• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSISTENSIALISME JEAN PAUL SARTRE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "EKSISTENSIALISME JEAN PAUL SARTRE "

Copied!
105
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Rumusan Masalah

Batasan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana konsep manusia dalam perspektif eksistensialis Jean Paul Sartre. 22 Diana Mella Yusafina, Eksistensialisme Jean Paul Sartre dan Relevansinya dengan Moralitas Manusia, (Semarang: UIN Wali Songo, 2015), hal.147.

Tujuan Masalah

Manfaat Penelitian

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi institusi atau pembaca khususnya bagi mahasiswa Ushuluddin.

Kajian Pustaka

Artikel ilmiah ini menyimpulkan bahwa menurut Jean Paul Sartre, eksistensialisme tidak dibenarkan dalam Islam karena dapat merugikan moral dan ajaran Islam. Artinya manusia dibenarkan dalam segala hal.23 Penelitian ini berfokus pada kebebasan, sedangkan penulis akan fokus pada manusia dalam perspektif eksistensialis Jean Paul Sartre, yang akan mengungkap manusia ideal dalam perspektif eksistensi Jean Paul Sartre. .

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan terjemahan “Eksistensialisme dan Humanisme” karya Yuhi Murtanto dari buku asli “Eksistensialisme dan Humanisme” karya Jean Paul Sartre. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode dokumentasi (catatan berupa tulisan, gambar atau karya monumental seseorang).

Sistematika Pembahasan

Analisis terhadap data-data yang peneliti atau penulis perlukan dalam karya ilmiah ini, menggunakan metode analisis domain dan menggunakan metode penelitian kepustakaan. Bagi peneliti atau penulis memperoleh gambaran data untuk menjawab fokus penelitian 28 Memperoleh pula informasi atau hasil yang berarti dengan menafsirkan dan menyelidiki secara rinci fenomena-fenomena yang berkaitan dengan karya ilmiah ini.

KERANGKA TEORI

Pengertian Manusia

Menurut Francis Bacon, filsuf Renaisans, pikiran manusia mempunyai tiga kekuatan, yaitu: (1) ingatan, (2) imajinasi, dan (3) pikiran. Manusia tidak mempunyai naluri dan keterbatasan organ, artinya manusia dapat mengembangkan dirinya dengan lingkungan terbuka disekitarnya.

Ruang Lingkup Filsafat

Menurutnya, segala sesuatu yang ada terdiri dari bagian-bagian kecil yang tidak dapat dipisahkan lagi (atom). Dalam permasalahan ontologi kita dihadapkan pada pertanyaan bagaimana kita menjelaskan hakikat segala sesuatu yang ada.

Manusia dalam Pandangan Filsafat Modern

  • Filsafat Rasionalisme
  • Filsafat Empirisme
  • Immanuel Kant (Kritisisme)
  • Filsafat Positivisme
  • Filsafat Idealisme
  • Filsafat Materialisme

Karena setiap zat benar-benar terpisah dari zat lainnya, tampak jelas bahwa Descartes menganut dualisme mengenai manusia. Hukum ketiga tahapan tersebut merupakan generalisasi dari masing-masing tahapan perkembangan manusia, yaitu: tahap teologis, tahap metafisik, dan tahap positif. Dari sekian banyak tokoh materialis yang telah disebutkan, Karl Marx dan Friedrich Engels merupakan dua pemikir terpenting dalam perkembangan materialisme pada abad ke-19.

Metode Marx dikenal dengan istilah “materialisme dialektis”, artinya materialisme dipadukan dengan dialektika sehingga membentuk suatu kesatuan organik. Materialisme dialektis juga disebut sebagai "teori ilmiah", sebagai "metode kognisi" dan sebagai "arah tindakan". Materialisme dialektis juga dapat dikatakan sebagai pengetahuan tentang hukum-hukum pembangunan yang memungkinkan kita menganalisis masa lalu, memahami dengan tepat apa yang terjadi saat ini, dan meramalkan masa depan.

