LAPORAN PRAKTIKUM
ELEKTRONIKA DASAR
JURUSAN D3 TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2015
Disusun Oleh: Nama :
i
LAPORAN PRAKTIKUM
ELEKTRONIKA DASAR
Disusun Oleh: NAMA : ... NIM : ...JURUSAN D3 TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2015
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN PRAKTIKUM ELEKTRONIKA DASAR
Disusun Oleh:
NAMA : ... NIM : ...
Telah diperiksa, disetujui, dan disahkan oleh:
Mengetahui
Ketua Lab Elektro
Ir. Diding Suhardi, MT
Malang, ...
Instruktur
iii
Foto 3x4
LEMBAR KEGIATAN ASISTENSI
NAMA
: ...
NIM
: ...
Percobaan
Tanggal
Catatan Asistensi
TTD
1
2
3
4
5
6
7
8
Malang, ...
Kepala Lab. Elektro
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat, kekuatan, taufik serta hidayah-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga sahabat dan para pengikut setianya, Amin. Atas kehendak Allah sajalah, penulis dapat menyelesaikan modul praktikum ini.
Praktikum elektronika dasar merupakan pengimplementasian praktik untuk menerapkan teori yang sudah dipelajarai dalam mata kuliah Elektonika Dasar. Tentunya ilmu yang akan didapatkan dalam prkatikum ini akan lebih bertambah dan lebih berkembang jika parkatikum ini dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kesungguhan dan ketertiban dalam melakukan praktikum merupakan prasyarat utama untuk mecpai keberhasilan praktikum anda.
Akhir kata semoga buku ini dapat bermanfaat di masa sekarang dan masa mendatang. Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan, maka penulis mohon maaf apabila ada kekeliruan baik yang sengaja maupun yang tidak sengaja.
Malang, 21 Desember 2015
v
TATA TERTIB
1. Setiap praktikan wajib memiliki buku petunjuk praktikum dengan satu lembar pas foto ukuran 3x4 cm.
2. Laporan praktikan harus menggunakan tinta warna biru.
3. Praktikan harus berpakaian rapi serta sopan dan bersepatu pada waktu praktikum. 4. Sebelum mengerjakan praktikum, praktikan wajib mengumpulkan tugas pendahuluan. 5. Kerusakan alat yang disebabkan oleh kesalahan praktikan, menjadi tanggung jawab kelompok
praktikan.
6. Pada akhir praktikum, praktikan diwajibkan menyusun buku laporan praktikum yang merupakan kumpulan laporan setiap percobaan.
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR KEGIATAN ASISTENSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
TATA TERTIB ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
1 RESISTOR, HUKUM OHM, DAN KIRCHHOFF ... 1
1.1 Tujuan ... 1
1.2 Instrumen yang Digunakan ... 1
1.3 Teori ... 1
1.3.1 Resistor ... 1
1.3.2 Rangkaian Resistor Seri dan Paralel ... 3
1.3.3 Hukum Ohm ... 4
1.3.4 Hukum Kirchhoff ... 4
1.4 Tugas Pendahuluan ... 6
1.5 Langkah Percobaan ... 6
1.5.1 Percobaan Karakteristik Resistor dan Hukum Ohm ... 6
1.5.2 Percobaan Rangkaian Seri dan Hukum Kirchhoff Tegangan ... 7
1.5.3 Percobaan Rangkaian Paralel dan Hukum Kirchhoff Arus ... 7
1.6 Data Percobaan ... 8
1.6.1 Data Hasil Pengukuran ... 8
1.6.2 Data Hasil Perhitungan ... 9
1.7 Analisa Data... 10
1.8 Kesimpulan ... 11
2 KARAKTERISTIK DIODA SEMIKONDUKTOR ... 12
2.1 Tujuan ... 12
2.2 Instrumen yang Digunakan ... 12
2.3 Teori ... 12
2.3.1 Bahan Semikonduktor ... 12
2.3.2 Ikatan Kovalen (Covalent Bonding) dan Bahan Intrinsik ... 13
2.3.3 Sambungan PN (PN Junction) ... 15
vii
2.3.5 Kurva Karakteristik Dioda ... 17
2.4 Tugas Pendahuluan ... 18
2.5 Prosedur Percobaan ... 18
2.6 Data Percobaan ... 19
2.7 Analisa Data... 21
2.8 Kesimpulan ... 22
3 RANGKAIAN DIODA SEBAGAI PENYEARAH ... 23
3.1 Tujuan ... 23
3.2 Instrumen yang Digunakan ... 23
3.3 Teori ... 23
3.3.1 Penyearah Setengah Gelombang ... 23
3.3.2 Penyearah Gelombang Penuh Metode Bridge ... 25
3.4 Penyearah Gelombang Penuh Dengan Travo CT (Center Tapped) ... 26
3.5 Tugas Pendahuluan ... 27
3.6 Prosedur Percobaan ... 27
3.6.1 Penyearah Setengah Gelombang ... 27
3.6.2 Penyearah Gelombang Penuh Dengan Metode Bridge ... 27
3.6.3 Penyearah Gelombang Penuh Dengan Trafo CT ... 28
3.7 Data Percobaan ... 28
3.7.1 Percobaan Penyearah Setengah Gelombang ... 28
3.7.2 Percobaan Penyearah Gelombang Penuh Metode Bridge... 29
3.7.3 Percobaan Penyearah Gelombang Penuh Dengan Trafo CT ... 30
3.8 Analisa ... 32
3.9 Kesimpulan ... 33
4 RANGKAIAN DIODA CLIPPER DAN CLAMPER ... 34
4.1 Tujuan ... 34
4.2 Instrumen yang Digunakan ... 34
4.3 Teori ... 34 4.3.1 Clipper ... 34 4.3.2 Clamper ... 36 4.4 Tugas Pendahuluan ... 37 4.5 Prosedur Percobaan ... 37 4.5.1 Clipper Seri ... 37 4.5.2 Clipper Parallel... 37
4.5.3 Clipper Seri Dibias ... 37
viii
4.5.5 Clamper ... 38
4.5.6 Clamper Dibias ... 38
4.6 Data Percobaan ... 39
4.6.1 Data Rangkaian Clipper Seri ... 39
4.6.2 Data Rangkaian Clipper Parallel... 40
4.6.3 Data Clipper Seri Dibias ... 41
4.6.4 Clipper Parallel Dibias ... 42
4.6.5 Clamper ... 43
4.6.6 Clamper Dibias ... 44
4.7 Analisa ... 45
4.8 Kesimpulan ... 46
5 KARAKTERISTIK DIODA ZENER DAN REGULASI TEGANGAN ... 47
5.1 Tujuan ... 47
5.2 Instrumen yang Digunakan ... 47
5.3 Teori ... 47
5.3.1 Sumber Tegangan dan Beban Tetap ... 49
5.3.2 Sumber Tegangan Tetap dan Beban Bervariasi ... 51
5.3.3 Sumber Tegangan Bervariasi dan Beban Tetap ... 52
5.4 Tugas Pendahuluan ... 52
5.5 Prosedur Percobaan ... 52
5.5.1 Karakteristik Dioda Zener ... 52
5.5.2 Regulasi Tegangan ... 53 5.6 Data Percobaan ... 53 5.7 Analisa ... 56 5.8 Kesimpulan ... 57 6 Karakteristik LED ... 58 6.1 Tujuan ... 58
6.2 Instrumen Yang Digunakan ... 58
6.3 Teori ... 58 6.4 Tugas Pendahuluan ... 60 6.5 Prosedur Percobaan ... 60 6.6 Data Percobaan ... 60 6.7 Analisa ... 62 6.8 Kesimpulan ... 63
7 KARAKTERISTIK KONFIGURASI KOLEKTOR BERSAMA PADA BJT ... 64
ix
7.2 Instrumen Yang Digunakan ... 64
7.3 Teori ... 64 7.3.1 Konstruksi Transistor ... 64 7.3.2 Operasi Transistor ... 65 7.3.3 Konfigurasi Common-Base ... 66 7.3.4 Konfigurasi Common-Emitter ... 68 7.3.5 Konfigurasi Common-Collector ... 71 7.4 Tugas Pendahuluan ... 72 7.5 Prosedur Percobaan ... 72 7.6 Data Percobaan ... 73 7.7 Ananlisa ... 74 7.8 Kesimpulan ... 75
8 TRANSISTOR SEBAGAI SAKLAR ELEKTRONIK ... 76
8.1 Tujuan ... 76
8.2 Instrumen Yang Digunakan ... 76
8.3 Teori ... 76
8.3.1 Konfigurasi Prategangan Tetap (Fixed-Bias)... 76
8.3.2 Transistor Sebagai Saklar Elektronik ... 77
8.4 Tugas Pendahuluan ... 78
8.5 Prosedur Percobaan ... 78
8.6 Data Percobaan ... 79
8.7 Ananlisa ... 80
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Nilai warna pada cincin resistor...2
Tabel 1.2 Percobaan karakteristik resistor dan hukum Ohm ...8
Tabel 1.3 Percobaan rangkaian seri dan hukum Kirchhoff tegangan ...8
Tabel 1.4 Percobaan rangkaian paralel dan hukum Kirchhoff arus ...8
Tabel 1.5 Perhitungan percobaan hukum Ohm ...9
Tabel 1.6 Perhitungan percobaan rangkaian seri dan hukum Kirchhoff tegangan ...9
Tabel 1.7 Perhitungan percobaan rangkaian paralel dan hukum Kirchhoff arus ...9
Tabel 2.1 Hasil pengukuran percobaan karakteristik dioda ... 19
Tabel 3.1 Tegangan penyearah setengah gelombang ... 28
Tabel 3.2 Tegangan penyearah gelombang penuh metode bridge ... 30
Tabel 3.3 Tegangan penyearah gelombang penuh dengan trafo CT ... 30
