• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN DIRECT INSTRUCTION DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBUAT KERUPUK JENGKOL BAGI ANAK TUNARUNGU

N/A
N/A
Indra Kari Batuah

Academic year: 2024

Membagikan " EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN DIRECT INSTRUCTION DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MEMBUAT KERUPUK JENGKOL BAGI ANAK TUNARUNGU"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu jembatan penunjang bagi anak dalam menjalankan kehidupan. Pendidikan tidak hanya sekedar mendapatkan ilmu akademik saja melainkan juga mendapatkan skill baru atau disebut kecakapan hidup (life skill) yang bisa dimanfaatkan untuk kehidupan nantinya. Pendidikan yang melatih kecakapan hidup dapat diperoleh anak dalam pembelajaran keterampilan di sekolah, terutama untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan pendidikan khususnya.

Pendidikan Khusus adalah pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan anak berkebutuhan khusus (ABK) sehingga anak-anak tersebut bisa mendapatkan haknya akan pendidikan. Sebagimana dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 menyimpulkan bahwa negara memberi jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu. Menurut Kementrian Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertum buhan atau perkembangannya dibandingkan anak seusia lainnya. Anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan pendidikan khusus sehingga anak tersebut mampu untuk mencapai

1

(2)

perkembangan yang optimal sebagai akibat gangguan yang dialaminya. Salah satu anak berkebutuhan khusus tersebut adalah anak tunarungu.

Anak yang mengalami hambatan dalam pendengaran membuat mereka tidak mampu bersosialisasi layaknya anak awam, rasa sensitive mereka lebih tinggi, hal ini bukan lah disebabkan karena miskin ataupun kurang pergaulan.

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kehilangan kemampuan mendengar, baik kehilangan kemampuan mendengar sama sekali maupun kehilangan kemampuan mendengar sebagian. Hilangnya kemampuan mendengar jelas menimbulkan masalah bagi anak itu sendiri. Sebagai akibatnya mereka mengalami hambatan untuk mengembangkan kemampuan intelektualnya, mengembangkan kepribadiannya, sosial, emosi serta keterampilannya.

Selama ini layanan pembelajaran bagi anak tunarungu cenderung lebih bersifat klasikal, dimana proses pembelajaran semata-mata hanya didasarkan atas pencapaian tujuan kurikulum. Proses pembelajaran seperti ini hanya sebatas transfer pengetahuan melalui pemindahan materi yang diambil dari garis-garis besar program pengajaran secara utuh, tanpa melihat kemampuan atau masalah mendasar yang dihadapi anak. Akibatnya persoalan-persoalan yang menyangkut kebutuhan dasar mereka tidak bermakna, tidak fungsional dan tidak menyentuh apa yang sesungguhnya dibutuhkan anak. Dengan keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh anak Tunarungu, guru seharusnya lebih memperhatikan pembelajaran agar lebih mudah dipahami dan dapat diaplikasikan langsung sehingga bermanfaat dalam menunjang kemandirian

(3)

anak tunarungu. Atas dasar inilahpenulis mencoba membahas pengajaran keterampilan yang membangun vokasional anak Tunarungu, dimana anak ini setelah tamat dari pendidikannya dapat bersaing didunia kerja. Sehingga mereka tidak lagi diremehkan dan bisa berkreasi untuk dirinya dan bermanfaat bagi orang lain.

Keterampilan merupakan matapelajaran yang ada untuk seluruh anak berkebutuhan khusus (ABK) termasuk anak dengan hamabatan tunarungu, dengan lahirnya UU No 20 tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah RI No 19 tahun 2005, memberikan perubahan langsung pada kurikulum pendidikan yang ditetapkan Permendiknas No 22 tahun 2006 tentang standar isi satuan pendidikan dasar dan menengah, berdasarkan peraturan di atas berdampak pada perubahan untuk pendiddikan anak tunarungu, berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) matapelajaran keterampilan ditetapkan dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK), sekarang kurikulim telah dirubah menjadi Kurikulim 2013.

Berdasarkan hasil studi yang telah penulis lakukan di SLB Negeri 2 Pariaman pada matapelajaran keterampilan (SBK) di kelas X anak tunarungu.

Berdasarkan hasil pengamatan dan asesmen yang penulis lakukan terhadap lima orang anak tunarungu, sebelum diberikan model pembelajaran direct instruction diketahui bahwa anak belum memahami langkah-langkah membuat kerupuk jengkol. Kemampuan yang dimiliki kelima anak tersebut adalah kemampuan HS dan RS dalam membuat kerupuk jengkol yaitu anak belum mengetahui bagaimana cara membuat kerupuk jengkol, Anak hanya tahu cara

(4)

memisahkan jengkol dari kulitnya, sedangkan kemampuan MA dalam membuat kerupuk jengkol tidak jauh berbeda,anak belum bisa membuat kerupuk jengkol sesuaai dengan langkah-langkahnya, anak belum tahu kapan jengkol matang direbus, anak belum tahu cara memipihkan jengkol begitu juga dengan NZ dan WA anak masih belum paham bagaimana cara membuat kerupuk jengkol yang benar, anak masih melakukan kesalahan yang menyebabkan kerupuk jengkol tidak jadi dengan sempurna. Jadi dapat disimpulkan bahwa anak belum mampu membuat kerupuk jengkol sesuai dengan langkah-langkah pembuatannya.

Berdasarkan fakta di atas penulis ingin meningkatkan keterampilan membuat kerupuk jengkol bagi anak tunarungu di SLB Negeri 2 Pariaman.

Bagi masyarakat Sumatera Barat kerupuk jengkol termasuk pelengkap nasi, khususnya di Pariaman. Pariaman merupakan salah satu daerah penghasil jengkol, sehingga masyarakat di Pariaman memanfaatkan jengkol untuk memenuhi kebutuhannya, salah satunya dengan membuat kerupuk jengkol.

Selain untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga, kerupuk jengkol juga mempunyai nilai jual yang tinggi. Pembuatan kerupuk jengkol terbilang mudah, karena bahan utama yang dibutuhkan hanyalah jengkol. Oleh karena itulah penulis tertarik untuk mengajarkan keterampilan membuat kerupuk jengkol untuk anak tunarungu dengan model pembelajaran direct instruction sehingga nantinya anak tunarungu memiliki modal untuk berwirausaha.

