Lampiran 12 dan 13). Wawancara dibagi menjadi dua, yaitu wawancara terhadap rumat tangga perikanan (nelayan) dan kelembagaan kepada pihak pengelola dan pemangku kepentingan di TWP Gili Matra.

50 m

1m

(25)

2.5 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi alat dan bahan yang digunakan untuk mengukur data biofisik (ekologi) dan sosial ekonomi yang dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

No Alat dan Bahan Kegunaan

1 Peta dasar wilayah Gili Matra Memetakan daerah penangkapan

2 penggaris mengukur panjang ikan

3 Alat Selam Penyelaman

4 Kamera bawah air Dokumentasi

5 Newtop (Sabak) Mencatat jenis ikan karang

6 Refraktometer Mengukur salinitas

7 pH meter Mengukur pH

8 Do meter Mengukur DO dan suhu

9 Botol Sampel Mengukur BOD

10 Kuisioner Wawancara

3. ANALISIS DATA

3.1 Partisipatory Fishing Ground Mapping

Pendekatan partisipatory fishing ground mapping dilakukan melalui wawancara daerah penangkapan ikan oleh nelayan dengan menggunakan peta dasar TWP Gili Matra. Hasil dari pendekatan partisipatory ground mapping dibandingkan dengan peta tata ruang wilayah penangkapan ikan.

3.2 Terumbu Karang

Analisis data terumbu karang meliputi persentase tutupan karang, persentase tutupan alga dan indeks mortalitas karang. Persentase tutupan terumbu karang dan tutupan alga dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak CPCe 4.1 (Coral Point Count With Excel Extension). CPCe dirancang khusus untuk menghitung dengan cepat dan efisien tutupan karang di daerah tertentu (Kohler dan Gill 2005). Perhitungan indeks mortalitas karang (MI) dilakukan untuk mengetahui tingkat kematian dari terumbu karang. Indeks mortalitas dihitung dengan rumus sebagai berikut (English et al. 1994):

MI = � �� ���� � � �

� �� ���� � ℎ� � + � �� ���� � � �

(26)

3.3 Ikan Terumbu

Analisis data ikan karang dibagi menjadi kelimpahan ikan, indeks keanekaragamaan (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominasi (C). Kelimpahan ikan terumbu merupakan jumlah ikan terumbu yang ditemukan pada suatu luasan transek pengamatan. Kelimpahan ikan terumbu dapat dihitung dengan rumus (Odum 1971):

A Ni x D10.000

Dimana, D adalah kepadatan/kelimpahan individu (ind/ha), Ni adalah jumlah individu (ind), dan A adalah luas pengambilan data (ha). Perhitungan keanekaragaman ikan karang dilakukan dengan menggunakan indeks Shannon-Wiener (H’) dengan rumus sebagai berikut (Krebs 1972):

H= − ��ln��

�=1

Dimana, H’ adalah indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, pi adalah perbandingan jumlah ikan karang spesies ke-i (ni) terhadap jumlah total (N) = ni/ N. Perhitungan indeks keseragaman ikan karang dilakukan dengan rumus :

E = �

��

Dimana, E adalah indeks keseragaman, H adalah keseimbangan spesies, H max

adalah indeks keanekaragaman maksimum yaitu = ln S, dan S adalah jumlah total spesies. Perhitungan indeks dominasi diperlukan untuk mengetahui tingkat dominasi suatu spesies ikan di perairan. Indeks dominasi Simpson (C) diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

�= ��2

�=1

Dimana, C adalah indeks dominasi, pi adalah proporsi jumlah individu pada spesies ikan karang, N adalah jumlah individu seluruh spesies, ni adalah jumlah individu dari spesies ke-i, dan i adalah 1,2,3....n.

3.4 Analisis Korelasi

Analisis korelasi adalah metode statistika yang digunakan untuk menentukan kuatnya atau derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Semakin nyata hubungan linier (garis lurus), maka semakin kuat atau tinggi derajat hubungan garis lurus antara kedua variabel atau lebih. Ukuran untuk derajat hubungan garis lurus ini dinamakan koefisien korelasi (Hasanah 2013). Analisis korelasi dilakukan pada beberapa parameter yaitu:

1. X1: jumlah wisatawan terhadap Y1: jumlah nelayan;

(27)

Pengujian korelasi yang dilakukan menggunakan gabungan data olahan primer dan data sekunder dari BKKPN Kupang. Analisis korelasi dilakukan dengan menggunakan sotware SPSS 20 (Statistical Product and Service Solutions). DeVaus (2002) menyatakan bahwa interval kekuatan hubungan yaitu:

1. 0.00 tidak ada hubungan;

2. 0.01-0.09 hubungan kurang berarti; 3. 0.10-0.29 hubungan lemah;

4. 0.30-0.49 hubungan moderat; 5. 0,50-0.69 hubungan kuat; 6. 0.70-0.89 hubungan sangat kuat; 7. >0.90 hubungan mendekati sempurna.

