• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL SKRIPSI AGUS SUSANTO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROPOSAL SKRIPSI AGUS SUSANTO."

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kegiatan perekonomian dalam kehidupan masyarakat bertujuan untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat dan anggotanya, selain itu berfungsi untuk mendayagunakan lingkungan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Manusia terlahir sebagai makhluk sosial, yang mana dalam kehidupannya mereka akan berinteraksi antara satu orang dengan orang lain. Salah satu tujuan dari adanya interaksi itu adalah untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pihak. Sehingga seseorang harus berusaha dan berbuat untuk memenuhi kebutuhannya. Kaitanya dengan interaksi dalam tujuan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut salah satu pekerjaan yang dilakukan seseorang adalah bekerja menjadi Pedagang Kaki Lima (PKL). Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah “kegiatan ekonomi rakyat, yang mana digunakan untuk menyebut seseorang (pedagang) yang berjualan barang ataupun makanan di emperan toko, trotoar dengan menggunakan alat dagang lapak ataupun gerobak beroda”1.

Di Indonesia hampir di setiap daerah dapat menjumpai Pedagang Kaki Lima (PKL), baik Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berada di emperan toko maupun trotoar. Kebanyakan Pedagang Kaki Lima (PKL) memilih berjualan di tempat keramaian, seperti di pasar, stasiun bus dan kereta, atau halte-halte dan

1

(2)

tempat wisata. Ada juga yang memakai lapak dengan bahan kayu, triplek, terpal, dan sebagainya, ada juga yang memakai gerobak beroda, gerobak dorong, pikulan atau gendongan.

Pada umumnya Pedagang kaki Lima (PKL) menjajakan berbagai macam dagangan, mulai dari jajanan pasar, kuliner (makanan), barang-barang bekas seperti sepatu, perkakas, dan barang-barang lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat. Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan hal yang penting karena memainkan peran yang vital dalam dunia usaha dalam mendorong pertumbuhan ekonomi seseorang terutama bagi golongan menengah ke bawah. Banyaknya orang yang memilih menjadi Pedagang Kaki Lima (PKL). Hal ini juga disebabkan oleh karena kesulitan ekonomi, sempitnya lapangan pekerjaan dan urbanisasi.

Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) banyak dianggap mengganggu lalu lintas karena berada di pinggir jalan atau trotoar. Mereka dianggap penyebab kemacetan dan kekotoran, walaupun di sisi lain Pedagang Kaki Lima (PKL) banyak dikunjungi orang karena harga yang ditawarkan relatif murah. Guna menindak lanjuti PKL, Satpol PP sebagai aparat penegak peraturan daerah berhak menangani Pedagang Kaki Lima (PKL) yang melanggar peraturan daerah.

(3)

Perda ini antara lain mengatur tentang lokasi yang diizinkan untuk berdagang bagi PKL, hak maupun kewajiban PKL, dan lain-lain.

Pertumbuhan PKL yang semakin banyak dan dalam perkembangannya, keberadaan PKL di wilayah Kabupaten Ngawi telah menggunakan daerah milik jalan atau fasilitas umum dan sering menimbulkan gangguan ketertiban umum, ketentraman masyarakat, kebersihan lingkungan maupun kelancaran lalu lintas sehingga Pemerintah Kabupaten Ngawi melakukan penataan PKL di seluruh wilayah Kabupaten Ngawi. Selain melakukan penataan PKL di seluruh wilayah Kabupaten Ngawi, Pemerintah Kabupaten Ngawi juga melakukan pembinaan. Pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi terhadap PKL di seluruh wilayah Kabupaten Ngawi dilakukan oleh Satpol PP Kabupaten Ngawi. Penataan dan pembinaan yang dilakukan Satpol PP sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. PKL mengartikan penataan dan pembinaan yang dilakukan Satpol PP sebagai penggusuran secara halus sehingga kadang-kadang memicu konflik antara Satpol PP dengan PKL.