Model pembelajaran direct instruction (pembelajaran langsung) adalah model pengajaran yang dilakukan guru secara langsung dalam mengajarkan

(5)

keterampilan dasar dan didemonstrasikan langsung kepada siswa dengan tahapan yang terstruktur hal ini cocok dengan karakter anak tunarungu. Melalui model pembelajaran ini masing-masing anak ikut serta di setiap tahap proses pembuatan kerupuk jengkol.

Berdasarkan deskripsi di atas, perlu dibuat alternatif atau pemecahan masalah agar anak mampu membuat kerupuk jengkol sesuai dengan langkah- langkah pembuatannya. Penulis tertarik mengangkat permasalahan ini dengan judul "efektivitas model pembelajaran direct instruction dalam meningkatkan keterampilan membuat kerupuk jengkol bagi anak tunarungu di SLB Negeri 2 Pariaman".

B. Idetifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Anak belum mengetahui alat yang digunakan dalam pembuatan kerupuk jengkol.

2. Anak belum mengetahui bahan yang akan digunakan dalam membuat kerupuk jengkol

3. Anak belum memahami langkah-langkah membuat kerupuk jengkol.

4. Anak belum mengetahui proses pembuatan kerupuk jengkol apakah jengkol sudah matang atau belum.

5. Anak belum bisa pipihkan jengkol dengan batu sampai melebar

(6)

C. Batasan Masalah

Agar penulisan lebih terararah, maka penulis membatasi masalah yaitu efektivitas model pembelajaran direct instruction dalam meningkatkan keterampilan membuat kerupuk jengkol bagi anak tunarungu di SLB Negeri 2 Pariaman.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah adalah : apakah model pembelajaran direct instruction dapat meningkatkan keterampilan membuat kerupuk jengkol bagi anak tunarungu di SLB Negeri 2 Pariaman?

E. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai penulis adalah untuk membuktikan apakah model pembelajaran direct instruction efektif untuk meningkatkan keterampilan membuat kerupuk jengkol pada anak tunarungu di SLB Negeri 2 Pariaman.

F. Manfaat Penulisan 1. Manfaat bagi guru

Sebagai bahan acuan dalam melakukan strategi dalam meningkatkan keterampilan anak dalam membuat kerupuk jengkol.

(7)

2. Bagi siswa

Dengan menggunakan model pembelajaran direct instruction diharapkan siswa dapat meningkatkan keterampilan dalam membuat kerupuk jengkol .

3. Bagi penulis

Sebagai sumber pengetahuan bagi penulis di dalam membantu meningkatkan keterampilan membuat kerupuk jengkol.

(8)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Model Pembelajaran Direct Instruction

1. Pengertian Model Pembelajaran Direct Instruction

Model pembelajaran langsung atau Direct Instruction dikenal dengan istilah strategi belajar ekspositori dan whole class teaching. Pembelajaran langsung merupakan suatu model pembelajaran yang terdiri dari penjelasan guru mengenai konsep atau keterampilan terhadap siswa. Model pembelajaran Direct Instruction dilakukan dengan mendemosntrasikan keterampilan atau menyajikan informasi tahap demi tahap serta adanya pemberian umpan balik, dan memberikan kesempatan pada siswa untuk menerapkan pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari kedalam situasi kehidupan nyata (Trianto, 2010:31).

Menurut Arends (dalam Aris 2014: 63-64) mengemukakan bahwa “The direct instruction model was specifically designed topromote student learning of procedural knowledge and declarative knowledge that is well structured and can be taught in a step-by-step fashion”. Artinya, model pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Sedangkan Eka (2015: 3) mengemukakan bahwa, “Model

8

(9)

pembelajaran langsung (Direct Instruction) adalah model pengajaran yang dilakukan guru secara langsung dalam mengajarkan keterampilan dasar dan didemonstrasikan langsung kepada siswa dengan tahapan yang terstruktur”.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dimaknai bahwasannya model pembelajaran langsung (Direct Instruction) adalah kerangka konseptual yang dirancang khusus sebagai penunjang proses belajar berkaitan dengan pengetahuan deklaratif (pengetahuan yang berupa bentuk fakta, konsep, prinsip dan generalisasi) dan prosedural (pengetahuan bagaimana melaksanakan sesuatu) dalam bentuk terstruktur diajarkan dengan bertahap selangkah demi selangkah yang dalam hal ini dilakukan oleh peneliti.

2. Karakteristik Model Pembelajaran Direct Instruction

Salah satu karakteristik dari suatu model pembelajaran adalah adanya sintaks/tahapan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran diarahkan pada pencapaian tujuan sehingga guru memiliki harapan yang tinggi terhadap tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh siswa. Dalam model pembelajaran langsung terdapat beberapa ciri-ciri khusus yang memberikan keunggulan pada model ini.

Adapun ciri-ciri model pembelajaran langsung menurut Kardi dan Nur (dalam Aris, 2014: 64) sebagai berikut:

a. Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian belajar.

b. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran

c. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang dipelukan. Dalam hal ini model pembelajaran yang memperhatikan variabel-variabel lingkungan, yaitu fokus

(10)

akademik, arahan dan kontrol guru, harapan yang tinggi untuk kemajuan siswa, waktu dan dampak netral dari pembelajaran

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Direct Instruction Model pembelajaran yang diterapkan oleh guru memiliki kelebihan dan kelemahan. Tidak terkecuali model pembelajaran langsung.

Adapun kelebihan dan kelemahan model pembelajaran langsung menurut Aris (2014: 66-65), sebagai berikut:

a. Kelebihan model pembelajaran direct instruction

1) Guru lebih dapatmengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima siswa sehingga dapat mempertahankan focus mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa.

2) Merupakan cara yang efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah sekalipun.

3) Guru dapat menunjukan bagaimana suatu permasalahan dapat didekati, bagaimana informasi dianalisis, dan bagaiman suatu pengetahuan dihasilkan.

4) Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas besar maupun kelas kecil.

5) Siswa dapat mengetahui tujuan-tujuan pembelajaran dengan jelas.

6) Waktu untuk berbagi kegiatan pembelajaran dapat dikontrol dengan ketat.

7) Dalam model ini terdapat penekanan pada ppencapaian akademik

8) Kinerja siswa dapat dipantau secara cermat 9) Umpan balik bagi siswa berorientasi akademik.

10) Dapat digunakan untuk menekankan point-point penting atau kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi siswa.