3.5 Kebutuhan Ruang Ekologis (Ecological Footprint)

Kebutuhan ruang ekologis atau ecological footprint dapat digunakan untuk menduga daya dukung perikanan. Ecological Footprint adalah konsep daya dukung lingkungan dengan memperhatikan tingkat konsumsi masyarakat. Pendekatan EF perikanan secara statis dilakukan dengan memperhitungkan kebutuhan produktivitas primer (primary production required/PPR) (Pauly dan Cristensen 1995). Pauly dan Christensen (1995) membagi sistem perairan menjadi enam yaitu

1. Open ocean system; 2. Upwelling system; 3. Tropical shelves; 4. Non tropical shelves; 5. Coastal/reef system; 6. Freshwater system.

Produktivitas primer masing-masing sistem tersebut secara berurutan yaitu 103, 973, 310, 310, 890, 290 gC/m2/th.

Penentuan kebutuhan produktivitas primer (PPR) dihitung dengan mengkonversi berat ikan ke dalam berat karbon yang dilakukan dengan Ci dibagi 9 sebagai konversi berat atom C. Kebutuhan produktivitas primer dihitung berdasarkan rumus Pauly dan Christensen (1995) yaitu :

PPRi = �� 9 × 10

(TL i+ 1)

PPRi adalah kebutuhan produksivitas primer spesies ikan ke-i, Ci adalah hasil

tangkapan spesies ikan ke-i, dan TL-i adalah rata-rata jumlah transfer trophic level

produktivitas primer hasil tangkapan ke-i. Penentuan nilai TL dilakukan berdasarkan nilai Trophic level pada setiap kelompok spesies dan dengan memperhatikan kode grup spesies yang dikeluarkan FAO. Pada kawasan TWP Gili Matra secara umum terdapat dua sistem perairan yaitu tropical shelves, dan coastal and coral system (Tabel 3).

Jika rata-rata efisiensi transfer adalah 10% (Pauly dan Christensen 1995) maka ruang ekologis sistem perairan dapat dihitung dengan formula (Wada 1999) sebagai berikut:

(28)

EFa adalah ruang ekologis sistem perairan a, PPRia adalah kebutuhan

produktivitas primer spesies i di sistem perairan a, PPa adalah produktivitas primer

sistem perairan a, dan n adalah jumlah spesies ikan.

Tabel 3. Trophic level beberapa jenis ikan di perairan TWP Gili Matra Sistem

Perairan Kode FAO Kelompok Spesises

Trophic Level

Tropical 24, 35 Small Pelagics 2.8

Shelves 31, 33, 39 Misc. Teleosteans 3.5

34, 37 Jacks, Mackerels 3.3

36 Tunas, Bonitos, Billfishes 4.0

57 Squids, Cuttlefishes, Octopuses 3.2

45 Shrimps, Prrawns 2.7

42-44, 47, 77

Lobster, Crabs and Other

Invetebrates 2.6

38 Sharks, Rays, Chimaeras 3.6

Coastal and 52-56, 58 Bivalves and Other Molluscs 2.1

Coral Systems 31, 39 Miscellaneous Marine Fishes 2.8

35 Herrings, Sardines, Anchovies 3.2

9 Seaweeds 1.0

34, 37 Jacks, Mackerels 3.3

23-25 Diadromous Fishes 2.8

43-45, 47 Shrimps, Prrawns 2.6

42, 74-77

Crustaceans and Other

Invertebrates 2.4

72 Turtles 2.4

Sumber: Pauly dan Christensen(1995)

3.6 Analisis Indikator EAFM

Analisis EAFM merupakan salah satu pendekatan multi atribut dengan pendekatan kepada gejala atau performa indikasi kondisi ekosistem perairan secara umum (KKP 2012). Menurut FAO (2005), terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam implementasi pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem (EAFM) yaitu; (1) Perikanan harus dikelola pada batas yang memberikan dampak yang dapat ditoleransi oleh ekosistem; (2) Interaksi ekologis antar sumberdaya ikan dan ekosistemnya harus dijaga; (3) Perangkat pengelolaan sebaiknya compatible untuk semua distribusi sumberdaya ikan; (4) Tindakan pencegahan dalam pengambilan keputusan diperlukan karena pengetahuan terhadap ekosistem tidak lengkap/terbatas; (5) Tata kelola perikanan mencakup kepentingan sistem ekologi dan sistem manusia.

(29)

indikator memiliki kriteria dan bobot penilaian yang berbeda. Kriteria dan bobot masing-masing indikator dapat dilihat pada Tabel 4,5, dan 6 (KKP 2012).