Tabel 3.4 Rippel Factor... 31
Tabel 5.1 Data pengukuran karakteristik zener ... 54
Tabel 5.2 Data regulasi zener pada praktik dan teori dengan = 200 Ω ... 55
Tabel 5.3 Data regulasi zener pada praktik dan teori dengan = 680 Ω ... 55
Tabel 6.1 Light-Emitting Diodes ... 59
Tabel 6.2 Data karakteristik LED saat bias maju ... 60
Tabel 7.1 Data percobaan karakteristik kolektor bersama ... 73
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Urutan cincin warna pada resistor...1
Gambar 1.2 Resistor 4 cincin warna ...2
Gambar 1.3 Resistor 5 cincin warna ...3
Gambar 1.4 Rangkaian resistor secara seri ...3
Gambar 1.5 Rangkaian resistor secara paralel ...3
Gambar 1.6 Diagram hukum Ohm ...4
Gambar 1.7 Ilustrasi KVL pada single-loop ...4
Gambar 1.8 Ilustrasi penerapan hukum Kirchhoff pada rangkaian paralel ...5
Gambar 1.9 Resistor dan kode warnanya ...6
Gambar 1.10 Rangkaian resistor seri dan paralel ...6
Gambar 1.11 Rangkaian percobaan hukum Ohm ...6
Gambar 1.12 Rangkaian resistor secara seri ...7
Gambar 1.13 Percobaan rangkaian paralel ...8
Gambar 2.1 Struktur atom (a) silicon, (b) germanium, dan (c) gallium dan arsenic... 13
Gambar 2.2 Ikatan kovalen pada atom silicon ... 14
Gambar 2.3 Ikatan kovalen pada kristal GaAs ... 14
Gambar 2.4 Pasangan elektron-lubang (electron-hole pair) ... 15
Gambar 2.5 Material tipe-N dan tipe-P... 16
Gambar 2.6 Distribusi muatan saat sambungan PN tidak terbias ... 16
Gambar 2.7 Simbol dioda ... 16
Gambar 2.8 (a) aliran arus dapat mengalir. (b) aliran arus tidak dapat mengalir. ... 17
Gambar 2.9 Pengukuran tegangan pada rangkaian dioda: (a) Forward biased (b) Reverse biased . 17 Gambar 2.10 Bertambahnya forward-bias dari (a) ke (b) ... 17
Gambar 2.11 Karakteristik tegangan dan arus pada dioda ... 18
Gambar 2.12 Percobaan karakteristik dioda saat (a) forward bias (b) reverse bias... 19
Gambar 2.13 Kurva karakteristik dioda saat forward bias ... 20
Gambar 2.14 Kurva karakteristik dioda saat reverse bias ... 20
Gambar 3.1 Rangkaian penyearah setengah gelombang ... 24
Gambar 3.2 Penyearah gelombang penuh metode bridge ... 25
Gambar 3.3 Penyearah gelombang penuh dengan trafo CT ... 26
Gambar 3.4 Kondisi rangkaian saat sinyal input setengah siklus positif ... 26
Gambar 3.5 Kondisi rangkaian saat sinyal input setengah siklus negatif ... 26
Gambar 3.6 Percobaan penyearah setengah gelombang ... 27
Gambar 3.7 Percobaan penyearah gelombang penuh ... 28
Gambar 3.8 Percobaan penyearah gelombag penuh dengan trafo CT... 28
Gambar 3.9 Gelombang tegangan lilitan sekunder trafo ... 29
Gambar 3.10 Tegangan keluaran penyearah setengah gelombang ... 29
Gambar 3.11 Tegangan keluaran penyearah gelombang penuh metode bridge... 30
Gambar 3.12 Tegangan keluaran penyearah gelombang penuh dengan trafo CT ... 31
Gambar 4.1 Clipper seri (a) negatif dan (b) positif ... 35
Gambar 4.2 Clipper parallel (a) negatif dan (b) positif ... 35
Gambar 4.3 Clipper seri dibias (a) negatif dan (b) positif ... 35
xii
Gambar 4.5 Clamper (a) positif dan (b) negatif ... 36
Gambar 4.6 Clamper dibias (a) positif dan (b) negatif ... 37
Gambar 5.1 Karakteristik kurva V-I dari dioda zener yang umum ... 48
Gambar 5.2 Rangkaian equivalen dioda zener ... 48
Gambar 5.3 Regulator menggunakan zener... 49
Gambar 5.4 Menentukan kondisi dioda zener ... 50
Gambar 5.5 Mensubstitusikan equivalen zener untuk kondisi “on” ... 50
Gambar 5.6 Rangakain regulasi dioda zener ... 52
Gambar 5.7 Rangkaian percobaan karakteristik zener ... 53
Gambar 5.8 Rangkaian percobaan regulasi zener ... 53
Gambar 5.9 Kurva kerakteristik dioda zener saat bias mundur ... 55
Gambar 6.1 (a) Proses pembangkitan cahaya pada LED; (b) Simbol skematik ... 59
Gambar 6.2 Pita konduksi dan valensi pada isolator, semikonduktor, dan konduktor ... 59
Gambar 6.3 Rangkaian percobaan karakteristik LED ... 60
Gambar 6.4 Kurva karakteristik LED saat bias maju ... 61
Gambar 7.1 Tipe transistor: (a) pnp; (b) npn ... 64
Gambar 7.2 Prategangan pada transistor: (a) bias maju; (b) bias mundur ... 65
Gambar 7.3 Aliran arus pembawa mayoritas dan minoritas... 65
Gambar 7.4 Notasi dan simbol pada common-base: (a) transistor pnp; (b) transistor npn ... 66
Gambar 7.5 Karakteristik input amplifier konfigurasi CB ... 67
Gambar 7.6 Karakteristik outpu amplifier konfigurasi CB ... 67
Gambar 7.7 Arus saturasi mundur ... 68
Gambar 7.8 Notasi dan simbol pada common-emitter: (a) transistor npn; (b) transistor pnp ... 69
Gambar 7.9 Karakteristik common-emitter: (a) kolektor; (b) basis ... 70
Gambar 7.10 Kondisi rankaian saat saat arus basis samadengan nol ... 70
Gambar 7.11 Notasi dan simbol pada common-collector: (a) transistor pnp; (b) transistor npn .... 72
Gambar 7.12 Percobaan karakteristik kolektor bersama ... 72
Gambar 7.13 Kurva karakteristik kolektor bersama ... 73
Gambar 8.1 Inverter transistor ... 78
Gambar 8.2 Rangkaian inverter untuk tugas pendahuluan ... 78
1
1 RESISTOR, HUKUM OHM, DAN KIRCHHOFF
1.1 Tujuan
1) Mampu mengenali bentuk dan jenis resistor.
2) Mampu menghitung nilai resistansi melalui urutan cincin warnanya. 3) Mampu merangkai resistor secara seri maupun paralel.
4) Memahami penggunaan hukum ohm pada rangkaian resistor.
5) Mampu menerapkan hukum Kirchhoff pada rangkaian seri dan parallel.
1.2 Instrumen yang Digunakan
1) Power-supply 2) Panel percobaan 3) Multimeter 4) Kabel penghubung
1.3 Teori
1.3.1 Resistor
Resistor adalah komponen dasar elektronika yang digunakan untuk membatasi jumlah arus yang mengalir dalam suatu rangkaian. Resistor bersifat resistif dan umumnya terbuat dari bahan karbon. Satuan resistansi dari suatu resistor disebut Ohm atau dilambangkan dengan simbol Ω (Omega).Bentuk resistor yang umum adalah seperti tabung dengan dua kaki yang saling bersebrangan. Pada badannya terdapat lingkaran membentuk cicin kode warna untuk mengetahui besar resistansi tanpa mengukur besarnya dengan Ohmmeter. Kode warna tersebut adalah standar manufaktur oleh EIA (Electronic Industries Association) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1 dan Tabel 1.1 dibawah.
2
Besarnya resistor sangat tergantung dengan watt atau daya maksimum yang mampu ditahan oleh resistor. Umumnya dipasar tersedia ukuran ⅛, ¼, ½, 1, 2, 5, 10, dan 20 watt. Resistor yang memiliki daya maksimum 5, 10, dan 20 watt umumnya berbentuk balok berwarna putih dan nilai resistansinya dicetak langsung dibadannya.
Tabel 1.1 Nilai warna pada cincin resistor Warna Cincin Cincin I Angka ke-1 Cincin II Angka ke-2 Cincin III Angka ke-3 Cincin IV Pengali Cincin V Toleransi Cincin VI Koefisien Suhu Hitam 0 0 0 100 Coklat 1 1 1 101 1% 100ppm Merah 2 2 2 102 2% 50ppm Jingga 3 3 3 103 15ppm Kuning 4 4 4 104 25ppm Hijau 5 5 5 105 0.5% Biru 6 6 6 106 0.25% Ungu 7 7 7 107 0.1% Abu-abu 8 8 8 108 Putih 9 9 9 109 Emas 10-1 5% Perak 10-2 10% Tanpa warna 20% Contoh 1.1
Berapakah nilai hambatan resistor karbon pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2 Resistor 4 cincin warna Jawaban:
Urutan cincin warna pada resistor diatas adalah coklat, hitam, merah, dan emas.