Prinsip dasar materialisme dialektis adalah perubahan kuantitas (substansi) dapat menghasilkan perubahan kualitas. Materialisme sejarah merupakan perpanjangan dari prinsip materialisme dialektis untuk menganalisis fenomena kehidupan sosial, mempelajari masyarakat dan sejarahnya.

Manusia dan Eksistensialisme

  • Pengertian Eksistensialisme
  • Sejarah dan Perkembangan Eksistensialisme

Aliran ini berlawanan dengan aliran-aliran sebelumnya seperti rasionalisme, empirisme, idealisme, dan materialisme yang sangat kaku dalam menentukan hakikat atau hakikat manusia. Namun, filosofi aliran ini mencapai puncak filosofisnya yang terbesar pada abad ke-20, khususnya selama dan setelah Perang Dunia II. 78 Sihol Farida Tambunan, “Kebebasan Individu Manusia Abad Kedua Puluh: Filsafat Eksistensialisme Sartre”, Jurnal Masyarakat dan Kebudayaan, Vol.

Sebagaimana diketahui, filsafat eksistensialisme berkembang pesat setelah Perang Dunia Kedua, yang seakan membenarkan kontemplasi filosofis terhadap realitas konkrit tersebut (kemanusiaan). Sejak itu, karya-karya lain mengenai filsafat bermunculan.86 Dengan pecahnya Perang Dunia Kedua, Jean-Paul Sartre ditugaskan untuk mengikuti dinas militer. Pada tahun 1943, karya filosofisnya yang terkenal diterbitkan; L'etre et le neant (kehadiran dan ketidakhadiran; upaya ontologi fenomenologis).

Namun karena kesulitan ekonomi, surat kabar ini sempat beberapa lama tidak terbit.88 Pada tahun 1980, tepatnya tanggal 15 April 1980.89 Sunarso, “Mengenal Filsafat Eksistensial Jean Paul Sartre dan Implementasinya dalam Pendidikan” (Jurnal Departemen PKnH FISE UNY), hal.

Karya-karya Jean Paul Sartre

Meski posisinya selalu berhaluan kiri dan penuh simpati terhadap partai sayap kiri, ia tidak pernah menjadi anggota Komunis. Pada tahun 1964, Sartre menerbitkan bukunya Les Mots / Words, yang dianggap oleh banyak kritikus sebagai salah satu karya puncaknya. Makalah Sartre lainnya yang dimuat dalam majalahnya Les Temps Modernes telah dikumpulkan dalam sebuah buku berjudul Situations yang terdiri dari sepuluh jilid.

Selain menjadi penulis, kritikus sastra dan budaya serta penulis esai, ia juga pernah berkecimpung di dunia film dan sukses menyutradarai beberapa film dan drama.

Corak Pemikiran Jean Paul Sartre

Menurut Sartre, titik tolak filsafat tidak lain adalah cogito; kesadaran yang saya miliki tentang diri saya sendiri. Namun menurut Sartre, filsuf abad ke-17 ini langsung mengartikan cogito sebagai cogito yang tertutup, sehingga cogito terpisah dari dunia dan terkurung dalam dirinya sendiri. Untuk itu Sartre kemudian memasukkan pandangan Husserl yang menyatakan bahwa intensionalisme merupakan ciri kesadaran.

Pertama, ia memahami bahwa metode fenomenologi adalah metode yang menekankan pada fenomena atau penampakan sesuatu. Ia membangun ontologinya atas dasar relasi subjek-objek yang terjadi dalam jalinan kesadaran internasional. Persoalan yang dianggap aneh Sartre menurut Husserl adalah apakah keberadaan fenomena juga merupakan fenomena atau bukan.

Husserl berhenti pada esensi atau eidos, namun dalam melakukan hal tersebut ia tidak pernah mencapai esensi suatu objek.

