• Tidak ada hasil yang ditemukan

USULAN SKRIPSI PERBANDINGAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA TERNAK PUYUH DI BERBAH

N/A
N/A
handa rahmad

Academic year: 2023

Membagikan "USULAN SKRIPSI PERBANDINGAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA TERNAK PUYUH DI BERBAH"

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

USULAN SKRIPSI

PERBANDINGAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA

TERNAK PUYUH DI BERBAH

Oleh:

Ester Yuliana 2018010130

Agribisnis

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA YOGYAKARTA

2023

(2)

PERBANDINGAN KEPADATAN KANDANG TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA

TERNAK PUYUH DI BERBAH

Oleh:

Ester Yuliana 2018010130

Agribisnis

telah disetujui oleh:

Menyetujui, Tanggal Tanda tangan

1. Dr. Ir. Yuniata, M.P.

(0009066201) 2. Ir. Ari Astuti, M.S.

(0517115803)

Yogyakarta, 2023 Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Dr. Ir. Yacobus Sunaryo, M.Sc.

NIDN. 0014075002

(3)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah salah satunya sumber daya alam hasil peternakan. Peternakan merupakan salah satu sektor yang berpengaruh dalam pembangunan pertanian Indonesia yang memiliki peluang yang sangat besar untuk mempercepat pembangunan perekonomian. Hal ini didukung dalam Peraturan Pemerintah nomor 6 pasal 1 ayat 1 tahun 2013 menyatakan bahwa, pemberdayaan peternakan adalah segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten atau kota, dan pemangku kepentingan dibidang peternakan dan kesehatan hewan untuk meningkatkan kemandirian, memberi kemudahan dan kemajuan usaha serta meningkatkan kesejahteraan peternak.

Subsektor peternakan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia. Salah satu ternak unggas yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat serta berpotensi untuk dikembangkan adalah usaha ternak puyuh. Puyuh merupakan salah satu jenis unggas yang dapat berproduksi dengan waktu cepat yaitu 40 hari sudah bertelur. Puyuh mampu menghasilkan telur mencapai sekitar 200-300 butir dalam satu tahun produksi (Ali et al., 2019).

Menurut data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (2022), bahwa produksi telur puyuh di Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 2.700 ton. Sedangkan pada Kabupaten Sleman sebanyak 1.037 ton. Pada ternak puyuh bukan hanya

(4)

telurnya saja yang bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat tetapi juga dagingnya.

Selain keunggulan produksinya yang cepat, untuk melakukan usaha ternak puyuh juga tidak terlalu membutuhkan lahan yang luas, usaha ini dapat dilakukan di pekarangan rumah. Skala usaha ternak puyuh terbagi menjadi, skala rumah tangga , usaha skala menengah hingga usaha skala besar. Salah satu permasalahan dalam sistem perkandangan adalah kepadatan kandang, kepadatan kandang yang tinggi lebih menghasilkan ekonomis yang murah tetapi kepadatan kandang yang tinggi juga bisa menyebabkan kenaikan temperatur di dalam kandang, sedangkan pada tingkat kepadatan kandang yang rendah konsumsi pakan akan meningkat, produksi telur menurun, dan pertumbuhan ternak menurun karena terjadi pembuangan energi. (Gubali et al., 2021).

Dalam Alaransi et al.,(2016) bahwa kandang berdampak langsung terhadap produktivitas serta jumlah telur puyuh. Ukuran kandang wajib membuat puyuh jadi nyaman untuk melakukan kegiatan, termasuk aktivitas penteluran. Jika produksi telur puyuh menurun maka akan mempengaruhi pendapatan pada usaha ternak puyuh. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang keterkaitan antara “Perbandingan Kepadatan Kandang Terhadap Produksi dan Pendapatan Usaha Ternak Puyuh di Berbah”.

(5)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana produksi telur puyuh pada kepadatan kandang yang berbeda?

2. Bagaimana pendapatan usaha ternak puyuh pada kepadatan kandang yang berbeda?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui hasil produksi telur puyuh pada kepadatan kandang yang berbeda

2. Untuk mengetahui hasil pendapatan usaha ternak puyuh pada kepadatan kandang yang berbeda

(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori

1. Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica)

Puyuh adalah salah satu unggas yang sangat banyak ditemukan oleh masyarakat Indonesia, cara pemeliharaan yang mudah dan cepat dalam berproduksi dapat dijadikan sebagai sumber mata pencaharian. Burung puyuh memiliki keunggulan mampu berproduksi dalam usia muda, siklus reproduksi singkat, tidak membutuhkan permodalan yang besar, mudah untuk pemeliharaannya, dapat dipelihara dalam jumlah besar. Biaya pakan puyuh sangat tinggi yaitu mencapai 70% dari total biaya produksi ternak puyuh.

Puyuh adalah jenis burung yang tidak dapat terbang, memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, berkaki pendek dan dapat diadu (Akbar et al., 2016).

Burung puyuh juga sering disebut dengan “Gemak” (dalam bahasa jawa). Adapun dalam bahasa asing disebut “Quail”, yang merupakan bangsa burung liar yang pertama kali diternakan di Amerika Serikat pada tahun 1870. Burung puyuh di Indonesia mulai dikenal dan diternak sejak akhir tahun 1979 (Sari, 2009). Burung puyuh yang banyak dikembangkan di Indonesia yaitu puyuh petelur jenis Coturnix-coturnix Japonica dengan klasifikasi ilmiah(systematic zoology) sebagai berikut:

(7)

Tabel 1. Klasifikasi Burung Puyuh.

Kingdom Animalia

Filum Chordata

Kelas Aves

Ordo Galliformes

Sub Ordo Phasianidae

Sub Famili Perdicinae

Genus Coturnix

Species Coturnix-coturnix Japonica [CITATION HSW14 \l 1033 ]

a. Jenis- Jenis Burung Puyuh

Burung puyuh memiliki banyak jenis yang tersebar diseluruh dunia, salah satunya Indonesia. Namun tidak semua jenis burung puyuh dapat dimanfaatkan sebagai penghasil pangan. Di Indonesia salah satu jenis puyuh yang dapat diproduksi telurnya adalah jenis burung puyuh Coturnix cotunix japonica. Menurut (Listiyowati, 2009) mengemukakan beberapa jenis burung puyuh yang dapat di pelihara sebagai penghasil telur dan dapat dimanfaatkan dagingnya dan dijadikan sebagai puyuh hias, yaitu:

1) Coturnix coturnix japonica

Jenis burung puyuh ini mampu menghasilkan telur sebanyak 250-300 butir per ekor selama setahun, bobot telurnya rata-rata 10 gram/butir dari 7-8% dari bobot badannya, burung puyuh betina mulai bertelur pada umur 35 hari.