Coklat Hitam Merah Emas Nilai Hasil
3 Contoh 1.2
Berapakah nilai hambatan resistor metal-film pada Gambar 1.3.
Gambar 1.3 Resistor 5 cincin warna Jawaban:
Urutan cincin warna pada resistor diatas adalah coklat, hitam, coklat, hitam, dan coklat. Coklat Hitam Coklat Hitam Coklat Nilai Hasil
1 0 1 100 1% 101Ω 1%
1.3.2 Rangkaian Resistor Seri dan Paralel
Rangkaian resistor secara seri akan mengakibatkan nilai resistansi total semakin besar. Di bawah ini contoh resistor yang dirangkai secara seri.
Gambar 1.4 Rangkaian resistor secara seri Pada rangkaian resistor seri seperti pada Gambar 1.4 berlaku rumus:
= + + (1.1)
Rangkaian resistor secara paralel akan mengakibatkan nilai resistansi pengganti semakin kecil. Di bawah ini contoh resistor yang dirangkai secara paralel.
Gambar 1.5 Rangkaian resistor secara paralel Pada rangkaian resistor paralel berlaku rumus:
1
4
1.3.3 Hukum Ohm
Dari hukum Ohm diketahui bahwa tegangan berbanding lurus dengan jumlah arus yang mengalir melalui resistor tersebut. Jika tegangannya double maka arus yang mengalir juga double, jika tegangan triple maka arus yang mengalir juga tripe.
Gambar 1.6 Diagram hukum Ohm
= (1.3)
dimana = beda potensial, Volt = arus, Ampere = resistansi, Ohm = daya, Watt
1.3.4 Hukum Kirchhoff
Hukum Kirchhoff pada rangkaian seri atau sering disebut Kirchhoff’s Voltage Law (KVL) berbunyi: selisih tegangan sumber dengan jumlah tegangan jatuh pada masing-masing beban
adalah nol. Untuk mengilustrasikan KVL, meninjau rangkaian pada Gambar 1.7. Langkah pertama
adalah membari tanda polaritas tegangan pada masing-masing beban. Maka tegangannya akan menjadi − , + , + , − , dan + .
5 Jadi, dengan KVL akan menghasilkan
− + + − + = 0 (1.4)
Dimana dan adalah tegangan sumber, , , dan adalah tegangan jatuh pada beban.
+ + = + (1.5)
Pada rangkaian seri, arus yang mengalir pada masing-masing beban sama besarnya dengan arus pada rangkaian.
= = + (1.6) maka + + = + (1.7) dan = + + + (1.8)
Sedangkan hukum Kirchhoff pada rangkaian paralel atau sering disebut Kirchhoff’s Current
Law (KCL) berbunyi: jumlah arus yang mengalir menuju satu titik sama dengan jumlah arus yang keluar dari titik tersebut.
Gambar 1.8 Ilustrasi penerapan hukum Kirchhoff pada rangkaian paralel
− − − = 0 (1.9)
= + + (1.10)
Pada Gambar 1.5, tegangan yang jatuh pada masing-masing beban samadengan tegangan sumber.
6
1.4 Tugas Pendahuluan
1) Hitunglah nilai tahanan masing-masing resistor pada Gambar 1.9 berikut:
(a) (b) (b)
Gambar 1.9 Resistor dan kode warnanya 2) Hitunglah dan pada Gambar 1.10 berikut:
Gambar 1.10 Rangkaian resistor seri dan paralel
1.5 Langkah Percobaan
1.5.1 Percobaan Karakteristik Resistor dan Hukum Ohm
1) Buatlah rangkaian seperti Gambar 1.11 dengan R = ... Ω.
Gambar 1.11 Rangkaian percobaan hukum Ohm 2) Sumber tegangan = ... Volt.
3) Catat besar arus yang mengalir.
4) Ulangi percobaan di atas sebanyak tiga kali dengan mengganti nilai tahanan tanpa merubah tegangan sumber.
5) Ulangi langkah ke-1 sampai ke-4 sebanyak tiga kali dengan merubah tegangan power supply dan urutan nilai tahannya sama dengan percobaan sebelumnya.
7
1.5.2 Percobaan Rangkaian Seri dan Hukum Kirchhoff Tegangan
1) Susunlah rangkaian seperti Gambar 1.12 dibawah ini.
Gambar 1.12 Rangkaian resistor secara seri 2) Ukurlah nilai resistansi pada masing-masing resistor.
3) Ukurlah besar nilai resistansi total pada rangkai tersebut (RTotal).
4) Tegangan sumber VS = ... Volt.
5) Ukurlah besar arus yang mengalir pada rangkaian ITotal, VR1 dan VR2.
6) Catat semua hasil pengukuran pada Tabel 1.3.
1.5.3 Percobaan Rangkaian Paralel dan Hukum Kirchhoff Arus
1) Susunlah rangkaian seperti Gambar 1.13.
2) Ukurlah nilai resistansi pada masing-masing resistor . 3) Ukurlah nilai resistansi pengganti (RT) pada rangkaian.
4) Berilah tegangan sebesar VS = ... Volt.
5) Ukurlah besar arus yang mengalir pada rangkaian ITotal, IR1, dan IR2.
8
Gambar 1.13 Percobaan rangkaian paralel
1.6 Data Percobaan
1.6.1 Data Hasil Pengukuran
Tabel 1.2 Percobaan karakteristik resistor dan hukum Ohm
No
Tegangan power supply
(V)
Tahanan yang digunakan (Ω)
R1 R2 R3
Arus yang mengalir (mA) 1
2 3
Tabel 1.3 Percobaan rangkaian seri dan hukum Kirchhoff tegangan
VS (V) R1 (Ω) R2 (Ω) RT (Ω) VR1 (V) VR2 (V) IT (mA)
Tabel 1.4 Percobaan rangkaian paralel dan hukum Kirchhoff arus
9
1.6.2 Data Hasil Perhitungan
Tabel 1.5 Perhitungan percobaan hukum Ohm
No Tegangan Sumber (V)
Tahanan yang digunakan (Ω)
R1 R2 R3
Arus yang mengalir (mA) 1
2 3
Tabel 1.6 Perhitungan percobaan rangkaian seri dan hukum Kirchhoff tegangan
VS (V) R1 (Ω) R2 (Ω) RT (Ω) VR1 (V) VR2 (V) IT (mA)
Tabel 1.7 Perhitungan percobaan rangkaian paralel dan hukum Kirchhoff arus
10
11
12
2 KARAKTERISTIK DIODA SEMIKONDUKTOR
2.1 Tujuan
1) Mengetahui komponen elektronika dioda semikonduktor 2) Mengetahui karakteristik dioda semikonduktor
2.2 Instrumen yang Digunakan
1) Power supply 2) Panel percobaan 3) Multimeter 4) Kabel penghubung
2.3 Teori
2.3.1 Bahan Semikonduktor
Setiap komponen elektronika diskrit atau IC (integrated circuit) terbuat dari bahan semikonduktor sebagai bahan utamanya. Secara umum, bahan semikonduktor terbagi menjadi dua: kristal tunggal (single-cystal) dan campuran (compound). Semikonduktor single-crystal adalah germanium (Ge) dan silicon (Si) yang memiliki struktur atom yang sama, sedangkan semikonduktor campuran seperti gallium arsenide (GaAs), cadmium sulfide (Cds), gallium nitride (GaN), dan gallium arsenide phosphide (GaAsP) yang kesemua terbuat dari dua atau lebih bahan semikonduktor yang memiliki struktur atom berbeda. Tiga bahan semikonduktor yang paling sering digunakan untuk membuat komponen elektronika adalah Ge, Si, dan GaAs.
Pada awal penemuan dioda tahun 1939 dan transistor pada tahun 1947, bahan germanium digunakan untuk membuat dioda dan transistor, karena germanium sangat mudah didapat dan sangat banyak jumlahnya. Pada awal mula pembuatan dioda dan transistor dengan bahan germanium, sangat buruk tingkat kehandalannya terutama karena sangat sensitif terhadap perubahan suhu. Akhirnya para ilmuan mencoba dengan bahan lain yaitu silicon, dan cukup berhasil membuat dioda dan transistor yang tidak terlalu sensitif terhadap perubahan suhu, tapi proses penyulingan untuk membuat silicon dari tingkat yang sangat tinggi kemurniannya masih sangat sulit dan masih tahap pengembangan. Akhirnya pada tahun 1954, transistor pertama dari bahan silicon telah dibuat dan silicon dengan cepat menjadi bahan semikonduktor pilihan karena selain tidak begitu terpengaruh dengan perubahan suhu, bahan silicon juga sangat berlimpah.
Seiring waktu berjalan, komputer dituntut dapat beroperasi pada kecepatan sangat tinggi, maka bahan semikonduktor harus mampu memenuhi kubutuhan tersebut. Akhirnya pada tahun
13
1970-an transistor dengan bahan GaAs dikembangkan dan transistor baru ini memiliki kecepatan operasi hingga lima kali lipat dari Si, kerana proses penyulingan kemurnian GaAs masih sangat susah harganya jauh lebih mahal daripada SI. Hingga sampai sekarang GaAs masih terus dikembangkan dan digunakan sebagai bahan dasar desain rangkain VLSI (very large scale integrated) dengan kecepatan tinggi.
