DRUG RELATED
PROBLEMs (DRPs)
DEFINISI
• Drug Related Problem (DRP) merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang menimpa pasien yang berhubungan dengan terapi obat sehingga berpotensi untuk mengganggu keberhasilan penyembuhan yang diharapkan.
• Identifikasi Drug Related Problem pada pengobatan penting dalam rangka mengurangi morbiditas, mortalitas, dan biaya terapi obat. Hal ini akan sangat membantu dalam meningkatkan efektivitas terapi obat terutama pada
penyakitpenyakit yang sifatnya kronis, progresif dan membutuhkan pengobatan sepanjang hidup, salah satunya pada penyakit gagal jantung kongestif
(Lenander, 2014),hypertensi ,DM .Gagal ginjal dll
. Pemilihan Obat
a. Pemilihan Obat Tidak Tepat
• Pemilihan obat tidak tepat adalah obat atau bentuk sediaan yang diberikan tidak dianjurkan pada kondisi pasien (Tigabu et al., 2014).
• Ketidaktepatan pemilihan obat
• merupakan adanya pemberian obat yang tidak efektif seperti produk obat tidak efektif
• berdasarkan kondisi medisnya, obat bukan paling efektif untuk mengatasi
penyakitnya.
b. Interaksi Obat
Interaksi obat merupakan berubahnya efek suatu obat yang dapat
dipengaruhi oleh adanya obat lain dalam suatu terapi. Kejadian interaksi obat ini dapat memberikan hasil outcome yang berbahaya kepada pasien seperti peningkatan toksisitas obat dan penurunan ataupun peningkatan dari efikasi obat. (Baxter, 2010)
c. Duplikasi Kelompok Terapi
• Duplikasi kelompok terapi merupakan adanya beberapa produk obat digunakan untuk kondisi yang hanya membutuhkan terapi obat tunggal
(Cipolle et al., 2015). Duplikasi kelompok terapi ditentukan dengan adanya dua atau lebih obat dalam satu kelompok terapi yang sama. Akan tetapi, beberapa kelompok terapi yang merupakan pengobatan standar, dipertimbangkan
sebagai pengobatan yang rasional
• d. Ada Indikasi Terapi Obat Tidak Diresepkan
• Indikasi tetapi obat tidak diresepkan adalah kondisi medis yang mebutuhkan inisiasi terapi obat (Cipolle et al., 2015)
• e. Kebutuhan Obat yang Bersifat Sinergis/Preventif Tidak Diresepkan
• Tidak diresepkannya kebutuhan obat yang bersifat sinergis/preventif adalah obat yang diberikan merupakan obat yang kurang efektif untuk kondisi medis dan membutuhkan obat yang berbeda (Cipolle et al., 2015). Obat tanpa indikasi merupakan obat yang
• tidak diperlukan atau tidak sesuai dengan kondisi medis.
• 2. Pemilihan Dosis
• a. Dosis Obat Terlalu Rendah
• Dosis terlalu rendah adalah dosis obat yang terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang diinginkan (Cipolle et al., 2015).
• b. Dosis Obat Terlalu Tinggi
• Dosis obat terlalu tinggi adalah dosis obat yang terlalu tinggi untuk pasien yang mengakibatkan toksisitas (Cipolle et al., 2015).
• c. Pengaturan Dosis Kurang Sering
• Pengaturan dosis kurang sering adalah interval dosis terlalu jarang untuk menghasilkan respon obat yang diinginkan (Cipolle et al., 2015).
• d. Pengaturan Dosis Terlalu Sering Pengaturan dosis kurang sering adalah interval dosis terlalu sering untuk menghasilkan respon obat yang diinginkan (Cipolle et al., 2015).
• Suatu kejadian dapat disebut DRPs bila memenuhi komponen berikut : a.
Kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien Kejadian ini dapat berupa
keluhan medis, gejala, diagnosis, penyakit, ketidakmampuan (disability), atau sindrom dapat merupakan efek dan kondisi psikologis, fisiologis, sosiokultural atau ekonomi.
• Ada hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat. Bentuk hubungan ini dapat berupa konsekuensi dari terapi obat mapun kejadian yang
memerlukan terapi obat sebagai solusi maupun preventif (Anonim, 2005).
b. Jenis DRPs
• a. Terapi obat yang tidak perlu 1) Pasien yang mendapatkan obat yang tidak tepat indikasi 2) Pasien yang keracunan karena obat atau hasil pengobatan 3) Pengobatan pada pasien pengkonsumsi obat, alkohol dan rokok 4) Pasien dalam kondisi
pengobatan yang lebih baik diobati dengan non drug therapy 5) Pasien dengan mutiple drugs untuk kondisi dimana hanya single drug therapy dapat digunakan.
• . Reaksi obat yang merugikan 1) Pasien dengan faktor resiko yang berbahaya bila obat digunakan 2) Ketersediaan dari obat dapat menyebabkan interaksi dengan obat lain atau makanan 3) Hasil laboratorium dapat berubah karena gangguan obat lain 4) Efek dari obat dapat diubah oleh substansi makanan pasien
• B.Salah obat 1) Pasien dimana obatnya tidak efektif 2) Pasien alergi 3) Pasien dengan faktor resiko pada kontraindiksi penggunaan obat 4) Pasien menerima obat efektif tetapi tidak aman 5) Pasien menerima obat efektif tetapi harga lebih mahal
• d. Dosis terlalu rendah 1) Pasien menerima kombinasi produk yang tidak perlu dimana obat tunggal dapat memberikan pengobatan yang tepat 2) Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk menimbulkan respon 3) Pemberian obat tidak tepat, frekuensi dan besaran obat kurang
• e. Kepatuhan 1) Pasien tidak menerima aturan pemakaian obat yang tepat (penulisa obat, pemberian, pemakaian) 2) Pasien tidak mematuhi (ketaatan) rekomendasi yang diberikan untuk pengobatan 3) Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena harganya mahal 4) Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan secara konsisten karena merasa sudah sehat
• f. Dosis terlalu tinggi 1) Dosis terlalu tinggi 2) Dosis obat meningkat terlalu cepat 3) Pemberian obat tidak tepat, frekuensi dan besaran obat lebih
• g. Terapi obat tambahan 1) Pasien dengan kondisi terbaru mebutuhkan terapi obat yang baru 2) Pasien yang kronik mebutuhkan lanjutan terapi obat 3) Pasien dengan kondisi kesehatan yang membutuhkan kombinasi terapi untuk
mencapai efek sinergis (Cipolle et al.,
• Data yang penting mengenai pasien dapat digolongkan dalam tiga kategori :
• a. Karakter klinis dari penyakit atau kondisi pasien, meliputi: umur, seks, etnis, ras, sejarah sosial, status kehamilan, status kekebalan, fungsi ginjal, hati dan jantung, status nutrisi, serta harapan pasien.
• b. Obat lain yang dikonsumsi pasien, berkaitan dengan terapi obat pada saat ini dan masa lalu, alergi obat, profil toksisitas, adverse drug reaction, rute dan cara
pemberian obat, dan persepsi mengenai pengobatannya.
• c. Penyakit, keluhan, gejala pasien meliputi masalah sakitnya pasien, keseriusan, prognosa, kerusakan, cacat, persepsi pasien mengenai proses penyakitnya.
b. Pasien mengalami efek obat yang tidak diinginkan (Adverse drug reaction
• Dalam terapinya pasien mungkin menderita ADR yang dapat disebabkan karena obat tidak sesuai dengan kondisi pasien, cara pemberian obat yang tidak benar baik dari frekuensi pemberian maupun durasi terapi, adanya
interaksi obat, dan perubahan dosis yang terlalu cepat pada pemberian obat-obat tertentu.
• ADR merupakan respon terhadap suatu obat yang berbahaya dan tidak diharapkan serta terjadi pada dosis lazim yang dipakai oleh manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis maupun terapi.
• Pada umumnya ADR dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :
• 1. Reaksi tipe A
• Reaksi tipe A mencakup kerja farmakologis primer atau sekunder yang berlebihan atau perluasan yang tidak
diharapkan dari kerja obat seperti diuretik mengimbas hipokalemia atau propanolol mengimbas pemblok jantung.
Reaksi ini seringkali bergantung dosis dan mungkin disebabkan oleh suatu penyakit bersamaan, interaksi obat- obat atau obat-makanan. Reaksi tipe A dapat terjadi pada setiap orang.
2. Reaksi tipe B
Reaksi tipe B merupakan reaksi idiosinkratik atau reaksi imunologi. Reaksi alergi mencakup tipe berikut :
a. Tipe I, anafilaktik (reaksi alergi mendadak bersifat sistemik) atau segera (hipersensitivitas)
b. Tipe II, sitotoksik c. Tipe III, serum
d. Tipe IV, reaksi alergi tertunda misalnya penggunaan fenitoin dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan Steven Johnson syndrome.
• Reaksi Tipe C (berkelanjutan)
• Reaksi tipe C disebabkan penggunaan obat yang lama misalnya analgesik, nefropati.
• 4. Reaksi Tipe D
• Reaksi tipe D adalah reaksi tertunda, misalnya teratogenesis dan karsinogenesis.
• 5. Reaksi Tipe E
• Reaksi tipe E, penghentian penggunaan misalnya timbul kembali karena ketidakcukupan adrenokortikal.
DRA.SINGGAR NI RUDANG,M.SI.,APT
FARM( finding,assessment,
resolution,monitoring )
Metode farm
• Suatu pendekatan alternative khususnya pada pasien dengan lama tinggal di RS
• Finding ;S,O
• Assesment : Assesment
• Resolution Plan
• Monitoring
Tahap tahap dalam FARM
• Finding : Identifikasi , terutama DRP disusun secara urut dan terpisah
• Untreated indication
• Improper drug selection
• Sub therapeutic dosage
• Failure to receive drug
• Over dosage
• ADR
• Drug interaction
• Drug use without indication
• Semua penemuan problem harus didokumentasikan ,baik yang actual atau potensial
• Informasi yang didokumentasikan haruslah informasi yang terkait dan diperlukan termasuk data subyektif dan objectif yang terkait dengan DRP
Assessment
• Berisi Evaluasi farmasis
• Perlu menunjukan urgensi suatu problem
• Misalnya dengan menyatakan bahwa suatu invertensi harus dilakukan dalam hitungan hari,bulan atau minggu
• Perlu menyatakan outcome terapi yang diharapkan , baik jangka pendek ( missal BP <140/90 mmhg ) atau jangka
panjang ( missal , mencegah kekambuhan stroke)
RESOLUTION
• Berisi tindakan yang diusulkanuntuk mengatasi DRP ( kepada dr,pasien atau caregiver)
• Rekomendasi bisa berupa terapi non farmakologi atau farmakologi : jika obat hrs jelas nama obat, dosis maupun cara pakai
• Perlu dinyatakan alasan pemilihan regimen
• Berikan juga terapi alternative
• Jika pasien perlu dilakukan konseling, maka dibuat catatanya
MONITORING
• Dalam semangat pharmaceutical care pasien jangan dibiarkan
• Menanyakan kondisi pasien,melihat data lab,dan kondisi pasien
• Parameter pemantauan harus jelas terhadap outcome.
• Cth;Monitoring GI , sebaiknya lgs tanya kondisi pasien
MRS = Masuk Rumah Sakit
Studi kasus
• Pasien Ny S 47 thn, BB 60 kg dan TB 155 cm, datang ke rumah sakit dengan keluhan mual , muntah dan pusing. Mengaku mempunyai riwayat DM dan menggunakan Glibenclamid 1-1/2-0 dan Metformin 2 x 850 mg.Pasien minum obat secara teratur dan rutin, karena diet yang sudah ketat. Selanjutnya oleh dokter pasien diagnosa hipertensi malgna yang disertai DM. Dimana diketahui mula masuk rumah sakit kadar gula acak 578mg/dl dan TD 170/100 mmHG.
Dokter bertanya kepada apoteker untuk obat yang akan diberikan kepada pasien.
Kasus 2
• Ny.W (75 ) tahun,BB 50 Kg dan TB 155 Cm masuk ke rumah sakit dengan keluhan anoreksia, mual, lemah dan sakit kepala .Sebelumnya pasien penderita penyakit gagal jantung kongestif yang sudah diidapnya selama 2 tahun dan pasien gagal ginjal . Selama ini pasien
mengkonsumsi obat Digoksin 250 υg 1 x 1 dan Furesemid 80 mg 2 x 1
• Hasil pemeriksaan BP 140/100 ,HR 80 , RR 20 .T 37°C,
• hasil Kimia darah sbb
• Kadar Potassium 2,5 mmol/L ( Normal 3,5 - 5 )
• Kratin Serum 3,4 mg/L ( normal 0,6 -1,3 )
• Digoksi 3,5 υg ( normal 1 – 2 )
• Dokter masih menerus kan obat yang sudah ada.
Pertanyaan
• 1. Temukan penyebab keluhan dari pasien
• 2.DRPs yang terjadi
• 3.Sebutkan obat yang diberikan dengan kondisi dari pasien tersebut
• 4. Buat lah SOAP dari pasien di atas
Kasus 3
• Seorang pasien laki-laki, Tuan R, (63 tahun, TB 165 cm, BB 68 kg) sudah satu minggu ini sering
mengeluhkan pusing, lemas, gemetar dan mengeluarkan banyak keringat. Pagi ini diadibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan rutin di klinik diabetes. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan:
hiperkalemia, gula darah sewaktu hipoglikemik dan nilai HbA1Cnormal. Pasien tersebut mempunyai riwayat penyakit: hipertensi, DM tipe 2, dispepsia dangagal jantung. Pengobatan yang sedang digunakan sebagai berikut: Perindopril 8 mg 1x/hari,Metoprolol 23.75 mg 1x/hari, Spironolakton 100 mg 1x/hari, Glibenklamid 10 mg 1x/hari,Aspirin 75 mg 1x/hari, Simetidin 200 mg 2x/hari
Pertanyaan:
1.Manakah dua obat yang saling berinteraksi dan menyebabkan terjadinya hipoglikemik pada kasus di atas?
2.Bagaimana mengatasi drug-related problem interaksi obat pada pertanyaan No.4?6.
3.Sebutkan 2 obat yang dapat menyebabkan efek samping hiperkalemia pada kasus di atas 4.Buatlah SOAP dari pasien di atas