Pengaruh Pandangan Eksistensialisme Jean Paul Sartre

Namun nama yang diasosiasikan banyak orang Amerika dengan eksistensialisme Prancis adalah Jean Paul Sartre.95. 98 Mahmuddin Siregar, “Filsafat Eksistensial Jean Paul Sartre”, Jurnal Yurispuredentia Vol. 1, tidak. 2, 2 Desember 2015, hal..terbuka” dan masih “menjadi”. 106 Dwi Siswanto, “Kesadaran dan Tanggung Jawab Pribadi dalam Humanisme Jean Paul Sartre”, Jurnal Filsafat, (Juli-1997), hal.

Dalam buku ini, Jean Paul Sartre berupaya menjawab pertanyaan dan kritik orang lain terhadap gerakan eksistensialis. 114 Dwi Siswanto, “Kesadaran dan Tanggung Jawab Pribadi dalam Humanisme Jean Paul Sartre”, Jurnal Filsafat, (Juli-1997), hal. Dalam penelitian ini peneliti fokus pada analisis berdasarkan konsep manusia dalam perspektif Jean Paul Sartre.

Menurut Jean Paul Sartre, manusia itu baik berdasarkan apa yang mereka lakukan dan seburuk apa yang mereka lakukan. Dengan menyatakan bahwa manusia mempunyai kebebasan mutlak, maka muncullah pemikiran lain dari Jean Paul Sartre yaitu “Orang lain adalah neraka”.

EKSISTENSIALISME JEAN PAUL SARTRE

Perbandingan Pokok Pikiran Jean Paul Sartre dengan Tokoh Lain

Namun manusia dalam konsep Islam sangat berbeda dengan manusia dalam konsep Jean Paul Sartre, dimana Jean Paul Sartre menyatakan bahwa manusia ada secara kebetulan dan harus menerima bahwa Tuhan tidak ada. Humanisme dalam Pemikiran Eksistensialisme Jean Paul Sartre Tema sentral humanisme adalah humanisme dan tema sentral humanisme adalah humanisme dan kebebasan. Jean Paul Sartre mencoba menjelaskan bahwa gerakan eksistensialis merupakan gerakan yang meninggalkan pertimbangan solidaritas antar umat dan menempatkan masyarakat dalam isolasi.

Karena manusia sesungguhnya hanya menjadi manusia pada tataran dimana ia menciptakan dirinya sendiri melalui tindakan bebasnya seperti yang diungkapkan Sartre “Manusia bukanlah sesuatu yang lain, kecuali ia menciptakan dirinya sendiri.” Sebagaimana tertulis dalam latar belakang bahwa eksistensialisme Jean Paul Sartre berakar pada fenomenologi Husserl, maka fenomenologi merupakan suatu metode yang hanya dapat dicapai dengan kembali pada “kesadaran murni” subjek (manusia). Senada dengan pengalaman masa kecil Jean Paul Sartre dengan dua konsep kunci filosofi Jean Paul Sartre pada tahun 1930-an hingga 1940-an, yaitu l'autre (orang lain atau orang lain) dan le respek (mata).

Dimana Jean Paul Sartre saat itu menyadari bahwa dirinya tidak seperti orang lain yang memiliki bola mata yang indah dan menawan, tidak seperti dirinya yang memiliki bola mata yang tidak sempurna. Hal itu tidak menutup kemungkinan pengajaran konsep eksistensi dari sudut pandang Jean Paul Sartre untuk membawa orang ke tahap efektif dimana mereka dapat mendefinisikan dirinya dengan kemampuannya. Dibalik itu, konsep eksistensialisme Jean Paul Sartre disimpulkan oleh para peneliti bahwa kebebasan dihalangi oleh l'autre (orang lain atau orang lain) dan harga diri (mata) karena dijadikan sesuatu yang merendahkan dirinya adalah sesuatu yang tidak layak dijadikan sebagai alat. basis.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, banyak sekali pemikiran eksistensialis Jean Paul Sartre yang memotivasi hidup sesuai rasionalitas, namun sebagai umat Islam harus menyaring hikmah dari konsep Jean Paul Sartre dan kembali sesuai ajaran Islam.