Puyuh ini memiliki kelebihan, yaitu suaranya yang cukup keras dan agak berirama karena dahulu jenis ini di pelihara sebagai song birds (birds

(8)

kelangenan) (Listiyowati dan Roospitasari, 2007).

Warna kerabang telur bervariasi dari cokelat tua, biru, putih dengan bercak- bercak hitam. Ciri khas perbedaan jantan dan betina terdapat pada warna, suara, dan berat tubuhnya. Burung puyuh betina memiliki warna yang lebih terang dan terdapat totol-totol cokelat tua pada bagian bulu leher dan dada bagian atas sedangkan puyuh jantan lebih besar dibandingkan puyuh betina, bobot badan puyuh betina lebih berat sekitar 143 gram/ekor daripada puyuh janta sekitar 117 gram/ekor.

2) Tunix Sylvatica

Puyuh ini mempunyai badan yang mungil dengan panjang sekitar 15 cm, jumlah telur puyuh ini mencapai sekitar 4 butir. Biasanya ditemukan di semak-semak atau tanah lapang terbuka. Makanan dari jenis puyuh ini hanya biji-bijian atau rumput-rumputan. Puyuh jantan membuat sarang, sementara puyuh betina aktif bermain-main, dan uniknya telur ini dierami oleh puyuh jantan sekitar 18-19 hari sampai dengan menetas.

3) Puyuh Mahkota

Jenis puyuh ini memiliki badan yang bulat dengan panjang mencapai 25 cm. Puyuh ini termasuk famili Phasianidae dan ordo Galliformes. Jenis puyuh ini memakan biji-bijian, serangga atau binatang kecil dan buah-buahan. Puyuh betina bersarang diatas tanah dan memiliki telur yang berwarna putih kekuning kuningan.

4) Arborophia brueopectus (bar backed partridge)

(9)

Jenis puyuh ini memiliki panjang tubuh hanya sekitar 11 cm. Ciri puyuh ini yaitu tenggorokan sampai dada bagian depan bergaris-garis hitam, bagian dada diatas skapula ditandai warna hitam, bagian dadanya tidak bewarna hitam, pinggul berwarna putih, alis bewarna abu-abu, kaki kuning sampai merah muda, dan suaranya peluit.

5) Callipepla squamata (scaled quail)

Jenis puyuh ini dikategorikan sebagai puyuh yang memiliki ukuran besar, panjangnya mencapai 25-30 cm. Puyuh ini termasuk famili Phasianidae dan ordo Galliformes. Puyuh ini mampu menghasilkan telur sebanyak 9-16 butir. Telurnya dierami selama 21 hari. Puyuh ini memakan sayuran, biji- bijian, dan 30 % berupa jenis serangga.

6) Coturnix chinensis (Blue brested Quail)

Jenis puyuh ini memiliki tubuh yang mungil, dengan panjang sekitar 15 cm. Biasanya terdapat di sekitar sawah yang baru dipanen., alang-alang, semak-semak atau lahan pertanian yang belum ditanami. Makanan jenis puyuh ini adalah serangga dan biji-bijian.

7) Arborophila orientalis (Grey bellied partridge)

Jenis puyuh ini memiliki ukuran tubuh yang medium dengan panjang 25 cm. Puyuh jenis ini memiliki hidup berpasangan atau berkelompok kecil di hutan atau padang rumput. Makanan puyuh ini adalah buah-buahan, serangga dan biji- bijian puyuh jenis ini mampu bertelur sekitar 2-4 butir.

8) Puyuh Albino

(10)

Jenis puyuh albino merupakan keturunan puyuh yang biasa dipelihara orang (Coturnix japonica), tetapi berasal dari gen resesif. Bulu puyuh albino mempunyai warna yang lain yaitu putih bersih dan mata merah menyala.

Tetapi, dibalik keunikannya puyuh albino mempunyai kelemahan pada matanya, karena matanya yang merah tersebut dapat tampak tembus pandang apabila ada cahaya yang menyorotinya, akibatnya pandangannya kurang awas dan sulit saat melakukan aktivitas seperti makan dan minum. Produksi telur puyuh albino ini tidak jauh berbeda dari puyuh biasa.

9) Collinus Virgianus (Bob white)

Puyuh dengan nama Collinus Virgianus mempunyai ukuran tubuh sedang, dengan panjang sekitar 25 cm terlihat gemuk pendek. Unggas ini dapat ditemukan dilahan yang telah ditanami atau padang rumput bersemak.

Puyuh ini mampu bertelur sebanyak 12-20 butir. Warna bulunya cokelat gelap dan ditandai lurik-lurik putih dibagian dada.

10)Turnix Succiator (Barred button quail)

Puyuh jenis ini mempunyai ukuran tubuh termasuk kecil, dengan panjang sekitar 16 cm. Puyuh ini dapat kita temukan di rerumputan dan habitat terbuka, baik sendiri atau berpasangan. Memiliki ciri yaitu kuning pucat dengan bintik cokelat abu dan hitam. Makanan puyuh ini merupakan daun- daunan, serangga, dan biji-bijian. Puncak bertelur pada bulan april sampai bulan juli, dengan telur sebanyak 3-4 butir.

11)Laphortix gambelli (Gambels quail)

(11)

Jenis puyuh ini memiliki tubuh yang gemuk namun pendek, dan mempunyai kaki yang cukup kuat. Ukuran tubuhnya sekitar 25-28 cm.

Terdapat di semak-semak dan tandus namun hanya terdapat di Amerika Utara.

Biji-bijian serta buah-buahan serta pucuk daun merupakan makanan dari puyuh jenis ini. Puyuh betina hanya mampu bertelur sekitar 9-14 butir dan telur tersebut dapat dierami sekitar 21-24 hari di dalam sarang. Ciri khas puyuh ini adalah bagian depan kepalanya terdapat bulu panjang yang meyerupai jambul seorang mayorette.

b. Fase Pertumbuhan Puyuh (Coturnix-coturnix Japonica )

Tahap pertumbuhan pada masa pemeliharaan burung puyuh petelur dapat dibedakan menjadi tiga fase, yaitu: fase starter, fase grower, dan fase layer.

1. Fase Starter

Fase starter puyuh adalah umur 0-3 minggu, berat puyuh sekitar 7- 10g/ekor dan memiliki bulu yang halus. Anak burung puyuh yang sehat memiliki gerakan yang lincah dan aktif mencari makan atau minum, warna bulu kuning, dan memiliki besar yang seragam (Wheindrata, 2014).