(4)

daerah dengan tugas pokok menegakkan peraturan daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, sebagai pelaksana tugas desentralisasi”2.

Desentralisasi sendiri adalah suatu cara pemerintahan dimana sebagian dari kekuasaan mengatur dan mengurus dari Pemerintah Pusat diserahkan kepada kekuasaan-kekuasaan bawahan. “Pada dasarnya setiap daerah mempunyai 2 (dua) macam kekuasaan, yaitu otonomi dan medebewind (memberi kuasa untuk dijalankan)”3. Otonomi ialah “hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya, sedangkan medebewind adalah hak menjalankan peraturan-peraturan dari Pemerintah Pusat atau daerah tingkat atasan berdasarkan perintah pihak atasan itu”4.

Keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja di Kabupaten Ngawi khususnya dalam menjalankan tugasnya diatur di dalam Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Sehubungan dengan permasalahan yang timbul dalam penegakan peraturan daerah tentang penertiban PKL di Kabupaten Ngawi menunjuk aparat yang bertugas untuk menjaga ketentraman dan ketertiban umum serta perlindungan masyarakat dan penegakan peraturan daerah dan keputusan kepala daerah adalah Satuan Polisi Pamong Praja. Polisi Pamong Praja Pemerintah Kabupaten Ngawi dalam

2

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dalam pasal 148 ayat (1).

3

Wojowasito, Kamus Umum Belanda Indonesia, (Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003), h. 80.

4

The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah Di Republik Indonesia,

(5)

peranannya menjaga ketentraman dan ketertiban umum sangatlah membantu, terutama yang berkaitan dengan pembinaan keamanan, penyuluhan, dan penggalangan masyarakat. Sikap Satpol PP dalam menghadapi masyarakat secara umum dapat mengambil sikap dengan tepat dan bijaksana, sehingga tercipta aparat yang ramah dan bersahabat namun tetap tegas dalam bertindak sesuai peraturan yang berlaku, sehingga dapat menciptakan pemerintah yang baik.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengangkat judul “Tinjauan Yuridis Peran Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Menertiban Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima”.

1.2 Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah tersebut, maka saya mengajukan rumusan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah peran Satpol PP Kabupaten Ngawi dalam menertibkan pedagang kaki lima menurut Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima ? b. Apakah kendala yang dihadapi oleh Satpol PP Kabupaten Ngawi dalam

menertibkan pedagang kaki lima menurut Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang penulis buat ini adalah sebagai berikut :

(6)

b. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh Satpol PP Kabupaten Ngawi dalam menertibkan pedagang kaki lima menurut Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.

c. Untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Soerjo Ngawi.

1.4 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian yang penulis buat ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak berikut ini :

a. Diharapkan memberikan sumbangan pemikiran dan landasan teori bagi perkembangan hukum pada umumnya dan dapat memberikan informasi mengenai relokasi pedagang kaki lima di Kabupaten Ngawi sebagai upaya penertiban Pedagang Kaki Lima (PKL) berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.

b. Diharapkan memberikan masukan kepada pemerintah kabupaten ngawi khususnya dinas Dinas Perdagangan dan Pengelolaan Pasar Kabupaten Ngawi, Dinas Koperasi, UMKM dan Perindustrian Kabupaten Ngawi dan Satpol PP dalam mengambil suatu kebijakan yang lebih baik dalam menertibkan pedagang kaki lima.

c. Diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk memberikan tambah kepustakaan khususnya di Fakultas Hukum Universitas Soerjo Ngawi.

(7)

Metode ilmiah atau sering disebut metodologi penelitian adalah ”pengetahuan tentang berbagai cara kerja untuk melakukan suatu penelitian disesuaikan dengan permasalahan yang diteliti.”5. Dengan demikian jelas dan perlu dicatat bahwa metode yang dipilih harus mempertimbangkan kesesuaian dengan obyek ilmu yang sedang diteliti. Metodologi penelitian dijadikan sebagai pedoman bagi peneliti dan sekaligus untuk menentukan cara-cara dalam melakukan langkah-langkah penelitian. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pendekatan masalah, sumber data yang dipergunakan, metode pengumpulan dan pengolahan data, dan juga metode analisis data.

a. Lokasi Penelitian.

