MODUL
ELEKTRONIKA INDUSTRI
Disusun oleh Ir. Sulaiman, MT
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BINA DARMA
2020
BAB. I
RANGKAIAN ELEKTRONIKA
(Buku.mikroelektronika:by. Jacobmillman, Sutanta )
1.Penyearah.
Penyearah adalah perubahan besaran ac menjadi besaran dc .Adapun alat yang dapat merobah besaran ac menjadi besaran dc disebut diode, yang mempunyai dua kutup positif dan negative ( anoda dan katoda ).
Penyearah dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu :Penyearah setengah gelombang, pada gambar.dibawah ini.
1.1. Komponen penyearah setengah gelombang.( menggunakan 1 dioda ) 1. Trafo : 220 / 3,4.5,6,9,12 V
2. Dioda ( IN.4001 ) 3. Tahanan 220 , 330 Ω 1.2.Karakteristik diode
Prinsip kerja penyearah setengah gelombang
1. Pada setengah siklus pertama yaitu saat anoda mendapat tegangan positif dari skunder trafo ( ac dari 0 – π ), maka arus ( I ) akan mengalir dari skunder trafo, diode , tahanan RL dan kembali ke skunder trafo.
2. Pada setengah siklus kedua yaitu anoda mendapat tegangan negative dari skunder trafo ( ac dari π - 2π ) maka arus I tidak akan mengalir ( I = 0 ), hal ini disebabkan karena diode mendapat tegangan negative. ( Reverse voltage = tegangan balik / negative ).
3.Untuk siklus berikutnya maka akan sama dengan point 1 dan 2.
Besaran tegangan ac dan tegangan dc pada penyearah setengah gelombang.
1.Tegangan input ac adalah Vi : Vi = Vm Sin ωt
Vm = Tegangan maksimum ( V ) = Tegangan puncak ( VP ) VRMS= Tegangan effektif ( V)
θ = Sudut pasa ( 0 ) I
t = Waktu ( detik ) V
Arus input AC adalah Ii
Ii = Im Sin ωt I
VDC = VP/ π = 0,318 VP
VP = Tegangan puncak ( V ) VP = Vr m s / 0,707
IDC = VDC / RL
RL = Tahanan beban ( Ω )
Arus DC ( IDC ) = arus rata 2 yang mengalir pada penyearah setengah gelombang adalah : VDC = Tegangan rata rata DC
VDC = IDC RL
Contoh 1 : Pada gambar. 6
Misal : Trafo satu phasa dengan tegangan : 220 / 18 V, digunakan sebagai penyearah setengah gelombang, dengan diode silicon dlm keadaan ideal, Beban RL = 10 Ω.
Hitung : VDC ; IDC
Solusi : a. VDC = 0,318 VP
VP = Vr m s / 0,707
VP = 18 / 0,707 = 25,459 V VDC = 0,318 x 25,459 = 8,095 V IDC = VDC / RL
IDC = 8,095/10 = 0,809 A
Pengaturan Tegangan DC = Regulasi tegangan DC = VR = Voltage Regulation
% VR = ( VNL – VFL ) / ( VFL ) x 100 % Dengan :
VNL = Tegangan tanpa beban ( V ) ( Arus I = 0 ) VFL = Tegangan berbeban ( V )
Contoh .seperti contoh no.1 Hitung % VR .
Solusi. % VR = ( VNL – VFL ) / ( VFL ) x 100 % VNL = Vrms
Vrms = Vm / √ 2
= 18 / √ 2 = 18/ 1,4142 = 12,728 V
sehingga : VNL = 12,728 V VFL = VDC = IDC RL
= 8,1 V
Maka : % VR = ( ( 12,728 – 8,1 ) / 8,1 ) x 100 % = 57,135 %
2. Penyearah gelombang penuh ( dengan 2 dioda ) .Penyearah gelombang penuh dengan menggunakan dua diode dapat dilihat pada gambar.8
Prinsip kerja :
a. Pada setengan siklus pertama D1 mendapat tegangan positif ( ON ) dan D2 Off , maka arus akan mengalir dari skunder trafo , D1 dan RL kembali lagi ke skunder trafo.
b. Pada setengah siklus kedua D1off dan D2 mendapat tegangan positif ( ON ), sehingga arus akan mengalir dari skunder trafo, D2 dan RL kembali lagi ke skunder trafo.
Dari kedua point diatas maka gelombang tegangan dapat dilihat pada gambar 9.
Tegangan dan arus pada penyearah gelombang penuh ( dua diode ) VDC = ( 2 Im RL ) / π = 2 Vout / π = 0,636 Vout
Vout = 0,5 VP
VP = Vrms / 0,707
IRL = ID1 + ID2 ; ID1 = ID2
IRL = VDC / RL
Contoh. 1
Trafo satu phasa : 220 / 12 V, digunakan sebagai sumber tegangan pada penyearah gelombang dengan menggunakan dua diode. Dan beban RL = 50 Ω.
Hitung : a.Tegangan beban VRL = VDC
b.Arus yang mengalir pada RL = IDC
c. Arus pada diode D1 dan D2
Solusi.
a.VDC = 0,636 Vout
VOut = 0,5 VP
Vp = Vrms / 0,707
Vp = 12 / 0,707 = 16,973 VAC
Vout = 0,5 x 16,973 = 8,486 Vac
Maka : VDC = 0,636 x 8,486 = 5.397 VDC
b.IDC = VDC / RL
= 5,397 / 50 = 0,1079 Amper
c. Arus pada dioda D1 = Arus dioda D2 = IDC / 2 ID1 = ID2 = 0,1079 / 2
= 0,0539 A
3.Penyearah gelombang penuh dengan 4 dioda ( penyearah jembatan ).