11) Dapat menjadi cara yang efektif untuk mengerjakan informasi dan pengetahuan faktual dan terstruktur

b. Kelemahan model pembelajaran direct instruction

1) Kesuksesan pembelajaran ini tergantung pada image guru

(11)

karena guru sebagai pusat dalam model ini.

2) Sangat tergantung pada gaya komunikasi guru

3) Jika terlalu sering digunakan, model pembelajaran direct instruction akan membuat siswa percaya bahwa guru akan memberitahu siswa semua yang perlu diketahui. Hal ini akan menghilangkan rasa tanggung jawab mengenai pembelajaran siswa sendiri.

Salah satu kelebihan model pembelajaran direct Intruction menurut Aris (2014:66) merupakan cara yang efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah sekalipun. Maka dari itu penelitian ini ingin membuktikan keefektifitasan model pembelajaran direct instruction dalam meningkatkan kemampuan membuat kerupuk jengkol bagi anak tunarungu.

4. Perbedaan Model Pembelajaran Direct Instruction dengan Demonstrasi

Model Pengajaran Langsung (direct instruction) merupakan salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dan dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Dengan penerapan model pembelajaran ini peserta didik diberikan kesempatan untuk berlatih menerapkan konsep atau keterampilan dengan cara melakukan umpan balik tentang materi yang telah dipelajarinya.

Demonstrasi merupakan pengajaran yang dilakukan dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan sesuatu

(12)

kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan, Muhibbin (dalam Aris, 2013:62). Secara kasat mata model pembelajaran direct instruction dan Demonstrasi hampir sama melakukan atau memperagakan suatu kegiatan secara langsung. Akan tetapi didalam penerapannya model pembelajaran direct instruction dikerjakan langsung secara bersamaan oleh masing- masing peserta didik melalui bimbingan guru.

Perbedaan yang sangat jelas antara model pembelajaran direct instruction dengan Demonstrasi dapat terlihat dari langkah-langkah kegiatan pembelajarannya. Dimana langkah-langkah kegiatan pembelajaran direct instruction terdiri dari lima fase diantaranya:

a. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa b. Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan c. Latihan terbimbing

d. Mengecek pemahaman dan pemberian umpan balik e. Latihan mandiri

Sedangkan langkah-langkah kegiatan pembelajaran Demonstrasi menurut Aris (2014: 62-63) sebagai berikut:

a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.

b. Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan disampaikan

c. Menyiapkan bahan atau alat yang diperlukan.

d. Menunjuk salah seorang siswa untuk mendemonstrasikan sesuai dengan skenario yang

(13)

telah disiapkan.

e. Seluruh siswa memperhatikan dan menganalisisnya.

f. Tiap siswa mengemukakan hasil analisis dan demonstrasikan pengalaman.

g. Guru dan siswa membuat suatu kesimpulan.

h. Penutup

Jadi dapat dimaknai perbedaan model pembelajaran Direct Instruction dengan Demonstrasi terletak pada langkah-langkah serta penerapan pembelajaran yang dilakukan. Dimana model pembelajaran Direct Instruction terdapat langkah latihan terbimbing dan latihan mandiri serta melakukan pengecekan pemahaman siswa mengenai pembelajaran yang diajarkan. Sedangkan demonstrasi anak dituntut memperhatikan dan mengemukakan dari hasil yang didemonstrasikan melalui bimbingan guru.

B. Keterampilan Membuat Kerupuk Jengkol 1. Keterampilan

a. Pengertian Keterampilan

Keterampilan merupakan suatu kemampuan untuk menggunakan akal, fikiran, ide, kreastifitas, dalam mengerjakan, mengubah ataupun membuat sesuatu menjadi lebih bermakna sehengga menghasilkan sebuah nilai dari hasil pekerjaan tersebut. Disamping itu juga dikemukakan kata terampil berarti cakap yaitu menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan. Keterampilan lebih diarahkan pada kemampuan motorik dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan tepat dan cepat dalam menghadapi permasalahan belajar.

(14)

Menurut Syamsul Arifin (1980:10) bahwa pendidikan keterampilan merupakan bagian yang integral dari keseluruhan program pendidikan yang sesungguhnya, yang dikembangkan lebih lanjut dalam arti pengembangan pengetahuan, kecerdasan, keterampilan dan sikap.

Sehingga menghasilkan manusia yang memiliki dasar intelektual dan pemikiran.

b. Macam-macam Keterampilan

Setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mencapai keinginannya. Begitu pula dengan keterampilan yang dimiliki manusia, tidak ada yang sama, ada yang memiliki keterampilan dalam berkomunikasi, keterampilan intelektual, personal, maupun sosial.

Elfindri ( 2010 : 348 ) menjelaskan macam-macam keterampilan sebagai berikut :

1) Keterampilan intelektual

Kemampuan analisis atau intelektual merupakan kemampuan atau kecakapan seseorang untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu peristiwa dengan tujuan untuk mengetahui keadaan sebenarnya.

Keterampilan ini diantaranya :

a) Keterampilan untuk memperoleh pengetahuan dan informasi melalui pengumpulan fakta , bacaan, mendengarkan penjelasan dari guru secara aktif, kunjungan kelapangan dll.

b) Keterampilan berfikir, menafsirkan, menganalisis, dan mengorganisasikan informasi yang dipilih dari berbagai sumber,

(15)

membentuk konsep, merangkumnya kembali, dan membentuk generalisasi sesuai dengan jenjang kemampuan berfikir siswa.

c) Kemampauan mengkritik informasi dan membedakan mana fakta dan mana yang opini. Dengan keterampilan ini, siswa dapat berfikir kritis, dapat menunjukkan mana informasi yang faktual dan mana yang opini.

d) Keterampilan membuat keputusan berdasarkan mereka mampu mengambil keputusan dengan profesional, tidak asal menyamaratakan saja.

e) Keterampilan memecahkan masalah merupakan hasil temuan dalam sistem baru. Termasuk didalamnya kemampuan memprediksi, memperkirakan hal-hal yang bisa atau akan terjadi dimasa depan.

f) Keterampilan menggunakan media: globe, peta, grafik, tabel dll sesuai dengan kemampuan berfikirnya. Keterampilan ini sangat diperlukan dalam rangka penafsiran atas fakta-fakta dalam memperoleh pengetahuan tentang sesuatu.