2.3.2 Ikatan Kovalen (Covalent Bonding) dan Bahan Intrinsik
Untuk memahami mangapa Si, Ga, dan GaAs dipilih sebagai bahan semikonduktor untuk industri elektronik memerlukan beberapa pemahaman tentang struktur atom dan bagaimana atom dapat terikat untuk membentuk struktur kristal. Komponen fundamental dari sebuah atom adalah elektron, proton, dan neutron. Proton dan neutron membentuk inti atau sering disebut sebagai
nucleus, dan elektron berada pada orbit yang tetap di sekitar inti. Model Bohr untuk tiga bahan
semikonduktor ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Struktur atom (a) silicon, (b) germanium, dan (c) gallium dan arsenic
Di dalam fisika atom, model Bohr adalah model atom yang diperkenalkan oleh Niels Bohr pada tahun 1913. Model ini manggambarkan atom sebagai sebuah inti kecil bermuatan positif yang dikelilingi oleh elektron yang bergerak dalam orbit sirkular mengelilingi inti, mirip sistem tata surya, tetapi peran gaya gravitasi digantikan oleh gaya elektrostatik.
Seperti terlihat pada Gambar 2.1, silicon mempunyai 14 elektron, germanium memiliki 32 elektron, gallium memiliki 31 elektron, dan arsenic memiliki 33 elektron. Untuk germanium dan silicon, mereka memiliki empat elektron di orbit terluar, atau sering disebut sebagai elektron valensi
14
(valence electrons). Gallium memiliki tiga elektron valensi dan arsenic memiliki lima elektron valensi. Atom yang memiliki empat elektron valensi disebut tetravalent, begitu juga yang memiliki tiga elektron valensi disebut trivalent, dan yang lima disebut pentavalent. Dalam bidang kimia, elektron valensi adalah elektron-elektron sebuah atom yang dapat ikut membentuk ikatan kimia dengan atom lainnya. Elektron-elektron valensi yang terdapat di sebuah atom netral bebas dapat berikatan dengan elektron-elektron valensi atom lain untuk membentuk ikatan kimia.
Gambar 2.2 Ikatan kovalen pada atom silicon
Pada kristal silicon atau germanium yang masih murni (intrinsik), satu atom memiliki empat elektron valensi yang membentuk ikatan kovalen dengan empat elektron yang berdekatan, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2. Iktan kovalen adalah sejenis ikatan kimia yang memiliki karakteristik berupa pasangan elektron yang saling terbagi (pemakaian bersama elektron) di antara atom-atom yang berikatan.
Gambar 2.3 Ikatan kovalen pada kristal GaAs
Karena GaAs adalah semikonduktor campuran, antara dua atom yang berbeda akan saling berbagi elektron, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3. masing-masing atom, gallium atau arsenik, dikelilingi oleh atom dari jenis lain yang saling melengkapi.
15
Meskipun ikatan kovalen akan menghasilkan ikatan yang kuat antara elektron valensi dan induknya atom, masih mungkin bagi elektron valensi untuk menyerap energi kinetik dari luar yang menyebabkan pecahnya ikatan kovalen dan elektron tersebut dalam kondisi bebas atau disebut elektron bebas. Semakin besar energi cahaya berupa photon dan energi panas atau radiasi yang diberikan semakin banyak jumlah elektron bebas yang keluar dari ikatan kovalen, semakin banyak juga lubang (hole) pada ikatan kovalen, maka akan ada pasangan elektron-lubang (electron-hole
pair) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4, dengan kata lain konduktivitas bahan semakin
meningkat.
Gambar 2.4 Pasangan elektron-lubang (electron-hole pair)
2.3.3 Sambungan PN (PN Junction)
Crystal tipe N tersusun dari elemen semukonduktor (Silicon atau Germanium) yang di-doping dengan elemen yang memiliki pentavalent (empat elektron pada orbit terluar) yaitu Arsenic (As), karena hanya empat elektron yang saling berpasangan maka akan ada satu elektron yang bebas. Sedangkan crystal tipe P terbentuk dari elemen semikonduktor yang di-doping dengan elemen yang memiliki trivalent (tiga elektron pada orbit terluar) yaitu Boron, Galium, dan Indium sehingga akan ada satu elektron yang tidak memiliki pasangan, kekurangan/lowongan elektron ini biasa disebut
hole. Elektron bebas dan hole pada crystal yang sudah di-doping sering disebut majority carriers.
Dalam keadaan intrinsik (sebelum di-doping), ada beberapa jumlah elektron yang tidak berpasangan atau bebas pada Silicon atau Germanium, ini disebabkan adanya kotoran pada elemen tersebut yang tidak bisa dihilangkan. Sehingga pada tipe-N juga masih memiliki beberapa hole, begitu juga pada tipe-P terdapat beberapa elektron bebas. Elektron bebas dalam keadaan intrinsik ini sering disebut sebagai minority carrier.
16
Gambar 2.5 Material tipe-N dan tipe-P
Menggabungkan material tipe-P dan tipe-N menjadi satu crystal akan menghasilkan sebuah sambungan PN (PN Junction) pada permukaan kedua tipe material tersebut. Saat kedua material tersebut disambungkan, elektron bebas pada permukaan sambungan material tipe-N akan berpindah ke hole pada permukaan material tipe-P sehingga akan membentuk ion positif dan negatif atau disebut depletion region.
Gambar 2.6 Distribusi muatan saat sambungan PN tidak terbias
2.3.4 Dioda
Fungsi dioda secara umum yaitu komponen elektronik yang hanya mengalirkan arus dalam satu arah dan menghambat arus dari arah sebaliknya. Jika sebuah dioda diletakkan dalam rangkaian battery dan lampu seperti pada Gambar 2.8, dioda akan membiarkan atau mencegah arus yang melalui lampu tergantung pada polaritas tegangan yang diberikan.
17
Gambar 2.8 (a) aliran arus dapat mengalir. (b) aliran arus tidak dapat mengalir.
Untuk melakukan pengukuran besaran beda potensial antara dua kaki (knee voltage) pada dioda baik pada kondisi bias maju (forward biased) atau bias mundur (reverse biased) dapat dilakukan sepeti pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Pengukuran tegangan pada rangkaian dioda: (a) Forward biased (b) Reverse biased Dioda yang dipakai secara umum, terbuat dari bahan Germanium atau Silikon. Dioda tersebut mempunyai tegangan kaki (knee voltage) sebesar ±0.7 Volt untuk dioda berbahan Silikon dan ±0.3 Volt untuk dioda Germanium. Pada Gambar 2.10 dibawah, dioda yang digunakan adalah Silikon. Jika sumber tegangan kurang dari 0.7 Volt maka tidak ada arus yang mengalir. Sebaliknya jika lebih dari atau sama dengan 0.7 Volt, maka ada arus yang mengalir melalui dioda.
Gambar 2.10 Bertambahnya forward-bias dari (a) ke (b)
2.3.5 Kurva Karakteristik Dioda
Pada Gambar 2.11, menunjukkan tiga macam kurva, yaitu dioda berbahan Germanium (Ga), Silicon (Si), dan Gallium Arsenide (GaAs). Bagian kiri bawah dari grafik pada gambar tersebut merupakan kurva karakteristik dioda saat mendapatkan bias mundur, sedangkan pada bagian kanan atas dari grafik merupakan kurva karakteristik dioda saat mendapatkan bias maju.
18
Gambar 2.11 Karakteristik tegangan dan arus pada dioda
2.4 Tugas Pendahuluan
1) Jelaskan definisi dan cara kerja dioda!
2) Sebutkan beberapa aplikasi yang menggunakan komponen dioda!
2.5 Prosedur Percobaan
1) Buatlah rangkaian seperti pada Gambar 2.12 (a).
2) Rubahlah tegangan sumber dan lakukanlah pengukuran arus pada saat tegangan dioda 0 V, 0.1 V, 0.2 V, 0.3 V, 0.4 V, 0.5 V, 0.6 V, dan 0.7 V.
3) Gambarlah grafik arus dioda ( ) terhadap tegangan dioda ( ) pada Gambar 2.13. 4) Baliklah pemasangan arah dioda seperti pada Gambar 2.12 (b).
5) Rubahlah tegangan sumber dan lakukanlah pengukuran arus pada saat tegangan dioda 0 V, 10 V, 20 V, 30 V, 40 V, 50 V, 60 V, 70 V.
19
(a) (b)
Gambar 2.12 Percobaan karakteristik dioda saat (a) forward bias (b) reverse bias.
2.6 Data Percobaan
Tabel 2.1 Hasil pengukuran percobaan karakteristik dioda
No Bias Maju Bias Mundur
VD ID VD ID 1 2 3 4 5 6 7 8
20
Gambar 2.13 Kurva karakteristik dioda saat forward bias
21
22
23
3 RANGKAIAN DIODA SEBAGAI PENYEARAH
3.1 Tujuan
1) Dapat merancang rangkaian penyearah setengah gelombang dan gelombang penuh. 2) Mengetahui cara karja rangkaian penyearah setengah gelombang dan gelombang
penuh.