Penyearah gelombang penuh dengan 4 dioda dapat dilihat pada gambar.10.dan bentuk gelombang dapat dilihat pada gambar 11.
Gambar.11. Penyearah gelombang penuh dg 4 dioda
Prinsip kerja penyearah jembatan
1. Pada setengah siklus pertama diode D1 mendapat tegangan positif, maka arus akan mengalir dari skunder trafo, D1, RL dan D4 dan kembali ke skunder trafo. Atau ( D1, D4 ON dan D2, D3 OFF )
2. Pada setengah siklus kedua D2 mendapat tegangan positif maka arus akan mengalir melalui D2 , RL ,D3 dan kembali ke lilitan skunder trafo atau ( D2, D3 ON dan D1D4 OFF ).
.
Vr = Tegangan pada tahanan ( V )
Vm = Tegangan maks = Tegangan puncak ( V )
VDC = Tegangan DC
3.7.2. Analisa rangkaian gelombang penuh dengan empat diode
Gambar Gelombang penuh
Untuk menganalisa parameter ω, R
L,C dan V
Mpada gelombang penuh dapat diasumsikan sebagai garis lurus ( linier ), lihat gambar.12
V
Out= V
m= V
PV
DC= V
ratarata= 0,636 V
outI
DC= V
DC/ R
L( Arus untuk dua diode )
Contoh :1Trafo: 220V/40 V AC, digunakan sebagai sumber tegangan untuk penyearah jembatan, dengan RL = 10 Ω, Hitung
a.Tegangan VDC
b. Arus pada beban RL
Solusi :
a.VDC = 0,636 VP
VP = Vrms / 0,707
VP = 40 / 0,707 = 56,577 V
VDC = 0,636 x 56,577 = 35,982 V a. IDC = VDC / RL
= 35,982/ 10 = 3,598 A
Penggunaan rangkaian diode
Pada rangkaian dibawah ini terdapat beberapa tegangan Yaitu : V
D= tegangan diode ( V
AK) besarnya adalah :
V
D= V
+ V
RFV
= Tegangan awal diode sebelum diberi sumber tegangan dari luar. Pada Gambar.dibawah ini.
V
RF= Tegangan pada tahanan maju ( forward ) dg kondisi Dioda ON.
R
F= Resistance forward ( tahanan maju pada saat Forward bias ) R
L= Tahanan beban
V
D= V
AKA +V
_ R
FK V
1a
CR
LI
2Gambar.Rangkaian diode
Gambar gelombang AC ( gambar.2 )
Tegangan V
i= V
mSin α
Dengan : α = ωt ; ω = 2πf, dengan f = frekuensi masukan
Maka arus ( I ) adalah : V
i= V
+ I R
f+ I R
LV
i= V
+ I ( R
f+ R
L) I = ( V
i- V
) / ( R
L+ R
f) Dengan : V
i= V
mSin α, maka :
I = ( V
mSin α - V
) / ( R
L+ R
f)
Dari gambar. 3 : sudut awal masukan Φ adalah : Φ = Arc Sin ( V
/ V
m)
Dengan . V
m= 2 V
, maka sudut Φ adalah :
Vm ɸ V
Φ = Arc Sin ( V
/ V
m) Gambar.. V
m= 2 V
Φ = Arc Sin ( V
/ 2 V
) Φ = Arc Sin 0,5
Φ = 30
0Gambar.gelombang DC
Gambar. Gelombang DC 2. Daerah Patah
Adalah yang kemiringan karakteristik diodanya berobah dari kecil menjadi besar ( perubahan tegangan ). Titik patah didefinisikan pada tegangan V. Dengan tahanan diode berubah dengan sangat cepat dari R yang sangat besar ke R
Fyang sangat kecil.
Rangkaian Pembatas
Rangkaian pembatas digunakan untuk memilih pemindahan bentuk gelombang yang berada diatas atau dibawah tingkat acuan tertentu.rangkaian pembatas dapat dilihat gambar .1 Contoh soal :
Hitung titik patah dan gambarkan karakteristik pindah pada gambar. 2. Dengan kondisi D
1OFF dan D
2on.pada gambar.4
R1
1P D
2R2 I
2R3 V
iI
1V
1=2,5V V
2=10V
R
1= 15 KΩ ; R
2= 10 KΩ ; R
3= 5KΩ Solusi :
Misal D
1Off, maka I
1= 0 dan D
2ON serta V
0= V
i= 7,5 V maka arus I
2adalah : V
2= I
2( R
3) + VD
2+ I
2R
2+V
110 = I
2(5000) + V
D2+ I
2( 10000) + 2,5
10 = 15.000 I
2+ 0 ( diode ideal ) + 2,5
10 – 2,5 = 15.000 I
2I2 = 7.5 / 15.000 =0.0005 A = 0,5 mA
Pada kondisi D
1On dan D
2OFF dan I
2= 0 dan V
0 = 10 V, maka : V
i= I
1R
1+ V
D1+I
1R
2+ V
1……….. ( 1 ) = 15 I
1+ 0 + 10 I
1+ 2,5
= 25 I
1+ 2,5 I
1= ( V
i– 2,5 ) / 25
= 0,04 V
i– 0,1 ……….. ( 2 ) Dengan menggunakan persamaan ( 1 ) maka :
V
i= I
1R
1+ V
D1+I
1R
2+ V
1Dengan :
I
1R
2= V
PV
i= 15 I
1+ 0 + V
p+ 2,5
V
P= V
i– 15 I
1– 2,5 ………( 3 )
Substkan persamaan ( 2 ) ke pers ( 3 ) V
p= V
i– 15 ( 0,04 V
i– 0,1 ) – 2,5 = V
i– 0,6 V
i+ 1,5
= 0,4 V
i+ 1,5 ……….. ( 4 )
Untuk mendapatkan harga V
idimana D
1ON dan D
2OFF dengan V
p= 10 V, dapat dilihat pada persamaan ( 4 ) :
V
p= 0,4 V
i+ 1,5 10 = 0,4 V
i+ 1,5 V
i= (10 – 1,5 ) / 0,4 V
i= 21,25 Volt
Dengan harga V
i= 21.25 V, maka harga I
1sesuai dengan persamaan ( 2 ) yaitu : I
1= 0,04 V
i– 0,1
= 0,04 ( 21,25) – 0,01 = 0,85 – 0,01
= 0,84 A
2.1. Karakteristik pindah linier sebagian
V
0( Volt )
10 B
27.5 B
1D1 OFF D1 ON dan D2 ON D1 ON dan D2 OFF D2 ON
7,5 21,25
Vi ( Volt ) Gambar.. karakteristik pindah linier sebagian Keterangan :
B1= Titik patah pertama ( pada saat tegangan Vi = V0 )
B2 = Titik patah kedua ( pada saat tegangan Vi = 21,25 V dan V0 = 10 V ) 3.7.2.Rangkaian amper meter.