Lokasi penelitian adalah Kantor Sat Pol PP Kabupaten Ngawi. b. Pendekatan Masalah.

Pendekatan masalah yang digunakan adalah empiris adalah “penelitian ini berbasis pada ilmu hukum normatif (Peraturan Perundangan), tetapi mengkaji mengenai sistem norma dalam aturan perundangan, namum mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika sistem norma itu bekerja di dalam masyarakat serta perilaku manusia yang terkait dengan lembaga hukum tersebut”6. Penelitian ini menganalisis permasalahan dilakukan dengan cara memadukan bahan-bahan hukum (yang merupakan

5

Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta : PT. Gramedia, 2005), h. 8

6

(8)

data sekunder) dengan data primer yang diperoleh di lapangan yaitu tentang Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.

c. Sumber Data.

Sumber data dalam skripsi ini disusun dengan menggunakan sumber data primer dan sumber data sekunder sebagai berikut :

1) Sumber data primer adalah data yang dikumpulkan atau diperoleh peneliti secara langsung dari sumbernya. Dalam penelitian ini data primer bersumber dari hasil wawancara dengan R. Didik Purwanto selaku Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Ngawi.

2) Sumber data sekunder adalah data yang secara tidak langsung dapat memberikan informasi dan pendukung kepada peneliti dimana data tersebut merupakan hasil kegiatan orang lain, hal ini berarti peneliti tidak mengusahakan sendiri pengumpulannya secara langsung, sumber data sekunder ini antara lain berupa dokumen-dokumen, catatan-catatan, laporan serta arsip yang berada pada Kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Ngawi yang berhubungan dengan fokus penelitian.

d. Teknik Pengumpulan Data.

(9)

Studi Lapangan (Field Research) yaitu dengan mendatangi secara langsung lokasi penelitian dan mengamati kejadian atau keadaan sebenarnya. Ada 2 (dua) macam yaitu observasi dan wawancara sebagai berikut :

a) Observasi adalah pengumpulan data untuk menjawab masalah penelitian dengan cara melakukan pengamatan yakni mengamati gejala yang diteliti secara langsung. “Teknik pengamtan ini memungkinkan peneliti melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya”7. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan terhadap peran Satpol PP Kabupaten Ngawi dalam menertibkan pedagang kaki lima sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.

b) Wawancara adalah ”suatu bentuk komunikasi verbal, jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi”8. Model wawancara yang dipergunakan adalah jenis wawancara yang tidak terstruktur, yaitu wawancara yang daftar pertanyaannya tidak dipersiapkan terlebih dahulu, tetapi dilakukan secara spontan disesuaikan dengan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Wawancara ini dilakukan dengan informan yaitu R. Didik

7

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 174.

8

(10)

Purwanto dengan pertanyaan seputar permasalahan dalam skripsi ini sehingga dapat menjawab perumusan masalah yang telah diajukan di atas.

2) Studi Kepustakaan (Library Research).

Studi Kepustakaan (Library Research) adalah mengumpulkan data sekunder. Penulis mengumpulkan data sekunder dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, karya ilmiah, makalah, artikel, koran, dan bahan kepustakaan lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Selanjutnya data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan data. Hal pengolahan data ini yang dimaksud adalah ”kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data sehingga siap untuk dianalisis”9.

e. Teknik Analisis Data.

Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif yaitu “data yang telah terkumpul dikelompokkan sedemikian rupa, kemudian dihubungkan satu dengan yang lain, sehingga akan terpola suatu kesatuan data yang utuh dan bermakna serta dilakukan penilaian-penilaian kualitatif, sehingga model analisisnya menggunakan model non statistik”10. Analisa data yang dipergunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder, dimana dalam menganalisis/pengolahan data terlebih dahulu diadakan pengorganisasian terhadap data primer yang diperoleh melalui wawancara yang dilakukan

9

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta : Sinar Grafika, 2002), h. 72.