Kandang untuk Day Old Quail (DOQ) ini diperlukan kandang yang khusus dari mulai umur 1-3 minggu. Pada fase ini, DOQ membutuhkan perlakuan khusus karena kondisi tubuhnya masih sangat lemah dan fisiologis tubuhnya belum optimal. Puyuh masih sangat rentan terhadap udara dingin, sehingga kandang DOQ perlu dilengkapi pemanas (brooder).

(12)

2. Fase Grower

Fase grower puyuh adalah umur 3-6 minggu, pada umur ini dapat dilakukan proses pemisahan antara puyuh jantan dan betina. Cara membedakan jenis kelamin puyuh yang paling mudah adalah melihat warna pada bulu dada puyuh. Burung puyuh betina terdapat bintik-bintik berwarna hitam, sedangkan pada burung puyuh jantan memiliki bulu dada berwarna polos. Selain itu pada puyuh betina memiliki kloaka berupa garis lurus sedangkan pada puyuh jantan terdapat benjolan berupa titik berbentuk bulat atau lonjong dan jika ditekan mengeluarkan cairan putih kental berupa sperma (Wheindrata, 2014).

Tabel 3. Kandungan Nutrisi Burung Puyuh Fase Grower

No Parameter Satuan Starter

1. Kadar Air (Maks) % 14,0

2. Protein Kasar (Min) % 20,0

3. Lemak Kasar (Maks) % 7,0

4. Serat Kasar (Maks) % 7,0

5. Abu (Maks) % 8,0

6. Kalsium (Ca) % 0,90–1,20

7. Fosfor (P) total % 0,60–1,00

8. Fosfor tersedia (Min) % 0,40

9. Energi Metabolisme (Min) Kkal/kg 2800 10. Total Aflatoksin (Maks) μg/kg 40,0 11. Asam amino: (Min)

- Listin % 0,80

- Metionin % 0,35

- Metionin + Sistin % 0,50

3. Fase layer

Burung puyuh yang sudah sudah memasuki fase layer sistem

(13)

pemeliharaan puyuh tersebut dipindah ke kandang produksi, pada umur 42 hari burung puyuh dapat mencapai berat badan sekitar 120 g/ekor. Puyuh mulai bertelur pertama pada umur kurang lebih 6 minggu, produksi telur burung puyuh pada masa awal bertelur berkisar antara 40–60% dan terus meningkat setiap minggu hingga mencapai puncak pada umur sekitar 20 minggu dengan produksi mencapai 90%. Selama satu periode usaha 18 bulan, produksi telur rata-rata seekor puyuh betina 78–85%. Puyuh mencapai puncak produksi 98% pada umur 2,5–6 bulan, setelah mencapai puncak produksi dalam waktu relative singkat produksi telur akan menurun secara perlahan hingga puyuh diafkir(Kaselung et al., 2014).

Tabel 4. Kandungan Nutrisi Burung Puyuh Fase Layer

No Parameter Satuan Starter

1. Kadar Air (Maks) % 14,0

2. Protein Kasar (Min) % 20-22

3. Lemak Kasar (Maks) % 7,0

4. Serat Kasar (Maks) % 7,0

5. Abu (Maks) % 14,0

6. Kalsium (Ca) % 2,50-3,50

7. Fosfor (P) total % 0,6-1,00

8. Fosfor tersedia (Min) % 0,4

9. Energi Metabolisme (Min) Kkal/kg 2800 10. Total Aflatoksin (Maks) μg/kg 40,0 11. Asam amino: (Min)

- Listin % 0,90

- Metionin % 0,40

- Metionin + Sistin % 0,60

Sumber :[ CITATION Lok17 \l 1033 ] c. Kebutuhan Nutrisi dan Pakan Burung Puyuh

Nutrisi makro dan mikro dalam pakan berpengaruh terhadap performa dan produksi burung puyuh, karena setelah kebutuhan hidup pokok terpenuhi

(14)

nutrisi akan digunakan sebagai cadangan untuk produksi telur. Nutrisi penting bagi pertumbuhan dan proses reproduksi ternak. Kecukupan nutrisi makro, harus disertai pula dengan terpenuhinya akan kebutuhan nutrisi mikro, untuk meningkatkan proses metabolisme dalam tubuh ( Sudrajat et al., 2014).

Pakan adalah makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diberi pada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi dan berkembang biak hal ini didukung dalam (Undang undang peternakan dan kesehatan hewan RI nomor 18 tahun 2009).

Pakan adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan produktivitas secara optimal, oleh karena itu kuantitas dan kualitas pakan hendaknya selalu diperhatikan (Anggitasari et al., 2016).

Disamping itu, perlu adanya manajemen pakan dimana dalam hal ini memperhatikan jenis pakan yang diberikan. Jumlah pakan yang diberikan sesuai kebutuhan dalam pemeliharaan puyuh agar menghasilkan telur puyuh yang berkualitas.

Pakan komersial adalah pakan jadi buatan pabrik yang telah diedarkan ke masyarakat. Pakan komersial telah menjadi pakan ternak yang paling banyak digunakan oleh peternak. Keunggulan dari pakan komersial ini adalah praktis karena peternak tidak perlu meransum pakan sendiri dan pakan komersial selalu tersedia di pasar [ CITATION Saf21 \l 1033 ]

1. Kebutuhan Pakan Puyuh Gram/Ekor Tabel 2. Kebutuhan Pakan Puyuh

(15)

Umur Burung Puyuh Konsumsi Pakan Per gram/hari

1 Hari – 1 Minggu 4

1 Minggu – 2 Minggu 4

2 Minggu – 4 Minggu 8

4 Minggu – 5 Minggu 13

5 Minggu – 6 Minggu 15-17

6 Minggu – Afkir 19-22

Sumber : ( Listiyowati, 2000).

2. Kepadatan Kandang

Produksi maksimal dapat berkembang secara optimal jika pengelolaan pemeliharaan burung puyuh baik. Beberapa faktor yang mendorong peningkatan hasil burung puyuh adalah faktor genetik dan lingkungan. Hal genetik berperan dalam menjaga mutu hasil telur, sedangkan faktor lingkungan adalah pola makan, perumahan, intensitas cahya, suhu dan kelembaban. Salah satu sistem lainnya adalah sistem perumahan. Kandang berukuran sedang dengan panjang 100 cm, lebar 45 cm, dan tinggi 27 cm dapat menampung 20-25 ekor puyuh dewasa (Peraturan Menteri Pertanian,2008).

Kepadatan kandang juga kemungkinan mempunyai jatah dalam kandang dalam mempengaruhi perilaku, karena burung puyuh merupakan hewan yang memiliki sistem temoregulasi dalam tubuhnya (Choeronisa et al., 2016).

Semakin tinggi penuh, semakin tinggi suhu di kandang, semakin tinggi tekanan panas, tingkat akumulasi amonia dari feses, terjadi persaingan dalam konsumsi pakan sehingga muncul kanibalisme puyuh. Ini menimbulkan sistem termogulasi dan menimbulkan faktor-faktor perubahan perilaku.