Rangkaian amper meter adalah rangkaian yang sering digunakan utnuk mengukur arus listrik.Hal ini dapat dihat pada gambar.13
Gambar.Rangkaian Amper meter.
BAB. II
RANGKAIAN FILTER
Rangkaian filter
Rangkaian filter adalah rangkaian yang menggunakan tahanan RL yang diparalel dengan kapasitor C. Fungsi dari kapasitor adalah untuk menyimpan energy selama arus mengalir, dan
diberikan energy itu ke beban RL. Oleh karena itu pada saat pengukuran tegangan pada kapal lagi.sitor , mula mula harganya tinggi kemudian terus menurun ( artinya kapasitor melepaskan energy ke beban ) dan kembali pada priode selanjutnya, hal ini dapat dilihat gambar
D
I IC
VAC Vi RL VO
IL
Gambar. Rangkaian filter.
Persamaan tegangan :
Vi = Tegangan AC ( V ) = VRMS
Vi = VD +IL RL
VD = Tegangan diode ( V ) IL RL = Tegangan RL ( V ) IL RL = IC RC = VO
Maka : Vi = VD + VO
VD = Vi – VO
Persamaan arus.
I = IL + IC
I = Arus AC ( A ) IL = Arus beban RL (A) IC = Arus pada kapasitor C (A) Rangkaian pemotong ( Clamping)
Rangkaian pemotong dapat dilihat gambar.
C
IC R D
Vin IR ID Vout
VR
Dari gambar.bahwa :
Vin = Tegangan ac,
Bagaimana tegangan keluaran Vout ; Solusi :
Vin = 1/C ᶴ IC dt + IR R + VR ( Tegangan AC )………. ( 1 ) Vout = IR R + VR ( Tegangan ac )
Maka : Vin = 1/C ᶴ IC dt + Vout
Vout = Vin - 1/C ᶴ IC dt Sehingga Vout adalah tegangan AC.
Gambar. gelombang tegangan keluaran ( Vout ) dari gambar.
Gambar.Rangkaian pemotong
Gambar. Gelombang tegangan keluaran ac.
TRANSISTOR
( Mikroelektronika Sistem digital dan rangkaian analog.by:Jacob Millman and Sutanto )
Transistor merupakan komponen elektronika yang dapat berfungsi sebagi penguat arus atau sebagai penguat tegangan .
Jenis transistor :
Karakteristik Transistor
Gambar. Karakteristok Transistor
β = IC / IB = Penguat arus
Rangkaian transistor sebagai saklar
Gambar. Transistor sebagai saklar Keterangan:
VBB = Tegangan common basis ( V ) VCC = Tegangan common collector ( V ) VC = Tegangan collector ke tanah ( V ) VB = Tegangan basis ke tanah ( V ) VE = Tegangan emitter ke tanah ( V ) VCE = Tegangan collector ke emitter ( V )
= 0 , pada kondisi transistor jenuh ( saturasi ) = 0, pada kondisi transistor aktif.
VBE = Tegangan basis ke emitter ( V ) = 0,7 V ( Untuk transistor jenis Silikon ) = 0,3 V ( Untuk transistor jenis Geremanium ) RB = Tahanan basis ( Ω )
RC = Tahanan collector ( Ω ) RE = Tahanan emitter ( Ω ) IB = Arus basis ( A ) IC = Arus collector ( A ) IE = Arus emitter ( A ) Persamaan tegangan :
VBB = IBRB + VBE + IERE
VCC = IC RC + VCE + IERE
VB = VBE +IERE
VC = VCE + IERE
VE = IERE
Persamaan arus IE = IB + IC
Pada kondisi transistor jenuh : IC = IE ( collector dan emitter terhubung singkat ) Akibatnya harga IB ≈ 0 ( sangat kecil )
Contoh 1 : Pada gambar. 20
RB = 10 Ω ; RC = 40 Ω ; RE = 20 Ω VBB =12 V ; VCC = 18 V
Hitung : a. VC ; VB ; VE
b. IB ; IC ; IE ; β
Solusi :VCC = IC RC + VCE + IERE
18 = 40 IC + 0 + 20 IE
Pada kondisi jenuh VCE = 0 ( IC = IE = Emittor dihubungsingkat dg collector ) Maka : 18 = 60 IC
IC = 0,3 A = IE
VC = VCE + IERE
= 0 + 0,3 ( 20 ) = 6 V VB = VBE + IE RE
= 0,7 + 0,3( 20 ) = 6,7 V VE = IERE
= 0,3 ( 20 ) = 6 V a. VBB = IBRB + VBE + VE
12 = 10 IB + 0,7 + 6 IB = 5,3 / 10 = 0,53 A β = IC / IB
= 0,3/ 0,53 = 0,566 Analisa rangkaian catu mandiri
Dari dapat rangkaian Thevenin dapat dinyatakan menjadi gambar. transistor dengan mengganti R1// R2 dengan RB
Contoh 2.