10

(11)

penulis dengan sumber-sumber data sekunder yang diperoleh melalui studi dokumentasi kepustakaan. Sedangkan ditinjau dari metodenya, penelitian ini termasuk penelitian kualitatif. Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan melakukan pengumpulan data berupa kata-kata, gambar-gambar serta informasi verbal atau normatif dan bukan dalam bentuk angka-angka. Data yang terkumpul itulah selanjutnya dibahas, disusun, diuraikan, dan ditafsirkan, serta dikaji permasalahan sehingga diperoleh suatu kesimpulan sebagai upaya pemecahan masalah.

f. Jadwal Penelitian.

No Kegiatan Tanggal Minggu Ke

-1 2 3 4

1 Surat Izin Penelitian Feb 2015 √

2 Pengajuan Judul Skripsi Feb 2015 √

3 Pengajuan Proposal Penelitian Mar 2015 √

4 Pengajuan Bab I dan Bab II Apr 2015 √

5 Pengajuan Bab III dan Bab IV Juni 2015 √

[image:11.595.118.539.355.536.2]
(12)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

b.1 Pedagang Kaki Lima (PKL)

a. Pengertian Pedagang Kaki Lima (PKL).

Pedagang kaki lima yang selanjutnya disingkat PKL adalah “pelaku usaha yang melakukann usaha perdagangan dengan menggunakan sarana usaha bergerak maupun tidak bergerak menggunakan prasarana kota, fasilitas sosial, fasilitas umum, lahan dan bangunan milik pemerintah dan/atau swasta yang bersifat sementara/tidak menetap”11.

Menurut Mulyadi Nitisusastro “PKL dikategorikan sebagai jenis usaha kecil atau sering disebut dengan sebutan pekerja pada sektor non formal”12. Pedagang kaki lima merupakan “salah satu bentuk aktivitas perdagangan sektor informal dan Pedagang kaki lima adalah pedagang kecil yang umumnya berperan sebagai penyalur barang-barang dan jasa ekonomi kota”13.

Dari pengertian tersebut di atas jadi yang dimaksud PKL kegiatan usaha yang dilakukan para pedagang di tempatkanruangan kosong di pinggir-pinggir jalan seperti trotoar, taman-taman kota dan tempat usaha lainnya yang bukan miliknya.

11

Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, Pasal 1 angka 8.

12

Mulyadi Nitisusastro, Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil, (Jakarta : Alfabeta, 2009), h. 24.

13

(13)

b. Hak dan Kewajiban Pedagang Kaki Lima.

Berdasarkan Pasal 31 Ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 6 Tahun 20013 tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima14: 1) PKL mempunyai hak antara lain :

a) Mendapatkan pelayanan pendaftaran usaha PKL.

b) Melakukan kegiatan usaha di lokasi yang telah ditetapkan.

c) Mendapatakan informasi dan sosialisasi atau pembeitahuan terkait dengan kegiatan usaha di lokasi yang bersangkutan.

d) Mendapatkan pengaturan, penataan, pembinaan, supervisi dan pendampingan dalam pengembangan usahanya.

e) Mendapatkan pendampingan dalam hal permodalan pinjaman dengan mitra bank.

2) PKL mempunyai kewajiban antara lain : a) Mematuhi ketentuan perundang-undangan.

b) Mematuhi waktu kegiatan usaha yang telah ditentukan oleh Bupati.

c) Memelihara keindahan, ketertiban, keamanan, kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat usaha.

d) Menempatkan dan menata barang dagangan dan/atau jasa serta peralatan dagangan dengan tertib dan teratur.

e) Tidak menganggu lalu lintas dan kepentingan umum.

f) Menyerahkan tempat usaha atau lokasi usaha tanpa menuntut ganti rugi dalam bentuk apapun, apabila lokasi usaha tidak ditempati selama 1 (satu) bulan atau sewaktu-waktu lokasi tersebut dibutuhkan oleh pemerintah daerah.

g) Menempati tempat atau lokasi usaha yang telah ditentukan oleh pemerintah daerah sesuai TDU yang dimiliki PKL.

c. Macam-macam Pedagang Kaki Lima.