Tabel 4. Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain sumberdaya ikan, dan habitat dan ekosistem

Domain Indikator Metode

Pengukuran Kriteria Bobot

Sumberdaya Ukuran Ikan Pengukuran 1 = ukuran semakin kecil 40

ikan langsung 2 = ukuran relatif tetap

3 = ukuran semakin besar

Proporsi Ikan Pengukuran 1 = banyak sekali (> 60%) 30

Yuwana langsung 2 = banyak (30 - 60%)

3 = sedikit (<30%)

Range Collapse Wawancara 1 = semakin sulit 16

2 = relatif tetap

3 = semakin mudah

Spesies ETP Wawancara 1 = banyak (>20% proporsi) tangkapan spesies ETP 10

2 = sedikit (<20% proporsi) tangkapan spesies ETP

3 = tidak ada spesies ETP yang tertangkap

Densitas Ikan Pengukuran 1 = jumlah individu < 10 ind/m2 4

Karang langsung 2 = jumlah individu = 10 ind/m2

3 = jumlah individu > 10 ind/m2

Jumlah 100

Habitat dan Kualitas Perairan Pengukuran

langsung dan 1 = untuk kekeruhan tinggi 22

Ekosistem Data sekunder 2 = untuk kekeruhan sedang 3 = untuk kekeruhan rendah

Status Lamun Data sekunder 1 = tutupan < 30%. 17

2 = tutupan lamun 30% - 50%.

3 = tutupan > 50%.

Status Mangrove Data sekunder 1 = kerapatan rendah (<1000 pohon/ha) 17

2= kerapatan sedang (1000 - 1500 pohon/ha) 3 = kerapatan tinggi (>1500 pohon/ha)

Status Terumbu Pengukuran

langsung dan 1 = tutupan terumbu karang hidup < 25% 17 Karang Data sekunder 2 = tutupan karang hidup 25 - 50%

dampak perubahan iklim 11

perairan dan habitat 2 = jika diketahui adanya dampak perubahan iklim

tapi tidak diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi

3 = jika telah diketahui adanya dampak perubahan iklim dan diikuti dengan strategi adaptasi dan mitigasi

Jumlah 100

(30)

Tabel 5. Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain teknologi penangkapan ikan, ekonomi, dan sosial

Domain Indikator Metode

Pengukuran Kriteria Bobot

Teknologi Penangkapan

Metode penangkapan ikan yang Wawancara 1 = frekuensi pelanggaran > 10 kasus per

tahun 43

ikan bersifar destruktif dan illegal 2 = frekuensi pelanggaran 5-10 kasus per tahun

3 = frekuensi pelanggaran <5 kasus per tahun

Modifikasi alat penangkapan ikan Wawancara 1 = lebih dari 50% ukuran target spesies <

Lm 36

dan alat bantu penangkapan

2 = 25%-50% ukuran target spesies < Lm

3 = kurang dari 25% ukuran target spesies < Lm

Selektivitas tangkapan Wawancara 1 = Nilai PS’ > 75% 21 2 = Nilai PS’ antara 50% - 75%

3 = Nilai PS’ < 50%)

Jumlah 100

Ekonomi Kepemilikan aset Wawancara 1 = aset produktif berkurang 50

2 = aset produktif tetap

3 = aset produktif bertambah

Pendapatan rumah tangga Wawancara 1 = pendapatan rumah tangga < dari UMR 29

2 = pendapatan rumah tangga = UMR

3 = pendapatan rumah tangga > UMR

Saving rate Wawancara 1 = untuk SR < / = tingkat bunga 21

Konflik perikanan Wawancara 1 = untuk > 3 kali kejadian konflik perikanan 35

2 = untuk 2 – 3 kali kejadian 3 = untuk 1 kali kejadian

Pemanfaatan pengetahuan lokal Wawancara 1 = untuk ketiadaan pengetahuan lokal 25

dalam pengelolaan Sdi 2 = untuk ketidak efektifan penerapan pengetahuan lokal

3 = untuk penerapan pengetahuan lokal yang

efektif

Jumlah 100

(31)

Tabel 6. Metode pengukuran, kriteria, dan bobot indikator pada domain Kelembagaan

Domain Indikator Metode

Pengukuran Kriteria Bobot Kelembagaan Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip Wawancara 1 = frekuensi pelanggaran > 5 kasus

dalam satu tahun 25

perikanan yang bertanggung jawab 2 = frekuensi pelanggaran antara 2-4 kasus dalam satu tahun