Pandangan Islam terhadap Manusia Eksistensialis

Humanisme dalam Pemikiran Eksistensialisme Jean Paul Sartre

Dirumuskan secara kokoh dengan doktrin ateisme ala Sartre: karena manusia bebas maka Tuhan tidak ada. Sartre adalah satu-satunya sumber makna-nilai, sehingga tidak ada dasar lain selain kebebasan, karena manusia sendirilah yang membangun eksistensi dan dunianya. Kemunculan manusia lain menjadi ancaman bagi keberadaan saya, kata Sartre, ketika orang lain melihat saya, saat itulah saya menjadi objek dan dia menjadi subjek di atas saya.

Aku paham bahwa tatapan orang lain terfokus pada setiap tindakanku sebagai sesuatu yang berlebihan dan mengasingkan segala kemungkinan yang aku punya. Neraka adalah orang lain”, dikutip sebagai batu nisan yang tepat untuk mulai menggambarkan ajarannya tentang hubungan antarmanusia. Artinya, kalau orang lain sebagai subjek menolak saya, maka saya menjadi objek, sedangkan saya menjadikan orang lain sebagai objek dengan menjadikan diri saya sendiri sebagai subjek.

Orang lain mungkin menasihatinya, mereka mungkin mencoba menunjukkan satu atau lebih cara, namun tidak ada yang bisa menunjukkan kekuatannya. Dengan memilih sendiri, setiap orang mengalami rasa kebebasan yang memuakkan, karena tidak ada standar yang diikuti, tidak ada panduan yang membantu.

Analisis Tokoh

Jika kebebasan bercampur dengan penerimaan akan keberadaan Tuhan, maka akan sulit bagi manusia untuk menciptakan dirinya sesuai dengan tujuan hidupnya sendiri, karena dikendalikan oleh moralitas ketuhanan. Berbeda dengan manusia, manusia diciptakan sendiri dan harus menciptakan diri mereka sendiri sampai mereka menemukan hal-hal yang mutlak untuk diri mereka sendiri. Eksistensi mendahului esensi artinya manusia ada, kemudian menghadapi dirinya sendiri, mengatasi dirinya dengan kebebasan, dan kemudian mendefinisikan dirinya.

Makna yang kedua ini mencerminkan sosok manusia yang kreatif, selalu mencipta dan menjadi apa yang diinginkannya. Manusia mempunyai kebebasan penuh, karena tanpa kebebasan mustahil manusia membuat rencana untuk keberadaannya dan berusaha membentuk apa yang telah dirancangnya untuk dirinya sendiri. Selain itu, adanya kebebasan mutlak menimbulkan sesuatu yang akan membawa manusia pada kegelisahan, keputusasaan, dan pertanggungjawaban atas apa yang telah dilakukannya.

Jika manusia memilih untuk mencari hakikat hidupnya, maka manusia harus siap mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuatnya. Artinya menyalahkan hakikat kemanusiaan yang paling dalam yaitu “Sosialitas”, yang menurut pandangan Islam, orang yang baik adalah orang yang tidak memutuskan tali silaturahmi dengan saudaranya yang lain.

PENUTUP

Saran

Haakikat Manusa (Kajian Istilah Manusia dalam Versi Al-Qur'an Dalam Perspektif Falsafah Pendidikan Islam), Ilmu Tajdid dan Majalah Pemikiran Agama.

Referensi

Dokumen terkait

AFRICAN EAST-ASIAN AFFAIRS THE CHINA MONITOR Issue 2 | June 2014 Jean-Pierre Cabestan Gabon-China relations: towards a more cautious partnership Suweon Kim Mao’s new