Adapun macam-macam pedagang kaki lima, sebagai berikut 15 : 1) Pedagang Kaki Lima Tertata.

Pedagang kaki lima yang dalam usahanya sehari-hari menempati lokasi yang telah sesuai/diijinkan oleh Bupati Ngawi dan memiliki ijin tempat dasaran serta mentaati ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah secara baik/konsekuen, misalnya membayar retribusi setiap hari dengan tepat waktu dan menjaga kebersihan dan keindahan lingkungan secara teratur.

2) Pedagang Kaki Lima Binaan.

14

Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, Pasal 31 ayat (1) dan (2).

15

(14)

Pedagang kaki lima yang dalam usahanya sehari-hari menempati lokasi larangan/yang tidak diijinkan oleh Bupati Ngawi dan tidak dikenakan penarikan retribusi, namun keberadaannya selalu diawasi, dibina dan diarahkan untuk menjadi pedagang kaki lima yang baik.

Pedagang kaki lima pada dasarnya merupakan salah satu pelaku usaha sektor informal yang ikut mewarnai kegiatan ekonomi dan tidak dapat dipisahkan dari kompleksitas pembangunan manual, yang keberadaannya mampu memperluas lapangan pekerjaan. Pedagang kaki lima ini berkembang luas dan pesat terutama sekali di daerah perkotaan baik berupa pedagang makanan dan minuman, barang-barang bekas, jasa dan lain sebagainya. Sektor informal ini lahir karena keterdesakan mereka untuk berperan dalam sektor formal disebabkan ketidakmampuan untuk bersaing dengan masyarakat lainnya di sektor formal.

Pedagang kaki lima pada kehidupan sehari-hari banyak menempati daerah-daerah yang cukup strategis dalam mengembangkan aktifitasnya dengan cara menawarkan barang/jasa usahanya baik dalam bentuk tenda (sistem bongkar pasang) gerobak, pasar krempyeng, los terbuka maupun kios-kios. Keberadaan pedagang kaki lima di kota-kota besar secara tidak langsung telah membantu Pemerintah dalam mengatasi pengangguran (menyerap tenaga kerja) dengan menciptakan lapangan pekerjaan baik bagi diri mereka sendiri maupun orang lain.

Mengenai keberadaan atau lahirnya pedagang kaki lima ini telah memunculkan dua pandangan dilihat dari kajian para pakar pembangunan kota. Pandangan ini lahir dari perhatian para pakar pembangunan kota terhadap keterkaitan pertumbuhan penduduk sebagai akibat migrasi, urbanisasi dan perkembangan kota berikut pedagang kaki lima

(15)

a. Pengertian Kebijakaan Penataan Pedagang Kaki Lima

Kebijakan secara etimologi dapat diartikan sebagai “tindakan untuk bertindak”16. Kebijakan menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah “serangkaian konsep dan asas yang menjadi dasar rencana pelaksanaan kepemimpinan dan cara bertindak”17. Kebijakan merupakan terjemahan dari policy yang berarti suatu unit rencana yang dipergunakan sebagai dasar untuk

membuat keputusan khususnya di dalam bidang politik, ekonomi, bisnis dan lain-lain.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa kebijakan daerah adalah suatu keputusan dari pemerintah daerah untuk melakukan suatu tindakan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tertentu. Saat ini istilah kebijakan lebih sering dan secara luas dipergunakan dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan Pemerintah serta perilaku negara pada umumnya. Dalam kaitan tersebut dapat dipahami apabila kebijakan seringkali diberikan makna suatu tindakan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu bukan sekedar keputusan untuk melakukan sesuatu.