2) Keterampilan Personal.

a) Keterampilan studi dan kebiasaan kerja: misalnya keterampilan menentukan lokasi kerja, mengumpulkan data, menggunakan reference material, membuat kesimpulan dll. Dengan latihan yang benar, siswa diberi peluang untuk memiliki percakapan belajar mandiri dan bekerja mandiri.

(16)

b) Keterampilan bekerja dalam kelompok: berkenaan dengan kemampuan seseorang didalam kelompok, seperti menyusun rencana, memimpin diskusi, menilai pekerjaan secara bersama- sama.

c) Keterampilan akademik/keterampilan belajar (continuing learning skills): keterampilan ini memungkinkan seseorang terampil belajar sepanjang hayat. Untuk tingkat pendidikan dasar sasarannya adalah baru dalam tahapan mengembangkan segenap potensi dirinya dikemudian hari, siswa memiliki semangat, kemampuan dan kepercayaan diri yang sehat.

3) Keterampilan Sosial

Keterampilan ini meliputi kehidupan dan kerja sama, belajar memberi dan menerima tanggung jawab, menghormati hak-hak orang lain, membina kesadaran sosial. Dengan demikian, keterampilan ini maka siswa mampu berkomunikasi dengan sesama manusia, lingkungannya dimasyarakat secara baik. Latihan dan pembinaan yang tampak dalam proses belajar mengajar antara lain mampu melaksanakan dengan baik:

a) Berdiskusi dengan teman.

b) Bertanya kepada siapapun.

c) Menjawab pertanyaan orang lain.

d) Menjelaskan kepada orang lain.

e) Membuat laporan.

(17)

f) Memeramkan sesuatu.

4) Keterampilan Berkomunikasi

a) Keterampilan komunikasi lisan (oral communication) yaitu kemampuan berbicara sehingga mampu menjelaskan dan mempresentasikan gagasan dengan jelas kepada audiens.

b) Keterampilan komunikasi tulisan (written communication) yaitu kemampuan menulis secara efektif dalam konteks dan untuk beragam pembaca dan tujuan.

c) Komunikasi non verbal adalah kemampuan memperkuat ekspresi ide dan konsep menggunakan bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan nada bicara.

2. Tanaman Jengkol.

Di Indonesia,jenis tanaman pangan yang cukup khas yang sering diolah oleh masyarakat adalah tanaman jengkol. Menurut Aan Roswati ( 2017 :4 ) asal usul tanamam jengkol tidak diketahui pasti , di Sumatera Barat, Jawa Tengah tanaman jengkol banyak ditanam dikebun dan perkarangan rumah. Di Indonesia jengkol dikenal dengan beberapa nama seperti jengkol (Jawa), jariang (sumatera), jaawi (Lampung), lubi (Sulawesi) dan blandingan (Bali). Tanaman jengkol berupa pohon yang tinggi , buahnya berupa polong, berbentuk gepeng dan berbelit. Warna buahnya

(18)

lembayung tua, setelah tuan bentuk polongnya menjadi cembung. Bijinya berkulit ari tipis dan bewarna coklat mengkilap.

Sedangkan menurutFitri Lestari Manurung, “ Uji Daya Simpan Benih Jengkol (Pithecellobium Lobatum) Dengan Menggunakan Beberapa Media Simpan. Jurnal Sylva Lestari, Vol 4 no 2 April 2016 halm 70 mengatakan bahwa Jengkol (Pithecellobium lobatum) merupakan salah satu tanaman MPTs yang berasal dari famili Fabaceae. Hampir seluruh bagian tanaman jengkol bermanfaat. Jengkol merupakan sumber makanan yang sangat digemari terutama masyarakat Indonesia. Tanaman jengkol ini mampu hidup dengan baik pada daratan rendah sampai pada daerah pegunungan, yang tingginya 1.000 m dpl dan dapat hidup di beberapa tipe tanah, salah satunya tanah latosol. Di samping itu, tanaman jengkol juga tahan terhadap kekeringan.

Tanaman jengkol memiliki kegunaan yang beragam sehingga banyak di-manfaatkan masyarakat dalm kehidupan sehari-hari.Selain kekhasan aroma yang dimiliki, dankandungan asam jengkolat penyebab keracunan, jengkol termasuk bahan pangan yang kaya gizi.Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), jengkol memiliki beberapa manfaat untuk kesehatan. Buah jengkol kaya akan karohidrat, protein, vitamin Adan B, fosfor, kalsium, alkaloid, minyak atsiri, steroid, glikosida, tannin dan saponin. Bagi mereka yang tidak menyukai jengkol untuk dimakan langsung, dapat merasakan manfaat jengkol melalui salah satu alternative pengolahan jengkol yaitu kerupuk jengkol.

(19)

Menurut sebagian masyarakat jengkol dianggap sebagai makanan yang kurang diminati karena baunya yang kurang sedap, walaupun jengkol merupakan komoditi minor yang termarjinalkan, jengkol akanmemiliki nilai jual yang cukup tinggi, jika diolah menjadi kerupuk jengkol. Padahal jika dilihat dari agroindustri komoditi jengkol sendiri, komoditi ini banyak memberikan manfaat dan peluang besar untuk dikembangkan. Sehingga dengan adanya dukungan dan perhatian dari pemerintah setempat, pengembangan budidaya ini dapat memberikan dan menambah pendapatan ekonomi daerah melalui pengembangan kegiatan agroindustri.

Di Sumatera Barat terdapat berbagai macam jenis usaha makanan olahan, satu diantaranya adalah usaha pembuatan kerupuk jengkol. Dari sekian banyak olahan yang dapat dibuat dari jengkol, salah satu olahan yang diminati olah masyarakat adalah kerupuk jengkol. Salah satu daerah yang cukup terkenal dengan olahan kerupuk jengkolnya adalah Kota Pariaman.

3. Keterampilan Membuat Kerupuk Jengkol a. Alat

Gambar 2.1 Solet Gambar 2.2 Panci

(20)

Gambar 2.3 Ulekan cabe Gambar 2.4 Tampah/ piring bambu

Gambar 2.5 Kompor Gambar 2.6 Pisau

b. Bahan

Gambar 2.7 Air Gambar 2.8 Jengkol

Langkah-langkah adalah tahapan yang harus kita lalui sebelum membuat atau melakukan sesuatu hal. Adapun langkah-langkah membuat kerupuk jengkol adalah sebagai berikut:

a. Kupas jengkol dan belah menjadi dua bagian . b. Siapkan panci dan air untuk merebus jengkol.

c. Masukkan jengkol yang telah dibelah kedalam panci yang sudah berisi air kemudian rebus sampai matang.

d. Angkat rebusan jengkol dan dinginkan.