Bila VCC = 22,5, V ; RC = 5,6 kΩ ; RE = 1 kΩ ; R2 =10 kΩ ; R1 = 90 kΩ ;β =50 Hitung : titik Q
Solusi : Titik Q merupakan fungsi VCC / RC dengan VCe
a. RB = R1 // R2
= 90x10 / 90 + 10
= 9 KΩ
VB=VTH = (R2 / R1 +R2) VCC
= (10/ 10 + 90 ) 22,5 = 2,25 V
VB = VBE + IE RE
2,25 = 0,7 + 1000 IE
IE = 1,55 / 1000 =0,00155 A VC =VCE + IERE
= VCE + 0,00155(1000 ) = VCE + 1,55
VCC = ICRC + VC
22,5 = 5600 (0,0015) + VC
VC = 22,5 – 8,4= 14,1 V VCE = 14,1 – 1,55= 12,55 V
VCC / RC
0,005 0,004
Q1 12,5V 19,77 VCE
Untuk menghitung Q2 misal VCC = 30 V, maka : VCE = VC - IERE
VTH = 2,25 V VB = VBE + IERE
2,25 = 0,7 + 1000 IE
IE = 0,00155 A VCC = ICRC + VC
30 = 0,00155(5600 ) + VC
VC = 21,32V
Maka : VCE = 21.32 – 0,00155 ( 1000 ) = 19,77 V
Rangkaian penguat frekuensi rendah
BAB.III
RANGKAIAN PENGUAT
Rangkaian penguat pada umumnya menggunakan transistor dimana kerja dari transistor ada dua macam yaitu :
1.Transistor pada kondisi jenuh ( off ).
2. Transistor pada kondisi aktif. digunakan sbg penguat
Agar transistor aktif maka perlu diinput terminal basis dengan tegangan. Adapun parameter transistor adalah β , IC0 dan VBE. Rangkaian transistor dapat dilihat pada gambar berikut :
Contoh.
Bila : Vi = 15 V ; VCC = 18 V ; f = 30 HZ
Cb1 = 10 μF ; Cb2 = 20 μF
Rb = 50 Ω ; RC = 100 Ω ; RL = 30 Ω Hitung : a. ICb1 ; IB ; Ib1 ;IC ; IE ;IC ; IL
b.VC ; VB ; VE ; VO
Solusi : VCE = 0 ( kondisi Transistor jenuh ) a.VCC = ICRC + VCE + IERE
18 = 100 IC + 0 + 0 IC = 0,18 A
b.VCC = Ib1Rb + VBE + IERE
18 = 50 Ib1 + 0,7 + 0 Ib1 = ( 18 – 0,7 ) / 50 Ib1 = 0,346 A
b. Vin = VCb1 + IBRB + VBE + IERE
15 = ICb1 / j XCb1 + 0.RB + 0,7 + 0 15 = ICb / j 2πfCb1 + 0,7
15 = ICb1 / ( j. 2x3,14x30x 10 -5 ) + 0,7 15 = ICb1 / ( j 0,00314 ) + 0,7
15 – 0,7 = ICb1 / ( j 0,00314 ) 14,3 = ICb1 / ( j 0,00314 )
ICb1 = j 0,044 = 0,044 A c. Icb1 = Ib1 + IB
0,044= 0,346 + IB
IB = 0,044 – 0,346
= - 0,342 A ( arahnya terbalik ) d. IE = IC ( kondisi jenuh )
IE = 0,18 A
e. VC = ICB2 CB2 + ILRL : IL = ICB2
VCC – ICRC = 2.10 -5 ICB2 + 30 IL
18 – 0,18 ( 100 ) = 0,00002 IL + 30 IL
0 = 30,00002 IL
IL = 0 A
f. VC = VCE + IERE
= 0 + 0 = 0 V ( cara 1 ) VC = VCC -ICRC
= 18 – 0,18 ( 100 ) = 0 V ( cara 2 ) g. VB = VBE + IERE
= 0,7 + 0 = 0,7 V h. VE = IERE
= 0 V i. VO = ILRL
= 0. 30 = 0 V Analisa rangkaian catu emitter
Manfaat dari rangkaian catu emitter adalah untuk mendapatkan titik kerja yang stabil dengan kondisi jenuh.lihat rangkaian dibawah ini.
Persamaan tegangan.