Istilah kebijakan lazim digunakan dalam kaitannya dengan tindakan atau kegiatan pemerintah, serta perilaku negara pada umumnya dan kebijakan tersebut dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan. Lebih lanjut Mustopadidjaja memberikan definisi kerja tentang kebijakan sebagai keputusan suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu atau untuk mencapai

16

Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijaksanaan dan Formulasi ke Implentasi, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001), h. 12.

17

(16)

tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman perilaku dalam :

1) Pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik kelompok sasaran ataupun (unit) organisasi pelaksana kebijakan.

2) Penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan baik dalam hubungan dengan (unit) organisasi pelaksana maupun dengan kelompok sasaran yang dimaksudkan.

b. Tahapan Kebijakaan Pemerintah Daerah,

Adapun tahapan kebijakaan pemerintah terhadap PKL antara lain : 1) Pembinaan.

Pembinaan adalah suatu usaha, tindakan dan kegiatan dalam proses pengembangan yang dilakukan secara berdaya guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Pembinaan adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melalui pemberian bimbingan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Dari pengertian tersebut, maka pembinaan PKL diartikan sebagai pemberian pengarahan, bimbingan dan juga melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap perkembangan PKL sehingga keberadaan PKL dapat memberikan manfaat bagi kehidupan sosial perkotaan tanpa harus menjadi unsur pengganggu kenyamanan warga kota Ngawi.

(17)

Pengawasan menempati posisi yang penting untuk menentukan berhasil tidaknya suatu manajemen atau organisasi melalui suatu pengawasan yang efektif, akan dapat diketahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang apa objek yang diawasi, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak. Pengawasan adalah proses pengontrolan atau memonitoring daripada pelaksanaan seluruh kegiatan untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau hasil yang dikehendaki. Pelaksanaan Dengan demikian pengawasan bukan hanya untuk mencari kesalahan-kesalahan tetapiberusaha untuk menghindari terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari suatu rencana. Sejalan dengan pendapat Wayan Parsa, bahwa tujuan dari “pengawasan adalah supaya proses pelaksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan rencana dan melakukan tindakan perbaikan jika terjadi penyimpangan, agar tujuan yang dihasilkan sesuai dengan yang direncanakan”18.

Pengawasan atas pelaksanaan peraturan daerah ini adalah wewenang Bupati Ngawi yang pelaksanaannya didelegasikan kepada Satpol PP. Satpol PP sebagai aparatur pemerintah daerah mempunyai arti yang strategis dalam membantu tugas Kepala Daerah dalam menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Selain itu Satpol PP juga mempunyai tugas untuk menegakkan peraturan daerah dan dituntut untuk menegakkan kebijakan Pemerintah Daerah lainnya yaitu Peraturan Kepala Daerah.

3) Penindakan.

18

(18)

Penindakan adalah suatu proses untuk mengambil tindakan atau perbuatan menindak. Yang dimaksud dengan menindak adalah melakukan tindakan hukum terhadap pelanggaran Peraturan Daerah untuk diproses melalui peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penindakan atas pelaksanaan peraturan daerah dilaksanakan oleh Satpol PP selaku penegak peraturan daerah yang berkoordinasi dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

4) Penataan.

Penataan adalah proses untukmelakukan pengaturan atau penyusunan dalam penetapan lokasi sesuai dengan diperuntukkannya. Penataan PKL adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah melalui penetapan lokasi binaan untuk melakukan penetapan, pemindahan, penertiban, dan penghapusan lokasi PKL dengan memperhatikan kepentingan umum, sosial, estetika, kesehatan, ekonomi, keamanan, ketertiban, kebersihan lingkungan dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penataan dilakukan Untuk memberikan perlindungan hukum dan pengakuan terhadap keberadaan PKL dan juga dalam melakukan kegiatan usaha para PKL merasa aman, tenteram dan nyaman dengan tetap menjaga keindahan, kebersihan, kerapian, keamanan dan ketertiban lingkungan sekitarnya sesuai dengan lokasi yang sudah ditentukan.

5) Penertiban.