Kebalikannnya, kerapatan kandang puyuh yang rendah bisa menimbulkan

(16)

penggunaan ruang yang kurang tepat. Kepadatan kandang yang rendah bisa menimbulkan perkembangan burung puyuh lama akibat menggunakan energi yang terlalu lebih baik kegiatan burung puyuh pada kandang.

3. Produksi Telur Puyuh

Burung puyuh mulai bertelur pada umur 40 hari. Pada permulaan masa bertelur, produksi telurnya sedikit dan akan cepat meningkat sesuai bertambahnya umur. Burung puyuh mampu menghasilkan telur sebanyak 250- 300 butir/ekor/tahun (Muhsaputro et al.,2018). Bobot telur sekitar 10 gram/butir. Telur puyuh memiliki warna coklat tua,biru, putih dengan bintik bintik hitam pada kerabang telur, pigmen kerabang telur berupa oporpirin dan biliverdin. Produksi telur burung puyuh yaitu 57,83% - 60,72% (Maknun et al., 2015).

Produksi telur puyuh bisa mencapai 75-85% dari jumlah ternak burung puyuh betina produktif dengan manajemen pemeliharaan yang dilakukan dengan baik. Burung puyuh yang diusahakan peternak memiliki kelemahan yaitu sensitif terhadap perubahan pakan dan lingkungan. Perubahan lingkungan akan menyebabkan puyuh mengalami stress serta mudah terserang penyakit yang akan berpengaruh terhadap kesehatan puyuh. Perubahan pakan juga mempengaruhi konsumsi pakan puyuh yang mengakibatkan produktivitas telur puyuh menurun (Pangestu et al., 2020).

4. Biaya dan Pendapatan pada usaha ternak puyuh a. Biaya Produksi

(17)

Biaya Produksi adalah nilai dari sejumlah input yang dipakai untuk menghasilkan suatu produk. Biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya produksi merupakan nilai dari semua faktor produksi yang digunakan, baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung (Supriyono, 2015). Kegiatan usaha peternakan terdapat biaya produksi yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari penyusutan bangunan (gudang dan kandang), penyusutan peralatan, sewa tanah, gaji tenaga kerja tetap dan bunga modal. Sedangkan yang termasuk biaya variabel bibit puyuh, biaya pakan, biaya kesehatan ternak, biaya listrik, air dan gaji tenaga kerja. Menurut Soekardano dalam (Soli, 2020) Cost atau biaya suatu usaha yang perlu diperhatikan agar sebelum atau sesudah menjalankan usaha kita dapat mengetahui berapa biaya yang dikeluarkan.

Biaya usaha dapat di bagi dua jenis, yaitu biaya tetap serta biaya yang bisa berubah-ubah dapat dilihat sebagai berikut:

1) Biaya Variabel

Biaya Variabel dalam budidaya burung puyuh meliputi: Pakan, tenaga kerja, kemasan, bibit, vaksin, listrik, air, dan vitamin.

2) Biaya Tetap

Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya tetap atau tidak berubah dalam rentang waktu tertentu, berapapun besarnya penjualan atau produksi perusahaan. Hal ini meliputi budidaya burung puyuh seperti: Kandang, arco, ember, sapu, sekop (Akbar et al.,2016).

Menurut Suratiyah (2015), untuk menghitung besarnya biaya total yang

(18)

diperoleh dengan cara menjumlahkan biaya tetap dengan biaya variabel dengan rumus :

TC = FC + VC Keterangan :

TC = Total cost (Biaya Total) FC = Fixed cost (Biaya tetap) VC = Variable cost (Biaya variabel)

b. Penerimaan Usaha Peternakan Burung Puyuh

Penerimaan adalah suatu hasil yang dikali antara produksi yang diperoleh dengan harga jual sehingga dapat dikatakan bahwa penerimaan sama dengan perolehan dari apa yang dijual (Lumintang, 2013). Penerimaan adalah nilai yang dihasilkan dari suatu penjualan semakin besar jumlah produk yang menghasilkan dan berhasil dijualkan nilai produk total usaha sebab belum dikurangi dengan keseluruhan harga yang dikeluarkan selama produksi berlangsung. Maka penerimaan adalah jumlah hasil produksi dikalikan dengan harga satuan produksi total yang dinilai dalam satuan rupiah, dan dinyatakan dalam satuan rupiah per satu kali proses produksi Rupiah/satu kali proses produksi (Septiawan et al.,2017).

Menurut Suratiyah (2015), secara umum perhitungan penerimaan total adalah perkalian antara jumlah produksi dengan harga jual dan dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

TR = Py . Y Keterangan :

(19)

TR = Total Revenue (Penerimaan Total) Py = Harga produk

Y = Jumlah produksi

c. Pendapatan

Pendapatan dalam usaha peternakan merupakan hasil dari keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi penerimaan dengan biaya yang sudah dikeluarkan selama proses produksi (Tumoka, 2013). Pendapatan adalah penerimaan total dikurangi biaya total. keuntungan ditentukan oleh dua hal, yaitu penerimaan dan biaya. Jika perubahan penerimaan lebih besar dari pada perubahan biaya dari setiap output, maka keuntungan yang diterima akan meningkat. Jika perubahan penerimaan lebih kecil dari pada perubahan biaya, maka keuntungan yang diterima akan menurun. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi besar kecilnya pendapatan yang diterima yaitu skala usaha, tersedianya modal, tingkat harga output, tersedianya tenaga kerja, sarana transportasi dan sistem pemasaran (Faisal, 2015).

Usaha peternakan dikatakan sukses apabila pendapatan yang diperoleh memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1) Cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi termasuk biaya angkutan dan biaya administrasi yang mungkin melekat pada pembelian tersebut.

2) Cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan termasuk pembayaran sewa tanah atau pembayaran dana depresi modal.

3) Cukup untuk membayar tenaga kerja yang dibayar atau bentuk-

(20)

bentuk upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak diupah.

Menurut Suratiyah (2015), pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya total dan dinyatakan dengan rumus :

I = TR–TC Keterangan :

I = Income (Pendapatan)

TR = Total Revenue (Penerimaan Total) TC = Total Cost (Biaya Total)

(21)

D. Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Metode Hasil Penelitian

1. Leniar et al.,

(2020) Pengaruh Kepadatan Kandang Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ternak Puyuh

Rancangan Acak

Lengkap (RAL) Kepadatan kandang berpengaruh terhadap konsumsi puyuh. Puyuh yang

dipelihara pada kepadatan kandang 15 dan 20 ekor

menghasilkan pertambahan bobot badan dan bobot badan akhir paling tinggi. Kepadatan kandang 15 - 20 ekor merupakan kepadatan kandang yang paling

ideal dalam menghasilkan pertumbuhan puyuh yang optimal.