(21)

e. Pipihkan jengkol dengan batu sampai melebar dan tidak pecah.

f. Susun ditampah, jemur bolak balik hingga kering.

C. Anak Tunarungu 1. Pengertian Tunarungu

Tunarungu diambil dari istilah “tuna” dan “rungu”. Tuna artinya kurang dan Rungu artinya pendengaran. Orang atau anak dikatakan tunarungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Menurut Edja Sajja (2005 : 69 ) anak tunarunga adalah anak yang karena berbagai hal menjadikan pendengarannya mendapatkan gangguan atau mengalami kerusakan sehingga sangat menggangu aktifitas kehidupannya.

Sedangkan menurut Permanarian Somad (1995 : 27) anak tunarungu adalah seorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau keseluruhan yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupannya secara komplek.

Menurut Bushra Akram, “Scientific Concepts of Hearing and Deaf Students of Grade VIII,”Journal of Elementary Education Vol.23, No. 1 halm 1-12 menyatakan bahwa “Hard of hearing means a hearing impairment that is so severe that the child is impaired in processing linguistic

(22)

information through hearing, with or without amplification that may not adversely affects a child’s educational performanc”. Dimana tunarungu merupakan gangguan pendengaran sehingga anak terganggu dalam memproses informasi linguistik melalui pendengaran, dengan atau tanpa amplifikasi yang mungkin tidak berdampak buruk pada pendidikan anak.

Dampak terhadap kehidupannya secara komplek mengandung arti bahwa akibat ketunarunguan maka perkembangan anak menjadi terhambat.

Sehingga menghambat terhadap perkembagan kepribadian secara keseluruhan misalnya perkembangan intelegensi, emosi dan sosial.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak atau seseorang yang mengalami gangguan pada pendengarannya sehingga menyebabkan ia kehilangan kemampuan mendengarnya sebagian atau tidak bisa mendengar sama sekali.

2. Klasifikasi Anak Tunarungu

Seperti halnya pengertian tunarungu, klasifikasi dan jenis-jenis ketunarunguan juga telah banyak dikemukakan oleh para ahli baik dalam negeri maupun luar negeri. Menurut Permanarian Somad (1995:29) Pada umumnya klasifikasi anak tunarung dibagi atas dua golongan kelompk besaryaitu tuli dan kurang dengar. Untuk tujuan pendidikan penderita kelainan pendengaran diklasifikasikan sesuai dengan tingkat kehilangan pendengaran :

a. Tuli total

(23)

Adalah seseorang yang mngalami kehilangan tingkat kemampuan mendengar sehingga menghambat proses nformasi bahasa melalui pendengaran, baik itu memakai ataupun idak memakai alat bantu dengar.

b. Orang kurang dengar

Adalah seseorang yang mengalami kehilangan sebagian kemampuan mendengar , akan tetapi ia masih mempunyai sisa pendenga dan pemakaina alat bantu mendengar memungkinkan keberhasilan serta membantu proses informasi bahasa melalui pendengaran.

Sedangkan menurut Samuel A. Kirk dalam Permanarian Somad (1995:29) klasifikasi anak tunarungu adalah sebagai berikut :

1) 0 dB : Menunjukakkna pendengaran yang optimal.

2) 0 – 26 dB : Menunjukkan seseoang yang masih mempunyai pendengaran yang normal.

3) 27 – 40 dB : Mempunyai kesulitan mendengar bunyi- bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dna memerlukan terapi bicara.

4) 41 – 55 dB : Mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara.

5) 56 – 70 dB : Hanya bisa mendengar suara dari jarak dekat, masih mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara dengan menggunakan alat bantu mendengar serta dengan cara yang khusus.

(24)

6) 71 – 90 dB : Hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang- kadng dianggap tuli, membutuhkan pendidikan luar biasa yang intensif, membutuhkan alat bantu dengar dan latihan bicara secara khusus.

7) 91 dB ke atas : Mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan getaran. Banyak berganung pada penglihatan dari pada pendengarana untuk pross informasi dan yang besangkutan dianggap tuli.

Selanjutnya Streng dalam Permanarian Somad (1996:80) mengemukakan klasifikasi yang lebih lengkap sebagai berikut:

1) Kehilangan kemampuan mendengar 20 – 30 decibell (Mild Losses)

Ciri-cirinya :

 Sukar mendengar percakapan yang lemah

 Membutuhakan perhatian khusus

 Tidak mempunyai kelainan bicara

 Membutuhkan latihan membaca ujaran dan perkembangan perbendaharaan kata yang perlu diperhatikan.

2) Kehilangan kemampuan mendengar 30 – 40 dB ( Marginal losses)

Ciri-cirinya :

 Mengerti percakapan biasa pada jarak 1 meter

 Percakapan lemah hanya bisa ditangkap 50%

(25)

 Mengalami kelainan dalam bicara dan pembendaharaan kata terbatas.

 Membutuhkan pendidikan dalam membaca ujaran, latihan mendengar, alat bantu dengar, latihan bicara dan latihan artikulasi.

 Bila kecerdasannya di atas rata-rata dapat ditempatkan di kelas biasa tapi bila kecerdasannya kurang maka ia membutuhkan kelas khusus.

3) Kehilangan kemampuan mendengar 40 -60 dB (Misderat Losses)

Ciri-cirinya:

 Mempunyai pendengaran yang cukup untuk mempelajari bahasa percakapan, memerlukan alat bantu dengar.

 Mengerti percakapan yang keras pada jarak 1 meter.

 Mereka sering salah paham dan mempunyai kelainan bicara.

 Pembendaharaan kata terbatas.

 Mereka perlu masuk SLB bagian B.

4) Kehilangan kemampuan mendengar 60-70 dB (Sevare Losses) Ciri-cirinya:

 Masih mempunyai sisa pendengaran untuk mempelajari bahasa dengan menggunakan alat bantu dengar khusus.

 Harus dididik pada usia dini.

 Bisa mendengar suara keras seperti mesin pesawat terbang dalam jarak dekat.