(19)

wilayah yang dilarang oleh pemerintah dan kepada warga yang tidak memiliki Surat Izin dalam melakukan usaha. Pihak yang terlibat adalah Satpol PP yang bertugas menertibkan para pedagang dan mengangkut barang milik pedagang yang berada di wilayah yang di larang atau menggunakan fasilitas umum.

b.3 Satuan Polisi Pamong Praja

a. Sejarah Satuan Polisi Pamong Praja.

Satuan Polisi Pamong Praja, disingkat Satpol PP, adalah perangkat Pemerintah Daerah dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan Peraturan Daerah. Satpol PP merupakan perangkat daerah yang dapat berbentuk Dinas Daerah atau Lembaga Teknis Daerah. Satpol PP dapat berkedudukan di Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.

Polisi Pamong Praja didirikan di Yogyakarta pada tanggal 3 Maret 1950 moto Praja Wibawa, untuk mewadahi sebagian ketugasan pemerintah daerah. Sebenarnya ketugasan ini telah dilaksanakan pemerintah sejak zaman kolonial. Sebelum menjadi Satuan Polisi Pamong Praja setelah proklamasi kemerdekaan dimana diawali dengan kondisi yang tidak stabil dan mengancam NKRI, dibentuklah Detasemen Polisi sebagai Penjaga Keamanan Kapanewon di Yogjakarta sesuai dengan Surat Perintah Jawatan Praja di Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menjaga ketentraman dan ketertiban masyarakat.

(20)

itu, setiap tanggal 3 Maret ditetapkan sebagai Hari Jadi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan diperingati setiap tahun.

Pada Tahun 1960, dimulai pembentukan Kesatuan Polisi Pamong Praja di luar Jawa dan Madura, dengan dukungan para petinggi militer Angkatan Perang, Tahun 1962 namanya berubah menjadi Kesatuan Pagar Baya untuk membedakan dari korps Kepolisian Negara seperti dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang Pokok-pokok Kepolisian.

Tahun 1963 berubah nama lagi menjadi Kesatuan Pagar Praja. Istilah Satpol PP mulai terkenal sejak pemberlakuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Pada Pasal 86 (1) disebutkan, Satpol PP merupakan perangkat wilayah yang melaksanakan tugas dekonsentrasi.

Saat ini Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak berlaku lagi, digantikan Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 148 Undang-Undang 32 Tahun 2004 disebutkan, Polisi Pamong Praja adalah perangkat pemerintah daerah dengan tugas pokok menegakkan perda, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat sebagai pelaksanaan tugas desentralisasi.

(21)

Untuk Kabupaten Ngawi sendiri SATPOL PP terbentuk pada tanggal 9 Mei 1992 yang anggotanya terdiri dari gabungan anggota Ketertiban Umum (Tibum) dan Anggota Satuan Tugas Pengelola Daerah Perkotaan yang pada saat itu dibawah Matrik Hansip, sehingga kedua pasukan gabungan tersebut lebur menjadi satu dibawah nama Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Ngawi dengan tugas membantu Kepala Wilayah dalam menyelenggarakan Pemerintahan Umum khususnya dibidang Ketentraman dan Ketertiban di wilayah Kabupaten Ngawi.

b. Pengertian Satuan Polisi Pamong Praja.

Istilah Pamong Praja berasal dari kata Pamong dan Praja, Pamong artinya pengasuh yang berasal dari kata Among yang juga mempunyai arti sendiri yaitu mengasuh. Mengasuh anak kecil misalnya itu biasanya dinamakan mengemong anak kecil, sedangkan Praja adalah pegawai negeri. Pangreh Praja atau Pegawai Pemerintahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “Pamong Praja adalah Pegawai Negeri yang mengurus pemerintahan Negara”19.

Satuan Polisi Pamong Praja, disingkat Satpol PP, adalah perangkat Pemerintah Daerah dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan Peraturan Daerah. Pengertian Polisi Pamong Praja menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah perangkat daerah yang bertugas membantu kepala daerah dalam rangka menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan Peraturan Daerah (Pasal 148 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah).