2

Gubali et al.,

(2021) Pertumbuhan Burung Puyuh(Coturnix Coturnix Japonica) Umur 3 Minggu Dengan Perbedaan Kepadatan di Dalam Kandang

Rancangan Acak

Lengkap (RAL) Kepadatan kandang ideal dan sangat baik untuk burung puyuh adalah 11 ekor untuk ukuran kandang 35x30x40 cm.

Peforma pertumbuhan burung puyuh pada umur 3 minggu yang dicapai pada bobot badan, konsumsi pakan dan konversi pakan adalah: 95,52 gram, 12,53 gram,

0,13 gram untuk nilai rataan per ekornya.

3.

Soli, (2021) Analisis Pendapatan Usaha Ternak Burung Puyuh di kelurahan Dendang, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat.

Metode analisis pendekatan kualitatif dan kuantitatif.

Menunjukkan hasil penelitan bahwa biaya tetap yang digunakan dalam proses produksi usaha ternak puyuh dalam setahunnya sebesar Rp 16.075.400, dan biaya variabel sebesar Rp 69.482.700, serta biaya total sebesar Rp 85.558.100,

dan penerimaan sebesar Rp 108.221.250, sedangkan untuk pendapatan diperoleh sebesar Rp. 22.663.150.

(22)

No Peneliti Judul Metode Hasil Penelitian 4

Gustira et al., (2015)

Pengaruh Kepadatan Kandang Terhadap Performa Produksi Ayam Petelur Fase Awal Grower

Metode penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL)

Kepadatan kandang 6, 9, 12, dan 15 ekor m-2 memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum, pertambahan berat tubuh, konversi ransum, keseragaman, dan income over feed cost (IOFC).

2. Kepadatan kandang 6, 9, 12, dan 15 ekor m-2 memberikan pengaruh yang sama baiknya terhadap performa ayam petelur fase awal grower.

5.

Hariadi et al.,

(2014) Pengaruh Kepadatan Kandang Terhadap Konsumsi

Pakan, Pertambah an Bobot Badan, dan Konversi Pakan Pada Ayam Pedaging

Metode penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL)

Kepadatankandang memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan.

Perlakuan dengan kepadatan kandang 28 ekor/m2 menunjukkan hasil terbaik pada peningkatkan penampilan produksi ayam pedaging, baik dari konsumsi pakan, bobot badan, maupun konversi pakan.

(23)

E. Kerangka Berpikir

Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, maka dapat digambarkan kerangka berpikir sebagai berikut :

Sistem perkandangan pada ternak khususnya unggas puyuh sangat penting untuk diperhatikan dalam melakukan usaha pemeliharaan puyuh, kandang sebagai penunjang kehidupan puyuh agar tetap nyaman. Ukuran kandang puyuh tidak boleh terlalu luas dan terlalu rapat, ukuran kandang puyuh harus ideal agar puyuh dapat merasa aman dan tidak stress, agar berdampak baik pula pada aktivitas puyuh dan produksi puyuh yang baik. Jika kandang puyuh terlalu rapat akan menimbulkan sistem termogulasi sehingga muncul kanibalisme puyuh. Sebaliknya jika kandang terlalu luas perkembangan burung puyuh lama akibat menggunakan energi yang terlalu lebih baik

Kepadatan Kandang

Puyuh 20 ekor Puyuh 25 ekor

Produksi Telur Dan Pendapatan Produksi Telur

Dan Pendapatan

Efesiensi kepadatan kanda ng terhadap hasil produksi

dan pendapatan

(24)

kegiatan burung puyuh pada kandang.

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan dugaan sementara dari penelitian. Pada penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Diduga bahwa produksi telur dengan kepadatan 25 ekor lebih banyak dibandingkan dengan produksi telur pada kepadatan 20 ekor.

2. Diduga bahwa pendapatan usaha pada kepadatan 25 ekor lebih banyak dibandingkan dengan pendapatan pada kepadatan 20 ekor.

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan jenis penelitian kuantitatif, instrumen penelitian dalam pengumpulan data untuk menentukan biaya maupun pendapatan usaha ternak puyuh. Kemudian data dianalisis menggunakan statistik.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kandang unggas yang terdapat di Desa Krikilan, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman. Waktu pengambilan data untuk penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 8 November 2021 – 8 Februari 2022. Puyuh yang dipelihara sebanyak 1250 ekor dengan umur 30 hari, kandang yang digunakan adalah kandang sangkar yang telah dilengkapi dengan tempat ransum, dan air minum dengan ukuran 90x50x30cm yang terdiri dari 10 kandang dengan masing-masing 5 frekuensi, kandang pertama berisi puyuh 20 ekor sedangkan kandang kedua berisi puyuh sebanyak 25 ekor. Pakan yang digunakan dalam penelitian adalah pakan komersial atau pakan pabrik.

Pemanenan telur puyuh dilakukan setiap hari dan bobot telur setiap frekuensi ditimbang, sedangkan pemberian pakan dilakukan sehari sekali pada pukul 17.00 WIB.

(26)

C. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini dengan mengambil data burung puyuh dari kandang peternakan burung puyuh di berbah yang dipelihara sebanyak 1250 ekor.

D. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2019) metode pengumpulan data yang digunakan berupa observasi, dan dokumentasi.

1. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara langsung dengan mengamati objek yang akan diteliti, kemudian mencatat data yang diperoleh selama pengamatan yang berkaitan dengan jumlah pendapatan telur puyuh, berat telur puyuh dan jumlah pakan yang digunakan dalam setiap penelitian. Metode observasi ini digunakan pada tahap awal penelitian sampai akhir penelitian.

2. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan salah satu teknik yang digunakan sebagai bentuk pengumpulan data berupa gambar yang dapat menjadi pendukung dalam penelitian. Gambar yang diperoleh yang berkaitan dengan penelitian seperti hasil telur puyuh, pakan yang digunakan, alat dan bahan dalam penelitian serta kegiatan yang dilakukan dalam penelitian pada usaha burung puyuh.

(27)

E. Jenis dan Sumber Data 1. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan peneliti dari tempat penelitiannya yang akan digunakan sebagai kebutuhan peneliti. Sumber data primer ini adalah burung puyuh sebanyak 1.250 ekor puyuh.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data sumber tidak langsung atau yang diperoleh dari dokumen-dokumen, kepustakaan atau data-data yang berbentuk tulisan, buku-buku maupun hasil penelitian yang berbentuk laporan. Data sekunder yang digunakan sebagai gambaran umum untuk melengkapi data yang tidak didapatkan di lapangan untuk mendukung dan memperkuat dalam keperluan analisis penelitian.