3 = frekuensi pelanggaran < 2 kasus dalam satu tahun

Kelengkapan aturan main Wawancara 1 = ada tapi jumlahnya berkurang 11

2 = ada tapi jumlahnya tetap

3 = ada dan jumlahnya bertambah

1 = tidak ada alat dan orang 11

2 = ada tapi tidak ada tindakan

3 = ada dan terjadi penindakan

Mekanisme kelembagaan Wawancara 1 = apabila ada keputusan tetapi tidak

dijalankan 18

2 = apabila keputusan dikeluarkan tetapi tidak dijalankan sepenuhnya

3 = apabila keputusan dikeluarkan dan dijalankan sepenuhnya

Rencana pengelolaan perikanan Wawancara 1 = jika belum terdapat RPP 15

2 = jika ada RPP namun belum dijalankan sepenuhnya

3 = jika ada RPP dan dijalankan sepenuhnya

Tingkat sinergitas kebijakan dan Wawancara 1 = jika terjadi konflik antar lembaga 11

kelembagaan pengelolaan perikanan 2 = jika terjadi komunikasi tetapi tidak efektif

3 = jika sinergi antar lembaga berjalan baik

Kapasitas pemangku kepentingan Wawancara 1 = jika tidak ada upaya peningkatan

kapasitas 9

Visualisasi hasil penilaian indikator EAFM menggunakan teknik flag modeling. Teknis Flag Modeling dilakukan dengan pendekatan multi-criteria analysis (MCA) di mana sebuah set kriteria dibangun sebagai basis bagi analisis keragaan wilayah pengelolaan perikanan dilihat dari pendekatan ekosistem dalam pengelolaan perikanan melalui pengembangan indeks komposit dengan tahapan sebagai berikut (Adrianto et al. 2005) :

1. Tentukan kriteria untuk setiap indikator masing-masing aspek EAFM (habitat, sumberdaya ikan, teknis penangkapan ikan, sosial, ekonomi dan kelembagaan)

2. Kaji keragaan masing-masing WPP untuk setiap indikator yang diuji. 3. Berikan skor untuk setiap keragaan indikator pada masing-masing WPP

(32)

5. Kembangkan indeks komposit masing-masing aspek untuk setiap WPP dengan model fungsi :

CAi = f (CAni….n=1,2,3…..m)

6. Kembangkan indeks komposit untuk seluruh keragaan EAFM pada masing-masing WPP dengan model fungsi sebagai berikut :

C-WPPi = f (CAiy……y = 1,2,3……z; z = 11)

Indikator yang dinilai kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis komposit sederhana berbasis rataan aritmetik yang kemudian ditampilkan dalam bentuk model bendera (KKP 2012) (Tabel 7).

Tabel 7. Visualisasi model bendera untuk indikator EAFM

Nilai Skor Komposit Model Bendera Deskripsi

100-125 Buruk

126-150 Kurang Baik

151-200 Sedang

201-250 Baik

251-300 Baik Sekali

Sumber: KKP 2012

3.7 Pendekatan Keputusan Taktis

Pendekatan keputusan taktis merupakan suatu tindakan untuk menentukan langkah taktis yang akan dilakukan untuk mencapai rencana strategi pengelolaan. Pengambilan keputusan taktis adalah memutuskan pada tindakan (taktik) untuk mencapai strategi pengelolaan (Trophia Ltd 2011). Penilaian indikator merupakan salah satu cara pengukuran (management measure) dalam pengelolaan perikanan untuk mendapatkan suatu set data yang akan digunakan dalam pengambilan keputusan taktis. Keputusan taktis merupakan langkah yang diambil untuk pengelolaan sebagai respon dari data perikanan (Trophia Ltd 2011). Langkah-langkah pendekatan keputusan taktis adalah sebagai berikut :

1. Menentukan tujuan pengelolaan (management objective) yang dapat dilakukan.

2. Menetapkan titik acuan (reference point). 3. Menetapkan strategi yang akan dilakukan.

(33)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Taman Wisata Perairan (TWP) Gili Matra merupakan salah satu kawasan konservasi laut yang terdiri dari pulau Gili Meno, Gili Trawangan, dan Gili Ayer (Matra) yang terletak di Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat. TWP Gili Matra di kelola oleh sebuah Unit pelaksana teknis yang di bentuk oleh Direktorat Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K), Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan nama Balai Kawasan Konservasi perairan Nasional (BKKPN) yang berkedudukan di Kupang NTT. Luas kawasan TWP Gili Matra sebesar 2 954 Ha. Secara geografis TWP Gili

Matra terletak pada 8º 20’00” - 8º 23’00” LS dan 116º00’00” - 116º 08’00” BT. Batas-batas Taman Wisata Perairan Gili Matra adalah sebagai berikut:

1. Utara : berbatasan dengan Laut Jawa.

2. Selatan : berbatasan dengan Desa Pamenang Barat dan Desa Malaka. 3. Barat : berbatasan dengan Selat Lombok.

4. Timur : berbatasan Laut Sira.

Penduduk di Desa Gili Indah terdiri dari 992 kepala keluarga dengan jumlah penduduk sebesar 3 694 orang yang terdiri dari 1 870 laki-laki dan 1 824 perempuan (Desa Gili Indah 2013). Mata pencaharian pokok penduduk Gili Indah yaitu pada bidang wisata dan perikanan. Pada awalnya sebagian besar penduduk Gili Indah memiliki mata pencaharian sebagai nelayan, namun seiring dengan berkembangannya kegiatan wisata, jumlah nelayan mengalami penurunan. Saat ini jumlah nelayan yang terdapat di Gili Indah yaitu sebesar 215 orang (6.74 %), sedangkan jumlah penduduk yang bekerja pada bidang wisata mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan saat ini mencapai 2 479 orang (77.67%). Gili Matra terdiri dari Gili Meno, Trawangan, dan Ayer yang masing-masing pulau memiliki profil yang berbeda.

Gili Meno merupakan pulau yang berada diantara Gili Trawangan dan Gili Ayer. Salah satu potensi wisata di pulau ini adalah danau yang terdapat di tengah pulau dan dikelilingi oleh pohon mangrove. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Gili Meno merupakan yang paling sedikit diantara ketiga gili. Tujuan wisata di Gili Meno umumnya untuk mencari pengetahuan (wisata study) dan ketenangan berwisata. Wisata mencari pengetahuan dilakukan pada area mangrove yang berada di sekitar danau, karena pada ekosistem mangrove tersebut terdapat komunitas burung. Wisatawan juga berwisata untuk mencari ketenangan karena diantara ketiga gili, Gili Meno merupakan yang paling sepi. Masyarakat di pulau ini masih cukup banyak yang bekerja sebagai nelayan. Nelayan Gili Meno umumnya melakukan kegiatan penangkapan secara individu.

Gili Trawangan merupakan pulau terluar atau terjauh dari daratan lombok. Pulau ini memiliki jumlah kunjungan wisatawan terbanyak dibandingkan dengan Gili Meno dan Gili Ayer. Masyarakat di Pulau ini umumnya memiliki pekerjaan di bidang wisata dan hanya sekitar dua orang saja yang masih aktif sebagai nelayan. Pulau ini sudah lebih banyak dikembangkan dalam sektor wisata.

(34)

Gili Ayer. Pulau ini juga merupakan pulau yang memiliki aktivitas perikanan yang tinggi. Menurut pernyataan masyarakat setempat, dulunya semua penduduk di Gili Ayer merupanan nelayan, tetapi setelah mulai masuknya wisata ke Gili Ayer, banyak masyarakat yang pindah profesi dalam sektor wisata.

Potensi Perikanan

Kegiatan perikanan yang dilakukan di TWP Gili Matra merupakan kegiatan perikanan tangkap dan budidaya. Kegiatan budidaya dilakukan dengan menggunakan keramba jaring apung (KJA) sebanyak 1 unit yang terdapat di Gili Ayer dengan produksi sebesar 2 ton pada tahun 2012 dan 2013 (Desa Gili Indah 2012;2013). Kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan oleh masyarakat masih tergolong kegiatan perikanan skala kecil. Kegiatan penangkapan masih dilakukan secara tradisional dengan menggunakan perahu kecil atau sampan. Jenis-jenis ikan hasil tangkapan nelayan cukup beragam. Terdapat 16 jenis ikan hasil tangkapan di Gili Ayer (Tabel 8).

Tabel 8. Jenis ikan hasil tangkapan yang didaratkan di Gili Ayer

Nama Lokal Nama Ilmiah Nama Umum

Membireng Acanthurus mata Elongate surgeonfish

Membiluk Naso lopezi Elongate unicornfish

Geranggang/ Pterocaesio tile, Caesio teres Dark-banded fusilier, Double-lined fusilier

Sulir Caesio striata, Pterocaesio digramma Striated fusilier, Yellow and blueback fusilier

Serpik Siganus argentus Streamlined spinefoot

Buah-Buah Pterocaesio tile Dark-banded fusilier

Terinjang Stolephorus Sp. -

Mogong Coris gaimard African coris

Lajang Monotaxis grandoculis Humpnose big-eye bream

Tombang Wattsia mossambica Mozambique large-eye bream

Pogot Melichthys niger Black triggerfish

Gobang-gobang Chromis caudalis Blue-axil chromis

Paso Tylosurus gavialoides Pennant coralfish

Kalipimping Heniochus diphreutes Pennant coralfish

Leto-leto abudefduf vaigiensis Indo-Pacific sergeant

Sumber: Data primer (diolah) 2014

(35)

desa kepada masyarakat setempat. Ikan Hasil tangkapan dijual pada di sekitar Desa Gili Indah, Tanjung dan Ampenan.

Kegiatan perikanan di Gili Matra juga belum memiliki koperasi nelayan yang berfungsi sebagai perantara dalam memasarkan hasil tangkapan ikan. Hal ini menyebabkan nelayan mengalami kesulitan dalam menjual hasil tangkapannya kepada konsumen. Pada musim puncak, banyak ikan hasil tangkapan nelayan yang tidak terjual dan bahkan terjual dengan harga yang sangat murah. Misalkan saja pada musim paceklik harga ikan tongkol dapat mencapai Rp. 5 000/ekor, pada musim sedang berkisar antara Rp. 2 000 - 3 000/ekor, sedangkan pada musim puncak harga ikan tongkol hanya Rp. 500/ekor.

Potensi Wisata

Kegiatan wisata merupakan salah satu kegiatan utama yang dilakukan di kawasan Gili Matra. Kegiatan wisata yang dilakukan berupa kegiatan wisata bahari seperti wisata pantai, diving, snorkeling, surfing, berenang, dan memancing. Perkembangan kegiatan wisata di kawasan Gili Matra memberikan keuntungan bagi masyarakat setempat. Masyarakat setempat memperoleh keuntungan dengan menjual barang dan jasa di bidang wisata.

Pekerjaan masyarakat di bidang wisata berupa pemilik penginapan dan bungalow, penyedia kapal, pemandu wisata, karyawan hotel dan resort, pengusaha diving, penyewaan ADS, pekerja restauran, boat man, kapten fastboat, pemilik kafe, dan art shop. Daya tarik ekosistem dan biota di kawasan TWP Gili Matra ini membuat jumlah wisatawan yang berkunjung ke Gili Matra meningkat dari tahun 2009 hingga 2013 (Gambar 9).

Gambar 9. Kunjungan wisatawan ke TWP Gili Matra Tahun 2009-2013 (Dinas Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi, dan Informatika 2013; Unpublished data)

Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa trend kunjungan wisatawan semakin meningkat dari tahun 2009 hingga tahun 2013. Kunjungan wisatawan tertinggi yaitu pada tahun 2013 dan terendah pada Tahun 2009. Jumlah kunjungan wisata tertinggi dimulai dari Gili Trawangan, Gili Air dan yang paling rendah di Gili Meno. Wisatawan yang berkunjung ke Gili Matra terbagi menjadi wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara (Gambar 10).

(36)

Gambar 10. Kunjungan wisatawan mancanegara, dan wisatawan nusantara ke TWP Gili Matra Tahun 2009-2013 (Dinas Perhubungan, Pariwisata, Komunikasi, dan Informatika 2013; Unpublished data)

Berdasarkan Gambar 10, dapat dilihat bahwa trend rata-rata kunjungan wisatawan mancanegara lebih tinggi daripada kunjungan wisatawan nusantara. Rata-rata kunjungan wisatawan mancanegara sebesar 89 035 orang dan wisatawan nusantara sebesar 21 129. Kunjungan wisatawan mancanegara tertinggi yaitu pada tahun 2013 dan terendah pada Tahun 2011. Kunjungan wisatawan nusantara tertinggi yaitu pada Tahun 2011 dan terendah pada Tahun 2009.

4.2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Karakteristik Responden

Responden yang diwawancarai terbagi menjadi responden rumah tangga perikanan dan responden kelembagaan. Responden kelembagaan yang diwawancarai yaitu pihak BKKPN Kupang satker Gili Matra, DPPKKP, WCS, Kades dan Sekdes Gili Indah, Kadus Trawangan, Kadus Meno, Kadus Air, Gili Cares, dan Kelompok Nelayan. Responden rumah tangga perikanan pada penelitian ini terdiri dari 51 responden nelayan. Responden tersebut tersebar di tiga dusun yaitu Gili Meno, Trawangan, dan Ayer. Sebesar 94% dari responden nelayan merupakan penduduk asli, sisanya sebesar 6% merupakan penduduk dari daratan lombok yang telah tinggal dan menetap di Gili Matra. Sebanyak 80.39% responden merupakan nelayan utama, dan 19.61% merupakan nelayan sampingan. Sebaran umur responden dapat dilihat pada Gambar 11.

(37)

Responden memiliki kisaran umur dari 20 hingga 64 tahun. Rata-rata umur responden adalah 37 tahun, dimana usia termuda pada umur 20 dan usia tertua pada umur 64 tahun. Latar belakang pendidikan responden nelayan yaitu sebesar 51 % tidak bersekolah, 41 % SD, 4% SMP dan 4% SMA (Gambar 12).

Gambar 12. Komposisi tingkat pendidikan responden nelayan di TWP Gili Matra

Perikanan Tangkap

Rata-rata responden telah menjadi nelayan selama 16 tahun, dengan jangka waktu terlama menjadi nelayan selama 50 tahun dan tersingkat selama 2 tahun. Responden nelayan di Gili Matra menggunakan 1-3 jenis alat tangkap. Secara umum terdapa tiga jenis alat tangkap yaitu jaring, pancing dan panah. Sebanyak 84.31% nelayan hanya menggunakan satu jenis alat tangkap saja, 11.77% yang menggunakan dua jenis alat tangkap dan 3.92% yang menggunakan tiga jenis alat tangkap. Jenis alat tangkap dan hasil tangkapan oleh responden nelayan disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Jenis alat tangkap dan dugaan hasil tangkapan responden nelayan di TWP Gili Matra

Puncak Sedang Paceklik

1 Muroami 6 10-15 1 500-3 000 ekor 300-1 500 ekor 150-300 ekor

Sumber: Data primer (diolah) 2014

(38)

Responden nelayan menangkap ikan secara berkelompok maupun perorangan. Responden nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan secara berkelompok adalah pada alat tangkap muroami, jaring dengkol, jaring seret, jaring terinjang dan panah. Responden nelayan yang melakukan penangkapan secara individu adalah pada alat tangkap pancing, rapala bawah dan jaring benang. Responden nelayan rata-rata menangkap ikan 1 hingga 2 kali sehari dan 6-7 kali seminggu. Alasan responden nelayan tidak pergi melaut adalah karena memperbaiki mesin kapal, istirahat, hari besar, undangan pernikahan dan cuaca buruk. Jenis kapal penangkapan yang dipakai oleh nelayan adalah berupa perahu dengan menggunakan mesin tempel (outboard). Panjang perahu yang digunakan oleh nelayan berkisar antara 2-14 meter. Mesin tempel yang digunakan berkisar antara 3.5-40 PK dengan merk mesin yamaha, ketinting dan tohatsu. Jumlah responden nelayan yang menggunakan perahu dengan kapasitas 40 PK sebesar 27.08%, kapasitas 25 PK sebesar 4.17%, kapasitas 15 PK sebesar 54.17%, kapasitas 5.5 PK sebesar 10.42%, kapasitas 5 PK sebesar 2.08% dan kapasitas 3.5 PK sebesar 2.08%. Responden nelayan terbagi menjadi nelayan pemilik sebesar 42.86%, nelayan penggarap sebesar 8.16%, nelayan buruh sebesar 46.94% dan nelayan ABK sebesar 2.04%.

4.3 Kesesuaian daerah penangkapan ikan

Pemetaan lokasi penangkapan ikan dilakukan dengan cara mewawancarai nelayan tentang daerah penangkapan ikan. Kesesuaian daerah penangkapan ikan dilakukan dengan membandingkan lokasi penangkapan ikan oleh nelayan dengan peta zonasi kawasan yang didapatkan dari BKKPN Kupang (Gambar 13).

(39)

Daerah penangkapan ikan oleh nelayan Gili Matra sebagian terletak di kawasan konservasi dan sebagian lagi diluar kawasan konservasi. Nelayan Gili Air melakukan penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan dan zona pemanfaatan. Nelayan Gili Meno melakukan penangkapan ikan di zona perikanan berkelanjutan, zona lainnya, zona pemanfaatan dan zona inti. Penangkapan ikan oleh nelayan Gili Meno telah melanggar zonasi perikanan yang ada, karena terdapat nelayan Gili Meno yang masih melakukan penangkapan di zona inti. Nelayan Gili Trawangan tidak ada yang melakukan penangkapan di kawasan konservasi, mereka cenderung melakukan penangkapan di luar wilayah konservasi. Hal ini disebabkan oleh ikan target nelayan Gili Trawangan adalah ikan tongkol dan ikan tuna.

4.4 Ekosistem Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu jenis ekosistem yang terdapat pada kawasan TWP Gili Matra. Perairan terumbu karang banyak dimanfaatkan oleh organisme penghuni terumbu karang sebagai daerah penyedia makanan, daerah perkembangan, daerah asuhan, dan daerah perlindungan (Radiarta et al. 1999).

Kondisi fisika dan kimia perairan

Pertumbuhan karang dipengaruhi oleh faktor fisika dan kimia perairan. Faktor fisika kimia perairan yang mempengaruhi kondisi terumbu karang seperti, kedalaman, suhu, dan salinitas. Persyaratan hidup karang batu seperti perairan yang cerah, salinitas tinggi, dan suhu (Djohar 1999). Faktor- faktor fisik yang mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang juga berpengaruh besar terhadap struktur komunitas dan bentuk hidup terumbu karang (Djohar 1999). Nilai parameter fisika dan perairan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Kondisi fisika kimia perairan pada tiga stasiun pengamatandi TWP Gili Matra

Stasiun Koordinat Kedalaman

(m) Suhu Sumber: Data primer (diolah) 2014

Kedalaman perairan pada tiga stasiun pengamatan berada pada kedalaman 6-8 meter. Suhu pada perairan berkisar antara 30.8-31.7 0C dan masih memungkinkan untuk pertumbuhan karang. Nybakken (1988) menyatakan bahwa untuk hidup binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 0C. Salinitas berkisar antara 31-32 ppm dan pH berkisar antara 9.1-9.5. Nilai DO yang didapat berkisar antara 5-6 mg/l.