R2
VB = VR2 = VCC
R1 + R2
VB = VBE + ICRE
IC = IE
VCE = 0 VCC = VR1 + VR2
VR1 = IR1 R1 ; VR2 =IR2 R2
RB = R1// R2
R1R2
RB =
R1 + R2
Pada rangkaian dibawah ini peninjauannya transistor pada kondisi cut off Persamaan tegangan :
V = IBRB + VBE + ( IC + IB ) RE
VB = VBE + VE
VB = VBE + IERE
VCC = ICRC + VCE + IERE
Contoh :
Pada gambar diatas dengan kondisi transistor jenuh
VCC = 22,5 V ; RC = 5,6 kΩ ; RE = 1 kΩ ; R2 = 10 kΩ ; R1 = 90 kΩ β = 50
Tentukan masing masing besar tegangan dan arus serta tahanan thevenin pada rangkaian kondisi jenuh
Solusi:
VCC = 22,5 V
90kΩ IR1 IC RC = 5,6 kΩ ICB CB B
10kΩ IB RE = 1kΩ Vi IR2 IE = IC + IB
R2
a. VR2 = VB= VCC
R1 + R2
10
= 22,5 = 2,25 V 90 + 10
b. VR1 = VCC – VR2
= 22,5,- 2,25 = 20,25 V c. VB = VBE + IERE
2.25 = 0,7 + ( IB + IC ) RE
2,25 – 0,7 = (IB+IC) 1000 IB + IC = 1,55 /1000 =0,00155 A β = IC/IB
50 = IC/IB
IC = 50 IB
Dari persamaan : IB + IC = 0,00155 IB + 50 IB = 0,00155 IB = 0,00155 / 51 IB = 0,000031 A = 31μA Maka :
d. IB + IC = 0,00155
0,000013 + IC = 0,00155 Sehingga : IC = 0,00155 – 0,000031
= 0,001537 A = 1537 μA e. IE = IB + IC
= 0,000013 + 0,001537 = 0,00155 A
f. VC = IC RC
= 0,001537 ( 5600 ) = 8,6072 V
g. VE = IERE
= 0,00155 ( 1000 )
= 1,55 V h. VCE = VC – VE
= 8,6072 – 1,55 = 7,0572 V Latihan :
Dengan rangkaian dan pertanyaan yang sama hitung : point a sampai dengan h
( harga masing masing tahanan pada rangkaian tentukan sendiri dan tidak boleh sama setiap mahasiswa )
Keunggulan transistor silicon dibandingkan dengan transistor germanium
Dengan merobah C1 dengan C2 pada rangkaian transistor jenuh atau rangkaian Thevenin
Maka harga :
Rb + RE( 1+β2) Rb + RE ( 1+β1) IC2 [ ] = IC1[ ] β2 β1
ΔIC IC2 – IC1 RB M2 Δ β = = [ 1 + ] IC1 IC1 RE β1β2
1 M =
1 + RB / βRE
Contoh.
VCC = 20 V
R1 IR1 IC RC = 4 kΩ ICB CB B
R2 IB RE
Vi IR2 IE = IC + IB
β = akan berobah antara 36 dan 90 pada temperature 25 0 C
VCE = 10 V ; IC = 2mA dengan batasan IC antara 1,75 s/d 2,25 mA Hitung : a. RE b. R1 ; c. R2
Solusi :
a. VCC = ICRC +VCE +IERE
IE = IC+IB
IB << IC, sehingga : IE = IC
= ICRC +VCE + ICRE
= IC (RC+RE) + VCE
RC+RE = ( VCC - VCE ) / 0,002 = (20 – 10) /0,002 = 5000 Ω
RC+RE = 5000
RE = 5000 – 4000
= 1000 Ω
b. Dengan merobah harga C, sehingga arus IC akan berobah maka : ΔIC IC2 – IC1 RB M2 Δ β
= = [ 1 + ] IC1 IC1 RE β1β2
(2,25 – 1,75 ) / 1,75 = ( 1 + RB / 1000 ) M ( 90 – 36 )/ 36x90 0,2857 = ( 1 + RB / 1000 )(0,0166 M )
1 M =
1 + RB / βRE
= 1 / ( 1 + RB/ 90x1000 ) = 1/ 1 + RB/ 90.000 = 1/ 1 +0,00001RB
Maka :
0,2857 = ( 1 + RB / 1000 )(0,0166 M )
0,2857 = ( 1 + RB / 1000 )(0,0166 ( 1/ 1 + 0,00001 RB ) = ( 1+0,001 RB )(0,0166/ ( 1 +0,00001 RB )
= ( 0,0166 +0,0000166 RB ) / ( 1 + 0,00001RB) 0,2857 + 0,000002857RB = 0,0166+ 0,0000166 RB
0,000013743 RB = 0,2382
RB = 20.759,6594 Ω = 20,759 kΩ
Untuk menghitung harga R1 dan R2 dapat dilakukan dengan : VB = VBE + IERE
= 0,7 + ( IC+IB ) 1000 = 0,7 +( 0,00175 + 0) 1000 = 0,7 + 1,750
= 2,45 V
Maka : dengan menggunakan persamaan pembagi tegangan ( Thevenin ) R1 = VCC RB / VB
= 20 ( 20759 ) / 2,45
= 169.461,2244 Ω = 169,461 kΩ R2 = VBR1 / ( VCC – VB )
= 2,45 R1 / ( 20 – 2,45 ) = 2,45 (168.461) / 17,55
= 23.517,3475 Ω = 23,517 kΩ Pertambahan arus dengan perubahan ICO
Dengan perbandingan antara arus collector dan arus emitter ( β ) >> 1 didapatkan besar arus collector IC adalah :
RB + RE( 1+β ) β + 1 Ic = V - VBE + ( RB + Re ) ICO
β β
Bila β dan VBE tetap, maka selisih arus collector ( ΔIC ) RB + RE
ΔIC = ΔICO = ( 1 + RB / RE ) M1ΔICO
( RB / β ) + RE
Persamaan berikut adalah persamaan : IC f ( ICO.