F. Metode Analisis Data 1. Analisis Total Biaya Produksi

Analisis total biaya produksi dilakukan untuk menganalisis rumusan masalah pertama sehingga dapat diketahui berapa besar biaya dalam usaha ternak burung puyuh. Total biaya adalah keseluruhan pengeluaran maupun hasil penambahan antara biaya tetap dan biaya variabel selama kegiatan usaha dilakukan atau dijalankan (Ken suratiyah, 2006).

(28)

TC = FC + VC Keterangan :

TC = Total Cost (Biaya Total) FC = Fixed Cost (Biaya Tetap) VC = Variabel Cost (Biaya Variabel)

2. Analisis Total Penerimaan

Penerimaan total adalah perkalian antara jumlah produksi dengan harga jual dan dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

TR = Py . Y Keterangan :

TR = Total Revenue (Penerimaan Total) Py = Harga produk

Y = Jumlah produksi

3. Analisis Pendapatan

Untuk dapat menghitung berapa besarnya pendapatan yang diperoleh yaitu dengan mencari selisih antara total penerimaan dengan biaya total dan dinyatakan dengan rumus berikut:

I = TR – TC Keterangan :

I = Income (Pendapatan)

TR = Total Revenue (Penerimaan Total) TC = Total Cost (Biaya Total)

(29)

4. Pengujian Hipotesis dengan Uji T

Hipotesis dengan menggunakan uji t statistik yang diajukan sebagai berikut: Hipotesis 1: Ho = QA < QB

Ha = QA > QB

Keterangan :

QA = Produksi telur puyuh pada kandang dengan kepadatan 25 ekor QB = Produksi telur puyuh pada kandang dengan kepadatan 20 ekor

Hipotesis 2: Ho = PA < PB Ha = PA > PB

Keterangan :

PA = Pendapatan usaha ternak puyuh pada kandang dengan kepadatan 25 ekor

PB = Pendapatan usaha ternak puyuh pada kandang dengan kepadatan 20 ekor

Kriteria dalam pengambilan keputusan:

a. T hitung > T tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima b. Thitung < T tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak G. Pengukuran Variabel

1. Puyuh adalah unggas yang banyak dibudidayakan di Indonesia, sebagai penghasil telur dan daging yang mencukupi permintaan pasar.

2. Produksi telur puyuh adalah produksi yang dihasilkan semua burung puyuh dalam penelitian.

3. Biaya produksi, ditentukan berdasarkan jumlah biaya yang dikeluarkan

(30)

selama proses produksi berlangsung seperti biaya variabel dan biaya tetap.

4. Biaya Variabel adalah biaya yang mengalami perubahan karena adaya perubahan pada jumlah produksi pada suatu usaha tersebut. Biaya variabel usaha ternak puyuh meliputi : Bibit puyuh, pakan, vaksin, air, listrik dan tenaga kerja.

5. Biaya Tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap dan tidak berubah dalam rentang waktu tertentu berapapun besarnya penjualan atau produksi usaha.

Biaya tetap dalam usaha ternak puyuh meliputi : Kandang, sapu, instalasi air minum, tempat ransum, tempat pakan, timbangan digital.

6. Penerimaan usaha, diperoleh dari hasil penjualan telur, dengan mengalikan jumlah produksi yang dinyatakan dalam rupiah.

7. Pendapatan usaha, diperoleh dari selisih antara total penerimaan usaha telur puyuh (pendapatan kotor) dengan total biaya yang dikeluarkan selama proses produksi.

(31)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

1. Letak Geografis Daerah

Kecamatan Berbah merupakan salah satu Kecamatan dari 14 Kecamatan di Kota Yogyakarta. Berbah beriklim seperti layaknya daerah dataran rendah di daerah tropis. Suhu udara maksimal 35º dan suhu udara minimal 25º. Secara administrasi Kecamatan Berbah berbatasan dengan wilayah sebagai berikut:

Sebelah Timur : Kapanewon Kalasan Sebelah Utara : Kapanewon Prambanan

Sebalah Selatan : Kapanewon Piyungan, Kabupaten Bantul Sebelah Barat : Kapanewon Banguntapan, Kabupaten Bantul

Kecamatan Berbah memiliki luas 22,99 km2 dan terdiri dari 4 desa dan 58 dusun. Bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Berbah

(32)

dan Lanud Adisucipto, bagian timur dengan Kecamatan Prambanan dan Kabupaten Bantul, bagian selatan dengan Kabupaten Bantul, dan bagian barat dengan Kabupaten Bantul. Ada beberapa sungai yang mengalir melalui Kecamatan Berbah.

Di desa Sendangtirto dilalui Sungai Mruwe dan Sungai Kuning. Di Desa Tegaltirto dilalui Sungai Kuning dan Sungai Tepus, Opak, di Desa Jogotirto dilalui Sungai Opak, sedangkan di Desa Kalitirto dilalui Sungai Tepus dan Opak. Berdasarkan pantauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta, hari hujan terbanyak dalam satu bulan selama tahun 2020 adalah 23 hari pada bulan Desember.

Rata-rata curah hujan tertinggi 103 mm.

Kecamatan Berbah memiliki jumlah penduduk sebesar 52.565 jiwa. Penduduk Kecamatan Berbah tersebar merata ke dalam empat desa.

Jumlah kepala keluarga di Kecamatan Berbah sebanyak 15.211 KK.

Berikut data jumlah penduduk Kecamatan Berbah sebanyak 52.565 jiwa.

Penduduk tersebut terbagi menjadi 51,51% (27.074 jiwa) berjenis kelamin perempuan dan sisanya 48,49% (25.4921 jiwa) berjenis kelamin laki-laki.

Desa Sendangtirto menjadi desa dengan jumlah penduduk terbanyak, sedangkan Desa Tegaltirto memiliki jumlah penduduk lebih sedikit.

B. Penduduk Kecamatan Berbah

Keadaan di lapangan sering menunjukan bahwa mata pencaharian penduduk di suatu daerah dimungkinkan dapat dipengaruhi oleh sumber daya yang tersedia dan kondisi sosial ekonomi seperti tingkat pendidikan, jumlah lapangan pekerjaan yang ada, keterampilan dan modal. Penduduk Kecamatan Berbah terdiri dari berbagai profesi. Mulai dari petani, peternak, pengusaha, pedagang, pemilik industri, pegawai negri sipil, ABRI. Sektor pertanian masih menjadi sektor andalan di Kecamatan Berbah. Hal ini terlihat dari tingkat penyerapan tenaga kerja karena mayoritas penduduk bekerja di sektor pertanian.