3.2 Instrumen yang Digunakan
1) Power supply 2) Panel percobaan 3) Multimeter 4) Kabel penghubung 5) Osciloscope
3.3 Teori
3.3.1 Penyearah Setengah Gelombang
Sebuah penyearah adalah merupakan rangkaian yang mengkonversikan sinyal ac (bolak-balik) menjadi sinyal dc (searah). Diode banyak digunakan pada penyearah. Penyearah setengah gelombang satu fasa adalah merupakan rangkaian penyearah yang paling sederhana sehingga jarang sekali digunakan pada aplikasi industri. Namun demikian, penyearah ini berguna untuk memahami prinsip dari opersi penyearah. Diagram rangkaian dengan beban resislif ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Prinsip kerja dari penyearah setengah gelombang adalah pada saat sinyal input bersiklus positif maka dioda mendapat prategangan maju (forward bias) sehingga arus dapat mengalir ke beban, dan sebalinya bila sinyal input berupa siklus negatif maka dioda mendapat prategangan mundur (reverse bias) sehingga arus tidak dapat mengalir.
24
Gambar 3.1 Rangkaian penyearah setengah gelombang
Ada beberapa jenis rangkaian penyearah, dan kinerjanya dihitung dengan parameter-parameter sebagai berikut:
Nilai rata-rata tegangan keluaran (beban), Nilai rata-rata arus keluaran (beban), Keluaran dc power,
= (3.1)
Nilai rms tegangan keluaran, Nilai rms arus keluaran, Keluaran ac power,
= (3.2)
Efisiensi (rectification ratio) sebuah penyearah dapat didefinisikan sebagai
= (3.3)
Tegangan keluaran dapat dikatakan merupakan gabungan dua buah komponen: (1) nilai komponen dc, dan (2) komponen ac atau ripple.
Nilai efektif (rms) dari komponen ac adalah
= − (3.4)
Faktor bentuk (Form Factor), yang mengukur bentuk tegangan keluaran adalah
= (3.5)
Faktor ripple (Ripple Factor), yang mengukur kandungan ripple adalah
= (3.6)
Dengan mensubtitusikan Persamaan (3.4) ke dalam Persamaan (3.6) maka faktor ripple dapat dinyatakan sebagai
25
= − 1 = − 1 (3.7)
Untuk tegangan sinusoidal ( ) = sin untuk 0 ≤ ≤ ⁄ , nilai rms tegangan keluar 2 adalah
=
2 (3.8)
Tegangan rms pada sekunder trafo adalah =
√2 (3.9)
Tegangan keluaran rata-rata dc pada penyearah setengah gelombang adalah
= = = 0.318 (3.10)
3.3.2 Penyearah Gelombang Penuh Metode Bridge
Proses terjadinya output gelombang penuh metode bridge adalah ketika tegangan input sinusoida ( ) setengah siklus gelombang positif, maka dan akan konduksi karena mendapat prategangan maju (forward bias), sedangkan dan tidak konduksi karena mendapat prategangan mundur (reverse bias), sehingga arus akan mengalir melalui , , dan . Pada saat rangkaian jembatan mendapat bagian negatif dari siklus sinyal ac, maka dan akan konduksi karena mendapat prategangan maju, sedangkan dan tidak konduksi karena mendapat prategangan mundur, sehingga arus akan mengalir melalui , , dan .
Gambar 3.2 Penyearah gelombang penuh metode bridge Tegangan rata-rata dc pada penyearah gelombang penuh adalah
= =2 = 0.6366 (3.11)
Nilai rms tegangan kuluaran adalah =
26
3.3.3 Penyearah Gelombang Penuh Dengan Travo CT (Center Tapped)
Penyearah gelombang penuh yang kedua adalah seperti pada Gambar 3.3 yang hanya membutuhkan dua dioda tapi membutuhkan trafo CT.
Gambar 3.3 Penyearah gelombang penuh dengan trafo CT
Saat tegangan input sinusoida ( ) setengah gelombang positif, mendapat prategangan maju sehingga akan konduksi sedangkan mendapat prategangan mundur sehingga tidak akan konduksi, maka arus akan mengalir melalui dan . Tegangan beban akan memiliki bentuk yang sama dengan tegangan sinyal input setengah siklus positif.
Gambar 3.4 Kondisi rangkaian saat sinyal input setengah siklus positif
Saat tegangan input sinusoida ( ) setengah gelombang negatif, mendapat prategangan maju sehingga akan konduksi sedangkan mendapat prategangan mundur sehingga tidak akan konduksi, maka arus akan mengalir melalui dan . Tegangan beban akan memiliki bentuk yang sama dengan tegangan sinyal input setengah siklus negatif.
27
3.4 Tugas Pendahuluan
1) Jelaskan cara kerja rangkaian penyearah setengah gelombang dan gambarkan rangkaian dan bentuk gelombang input ( ( ) = 5 sin(100 )) dan gelombang outputnya. 2) Jelaskan cara kerja rangkaian penyearah gelombang penuh dengan Center-Tapped dan
gambarkan rangkaian dan bentuk gelombang input ( ( ) = 10 sin(100 + 90 )) dan gelombang outputnya.
3) Jelaskan cara kerja rangkaian penyearah gelombang penuh dengan mode bridge dan gambarkan rangkaian dan bentuk gelombang input ( ( ) = 15 sin(100 + 180 )) dan gelombang outputnya.
3.5 Prosedur Percobaan
3.5.1 Penyearah Setengah Gelombang
1) Buatlah rangkaian seperti pada Gambar 3.6.
2) Ukur tegangan lilitan sekunder trafo ( ) menggunakan oscilloscope dan catat pada Tabel 3.1.
3) Ukur tegangan keluaran ( ) menggunakan oscilloscope dan catat pada Tabel 3.1. 4) Simpan gelombang masukan ( ) dan keluaran ( ) pada oscilloscope.
Gambar 3.6 Percobaan penyearah setengah gelombang
3.5.2 Penyearah Gelombang Penuh Dengan Metode Bridge
1) Buatlah rangkaian seperti pada Gambar 3.6.
2) Ukur tegangan lilitan sekunder trafo ( ) menggunakan oscilloscope dan catat pada Tabel 3.1..
3) Ukur tegangan keluaran ( ) menggunakan oscilloscope dan catat pada . 4) Simpan gelombang masukan ( ) dan keluaran ( ) pada oscilloscope.
28
Gambar 3.7 Percobaan penyearah gelombang penuh
3.5.3 Penyearah Gelombang Penuh Dengan Trafo CT
1) Buatlah rangkaian seperti pada Gambar 3.8.
2) Ukur tegangan lilitan sekunder trafo ( ) menggunakan oscilloscope dan catat pada Tabel 3.1..
3) Ukur tegangan keluaran ( ) menggunakan oscilloscope dan catat pada Tabel 3.1. 4) Simpan gelombang masukan ( ) dan keluaran ( ) pada oscilloscope.
Gambar 3.8 Percobaan penyearah gelombag penuh dengan trafo CT
3.6 Data Percobaan
3.6.1 Percobaan Penyearah Setengah Gelombang
1) Hitunglah nilai tegangan keluaran secara teori dan masukkan pada Tabel 3.1. 2) Gambarlah bentuk gelombang tegangan lilitan sekunder trafo ( ) pada Gambar 3.9. 3) Gambarlah bentuk gelombang tegangan keluaran ( ) pada Gambar 3.10.
4) Hitung Ripple Factor dan masukkan ke Tabel 3.4.
Tabel 3.1 Tegangan penyearah setengah gelombang Tegangan Input Tegangan Output
29
Gambar 3.9 Gelombang tegangan lilitan sekunder trafo
Gambar 3.10 Tegangan keluaran penyearah setengah gelombang
3.6.2 Percobaan Penyearah Gelombang Penuh Metode Bridge
1) Hitunglah nilai tegangan keluaran secara teori dan masukkan pada Tabel 1.1. 2) Gambarlah bentuk gelombang tegangan keluaran ( ) pada Gambar 3.11.
30
Tabel 3.2 Tegangan penyearah gelombang penuh metode bridge Tegangan Input Tegangan Output
Praktik Teori
Gambar 3.11 Tegangan keluaran penyearah gelombang penuh metode bridge
3.6.3 Percobaan Penyearah Gelombang Penuh Dengan Trafo CT
1) Hitunglah nilai tegangan keluaran secara teori dan masukkan pada Tabel 3.3. 2) Gambarlah bentuk gelombang tegangan keluaran ( ) pada Gambar 3.12.
3) Hitung Ripple Factor dan masukkan ke Tabel 3.4.
Tabel 3.3 Tegangan penyearah gelombang penuh dengan trafo CT Tegangan Input Tegangan Output
31
Gambar 3.12 Tegangan keluaran penyearah gelombang penuh dengan trafo CT Tabel 3.4 Rippel Factor
Percobaan FF RF
1 2 3
32
33
34
4 RANGKAIAN DIODA CLIPPER DAN CLAMPER
4.1 Tujuan
1) Memahami hubungan antara sinyal input dengan sinyal output pada rangkaian seri dan parallel dioda clipper.
2) Memahami tegangan output dari rangkaian clamper positif dan negatif.
4.2 Instrumen yang Digunakan
1) Power supply 2) Panel percobaan 3) Multimeter 4) Kabel penghubung 5) Osiloskop
4.3 Teori
4.3.1 Clipper
Rangkaian dioda pemotong (Clipper) juga dikenal sebagai pembatas tegangan (voltage limiter). Rangkaian ini berguna untuk membatasi tegangan sinyal input pada suatu level tegangan tertentu. Rangkaian ini juga berguna untuk pembentukan sinyal dan melindungi rangkaian dari sinyal-sinyal yang tidak diinginkan.