Transkonduktansi dari Transistor
Parameter gm hanya tergantung pada besar arus colektor IC dan temperature. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut : dengan jenis traaaansistor PNP dan VCE = VCC ( kondisi jenuh )
VT = kT/q
gm = αIE / VT = ( ICO – IC ) / VT
gm = IC / VT
Dari persamaan diatas :
1. gm = linier terhadap arus IC
2. gm = berbanding terbalik dg temperature 3. gm = IC ( mA) / 26 ; pada temperature kamar Contoh : Pada rangkaian diatas dengan :
IC = 1,3 mA, dan IC = 10 mA Hitung : gm
Solusi :
a. gm = 1,3 / 26 = 0,05 Ω / V = 50 mA/V b. gm = 10/26 = 0.384 Ω/V = 384 mA / V
BAB.IV
RANGKAIAN COMMON COLLECTOR Rangkaian common Emiter
Rangkaian common emiter dapat dilihat pada rangkaian dibawah ini :
IC
IB IL RL
RS
IE VCE
VS
Pada rangkaian common emitter besaran yang penting adalah : 1. Penguat arus ( AI )
2. Penguat tegangan ( AV ) 3. Tahanan input ( RI ) 4. Tahanan output ( RO ) Keterangan :
1.
Penguat arus ( AI )AI = IOUT / IIN = IL/IB = - IC/IB
HfE = IC / IB
Maka : AI = - hfE
I0// IIN = IC/IB
FET ( Field Effect Transistor )
Field Effect Transistor adalah salah satu komponen aktif selain junction transistor, yang bekerja dengan asas pengaturan arus oleh medan listrik. FET merupakan transistor unipolar, dimana transistor unipolar hanya tergantung pada satu muatan saja baik lubang maupun elektron.
FET yang umum digunakan terbagi menjadi 2 yaitu Junction FET (JFET) dan
MOSFET (Metal Oxide Semiconductor). JFET tipe n merupakan sekeping silikon dari
bahan semikonduktor tipe n dengan dua pulau dari bahan tipe-p yang ditempelkan pada kedua sisinya. Ujung salah satu JFET disebut sumber (S) karena elektron-elektron bebas memasuki JFET melalui ujung ini. Ujung yang atas disebut penguras (D) karena elektron- elektron bebas pergi dari JFET melalui ujung ini. Di bagian tengah titik tersebut disebut gerbang (G) karena tempat dilaluinya elektron atau merupakan saluran sempit tempat bergerak dari sumber menuju penguras. Lebar saluran ini menentukan banyaknya arus yang mengalir pada JFET.
MOSFET (Metal Oxide Semiconductor Field Effect Transistor) adalah suatu transistor bahan dasarnya adalah semikonduktor silicon, dibuat agar antara substrat dan gerbangnya dibatasi oleh oksida silikon yang sangat tipis. Transistor ini secara fisik terdiri dari 3 saluran yaitu gerbang (G), source (S), drain (D) dan bulk (B). Dan operasi transistor ini terdiri 3 keadaan, yaitu keadaan saturasi, cut off, dan linier.
Jika dilihat dari jenis saluran yang digunakan pada transistor MOSFET, maka MOSFET dapat dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu nMOS (n-channel MOS), pMOS (p-channel MOS), CMOS (Complementary MOS).
MOSFET dapat dibagi dua, yaitu:
1.Transistor Mode Pengosongan (transistor mode depletion)
Pada transistor mode depletion antara drain dan source ada saluran yang menghubungkan dua terminal tersebut yang mempunyai fungsi sebagai saluran mengalirnya electron bebas.
Lebar saluran dapat dikendalikan oleh tegangan gerbang.
2.Transistor Mode Peningkatan (transistor mode enhancement)
Mosfet mode ini pada fisiknya tidak mempunyai saluran antara drain dan source karena lapisan bulk meluas sampai dengan lapisan SiO2 pada terminal gate
Transistor efek medan (field-effect transistor = FET) mempunyai fungsi yang hampir sama dengan transistor bipolar yang sudah dibahas pada buku jilid 1. Meskipun demikian antara FET dan transistor bipolar terdapat beberapa perbedaan yang mendasar.
Perbedaan utama antara kedua jenis transistor tersebut adalah bahwa dalam transistor bipolar arus output (IC) dikendalikan oleh arus input (IB). Sedangkan dalam FET arus output (ID) dikendalikan oleh tegangan input (VGS), karena arus input adalah nol.
Sehingga resistansi input FET sangat besar, dalam orde puluhan megaohm.
Disamping itu, FET lebih stabil terhadap temperatur dan konstruksinya lebih kecil serta
pembuatannya lebih mudah dari transistor bipolar, sehingga amat bermanfaat untuk
pembuatan keping rangkaian terpadu. FET bekerja atas aliran pembawa mayoritas saja, sehingga FET cenderung membangkitkan noise (desah) lebih kecil dari pada transistor bipolar. Namun umumnya transistor bipolar lebih peka terhadap input atau dengan kata lain penguatannya lebih besar. Disamping itu transistor bipolar mempunyai linieritas yang lebih baik dan respon frekuensi yang lebih lebar.
FET yang penting adalah JFET (junction field-effect transistor) dan MOSFET (metal- oxide semiconductor field-effect transistor). JFET terdiri atas kanal-P dan kanal-N.
MOSFET terdiri atas MOSFET tipe pengosongan (D-MOSFET = Depletion-mode metal- oxide semiconductor FET) dan MOSFET tipe peningkatan (E-MOSFET = Enhancement- mode metal-oxide semiconductor FET). Masing-masing tipe MOSFET ini masih terbagi juga dalam kanal-P dan kanal-N.
Gambar dan Karakteristik JFET
JFET adalah komponen tiga terminal dimana salah satu terminal dapat mengontrol arus antara dua terminal lainnya. JFET terdiri atas dua jenis, yakni kanal-N dan kanal-P, sebagaimana transistor terdapat jenis NPN dan PNP. Umumnya yang akan dibahas pada bab ini adalah kanal-N, karena untuk kanal-P adalah kebalikannya.
Gambar Karakteristik JFET
Gambar Karakteristik JFET
Rangkaian JFET.
Daerah Trioda
Adalah daerah dengan bekerja sebagai hambatan ( R
DS)
Daerah Pinc OFF adalah daerah arus menuju nol ,pada saat tegangan V
GSmenuju negatif Persamaan Tegangan :
V
DS= V
DG+ V
GSBila V
DG= - V
P( Sarat Pinc Off ), maka :
V
GS= - V, sehingga : V
DS= - V
P– V
Persamaan arus pada daerah Trioda
V
GSV
DSV
DSI
D= I
DSS[ 2 ( 1 - ) ( ) - ( )
2] V
P- V
PV
PUntuk V
DS< 1 Volt
2 I
DSSV
GSI
D= - [ 1 - ] V
DSV
PV
PV
DSR
DS= I
DS2I
DSSV
GSR
DS= [ - ( 1 - ) ]
-1V
PV
PPersamaan arus pada daerah Pinc Off V
GSI
D= I
DSS( 1 - )
2V
PI
DSS= Arus jenuh dari Drain ke Sumber ( Surge ) Contoh .1
Rangkaian JFET saluran N, seperti gambar dibawah ini :
V
P= - 4 V ; I
DSS= 10 mA = 0,01 A Bila : V
GS= -2 V
Hitung : a. I
DS; b. I
D, pada daerah Pinch Off Solusi :
a. V
DS= V
DG+ V
GS= - V
P+ V
GS= 4 – 2 = 2 V V
GSb. I
D= I
DSS( 1 - )
2V
P( -2 ) I
D= 0,01( 1 - )
2(-4)
I
D= 0,0025 A
2. Untuk : V
P= - 4 V ; I
DSS= 10 mA = 0,01 A Hitung : R
DSpada V
GS= 0 dan V
GS= - 3 V Solusi :
a. Pada V
GS= 0
2I
DSSV
GSR
DS= [ - ( 1 - ) ]
-1V
PV
P2( 0,01 ) 0
R
DS= [ - ( 1 - ) ]
-1-4 -4
R
DS= 200 Ω
b. Pada V
GS= - 3 V 2(0,01) -3
R
DS= [ - ( 1 - ) ]
-1-4 -4 = 800 Ω
JFET saluran P
S
Untuk rumus arus dan tegangan JFET saluran P sama dengan JFET N. Dengan V
P= Positif Contoh : 2.
JFET saluran P dengan V
P= 5 V ; I
DSS10 mA= 0,01 A ; V
SG= - 3 V(V
GS= 3 V) Hitung : I
Dpada V
SD= 1 V dan V
SD= 2 V
Solusi :
a. Untuk V
SD= 1 V maka V
DS= -1 V 2 I
DSSV
GSI
D= - [ 1 - ] V
DSV
PV
P2 (0,01) 3
I
D= - [ 1 - ] (-1)
5 5 = 0,0016 A = 1,6 mA
b. Untuk V
SD= 2V, maka V
DS= -2 V 2 (0,01) 3
I
D= - [ 1 - ] (-2) 5 5
= 0,0032 A
Rangkaian pembagi tegangan dg JFET saluran N
R1=50kΩ
I
12kΩ
R2=100k
V
DD= 15 V
I
25kΩ IS
Persamaan tegangan : V
G= V
THR
2= V
DDR
1+ R
2Contoh :
Pada rangkaian pembagi tegangan dg JFET saluran N
V
P= 3 V ; I
DSS= 9mA ; I
S= 1 mA ; V
DD= 15 V ; V
GS= 1V
Hitung : a. V
G, V
S, V
Db.I
1,I
2,I
D,I
SSolusi :
R
2a. V
G= V
DDR
1+ R
2100
= 15
50+100 = 10 V
b.V
DD= I
DR
D+ V
DS+ V
SV
DD= I
DR
D+ V
DV
GSI
D= I
DSS( 1 - )
2V
P( 1) = 0,009 ( 1 - )
23 =0,0039 A V
D= V
DD- I
DR
D= 15 – 2000(0,0039 )
= 7,2 V
V
s= I
sR
S; karena I
D= I
S, maka : V
S= (0,0039)x 5000
= 19,5 V b.V
DD= I
1R
1+ V
G15 = 50000xI
1+ 10 I
1= 0,0001 Ao I
2= V
G/ R
2= 10 / 100000
= 0,0001 A
I
D= 0,0039 A = I
sV
GSI
D= I
DSS( 1 - )
2V
PRangkain JFET sebagai penguat
VDD
R1 RD C 2
R C1 RL
V
GG= V
THR
2= V
DDR
1+ R
22 I
DSSV
GSG
m= ( 1 - ) ( A / Volt ) V
PV
PAtau :
2I
DSSI
DG
m= √ V
PI
DSSG
m= Konstanta perbandingan antara sinyal I
Ddan sinyal V
GSR
IN= R
1// R
2R
OUT= R
D// R
L// R
0R
0= Tahanan JFET V
OUTR
IN= - g
m( R
D// (R
IN+ R)) V
INR
IN+ R
Contoh : 1
VDD
1,4M 2,7KΩ VOUT
VIN 100K 2,7 KΩ
0,6M 2,7KΩ
Dengan :
V
DD= 20 V ; I
DSS= 12 mA ; V
P= -4 V ; R
O= 25 KΩ
Hitung : a.V
GG(V
TH) ; b.V
GS;c.I
D; d.V
D;e.g
m;f.V
0/V
i; g.R
INdan R
OUT(pd.Pinch Off )
Solusi :
0,6
a.V
GG= 20 = 6 V 1,4 + 0,6
b.V
GS= V
GG- I
DR
S= 6 – ( 2700 I
D) = 6 – 2700 I
DV
GSc.I
D= I
DSS( 1 – )
2V
P( 6 – 2700 I
D) = 0,012 ( 1 - [ ]
2-4
I
D1= 0,00462 A ; I
D2= 0,00296 A Maka :
V
GS= 6 – 2700 (0,00462) ; utk I