Tingkat penyerapan dan penyebaran tenaga kerja penduduk

(33)

Kecamtan Berbah. Sektor pertanian masih menjadi sektor unggulan dengan tingkat penyerapan tertinggi apabila dibandingkan dengan sektor lainnya.

Sebanyak 15.188 jiwa (50%) penduduk Kecamatan Berbah berprofesi sebagai petani, sebanyak 8.641 jiwa (28%) berprofesi sebagai peternak dan sisanya terdiri dari berbagai profesi. Petani-petani di Kecamatan Berbah terdiri dari petani pemilik sawah, petani penggarap sawah, dan buruh tani.

Peternak di Kecamatan Berbah membudidayakan berbagai jenis hewan ternak seperti: sapi, kerbau, kambing, ayam, kelinci dan lain-lain.

Banyaknya masyarakat Kecamatan Berbah yang berkerja di sektor pertanian menunjukan bahwa masyarakat Kecamatan Berbah masuk dalam tipe masyarakat pedesaan.

C. Potensi Pertanian Kecamatan Berbah 1. Luas Daerah/ Wilayah Kecamatan Berbah

Daerah Kecamatan Berbah terbagi dalam beberapa bagian, seperti:

tanah sawah, tanah kering, tanah basah, tanah tandus, tanah pasir. Sebagian besar wilayah Kecamatan Berbah dimanfaatkan untuk lahan pertanian (tanah irigasi teknis dan tadah hujan) dan tanah kering (pekarangan, bangunan, tegal dan kebun). Tabel berikut merupakan luas wilayah Kecamatan Berbah. sebagian besar wilayah Kecamatan Berbah dimanfaatkan untuk sektor pertanian. Hal tersebut menunjukan bahwa sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian masyarakat Kecamatan Berbah. Tanah sawah di Kecamatan Berbah berupa tanah sawah irigasi teknis dan tanah tadah hujan.

Tanah sawah di Kecamatan Berbah dimanfaatkan untuk membudidayakan berbagai macam tanaman pangan, hortikultura, dan palawija. Tanah kering dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Berbah untuk tanah bangunan rumah-rumah warga dan sebagian pekarangan untuk budidaya tanaman pekarangan seperti pisang, mangga, tanaman hias dan lain-lain.

(34)

Luas wilayah lain di Kecamatan Berbah selain dimanfaatkan untuk budidaya pertanian juga digunakan untuk sarana fasilitas umum berupa fasilitas olahraga dan tempat pemakaman. Area-area tersebut bertujuan untuk menunjang kehidupan sosial masyarakat Kecamatan Berbah.

Sebagian kecil wilayah di Kecamatan Berbah yang belum termanfaatkan karena struktur tanahnya tadus dan berpasir. Struktur tanah tandus dan berpasir kurang potensial apabila dijadikan areal pertanian atau didirikan sebuah bangunan.

2. Potensi Pertanian Sektor Budidaya Tanaman

Petani di Kecamatan Berbah membudidayakan berbagai macam tanaman, seperti: padi, jagung, kedelai, ubi kayu, kacang tanah, kacang panjang, cabai dan sawi.Tanaman padi memiliki produksi tertinggi dari pada komoditas tanaman lainnya. Namun apabila dilihat produktivitasnya tanaman ubi kayu lebih unggul dari pada komoditas lainnya. Selain tanaman utama tersebut, juga terdapat beberapa tanaman selingan berupa tanaman hortikultura dan palawija. Produksi tanaman hortikultura dan palawija di Kecamatan Berbah tidak begitu besar. Kontur daerah Kecamatan Berbah yang merupakan dataran dan ketersediaan akan air cukup baik membuat Kecamatan Berbah mendukung untuk digunakan sebagai lahan budidaya pertanian. Luasan lahan sawah saat ini sudah dimanfaatkan oleh petani di Kecamatan Berbah untuk budidaya pertanian.

D.Profil Desa Tegaltirto

Tegaltirto adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Berbah, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Berasal dari Penggabungan 3 Kelurahan Lama yaitu: Kelurahan Krikilan, Candirejo dan Tegalsari. Berdasarkan Maklumat Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yang diterbitkan tahun 1946 mengenai Pemerintahan Kelurahan, maka tiga bekas Kelurahan tersebut kemudian digabung menjadi satu desa yang otonom dengan nama Desa Tegaltirto yang ditetapkan

(35)

berdasarkan Maklumat Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 1948 tentang Perubahan Daerah-daerah Kelurahan.

Komoditas peternakan di Desa Tegaltirto terbagi dalam tiga kategori, yaitu: ternak besar, ternak kecil dan ternak unggas. Ternak besar dan ternak kecil mencakup sapi perah, sapi potong, kerbau, kambing, domba dan kelinci. Ternak unggas mencakup hewan-hewan unggas seperti: ayam buras, ayam potong, itik, burung puyuh dan merpati. Tabel dibawah merupakan data populasi ternak besar dan kecil di Desa Tegaltirto.

Selain ternak besar penduduk Kecamatan Berbah juga menbudidayakan ternak unggas. Peternak unggas di Kecamatan Berbah membudidayakan berbagai macam unggas, seperti: ayam buras, ayam potong, itik, puyuh dan merpati. Ayam potong dan ayam buras merupakan ayam yang berbeda jenisnya, tetapi sama-sama diambil dagingnya untuk dikonsumsi. Ayam potong merupakan jenis unggas yang populasinya paling besar. Puyuh merupakan jenis unggas yang populasinya paling sedikit karena hanya penduduk Desa Sendangtirto dan Desa Tegaltirto yang membudidayakan puyuh tercatat 1.200 ekor di tahun 2015 dan terus meningkat hingga 2022 1700 ekor populasi puyuh.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, S., Fauzia, L., & Salmiah. (2015). Analisis Break Even Point (BEP) Usaha Ternak Burung Puyuh. Journal of Agriculture and Agribusiness

Socioeconomics, 1-14.

Ali, L., I, S., Gubali, & Saleh, E. J. (2019). Penampilan Produksi Telur Burung Puyuh Terhadaptingkat Kepadatan Kandang Yang Berbeda. Jambura Journal of Animal Science , Volume 2 No 1:8-12.

Andria, F., Effendi, E., & Maesya, A. (2017). Otomatisasi Mesin Tetas Telur Puyuh Untuk Optimasi Pembibitan,Peningkatan Produksi Dan Pemasaran Bagi Peternak Puyuh. Qardhul Hasan: Media Pengabdian kepada

Masyarakat, Volume 3 Nomor 2,107-121.

Anggitasari, S., Sjofjan, O., & Djunaidi, I. H. (2016). Pengaruh Beberapa Jenis Pakan Komersial Terhadap Kinerja Produksi Kuantitatif Dan Kualitatif Ayam Pedaging. Buletin Peternakan, Vol. 40 (3): 187-196.