Berdasarkan level tegangan yang dibatasi terdapat dua jenis rangkaian clipper :
Positive limiter: pembatas tegangan yang membatasi tegangan sinyal input pada bagian
positifnya.
Negative limiter: pembatas tegangan yang membatasi tegangan sinyal input pada bagian
negatif-nya.
Berdasarkan susunan rangkaian terdapat dua jenis rangkaian clipper: Clipper Seri
Pada rangkaian clipper seri, dioda dirangkai secara seri dengan sumber sinyal input. Arah kutub dioda menentukan jenis sinyal terpotong.
35
(a) (b)
Gambar 4.1 Clipper seri (a) negatif dan (b) positif
Contoh kasus pada Gambar 4.1b, saat sinyal input bernilai positif maka dioda akan berada dalam keadaan bias mundur (reverse bias) sehingga tidak ada arus yang mengalir pada resistor, akibatnya tidak ada tegangan output. Saat sinyal input negatif, dioda akan dalam keadaan bias maju (forward bias) sehingga arus dapat mengalir pada resistor dan dihasilkan tegangan output. Besaran tegangan keluaran ( ) yaitu:
=
+ (4.1)
Dimana adalah hambatan dioda, saat keadaan bias maju nilai sangat kecil sehingga = , dengan demikian pada negatif tidak ada tegangan yang terpotong.
Clipper Parallel
Pada rangkaian clipper parallel, dioda dipasang secara parallel dengan sumber sinyal input ( ). Pada dasarnya cara kerja clipper parallel sama dengan clipper seri.
(a) (b)
Gambar 4.2 Clipper parallel (a) negatif dan (b) positif
(a) (b)
36 Clipper Seri Dibias
Pada rangkaian clipper seri dibias, dioda dipasang secara seri dengan sumber sinyal input ( ). Pada dasarnya cara kerja clipper parallel dibias sama dengan clipper seri dibias.
Clipper Parallel Dibias
Pada rangkaian ini dioda diberi bias dari sumber tegangan ( ). Besar tegangan yang terpotong akan tergantung pada tegangan bias yang diberikan. Pada clipper dibias, agar dioda dapat konduksi, harus lebih besar dari . Selama kondisi itu terpenuhi maka dioda berlaku sebagai saklar tertutup, sehingga = . Ketika kurang dari dioda berfungsi seperti saklar terbuka dan rangkaian kembali seperi pembagi tegangan biasa.
(a) (b)
Gambar 4.4 Clipper parallel dibias (a) negatif dan (b) positif
4.3.2 Clamper
Rangkaian clamper adalah rangkaian yang terbuat dari dioda, resistor, dan kapasitor. Fungsi rangkaian clamper adalah untuk menggeser sinyal sehingga puncak sinyal jatuh pada suatu level tegangan tertentu tanpa mengubah bentuk sinyal inputnya. Untuk mempermudah analisa, penggeseran sinyal yang diakibatkan oleh kapasitor dapat digantikan dengan sumber dc (battery). Pemilihan nilai resistor dan kapasitor pada rangkaian clamper harus dipastikan konstanta waktunya yang didapat dari persamaan = sengat besar untuk memastikan tegangan kapasitor tidak berkurang secara signifikan selama dioda tidak konduksi. Dalam rangka untuk tujuan praktik, kita asumsikan bahwa lama kapasitor untuk mengisi muatan sampai penuh dan discharge adalah lima kali dari konstanta waktu, jadi 5 ≥ ⁄ . 2
(a) (b)
37
Pada clamper dibias, tegangan dc yang ditambahakan pada sumber sumber ac tidak hanya berasal dari kapasitor akan tetapi juga berasal dari sumber dc lain. Penambahan sumber dc ini dapat digunakan untuk mengatur posisi gelombang yang di-clamper.
(a) (b)
Gambar 4.6 Clamper dibias (a) positif dan (b) negatif
4.4 Tugas Pendahuluan
1) Sebutkan perbedaan antara rangkaian clamper dan clipper!
2) Buat simulasi rangkaian clipper positif dan clamper negatif dengan menggunakan perangkat lunak Proteus! (Print screen gambar rangkaian, sinyal dan sinyal )
4.5 Prosedur Percobaan
4.5.1 Clipper Seri
1) Buatlah rangkaian clipper seri positif dan negatif seperti pada Gambar 4.1. 2) Beri input tegangan ac ... .
3) Hubungkan oscilloscope dengan output rangkaian.
4) Amati dan simpan gambar dari sinyal tegangan yang diperoleh.
4.5.2 Clipper Parallel
1) Buatlah rangkaian clipper parallel positif dan negatif seperti pada Gambar 4.2. 2) Beri input tegangan ac ... .
3) Hubungkan oscilloscope dengan output rangkaian.
4) Amati dan simpan gambar dari sinyal tegangan yang diperoleh.
4.5.3 Clipper Seri Dibias
1) Buatlah rangkaian clipper seri dibias positif dan negatif seperti pada Gambar 4.3. 2) Beri input tegangan ac ... .
3) Hubungkan oscilloscope dengan output rangkaian.
4) Amati dan simpan gambar dari sinyal tegangan yang diperoleh.
4.5.4 Clipper Parallel Dibias
1) Buatlah rangkaian clipper parallel dibias positif dan negatif seperti pada Gambar 4.4. 2) Beri input tegangan ac ... .
3) Hubungkan oscilloscope dengan output rangkaian.
38
4.5.5 Clamper
1) Buatlah rangkaian clamper positif dan negatif seperti pada Gambar 4.5. 2) Beri input tegangan ac ... .
3) Hubungkan oscilloscope dengan output rangkaian.
4) Amati dan simpan gambar dari sinyal tegangan yang diperoleh.
4.5.6 Clamper Dibias
1) Buatlah rangkaian clamper dibias positif dan negatif seperti pada Gambar 4.6. 2) Beri input tegangan ac ... .
3) Hubungkan oscilloscope dengan output rangkaian.
39
4.6 Data Percobaan
4.6.1 Data Rangkaian Clipper Seri
Gambar Sinyal Input Output Rangkaian Clipper Positif Output Rangkaian Clipper Negatif
40
4.6.2 Data Rangkaian Clipper Parallel
Gambar Sinyal Input Output Rangkaian Clipper Positif Output Rangkaian Clipper Negatif
41
4.6.3 Data Clipper Seri Dibias
Gambar Sinyal Input Output Rangkaian Clipper Seri Dibias Positif Output Rangkaian Clipper Seri Dibias Negatif
42
4.6.4 Clipper Parallel Dibias
Gambar Sinyal Input Output Rangkaian Clipper Dibias Positif Output Rangkaian Clipper Dibias Negatif
43
4.6.5 Clamper
Gambar Sinyal Input Output Rangkaian Clamper Positif Output Rangkaian Clamper Negatif44
4.6.6 Clamper Dibias
Gambar Sinyal Input Output Rangkaian Clamper Dibias Positif Output Rangkaian Clamper Dibias Negatif45
46
47
5 KARAKTERISTIK DIODA ZENER DAN REGULASI TEGANGAN
5.1 Tujuan
1) Mengetahui komponen elektronika dioda zener. 2) Mengetahui karakteristik dioda zener.
5.2 Instrumen yang Digunakan
1) Power supply 2) Panel percobaan 3) Multimeter 4) Kabel penghubung
5.3 Teori
Sebagaian besar kegunaan dioda zener adalah untuk regulator tegangan pada catudaya dc. Dioda zener adalah divais PN junction silicon yang berbeda dengan dioda rectifier, karena dioda zener beroperasi pada daerah reverse. Pada Gambar 5.1 ditunjukkan kurva karakteristik dioda zener. Dari kurva tersebut terlihat bahwa terlihat bahwa, ketika dioda mencapai tegangan
breakdown, maka tegangannya hampir dapat dikatakan konstan, meskipun terjadi perubahan arus
yang besar. Dioda zener didesain untuk beroperasi pada reverse breakdown. Kemampuan untuk menjaga tegangan konstan pada terminalnya adalah kunci utama dari dioda zener. Nilai minimum arus reverse ( ), harus agar dioda tetap pada breakdown untuk dapat menghasilkan regulasi tegangan. Begitu juga arus maksimumnya ( ) harus dijaga agar tidak melebihi power dissipasinya, yang dapat merusakkan dioda.
48
Gambar 5.1 Karakteristik kurva V-I dari dioda zener yang umum
Pada Gambar 5.2(a) memperlihatkan model ideal dari dioda zener pada reverse breakdown. Pada keadaan ini tegangan konstan yang diberikan oleh dioda sama dengan tegangan nominalnya. Pada Gambar 5.2(b) ditunjukkan model pada kenyataannya di lapangan pada dioda zener, dimana terdapat resistansi zener ( ). Karena kurva tegangan tidak benar-benar vertikal, maka perubahan arus zener yang cukup besar akan menghasilkan perubahan kecil pada tegangan zener, seperti diilustrasikan pada Gambar 5.2(c). Perbandingan antara perubahan tegangan (∆ ) dan arus zener (∆ ) adalah resistansi zener ( ).