D1= 0,00462A = -6,474 V
Untuk I
D2= 0,00296, maka : V
GS= 6 – 2700(0,00296) = -1,992 V
d.V
D= V
DD- I
DR
D= 20 – (0,00462)(2700) = 7,526 V ( utk I
D=0,00462 A)
= 20 – (0,00296)(2700) = 12,008 V ( utk I
D= 0,00296 A) 2 I
DSSI
De.g
m= √ V
PI
DSS2(0,012) 0,00462
= √ = 0,0037 ( A/V)
4 0,012
f.R
IN= R
1//R
2= 0,42 MΩ
g.R
OUT= R
D// R
L//R
0= 1280,83 Ω h.V
0/ V
IN= -3,07
Perbandingan daya keluaran dengan daya masukan ( P
OUT/ P
IN) V
0 2V
g 2P
0= ; P
IN= R
LR
INP
OV
0 2V
g 2= ( ) / ( ) P
INR
LR
INP
OV
OR
INP
OP
O= ( )
2( ) atau = 10 Log P
INV
gR
LP
INP
INV
O= g
m( R
D// R
L// R
O) V
gPada contoh 1, maka didapat P
OV
OR
IN= ( )
2( ) P
INV
gR
L420
= ( ) ( 0,0037 x 1280,83 )
22,7
= 3493,59
= 10 Log 3493,59 = 35,42 ( dB )
Bila VGS dibuat semakin negatip, maka VDS yang diperlukan adalah semakin kecil.
Contoh. 2.
Dengan : Data yang sama pada contoh 1 dan
V
DD= 30 V ; I
DSS= 15 mA ; V
P= - 12 V ; R
O= 15 KΩ tentukan:
a. VGS b. ID c. VDS Solusi :
a.V
GS= V
GG- I
DR
S0,6
V
GG= 30 = 9 V 1,4 + 0,6
Maka V
GS= 9 – ( 2700 I
D)
V
GSb. I
D= I
DSS( 1 - )
2V
P(9 – ( 2700 I
D) )
= 0,015 ( 1 – )
2-12
= 0,015 ( 1 – 225 I
D)
2= 0,1 A Sehingga :
V
GS= 9 – ( 2700 I
D) = 9 – 2700 ( 0,1 ) = - 263 V
c.V
DS= V
DD– I
DR
D= 30 – 0,1 ( 2700 )
= - 240 V
MOSFET
Konstruksi dan Karakteristik D-MOSFET
MOFET tipe pengosongan atau D-MOSFET (Depletion-metal-oxide semiconductor FET) terdiri atas kanal- N dan kanal-P. Gambar 40 menunjukkan konstruksi D-MOSFET kanal-N.
Gambar Konstruksi D-MOSFET kanal-N
Gambar Simbol D-MOSFET (a) kanal-N dan (b) kanal-P
* Gambar dan Karakteristik E-MOSFET
MOSFET tipe peningkatan atau E-MOSFET (Enhancement-metal-oxide
semiconductor FET) terdiri atas kanal-N dan kanal-P. Pembahasan akan dilakukan hanya untuk E-MOSFET kanal-N saja, karena pada dasarnya kanal-N dan kanal-P hanya berbeda polaritas. Gambar menunjukkan konstruksi E-MOSFET kanal-N.
Seperti halnya pada D-MOSFET, E-MOSFET ini juga dibuat di atas bahan dasar silikon tipe-
P yang disebut dengan substrat. Pada umumnya substrat P ini dihubungkan ke terminal
SS melalui kontak metal. Terminal SS pada beberapa MOSFET terhubung langsungdi
dalam komponen, sehingga yang keluar tinggal tiga terminal saja, yakni Source (S), Drain (D) dan Gate (G).
Gambar SIMBOL E-MOSFET kanal-N DAN P
k = Harga yg berhubungan I
Ddan V
GSContoh D Mosfet saluran N
V
P= -2 V ; I
DSS= 8 mA ; V
GS= 1 V Hitung :
a. V
DS; b.I
Dpada daerah Pinc Off Solusi :
a.V
DS= V
DG+ V
GSdengan : V
DG= - V
P= 2 + 1 = 3 V V
GSb. I
D= I
DSS( 1 - )
2V
P1
= 0,008 ( 1 - )
2-2
= 0,018 A
Operasi Mosfet pada daerah Trioda I
D= k ( 2 V
DS( V
GS– V
t) – V
DS 2( 1 ) K = 0,5 µ
NC
OX( W / L )
V
t= Tegangan ambang ( 1 – 3 V ) K = Konstanta ( A / V
2)
µ
N= Mobilitas elektron
C
OX= Kapasitansi per satuan luas kapasitor L = Panjang saluran
W = Lebar saluran
V
DS= V
GS- V
t( 2 ) Dengan substitusi pers ( 2) ke ( 1 ), maka : Untuk daerah Pinc Off :
I
D= k ( V
GS– V
t)
2Contoh :Operasi Mosfet pada daerah Trioda Rangkaian penguat dg Mosfet
V
t= 1,5, V ; k = 0,125 mA / V
2V
A= 50 V
Hitung :
a. I
D; b.V
D; c.g
m;d.R
O; e. V
O/ V
INVDD = 15 V RG=10M R 10 KΩ
VO
C1 RL =
VIN