19

(22)

Organisasi dan tata kerja Satuan Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Satpol PP dapat berkedudukan di Daerah Provinsi dan Daerah /Kota. Daerah Provinsi, Satuan Polisi Pamong Praja dipimpin oleh Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah sedangkan Daerah /Kota, Satuan Polisi Pamong Praja dipimpin oleh Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah.

Meskipun keberadaan kelembagaan Polisi Pamong Praja dan Perlindungan Masyarakat telah beberapa kali mengalami perubahan baik struktur organisasi maupun Nomenklatur, yang kemungkinan dikemudian hari masih berpeluang untuk berubah, namun secara substansi tugas pokok Satuan Polisi Pamong Praja dan Perlindungan Masyarakat tidak mengalami perubahan yang berarti. Keberadaan Polisi Pamong Praja dalam jajaran Pemerintah Daerah mempunyai arti khusus yang cukup strategis, karena tugas-tugasnya membantu Kepala Daerah dalam pembinaan ketentraman dan ketertiban serta penegakan Peraturan Daerah sehinga dapat berdampak pada upaya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah.

c. Tugas dan Kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja.

(23)

kedudukan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Polisi Pamong Praja berwenang :

1) Melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah.

2) Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

3) Fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan masyarakat.

4) Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah.

(24)

DAFTAR BACAAN

Alwi Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2005. Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta : Sinar Grafika,

2002.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2000.

Dorodjatun Kuntjoro Djakti, Kemiskinan Di Indonesia, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2008.

Gilang Permadi, Pedagang Kaki Lima, Riwayatmu Dulu, Nasibmu Kini, Jakarta : Yudistira, 2007.

Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : PT. Gramedia, 2005.

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007.

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010.

Mulyadi Nitisusastro, Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil, Jakarta : Alfabeta, 2009.

S. Nasution, Metode Research (Penelitian Ilmiah), Jakarta : Bumi Aksara, 2007. Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijaksanaan dan Formulasi ke Implentasi,

Jakarta : Bumi Aksara, 2001.

The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah Di Republik Indonesia, Yogyakarta : Liberty, 2003.

Wayan Parsa, Sanksi Paksaan Pemerintah Dalam Penegakan Peraturan, Semarang : Amanna Gappa, 2008.

(25)

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Gambar

gambar serta informasi verbal atau normatif dan bukan dalam bentuk angka-

Referensi

Dokumen terkait

Game merupakan salah satu media yang dapat digunakan dalam menyampaikan sebuah tujuan. Tujuan yang terdapat dalam game mempunyai macammacam jenis yaitu pendidikan,

Performansi QoS VoIP over WLAN diuji pada NS-2.34 untuk setiap mekanisme penjadwalan PQ dan CSFQ pada 802.11e EDCA dengan jumlah pengguna VoIP sampai 20 titik dan beban trafik

Pengambilan sampel dilakukan dengan observasi dimana seseorang yang kelihatan mengalami kegemukan atau kelebihan berat badan dilakukan pendekatan dan tanya jawab

Adalah mengenai bagaimana kemampuan guru dalam mengajar, dalam Peraturan Pemerintah RI No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan kemampuan ini

Ramalan ini telah sesuai dengan kesimpulan yang didapat dari hasil karakteristik netflow uang kartal yakni ketika idul fitri jatuh pada minggu ke-2 umumnya

Metode yang biasa digunakan dalam sistem pakar biasanya hanya untuk menentukan nilai ketidakpastian dari seorang pakar sedangkan untuk menentukan nilai

3.3 Model Matematika Persamaan yang menggambarkan dinamik makrofag selama terinfeksi mikobakterium tuberkulosis, adalah : Perubahan jumlah populasi makrofag resting,MR;

Sekolah tersebut juga memiliki berbagai macam penghargaan dan prestasi yang telah dirahinya, tak terkecuali di bidang olahraga sering mendapatkan juara di berbagai