=∆
∆ (5.1)
(a) Ideal (b) Secara praktik (c) Kurva karakteristik Gambar 5.2 Rangkaian equivalen dioda zener
49
Dioda zener beroperasi pada nilai daya tertentu. Besarnya daya maksimum yang diperbolehkan, dispesifikasikan dengan power dissipasi dc ( ). Sebagai contoh, dioda zener dengan seri 1N746 mempunyai nilai = 500 mW dan seri 1N3305A mempunyai nilai
= 50 W. Power dissipasi dc ditentukan dengan persamaan:
= × (5.2)
Masing-masing dioda zener mempunyai tegangan nominal ( ). Sebagai contoh, dioda zener dengan seri 1N4738 mempunyai nilai tegangan nominal = 8.2 V, dengan toleransi 10%, sehingga nilai tegangannya 7.38 V sampai dengan 9.02 V. Sedangkan arus dc maksimum untuk dioda zener ( ) dapat didekati dengan persamaan:
= (5.3)
Dioda zener dapat digunakan untuk meregulasi tegangan dc yang bervariasi. Apabila tegangan input bervariasi (tentu dengan batasan tertentu), maka dioda zener menjaga tegangan output pada terminalnya mendekati konstan. Pada rangkaian regulasi zener secara umum terdapat tiga macam kondisi, yaitu (1) regulasi zener dengan sumber tegangan dan beban tetap, (2) sumber tegangan tetap dan beban bervariasi, dan (3) sumber tegangan bervariasi dan beban tetap.
5.3.1 Sumber Tegangan dan Beban Tetap
Rangkaian dioda zener sebagai regulator ditunjukkan pada Gambar 5.3. Sumber tegangan dc dan beban yang digunakan tetap. Untuk menganalisanya dapat dilakukan dengan dua tahap.
Gambar 5.3 Regulator menggunakan zener
1. Menentukan keadaan dioda zener (“on” atau “off”) dengan cara menghilangkan dioda zener
50
Gambar 5.4 Menentukan kondisi dioda zener
Dengan menghilangkan dioda zener, akan menghasilkan rangkaian seperti pada Gambar 5.4. Menggunakan aturan pembagi tegangan akan menghasilkan
= =
+ (5.4)
Jika ≥ , dioda zener dalam keadaan “on”. Jika ≤ , dioda zener dalam keadaan “off”.
2. Mensubstitusikan rangkaian equivalen dioda zener dan menyelesaikan yang belum diketahui. Untuk rangkaian pada Gambar 5.3, keadaan “on” akan menghasilkan rangkaian equivalen seperti pada Gambar 5.5. Semenjak terhubung secara parallel dengan maka nilai tegangan harus sama, maka
= (5.5)
Gambar 5.5 Mensubstitusikan equivalen zener untuk kondisi “on” Dengan menggunakan hukum Kirchhoff arus, menghasilkan
= + (5.6)
dimana
= (5.7)
dan
= = − (5.8)
51
5.3.2 Sumber Tegangan Tetap dan Beban Bervariasi
Terlalu kecil nilai resistansi beban akan membuat tegangan menjadi lebih kecil dari dan dioda zener akan dalam keadaan “off”. Saat menentukan nilai resistansi beban minimal pada Gambar 5.3 saat dioda zener dalam keadaan “on”, nilai akan menghasilkan tegangan beban sama dengan tegangan dioda zener ( = ).
= =
+ Menyelesaikan , akan menjadi
=
− (5.9)
Setiap nilai resistansi beban lebih besar dari yang dihitung menggunakan Persamaan (5.9) akan memastikan dioda zener dalam keadaan “on” dan dioda zener dapat digantikan dengan sumber tegangan .
Dan maksimal arus pada beban adalah
= = (5.10)
Saat dioda zener keadaan “on”, tegangan akan selalu tetap pada
= − (5.11)
Dan juga tetap pada
= (5.12)
Arus dioda zener adalah
= − (5.13)
Dari Persamaan (5.13) akan menghasilkan minimum jika maksimum, dan maksimum jika minimum, saat konstan.
Pada datasheet, dibatasi oleh , ini akan berpengaruh terhadap dan . Mensubstitusikan untuk akan menghasilkan minimum.
= − (5.14)
dan maksimum resistansi beban adalah
52
5.3.3 Sumber Tegangan Bervariasi dan Beban Tetap
Untuk memastikan dioda zener “on”, tegangan intput harus besar, dan minimal tegangan input adalah
= =
+ dan
=( + ) (5.16)
Nilai maksimum tegangan input dibatasi oleh maksimum arus dioda zener .
= + (5.17)
Ketika tetap pada ⁄ dan adalah nilai masimum , maksimum dapat dicari dengan
= +
= + (5.18)
5.4 Tugas Pendahuluan
1) Rangkain regulasi dioda zener seperti pada Gambar 5.6, tentukan , , , dan . 2) Ulangi tugas nomer (1) dengan mengganti = 3 kΩ.
Gambar 5.6 Rangakain regulasi dioda zener
5.5 Prosedur Percobaan
5.5.1 Karakteristik Dioda Zener
1) Buatlah rangkaian seperti pada Gambar 5.7.
2) Ukurlah dan mulai dari sumber tegangan dc 0 V, kemudian sumber tegangan dc dinaikkan secara berlahan dengan step 1 V sampai mencapai 15 V, kemudian tuliskan datanya pada Tabel 5.1.
53
Gambar 5.7 Rangkaian percobaan karakteristik zener
5.5.2 Regulasi Tegangan
1) Buatlah rangkaian seperti pada Gambar 5.8.
2) Ukurlah arus total , arus zener , arus beban , dan tegangan output , kemudian tuliskan datanya pada Tabel 5.2.
3) Ulangi langkah (1) dengan mengganti nilai resistansi beban = 680 Ω.
4) Ukurlah arus total , arus zener , arus beban , dan tegangan output , kemudian tuliskan datanya pada Tabel 5.3.
Gambar 5.8 Rangkaian percobaan regulasi zener
5.6 Data Percobaan
1) Dari data pada Tabel 5.1, gambarkan kurva karakteristik zener untuk kondisi reverse bias.
2) Dari gambar kurva karakteristik yang telah dibuat, tentukan tegangan knee = ... volt.
3) Hitungkan secara teori nilai arus total , arus zener , arus beban pada percobaan regulasi zener denan resistansi beban = 200 Ω, kemudian tuliskan datanya pada Tabel 5.2.
4) Hitungkan secara teori nilai arus total , arus zener , arus beban pada percobaan regulasi zener denan resistansi beban = 680 Ω, kemudian tuliskan datanya pada Tabel 5.3.
54
Tabel 5.1 Data pengukuran karakteristik zener
(V) (V) (mA) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
55
Gambar 5.9 Kurva kerakteristik dioda zener saat bias mundur Tabel 5.2 Data regulasi zener pada praktik dan teori dengan = 200 Ω
(mA) (µA) (mA) (V)
Praktik Teori
Tabel 5.3 Data regulasi zener pada praktik dan teori dengan = 680 Ω
(mA) (µA) (mA) (V)
Praktik Teori
56
57
58
6 Karakteristik LED
6.1 Tujuan
1) Mengetahui komponen elektronika LED. 2) Mengetahui karakteristik LED.
6.2 Instrumen Yang Digunakan
5) Power supply 6) Panel percobaan 7) Multimeter 8) Kabel penghubung
6.3 Teori
Sesuai dengan namanya, light emitting diode (LED) adalah salah satu komponen elektronika yang terbuat dari bahan semikonduktor yang mampu mengeluarkan cahaya baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat (infrared) ketika diberi energi. Strukturnya juga sama dengan dioda, tetapi pada LED, elektronnya menerjang sambungan PN. Untuk mendapatkan emisi cahaya pada semikonduktor, doping yang dipakai adalah gallium, arsenik, phosporus. Jenis doping yang berbeda akan menghasilkan warna cahaya yang berbeda pula. Selain itu, akan menghasilkan berbagai potensi bias maju yang berbeda, seperti ditunjukkan pada .
Prinsip kerja LED adalah ketika LED diberi bias maju maka LED akan mengalami medan elektromagnetik sehingga elektron akan rekombinasi dengan hole, rekombinasi ini akan menghasilkan energi dalam bentuk panas dan sebagian lagi dalam bentuk photon, photon inilah yang menyebakan LED memancarkan cahaya seperti ditunjukkan pada Gambar 6.1, proses yang dapat menghasilkan pancaran cahaya ini disebut proses electroluminescence.
59
Gambar 6.1 (a) Proses pembangkitan cahaya pada LED; (b) Simbol skematik Tabel 6.1 Light-Emitting Diodes
Pada saat bahan semikonduktor jenis P dan N digabungkan maka elektron bebas dari bahan tipe N akan akan berdefusi menuju bahan tipe P dan berokombinasi dengan hole pada bahan tipe P. Karena elektron dari bahan tipe N berdifusi ke bahan tipe P, maka akan ada hole di bahan tipe N. Proses rekombinasi ini akan mengakibatkan adanya muatan positif dan negatif pada daerah sekitar sambungan PN, daerah ini yang disebut dengan daerah deplesi (depletion region). Cahaya yang dipancarkan oleh dioda ini adalah hasil dari pelepasan energi oleh elektron saat berpindah dari pita konduksi (conduction band) ke pita valensi (valence band) seperti ditunjukkan pada Gambar 6.2, dimana 1 eV = 1.6 × 10 J.