Bakrie, B., Manshur, E., & Sukadana, I. M. (2011). Pemberian Berbagai Level Tepung Cangkang Udang ke Dalam Ransum Anak Puyuh Dalam Masa Pertumbuhan(Umur 1–6 Minggu) . Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, Vol. 12(1): 58-68.

Choeronisa, S., Sujana, E., & Widjastuti, T. (2016). Performa Produksi Telur Puyuh (Coturnix Coturnix Japonica) Yang Di Pelihara Pada Flock Size Yang Berbeda. Jurnal Produksi Ternak Terapan(JPTP), 2.

Destia, M., Sudrajat, D., & Dihansih, E. (2017). Pengaruh Rasio Panjang Dan Lebar Kandang Terhadap Produktivitas Burung Puyuh (Coturnix Coturnix Japonica) Periode Produksi. Jurnal Peternakan Nusantara , Volume 3 Nomor 2:57-64.

Ghozali, & Imam. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21 Update PLS Regresi. Semarang: adan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gubali, S. I., Nusi, M., Saleh, J. E., & Pakaya, J. (2021). Pertumbuhan Burung Puyuh (Coturnix Coturnix Japonica) Umur 3 Minggu Dengan Perbedaan Kepadatan Di Dalam Kandang. Journal of Animal Science, Vol 4, No 1:79-87.

Gustira, D. E., Riyanti, & Kurtini, T. (2015). Pengaruh Kepadatan Kandang Terhadap Performa Produksi Ayam Petelur Fase Awal Grower . Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, Vol. 3(1): 87-92.

Hariadi, B. D. (2014). Pengaruh Kepadatan Kandang Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badandan Konversi Pakan Pada Ayam Pedaging.

Journal of Animal Sciences (INJAS) .

Leniar, Fuadi, Z., & Fawwarahly. (2020). Pengaruh Kepadatan Kandang Yang

(37)

Berbeda Terhadap Pertumbuhan Ternak Puyuh. Kandidat, Vol 2, No. 2, 79.

Listiyowati, E., & Roospitasari, K. (2000). tata laksana budidaya secara komersial. Jakarta: Penebar Swadaya.

Listiyowati, E., & Roospitasari, K. (2009). Beternak puyuh secara komersial.

Jakarta: Penebar Swadaya.

Lokapirnasari, W. P. (2017). Nutrisi dan Manajemen Pakan Burung Puyuh.

Surabaya: Airlangga University Press.

Lumintang, F. M. (2013). Analisis Pendapatan Petani Padi Di Desa Teep Kecamatan Langowan Timur. Jurnal EMBA : Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi, Vol. 1 No. 3 : 960-1079.

Muhsaputro, M., Arifin, H. D., & Zulfanita. (2018). Produktivitas Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Pengaruh Suplementasi Tepung Daun Mengkudu (Morindacitrifolia L.) Pada Pakan Komersial. Jurnal Surya Agritama, Volume 7 Nomor 2:107-121.

Pakage, S., Hartono, B., Fanani, Z., Nugroho, B. A., & Iyai, D. A. (2018).

Analisis Struktur Biaya dan Pendapatan Usaha Peternakan Ayam Pedaging dengan Menggunakan Closed House System dan Open House System.

Jurnal Peternakan Indonesia, Vol. 20 (3): 193-200.

Safriska, & Hamdani. (2021). Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Telur Puyuh Di Gampong Geunteng Kecamatan Meurah Dua Kabupaten Pidie Jaya. Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis, 1741.

Sandi, S., Destiarni, M., & Asmak. (2018). Manajemen Pakan Ternak Sapi Potong di Peternakan Rakyat di Desa Sejaro Sakti Kecamatan Indralaya

Kabupaten Ogan Ilir. Jurnal of Animal Science, Vol. 7, No. 1 : 21-29.

Septiawan, Rochdiani, D., & Yusuf, M. N. (2017). Analisis Biaya, Penerimaan, Pendapatan Dan R/C Pada Agroindustri Gula Aren (Suatu Kasus di Desa Sidamulih Kecamatan Pamarican Kabupaten Ciamis). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Agroinfo Galuh, Vol 3, No 3 : 360-365.

Soli, M. (2021). Analisis Pendapatan Usaha Ternak Burung Puyuh di Kelurahan Dendang, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat. Jurnal Ilmiah

Mahasiswa Pertanian, Vol 1 Nomor 3 : 1-11.

Subekti, E. (2009). Ketahanan Pakan Ternak Indonesia. Jurnal Ilmu – ilmu Pertanian, Vol 5. No 2 : 63-71.

Subekti, E., & Hastuti, D. (2013). Budidaya Puyuh (Cortunix Cortunix Japonica) di Pekarangan Sebagai Sumber Protein Hewani dan Penambahan Income Keluarga. Jurnal Ilmu Ilmu Pertanian, Vol 9, No 1 : 1-10.

Subekti, E., & Hastuti, D. (2013). Budidaya Puyuh (Coturnix Coturnix Japonica ) Di Pekarangan Sebagai Sumber Protein Hewani. Jurnal Ilmu-ilmu

(38)

Pertanian , Vol 9, No 1 :1-10.

Sudrajat , D., Dihansih, E., Kardaya, D., & Puteri, S. (2014). Performa Produksi Telur Burung Puyuh yang Diberi Ransum Mengandung Kromium Organik. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, Vol. 19 No. 4:257-262.

Wheindrata, H. (2014). Panduan lengkap beternak burung puyuh petelur.

Yogyakarta: Lily Publisher.

Referensi

Dokumen terkait

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dengan

Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara lengsung terhadap objek penelitian kemudian mencatat fejala- gejala yang ditemukan si lapangan untuk

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh dengan cara melakukan pengamatan langsung terhadap sumber data yang akan dianalisis. Ciri yang spesifik dari

Teknik observasi langsung adalah suatu metode pengumpulan data secara langsung dimana peneliti atau pembantu peneliti langsung mengamati gejala-gejala yang diteliti

Observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan terhadap objek-objek yang diteliti serta melakukan pencatatan terhadap berbagai

a) Observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan terhadap objek-objek yang diteliti serta melakukan pencatatan terhadap

Observasi (Pengamatan Langsung) adalah pengumpulan data dengan cara melihat langsung, mendengar, dan mengamati obyek penelitian dan sekaligus untuk mengevaluasi data-data

SIAR IV 2023 : SEMINAR ILMIAH ARSITEKTUR | 403 Teknik Pengumpulan Data Observasi Penulis melakukan pengamatan langsung ke objek yang akan diteliti untuk mengetahui perilaku yang