(26)

 Memerlukan latihan pendengaran (Moditory training).

 Dapat membedakan huruf tetapi tidak dapat membedakan bunyi huruf konsonan.

5) Kehilangan kemampuan mendengar 75 dB keatas (Profound Losses)

Ciri-cirinya:

 Dapat mendengar suara yang keras dari jarak jauh satu inci (2,54 cm) atau sama sekali tidak mendengar.

 Tidak sadar adanya hubungan dengan bunyi-bunyi keras.

 Tidak bisa belajar bahasa bicara melalui pendengaran walaupun menggunakan alat bantu dengar (Hearing Aid).

 Memerlukan pengajaran khusus yang insentif di segala bidang, tanpa menggunakan mayoritas indera pendengaran.

 Memerlukan membaca ujaran, latihan mendengar, fungsinya untuk mempertahankan sisa pendengaran yang masih ada, meskipun hanya sedikit.

3. Karakteristik Anak Tunarungu

Dilihat dari pengaruh hilangnya kemampuan mendengar terhadap perkembangan anak tunarungu, Adapun karakteristik anak tunarungu menurut Somad dan Tati Hernawati (1996:89) menjelaskan bahwa karakteristik anak tunarungu dapat ditinjau dari segi :

a. Karakteristik dalam segi akademis

(27)

Perkembangan kecerdasan anak tunarungu tidak sama cepatnya dengan mereka yang mendengar. Kesulitan berkomunikasi yang dialami anak tunarungu mengakibatkan mereka memiliki kosa kata yang terbatas, sehingga anak tunarungu cenderung memiliki prestasi akademik yang rendah, seperti pada mata pelajaran yang bersifat verbal contohnya: sains, pengetahuan sosial, pendidikan kewarganegaraan, matematika (soal cerita) dan seni suara, tetapi pada mata pelajaran yang bersifat non verbal seperti oleh raga dan keterampilan pada umumnya relatif sama dengan temannya yang mendengar atau bahkan lebih berprestasi.

b. Karakteristik dalam aspek sosial emosional

Ketunarunguan dapat menyebabkan perasaan terasing dari pergaulan sehari-hari. Kekurangan pemahaman anak terhadap bahasa lisan dan tulisan seringkali menyebabkan anak tunarungu mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1) Pergaulan yang terbatas pada sesama tunarungu, artinya pergaulan anak tunarungu terbatas dengan sesama tunarungu.

2) Sifat egosentrisme yang melebihi anak normal, hal ini nampak sukarnya anak menyesuaikan diri, maka tindakannya lebih terpusat pada aku/ego, sehingga kalau ada atau memiliki keinginan harus selalu dipenuhi.

(28)

3) Perasaan takut terhadap lingkungan sekitar, hal ini menyebabkan anak tunarungu bersikap ragu-ragu yang akhirnya ketergantungan pada orang lain atau kurang percaya diri.

4) Perhatian sukar dialihkan. Jalan pikiran anak tunarungu tidak mudah beralih ke hal lain yang tidak atau belum nyata.

5) Memiliki sifat polos, hal ini tampak pada mereka apabila menyampaikan perasaannya atau pikirannya kepada orang lain

6) Cepat marah dan mudah tersinggung, karena keterbatasannya tersebut seringkali menimbulkan kekecewaan atau frustasi, cepat marah, dan mudah tersinggung.

c. Karakteristik dalam aspek fisik dan kesehatan

Karakteristik dari aspek fisik dan kesehatan dapat penulis uraikan sebagai berikut :

1) Cara berjalannya kaku dn agak membungkuk.

2) Gerakkan mata lebih cepat.

3) Gerakkan tangan dan kaki sangat cepat.

4) Pernafasan anak tunarungu pendek karena tidak terlatih melalui kegiatan bicara.

D. Penelitian Yang Relevan

Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah: Skripsi dari Eka Badriyah Tun Khasanah tahun 2015 yang berjudul “Pengaruh model

(29)

pembelajaran langsung (direct instruction) terhadap kemampuan Sains anak tunagrahita“. Didapatkan hasil penelitian yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara model pengajaran langsung (direct instruction) terhadap kemampuan Sains anak tunanetra di TKLB-A YPAB Surabaya. Hal ini relevan dengan penelitian yang penulis lakukan pada penggunaan model pengajaran langsung (direct instruction).

E. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka berfikir penulis tentang pelaksanaan penelitian, sehingga lebih memudahkan peneliti dalam pelaksanaan penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah efektifitas model pembelajaran direct instruction untuk keterampilan membuat kerupuk jengkol bagi anak tunarungu di SLB Negeri 2 Pariaman.

Untuk memperjelas penelitian yang akan dilakukan, maka dibuat kerangka konseptual dimulai dengan melihat kondisi awal kemampuan anak dalam membuat keruk jengkol yang dinamakan dengan pretest. Selanjutnya anak diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran direct instruction yang dinamakan dengan treatment. Kemudian dari perlakuan atau treatment yang diberikan akan dilihat hasilnya tahap ini dinamakan dengan posttest.

Berikut merupakan kerangkan konseptual yang penulis lakukan terhadap anak tunarungu.

Perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran direct instruction

Treatment Kondisi awal anak tunarungu belum mampu

membuat kerupuk jengkol

Perlakuan tanpa menggunakan model pembelajaran direct instruction

pretest

(30)

F. Hipotesis

Menurut Nazir (2009 : 151) mengemukakan bahwa “hipotesis adalah pernyataan yang diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya, pada saat fenomena dikenal dan merupakan dasar kerja serta panduan dalam verifikasi”. Sedangkan menurut A. Muri Yusuf (2013:

129) “Hipotesis adalah suatu dugaan sementara, suatu hipotesis sementara yang harus dibuktikan kebenarannya melalui penyelidikan ilmiah”. Hipotesis penelitian adalah sebagai berikut.

Ha : metode demonstrasi efektif dalam meningkatkan keterampilan membuat kerupuk jengkol bagi anak tunarungu kelas V di SLB Negeri 2 Pariaman

H0 : metode demonstrasi tidak efektif dalam meningkatkan keterampilan membuat kerupuk jengkol bagi anak tunarungu kelas V di SLB Negeri 2 Pariaman.

Diharapkan melalui model pembelajaran direct instruction, keterampilan membuat kerupuk jengkol anak tunarungu meningkat.