BOD5 merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu

(40)

oleh bahan organik (Silalahi 2009). Nilai BOD yang didapat berkisar antara 0.9-1.4 mg/l. Umumnya nilai BOD perairan laut sebesar 20 mg/l (Kepmen LH 2004). Jika dibandingkan dengan baku mutu perairan laut, maka nilai BOD yang didapat masih jauh lebih kecil. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan parameter fisika seperti jarak titik dari daratan terdekat, suhu dan arus laut. Selain itu buangan hasil limbah domestik dan industri juga dapat mempengaruhi nilai BOD (Effendi 2003).

Terumbu Karang

Penelitian ini melakukan pengamatan terhadap ekosistem terumbu karang pada tiga titik pengamatan. Hasil pengamatan ekosistem terumbu karang dapat dilihat pada Tabel 11. Tutupan substrat dasar perairan di tiga lokasi pengamatan didominasi oleh kategori abiotik yang berupa pasir dan pecahan karang serta kategori karang mati. Hal ini diduga oleh kegiatan perikanan yang merusak pada masa lalu yaitu pengeboman ikan.

Tabel 11. Tutupan terumbu karang keras hidup, karang mati, biota lain, alga, dan abiotik pada tiga stasiun pengamatandi TWP Gili Matra

Sumber: Data primer (diolah) 2014

Tutupan karang keras hidup tertinggi terdapat pada stasiun TK 3 sebesar 11%, sedangkan tutupan karang keras hidup terendah terdapat pada stasiun TK 2 sebesar 5 %. Rata-rata penutupan karang keras hidup sebesar 8%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai penutupan karang termasuk kategori 0-24.9% dengan kriteria penilaian buruk (Kepmen LH no 4 2001). Nilai indeks mortalitas yang didapat berkisar antara 0.67-0.81. Rata-rata indeks mortalitas yaitu sebesar 0.75. Nilai rata-rata indeks mortalitas hampir mendekati 1 yang artinya semakin mendekati 1 menunjukkan semakin banyaknya tutupan karang mati. Menurut Sofian (2004) bahwa jika nilai indeks mortalitas mendekati 1 menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang berarti dari karang hidup menjadi karang mati.

(41)

zoanthids. Jenis alga yang ditemukan yaitu jenis halimeda, coraline algae, macro algae, dan turf algae.

Ikan Terumbu

Hasil pengamatan pada tiga stasiun pengamatan menunjukkan terdapat 77 jenis ikan terumbu yang berasal dari 10 famili. Jumlah jenis ikan terumbu tertinggi yaitu pada famili pomacanthidae sebesar 27 %. Jumlah jenis ikan terumbu terendah yaitu pada famili serranidae, kyphosidae, zanclidae, centriscidae, ostraciidae dan tetraodontidae sebesar 1 %. Berikut komposisi famili ikan terumbu disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14. Komposisi famili ikan terumbu pada tiga stasiun pengamatan di TWP Gili Matra

Kelimpahan ikan terumbu merupakan jumlah ikan terumbu yang ditemukan pada suatu stasiun pengamatan persatuan luas transek pengamatan. Kelimpahan ikan terumbu dianalisis pada tiga stasiun pengamatan di kawasan TWP Gili Matra. Kelimpahan ikan terumbu pada masing-masing stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar

Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 3. Peta lokasi penelitian (KP3K-KKP 2013)
Tabel 1. Aspek, variabel, sumber, dan analisis yang diperlukan dalam penelitian
Gambar 4. Tahapan penelitian pada aspek Partisipatory fishing ground mapping
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya ilmiah ini telah diperiksa/divalidasi dan hasilnya telah memenuhi kaidah ilmiah, norma akademik dan norma hukum

Pada domain ekonomi menggunakan Indikator proporsi pendapatan dari ikan kerapu dengan total ikan dengan pertimbangan indikator ini spesifik langsung pada objek

Dalam penelitian ini penulis berfokus pada domain habitat dan ekosistem perairan yang terdiri dari 6 (enam) indikator yaitu: 1) kualitas perairan; 2) status

Mengacu pada domain EAFM, terdapat isu dan permasalahan terkait ekologi yang dapat dikelompokkan pada domain sumberdaya ikan yakni sumberdaya ikan yang mengalami tekanan penangkapan

Proses penyusunan prosedur operasional standar ini merupakan kontribusi semua pihak yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan oleh unit pengelola