60
6.4 Tugas Pendahuluan
1) Jelaskan definisi dan cara kerja LED!
2) Sebutkan beberapa aplikasi yang menggunakan komponen LED!
6.5 Prosedur Percobaan
1) Buatlah rangkaian seperti pada Gambar 6.3.
2) Rubahlah sumber tegangan dan lakukanlah pengukuran arus pada saat tegangan LED berada disekitar 0 V, 0.5 V, 1.0 V, 1.5 V, 2.0 V, 2.12 V, dan 2.25 V, tuliskan tegangan LED ( ) dan arus LED ( ) pada Tabel 6.2.
Gambar 6.3 Rangkaian percobaan karakteristik LED
6.6 Data Percobaan
Tabel 6.2 Data karakteristik LED saat bias maju
(V) (mA)
61
62
63
64
7 KARAKTERISTIK KONFIGURASI KOLEKTOR BERSAMA PADA BJT
7.1 Tujuan
1) Mengetahui karakteristik Bipolar Junction Transistor (BJT). 2) Mengetahui daerah oparasi BJT.
7.2 Instrumen Yang Digunakan
1) Power supply 2) Panel percobaan 3) Multimeter 4) Kabel penghubung
7.3 Teori
Selama periode 1904-1947, tabung vakum merupakan piranti elektronik yang sedang berkembang dan diproduksi secara besar-besaran untuk digunakan dalam radio, TV, amplifier, dll. Setelah itu, transistor pertama diperkenalakan oleh Bell Telephone Laboratories. Piranti ini lebih kecil, ringan, tidak butuh daya yang besar, dan dapat bekerja pada tegangan operasi yang rendah, serta beberapa keuntungan lainnya.
7.3.1 Konstruksi Transistor
Transistor merupakan piranti yang terdiri atas tiga lapisan semikonduktor, yaitu dua buah lapisan semikonduktor tipe P dan sebuah lapisan semikonduktor tipe N, atau dua lapisan semikonduktor tipe N dan sebuah lapisan semikonduktor tipe P. Jenis pertama dikenal sebagai transistor tipe pnp, sedangkan yang kedua dikenal dengan transistor tipe npn. Pada saat pembiasan seperti pada Gambar 7.1 terminal yang terhubung ke bahan semikonduktor tersebut dikenal dengan E untuk emitor, C untuk kolektor, dan B untuk basis.
(a) (b)
65
7.3.2 Operasi Transistor
Dasar operasi dari transistor akan dijelaskan dengan menggunakan transistor tipe pnp. Pada Gambar 7.2a transistor pnp diberi bias maju pada terminal emitor-basis tapi pada terminal basis-kolektor tidak diberi bias. Daerah deplesi mengecil karena dibias maju, sehingga terjadi aliran arus pembawa (majority carriers) yang besar dari lapisan tipe P ke lapisan tipe N. Jika bias pada emitor-basis dihilangkan dan dipasang pada emitor-basis-kolektor secara mundur (reverse bias) seperti pada Gambar 7.2b, maka arus pembawa mayoritas akan hilang dan yang ada hanyalah arus pembawa minoritas (minority carriers) atau disebut leakage current dan dinotasikan dengan .
Gambar 7.2 Prategangan pada transistor: (a) bias maju; (b) bias mundur
Sementara itu, jika kedua tegangan bias dipasang seperti pada Gambar 7.3, maka semua arus pembawa baik pembawa mayoritas maupun minoritas akan muncul dan melintasi daerah persambungan (junction) dari transistor.
Gambar 7.3 Aliran arus pembawa mayoritas dan minoritas
Karena lapisan tipe N sangat kecil dan mempunyai konduktivitas rendah, sehingga hanya akan ada sebagian kecil arus pembawa mayoritas yang keluar melewati terminal basis (kebanyakan dalam orde mikroamper atau nanoamper). Sebagaian besar arus pembawa mayoritas akan langsung terdifusi melewati junction yang terbias reverse ke dalam material tipe P yang terhubung ke terminal kolektor.
Jika transistor pada Gambar 7.3 dianggap sebagai titik, maka dengan hukum Kirchhoff arus dapat diperoleh
66
= + (7.1)
Bagaimanapun juga ada sebagian kecil arus pembawa minoritas yang melewati kolektor, maka total arus kolektor didapat dengan persamaan sebagai berikut
= + (7.2)
7.3.3 Konfigurasi Common-Base
Pada konfigurasi common-base (CB), basis dari transistor terhubung dengan gound dari input dan outputnya. Umunya, pada transistor npn, input berada pada emitor, sedangkan outputnya pada kolektor, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7.4.
(a) (b)
Gambar 7.4 Notasi dan simbol pada common-base: (a) transistor pnp; (b) transistor npn Karakteristik input yang menggambarkan hubungan antara arus input ( ) dengan tegangan input ( ) untuk tegangan output ( ) yang bervariasi dapat digambarkan sebagai berikut
67
Gambar 7.5 Karakteristik input amplifier konfigurasi CB
Sementara karakteristik output yang menjelaskan hubungan antara arus output ( ) dengan tegangan output ( ) terhadap arus input ( ) yang bervariasi dilihatkan pada Gambar 7.6. Karakteristik ouput memiliki tiga daerah yang dikenal sebagai daerah kerja, yaitu terlihat pada Gambar 7.6: daerah aktif, saturasi, dan cutoff.
Pada daerah aktif, sambungan basis-emitor diberi bias maju, dan sambungan kolektor-basis diberi bias mundur. Pada bagian paling bawah pada daerah aktif, arus emitor ( ) samadengan nol. Dan arus kolektor ( ) akan dalam keadaan saturasi mundur ( ) seperti ditunjukkan pada Gambar 7.7. Arus (mikroamper atau nanoamper) sangat kecil jika dibandingkan dengan arus (miliamper) maka dari itu arus sangat mendekati dengan arus = 0. Penulisan notasi arus kolektor saat arus emitor samadengan nol dapat dituliskan atau .
68
Gambar 7.7 Arus saturasi mundur
Pada Gambar 7.6 dapat diambil persamaan pendekatan dari hubungan antara dan pada daerah aktif adalah
≅ (7.3)
Pada daerah cutoff, kolektor-basis dan basis-emitor diberi bias mundur, sementara pada daerah saturasi, kolektor-basis dan basis-emitor diberi bias maju. Jika transistor dalam keadaan “on”, maka tegangan antara basis dan emitor ( ) diasumsikan sebagai berikut
≅ 0.7 V (7.4)
Alpha (α)
Pada mode dc, dan mempunyai hubungan yang disebut dengan alpha dan didefinisikan dengan persamaan sebagai berikut
= (7.5)
Pada kebanyakan divais memilik alpha diantara 0.9 – 0.998. Sejak α telah didefinisikan, maka Persamaan (7.2) akan menjadi
= + (7.6)
Sedangkan untuk alpha dalam mode ac didefinisikan sebagai berikut =∆
∆ (7.7)
7.3.4 Konfigurasi Common-Emitter
Konfigurasi transistor yang paling sering digunakan dalam rangkaian adalah konfigurasi common-emitter (CE). Pada konfigurasi common-emitter, bagian input berada pada rangkaian basis-emitor sedangkan output pada rangkaian kolektor-emitor, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7.8.
69
Gambar 7.8 Notasi dan simbol pada common-emitter: (a) transistor npn; (b) transistor pnp Dalam daerah aktif pada konfigurasi common-emitter yang terlihat dalam Gambar 7.9, sambungan basis-emitor diberi bias maju, sedangkan pada sambungan kolektor-basis diberi bias mundur. Karakteritik kolektor pada konfigurasi common-emitter yang terlihat pada Gambar 7.9, saat arus input ( ) samadengan nol, arus output ( ) tidak samadengan nol. Berbeda dengan konfigurasi common-base, saat arus masuk ( ) samadengan nol, arus outputnya samadengan arus saturasi mundur ( ) yang hampir mendekati nol.
Perbedaan karakteristik kolektor antara konfigurasi common-base dan common-emitter dapat dicari dengan menggunakan Persamaan (7.2) dan (7.6). Mensubstitusikan Persamaan (7.2) ke dalam Persamaan (7.6) akan menjadi seperti berikut
= ( + ) + Menyelesaikan akan menghasilkan
=
1 − +1 − (7.8)
Untuk amplifier linier (distorsinya kecil), arus kolektor saat cutoff pada konfigurasi common-emitter akan didefinisikan sebagai berikut: = . Saat arus basis ( ) samadengan nol, arus kolektornya ( = ) adalah
=
70
Gambar 7.9 Karakteristik common-emitter: (a) kolektor; (b) basis
Gambar 7.10 Kondisi rankaian saat saat arus basis samadengan nol
Beta ( )
Dalam mode dc, hubungan antara dan disebut dengan beta dan dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut
= (7.10)
Sedangkan pada mode ac, persamaannya adalah =∆
∆ (7.11)
Untuk analis, subscript dc atau ac tidak akan dimasukkan ke beta atau alpha. Hubungan antara beta dan alpha dapat dibuat menggunakan Persamaan (7.1). Menggunakan = ⁄ akan mendapatkan = ⁄ , dan dari = ⁄ akan mendapatkan = ⁄ , mensubtitusikan ke Persamaan (7.1) akan menghasilkan
= +
Kemudian membagi kedua sisi dengan akan menghasilkan 1