Posttest

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.

Metode ini digunakan untuk mengetahui apakah keterampilan membuat kerupuk jengkol meningkat melalui model pembelajaran direct instruction bagi anak tunarungu di SLBN 2 Pariaman.

Campbell & Stanley (dalam Suharsimi 2010: 123) berpendapat bahwa pengelompokan bentuk desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian, yaitu pre-experimental dan true-experimental. Penelitian ini menggunakan pre-

(32)

experimental design atau sering juga disebut dengan quasi experiment dengan jenis one group pretest-postest design. Penelitian ini melakukan observasi sebelum eksperimen dan setelah eksperimen. Observasi yang dilakukan sebelum eksperimen (01) disebut pretest, dan observasi sesudah eksperimen (02) disebut posttest.

Alasan menggunakan desain ini adalah karena perilaku dan kemampuan anak tidak mungkin bisa dikontrol seluruhnya dalam bentuk eksperimen. Dengan diberikannya pretest dan posttest hasil dari perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat dibandingkan dengan hasil keadaan sebelum diberikan perlakuan B. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah sebuah rancangan yang menunjukan bagaimana seorang peneliti akan menjalankan sebuah penelitian. Menurut Sukmadinata (2007:27)” Dalam penelitian eksperimental dikenal banyak bentuk desain penelitian atau desain eksperimen.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah one group pretest-posttest design, artinya penelitian dilaksanakan pada suatu kelompok tanpa adanya kelompok pembanding. Suharsimi (2006: 85) Menyatakan dalam desain ini observasi dilakukan sebanyak dua kali. Sebelum diberikan perlakuan, kelompok diberikan pretest setelah itu diberikan perlakuan dan barulah diberikan posttest.

Sehingga akan terlihat perbandingan antara sebelum dan setelah diberikan perlakuan.

Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada keterangan dibawah ini:

Ο1 X Ο2

31

(33)

Keterangan :

O1 : Pretest, kondisi awal pemahaman anak dalam pembuatan kerupuk jengkol sebelum diberikan perlakuan

X : Treatment atau perlakuan dengan model pembelajaran direct instruction

O2 : Posttest, hasil pemahaman anak dalam membuat kerupuk jengkol setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran direct instruction

Pelaksanaan penelitian lebih dulu dilakukan pretest (O1) untuk melihat kemampuan awal anak terhadap keterampilan membuat kerupuk jengkol yang biasa digunakan di sekolah, setelah didapatkan hasilnya lalu diberikan treatment atau perlakuan (X) dengan menggunakan model pembelajaran direct instruction sebagai model pembelajaran, dan barulah dilakukan posttest (O2) untuk melihat hasil keterampilan anak setelah diberikan perlakuan melalui model pembelajaran direct instruction. Maka akan terlihat perbandingan sebelum diberi perlakuan dan setelah diberikan perlakuan. Setelah hasil pretest dan posttest dibandingkan selanjutnya akan diuji dengan menggunakan uji Mann Whitney.

Menurut Muri (2007:228) langkah-langkah pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Anak tunarungu sebanyak lima orang diberikan pretest untuk melihat bagaimana kemampuan awal dalam membuat kerupuk jengkol.

2. Setelah diketahui bagaimana kemampuan awal anak lalu anak diberikan treatment atau tindakan dengan model pembelajaran direct instruction.

(34)

3. Memberikan posttest.

4. Membandingkan hasil pretest dan posttets lalu diuji dengan uji Mann Whitney.

5. Menarik kesimpulan apakah ada atau tidaknya pengaruh treatment dengan cara menguji hipotesis yang ada.

Dapat dimaknai dalam pelaksanaan penelitian ini terdiri atas 5 langkah: 1) Pretest, 2) Treatment atau diberi tindakan dengan menggunakan model pembelajaran direct instruction, 3) Posttest, 4) Membandingkan hasil pretest dan posttest dengan menggunakan uji Mann Whitney, 5) Menarik kesimpulan.

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2003) mengatakan bahwa variabel adalah suatu atribut, sifat, atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh penulis untuk dipelajari dan mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh penulis untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.Jadi dapat disimpulkan bahwa variabel adalah suatu konsep yang berubah dan dapat berubah sehingga akan mempengaruhi hasil dari suatu penelitian.

Agar tidak terjadi kesalahan dalam judul penelitian, maka dibatasi istilah dalam penelitian sebagai berikut :

a. Variabel Terikat

Adapun variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan membuat kerupuk jengkol. Kemampuan keterampilan membuat kerupuk jengkol yang dimaksud yaitu anak dapat membuat kerupuk jengkol sesuai dengan langkah-langkahnya dan hasilnya seperti yang diharapkan.

b. Variabel Bebas

(35)

Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran direct instruction.

D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Menurut Sugiyono ( 2014:80), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik yang diterapkan peneliti sehingga bisa ditarik kesimpulan. Maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah siswa SLB Negeri 2 Pariaman.

2. Sampel Penelitian

Menurut Arikunto (2010:174) sampel penelitian adalah sebagian atau wakil dari sejumlah populasi yang diikut sertakan dalam subjek penelitian. Maka pada penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah lima orang siswa SLB Negeri 2 Pariaman.

Tabel 3.1 Subjek Penelitian No Kodenama Jeniskelami

n Umur

1 HS P 14 tahun

2 MA P 14 tahun

3 RS P 14tahun

4 NZ P 12tahun

5 WA P 11tahun

Jumlah 5 Orang

E. Tahapan Intervensi

(36)

Adapun tahapan intervensi yang akan peneliti berikan kepada siswa adalah sebagai berikut:

1. Tahap pertama yang akan dilakukan adalah memaparkan tujuan pembelajaran serta ha-hal yang akan dipelajari anak.

2. Peneliti memberikan materi pelajaran keterampilan menggunakan model pembelajaran direct instruction sesuai dengan perencanaan dan pelaksanaan mengenai langkah-langkah dalam membuat kerupuk jengkol.

3. Peneliti menilai proses kerja anak dan memberikan umpan balik terhadap keberhasilan yang telah dicapai oleh anak. Jika anak masih belum berhasil dalam membuat kerupuk jengkol maka penulis kembali memperagakan cara membuatnya dan anak mengulanginya sampai anak berhasil.

F. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data menurut Sugiyono (2015:137) dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Teknik pengumpalan data yang akan digunakan pada penelitian ini berupa tes, karena untuk mengukur efektivitas pelaksanaan program dan tujuan haruslah digunakan instrumen yang berbentuk tes.

Tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes perbuatan. Tes perbuatan diberikan dengan memberikan instruksi kepada anak untuk mengucapkan kata dari kata-kata yang telah ditentukan, serta menggunakan jenis pengukuran variabel menggunakan perhitungan, dengan menggunakan

(37)

perhitungan dapat menunjukkan berapa jumlah kata yang benar dari beberapa kata yang dijawab oleh anak. Data dikumpulkan setiap kali pertemuan sesuai dengan skenario pelatihan yang disusun setiap pertemuan sehingga kemampuan dalam mengucapkan kata pada anak dapat terlihat pada hasil pencatatan data.

2. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah instrumen penelitian. Menurut Suharsimi (2010:265) instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan pengumpulan data, hal ini bertujuan agar penelitian menjadi sistematis dan lebih mudah.

Proses melengkapi pengumpulan data pada penelitian, peneliti menggunakan tes perbuatan. Sudijono (2003:156) mengemukakan Tes perbuatan pada umumnya digunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang bersifat keterampilan (psikomotorik), dimana penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai setelah melaksanakan tugas yang diberikan. Penilaian keterampilan (psikomotor) menggunakan rentang nilai, misalnya menggunakan kriteria rentang nilai 0-2 dengan rincian sebagai berikut:

Nilai 0 jika anak tidak bisa sama sekali, Nilai 1 jika anak bisa dengan bantuan,

Nilai 2 jika anak bisa melakukan dengan benar.

(38)

Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatan pengumpulan data, agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dapat mempermudah dalam pelaksanaan penelitian. Menurut Sugiyono (2014:102) instrumen penelitian dapat digunakan untuk mengukur fenomena yang terjadi pada pelaksanaan penelitian. Pada penelitian ini instrumen yang digunakan berupa tes perbuatan yang menggunakan rentang nilai (0, 1dan 2) untuk mengukur kemampuan siswa dalam melaksanakan langkah-langkah pembuatan kerupuk jengkol.

G. TeknikAnalisis Data

Teknik analisis data ini menggunakan data kuantitatif menggunakan metode statistik yang sudah tersedia. Statistik yang digunakan adalah statistik non parametrik, karena subjek penelitiannya kecil serta distribusi dan variasi populasinya tidak memerlukan uji normalitas.

Statistik non parametrik tidak menuntut banyak asumsi bahwa data yang dianalisis tidak harus berdistribusi normal dan digunakan untuk menganalis data nominak dan data, ordinal.

Uji statistik yang digunakan adalah uji Mann Whitney, Nazir (2009:

404) mengemukan dengan rumusan:

U1= n1.n2+n2(n2+1)

2

R2

U2= n1.n2+n1(n1+1)

2 R1

(39)

Keterangan :

U1/U2 =Koofisien U tes

R1 = Rangking / peringkat kelompok pre-test R2 = Rangking / peringkat kelompok post-test n1 = Jumlah kelompok pre-test

n2 = Jumlah kelompok post-tes

Untuk menilai kemampuan anak dalam membuat kerupuk jengkol menggunakan kriteria pengujian penilaian sebagai berikut :

Ha diterima jika Uhit> Utab pada taraf signifikan 0,05 H0 ditolak jika Uhit ≤ Utab

Jika hasil penghitungan data dengan taraf signifikan 0,05 dan Uhit>

Utab maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran direct instruction efektif untukketerampilan membuat kerupuk jengkol bagi anak tunarungu di SLB Negeri 2 Pariaman. Sebaliknya jika Uhit ≤ Utab maka model pembelajaran direct instruction tidak efektif untukketerampilan membuat kerupuk jengkol bagi anak tunarungu di SLB Negeri 2 Pariaman.

DAFTAR PUSTAKA

Anas, Sudijono. 2003. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta

(40)

Eka Badriyah Tun Khasanah. 2015. Pengaruh model pembelajaran langsung (direct instruction) terhadap kemampuan Sains anak tunagrahita. Surabaya

Moh. Nazir. 2009. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Sadjaah, Edja. 2005. Pendidikan Bahasa Bagi Anak Gangguan Pendengaran dalam Keluarga.Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagakerjaan Perguruan Tinggi.

Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-ruzz Media

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Sugiyono. 2003.Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sugiyono.2015.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfa Beta.

Somad, Permanarian & Tati Hernawati. 1995.Ortoedagogik Anak Tunarungu.

Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Tenaga Guru.

Trianto. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruvistik. Jakarta: Prestasi Pustaka

Yusuf, Muri. 2007. Metodelogi Penelitian. Padang: UNP Prees

KISI-KISI PENELITIAN

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN DIRECT

(41)

INSTRUCTION DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBUAT KERUPUK JENGKOL BAGI ANAK TUNARUNGU (Quasi Eksperiment di SLB Negeri 2 Pariaman)

Variabel Sub Variabel Indikator Deskriptor Item

Kemampua n membuat kerupuk jengkol

Kemampuan membuat kerupuk jengkol melalui model pembelajaran direct

instruction

Penguasaan langkah-langkah membuat kerupuk jengkol

Langkah-langkah membuat kerupuk jengkol:

1. Kupas jengkol dan belah menjadi dua bagian . 2. Siapkan panci dan air

untuk merebus jengkol.

3. Masukkan jengkol yang telah dibelah kedalam panci yang sudah berisi air kemudian rebus sampai matang.

4. Angkat rebusan jengkol dan dinginkan.

5.Pipihkan jengkol dengan batu sampai melebar dan tidak pecah.

6.Susun ditampah, jemur bolak balik hingga kering.

1-6

Gambar

Gambar 2.3 Ulekan cabe Gambar 2.4 Tampah/ piring bambu
Tabel 3.1 Subjek Penelitian No Kodenama Jeniskelami

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tentang efektivitas model pengajaran langsung (direct instruction) dengan menggunakan media audio-visual terhadap keterampilan menulis

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN PENDEKATAN SAVI (SOMATIC, AUDITORY, VISUAL, INTELLECTUAL) DAN DIRECT INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP

PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DENGAN PENDEKATAN SAVI (SOMATIC, AUDITORY, VISUAL, INTELLECTUAL) DAN DIRECT INSTRUCTION UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP