• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 25-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUTAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 25-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUTAR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Journal Peqguruang: Conference Series/Volume 5, Nomor 1, Mei (2023)| eISSN: 2686–3472

Journal

Peqguruang: Conference Series

eISSN: 2686–3472

JPCS

Vol. 5 No. 1 Mei. 2023

Graphical abstract

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 25-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUTAR

1Nurul Awaniah, 1*Rosma Abd Rahim, 1Chuduriah Sahabuddin,1Yuliani Soerachmad

1Universitas Al Asyariah Mandar

*Corresponding author rosmasmaga@gmail.com

Abstract

This research is an analytic observational study with a case control study design. Case Control Research with Control of Subjects who are Cases (Cases are Subjects with Positive Effect Characters), Retrospectively followed by the presence or absence of risk factors (causes) that are suspected to play a role. The factors that were jointly proven to have a relationship with the incidence of stunting in the Tutar Health Center Work Area were History of Breastfeeding (P value = 0.035 and OR = 0.444), Mother's Education (P = 0.000 and OR = 0.025), Father's Education (P = 0.000 and OR = 0.064), Mother's occupation (P = 0.000 and OR = 0.129), Father's occupation (P = 0.003 and OR = 0.458), Parents' income (0.028 and OR = 2,420), Diarrhea (P = 0.000 and OR=6.417), ARI disease (P=0.001 and OR=3.656). While the variable that is not related to the incidence of stunting is the number of family members (P = 0.111 and OR = 1.883). Mother's occupation, father's education, mother's education, parents' income, diarrheal disease and ARI, number of family members, and variables that are not related to stunting are the conclusion variables. Posyandu cadres in carrying out anthropometric measurements correctly, so that the results of the nutritional status of children under five are valid.

Keywords: Stunting, Breastfeeding History, Socio-Economic Status and History of Infectious Diseases

Abstrak

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain studi kontrol (case control study). Penelitian Kasus Kontrol dengan Kontrol Subyek-Subyek yang Merupakan Kasus (Kasus adalah Subyek dengan Karakter Efek Positif), Secara Retrospektif diikuti ada tidaknya faktor risiko (penyebab) yang di duga berperan. Faktor-faktor yang secara bersama-sama terbukti mempunyai hubungan dengan kejadian Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Tutar yaitu Riwayat Pemberian ASI (P value = 0,035 dan OR=0.444), Pendidikan Ibu (P=0,000 dan OR=0,025), Pendidikan Ayah (P=0,000 dan OR=0,064), Pekerjaan Ibu (P=0,000 dan OR=0,129), Pekerjaan Ayah (P=0,003 dan OR=0,458), Pendapatan Orang Tua (0,028 dan OR=2,420), Penyakit Diare (P=0,000 dan OR=6,417), Penyakit ISPA (P=0,001 dan OR=3,656). Sedangkan variabel yang tidak berhubungan dengan kejadian Stunting yaitu Jumlah Anggota Keluarga (P=0,111 dan OR=1,883). Pekerjaan ibu, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pendapatan orang tua, penyakit diare dan penyakit ISPA, jumlah anggota keluarga, dan variabel yang tidak berhubungan dengan kejadian stunting, adalah variabel kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, sarannya adalah diberikan Pendidkan dan pelatihan khusus bagi petugas kesehatan dan kader posyandu dalam melakukan pengukuran antropometri secara benar, sehingga diakan hasil dari status gizi balita yang valid.

Kata kunci: Stunting, Riwayat Pemberian ASI, Status Sosial Ekonomi dan Riwayat Penyakit Infeksi

Article history

DOI: http://dx.doi.org/10.35329/jp.v4i1.33536

Received : 28 Agust 2022 | Received in revised form : 24 Mei 2023 | Accepted : 24 Mei 2023

(2)

Journal Peqguruang: Conference Series/Volume 5, Nomor 1, Mei (2023)| eISSN: 2686–3472

1. PENDAHULUAN

Stunting selama periode Balita yang mengalami kegagalan pertumbuhan akan diterjemahkan menjadi stunting untuk siswa sekolah dasar. Stunting dapat mengakibatkan kerusakan struktural dan fungsional pada tubuh selama masa pertumbuhan dan perkembangan.

gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak dalam jangka penjang pada anak Stunting akan menyebabkan perubahan metabolisme neurotransmiter dan akhirnya perubahan anatomi otak. Jika stunting terjadi pada fase pertumbuhan otak prima (0-3 tahun), maka akan memburuk pada masa pertumbuhan otak yang buruk, yang kemudian secara permanen akan menurunkan kapasitas otak anak stunting (Kristian Pieri Ginting dan Asri Pandiangan, 2019).

Tonggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan metabolisme dalam tubuh, dan gangguan pertumbuhan fisik adalah dalam jangka pendek stunting yang dapat ditimbulkan.

Sebaliknya, efek peredam jangka panjang adalah menurunkan kapasitas mental dan kapasitas belajar seseorang, serta risiko seseorang terkena penyakit tidak ganas (PTM) seperti obesitas, diabetes, penyakit jantung, stroke, kanker, dan disabilitas di kemudian hari. kehidupan yang pada akhirnya akan menurunkan kualitas penduduk Indonesia (Ika Fujica Wati, Riona Sanjaya, 2021

Setelah 20 tahun, dunia telah melihat peningkatan positif dalam kejahatan terkait stunting. United International Children's Emergency Fund (UNICEF) memproyeksikan jumlah anak stunting di bawah usia lima tahun akan menjadi sekitar 149,2 juta pada tahun 2020, turun 26,7% dari angka tahun 2000 sebesar 203,6 juta (UNICEF, 2021). Menurut perkiraan UNICEF, ada 31,8 persen anak Stunting di Indonesia, membuat kemungkinannya sangat tinggi (sangat tinggi). Berdasarkan statistik dari survei pemerintah Indonesia dunia usaha (SSGBI) tahun 2019, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 27,7 persen. Di Indonesia, stunting menimpa sekitar satu dari delapan anak balita (lebih dari satu juta anak). Jika dibandingkan dengan persentase dasar yang direkomendasikan WHO sebesar 20%, angka di atas jauh lebih tinggi.

Indonesia memiliki tingkat stunting tertinggi ketiga di antara negara-negara Asia antara tahun 2005 dan 2017 (sekitar 36,4 persen), setelah hanya India (50,2 persen) dan Timor-Leste (50,2 persen) (38,4 persen). Asri Pandiangan dan Kristian Pieri Ginting, 2019.

Satu-satunya penyebab stunting yang paling penting adalah diabetes. Bayi kehilangan cairan dan berkembangnya banyak zat gizi dapat terjadi akibat infeksi yang menyebar ke telinga dan mulutnya. Akibatnya, asupan balita yang bersangkutan tidak mencukupi kebutuhannya.

Infeksi ini biasanya disertai dengan diet gangguan nafsu dan muntah-muntah. Situasi seperti ini kemungkinan besar akan berimplikasi negatif terhadap pengasuhan anak (Chamilia Desyanti, Triska Susila Nindya, 2017).

Berdasarkan hasil kampanye PSG, Prevelensi Stunting di area Polewali Mandar.

Sejujurnya, ada dampak dari tahun sebelumnya.

Hanya ada satu desa dengan dataran tinggi di Puskesmas Tutar. Prediksi untuk tahun 2019 adalah 28,66 persen; untuk tahun berikutnya meningkat menjadi 33,73 persen; dan untuk tahun berikutnya turun lagi menjadi 32,35 persen. Ayat tersebut di atas mengungkapkan bahwa Puskesmas Tutar merupakan daerah dengan prevalensi stunting yang sangat tinggi.

Puskesmas Tutar merupakan salah satu puskesmas induk yang ada di Kecamatan Tutar.

Lingkungan Tutar terdiri dari 13 desa. Desa Ratte memiliki Balita stunting tertinggi di Kecamatan Tutar dengan prevalensi 37,19 persen pada kategori pendek dan khususnya pendek.

Berdasarkan kutipan di atas, peneliti tertarik untuk mempelajari tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan stunting yang terjadi selama periode 25-59 bulan di wilayah Puskesmas Tutar yaitu di Desa Ratte, namun belum ada penelitian mengenai faktor-faktor tersebut.

Rumusan Masalah

Memahami akar penyebab masalah di atas akan memungkinkan Anda untuk merumuskan pertanyaan penelitian Anda dalam format berikut:

faktor-faktor apa, jika ada, yang berhubungan dengan stunting yang terjadi di Bali antara usia 25 dan 59 bulan di Puskesmas Tutar?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan stunting yang terjadi di Bali antara usia 25 dan 59 tahun di komunitas tenaga kerja Puskesmas

Tujuan Khusus

a. Untuk memahami hubungan antara strategi rekrutmen ASI dan stunting.

(3)

Journal Peqguruang: Conference Series/Volume 5, Nomor 1, Mei (2023)| eISSN: 2686–3472

b. Untuk memahami bagaimana situasi sosial dan ekonomi umum penduduk terkait dengan Stunting.

c. Memahami hubungan antara riwayat penyakit menular dengan perilaku stunting.

Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoris

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dilakukan penelitian empiris yang lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi stunting.

b. Praktik yang Berguna

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan informasi dan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi stunting pada Balita usia 25-59 tahun di Pusyandu Wilayah Tutar.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi tenaga pengelola gizi puskesmas dalam pengembangan program penanggulangan masalah gizi khususnya stunting pada Balita usia 25-59 bulan di Pusyandu Wilayah Puskesmas Tutar.

3. Hasil kajian dapat digunakan oleh gizi atau penanggung jawab kebijakan di Dinas Kesehatan Kabupaten Polman untuk menilai dan menetapkan prioritas kebijakan baru yang terkait dengan upaya penanggulangan masalah gizi dan kesehatan serta untuk mengurangi kemungkinan stunting pada anak, khususnya di Balita.

2. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain studi kontrol (case control study). Penelitian kasus kontrol dalam mengidentifikasi subyek-subyek yang merupakan kasus (kasus adalah subyek dengan karakter efek positif), kemudian diikuti secara retrospektif ada tidaknya faktor risiko (penyebab) yang Menetapkan ada tidaknya kontribusi faktor risiko terhadap terjadinya efek, dalam menggunakan adanya faktor-faktor resiko tersebut pada subyek-subyek kontrol (kontrol adalah subyek dengan karakter efek neg (percocokan). Kelompok subyek kontrol terdiri dari orang-orang yang memiliki beberapa karakteristik dengan subyek kasus. Dalam tinjauan literatur, yang menonjol dari pencocokan adalah warna dan jenisnya.

kelamin yang digunakan untuk variabel kontrol dan kasus.

Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi/Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Desa Ratte, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat, di Wilayah Puskesmas Tutar. Pemilihan Lokasi Penelitian Didasarkan Pada Pertimbangan Prevelensi Stunting yang Masih Tertinggi, yaitu 37,19% Balita Balita dengan kategori Sangat Pendek and Pendek.

Waktu

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan April dan Juni 2022.

Populasi dan Sampel Populasi

Populasi adalah objek atau subjek yang berada di suatu wilayah tertentu dan menunjukkan tanda-tanda khusus yang berkaitan dengan masalah penulisan. Seluruh penduduk Desa Ratte yang berjumlah 196 balita itu merupakan populasi sasaran penelitian.

Sampel

Sampel adalah kategori orang yang akan diwawancarai atau yang merupakan bagian penting dari karakteristik populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah seorang dewasa yang tinggal di Desa Ratte, sebuah komunitas di kota Tutar, di provinsi Polewali Mandar, yang memiliki balita berusia 25 hingga 59 bulan.

Metode Pengumpulan Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data orde dua dan orde satu. Detik data dalam analisis ini berasal dari dokumen resmi terkait serta kepustakaan kelusuran yang terkait dengan analisis sifat-ilmiah. Data setiap detik meliputi nama lokasi, jumlah anak yang tinggal di sana, dan informasi yang diperoleh dari dokumen Puskesmas dan E-PPGBM serta sumber laporan (Aplikasi Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat).

(4)

Journal Peqguruang: Conference Series/Volume 5, Nomor 1, Mei (2023)| eISSN: 2686–3472

Data primer dikumpulkan selama penelitian dan meliputi identitas dan karakteristik responden. Responden kemudian terlibat dalam percakapan jarak jauh menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan tentang status kesehatan responden, kelayakan ASI mereka, status terinfeksi, dan status sosial ekonomi mereka.

Dengan menggunakan indeks TB/U yang dikumpulkan oleh subjek, dilakukan pengukuran antropometri pada anak bali yang stunting dan tidak stunting.

Pengelolahan dan Penyajian Data Editing

Editing adalah strategi untuk mengembalikan integritas data yang telah disalahgunakan atau dimanipulasi. Editing sering dilakukan pada saat pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

Coding

Coding adalah proses penerapan kode numerik (kode) pada data yang dibagi menjadi beberapa kategori. Pentingnya kemampuan kode ini untuk memproses dan menganalisis data menggunakan komputer tidak dapat dilebih- lebihkan. Pengkodean numerik digunakan untuk menyederhanakan entri data dan analisis bagi peneliti.

Transfering

Transfering (memindahkan data) adalah proses pemindahan data ke dalam tabel master dengan menggunakan software SPSS.

Tabulasi

Tabulasi (menyususn data) adalah proses memasukkan data ke dalam grafik distribusi frekuensi. Tabulasi adalah proses untuk memasukkan data baru atau yang diperbarui ke dalam tabel atau tabel yang sesuai.

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini diringkas sebagai berikut:

Analisis Univariat

Analisis data univariat bertujuan untuk mendeskripsikan atau mengkarakterisasi karakteristik masing-masing variabel input.

Analisis ini mengidentifikasi distribusi frekuensi dan besaran masing-masing variabel.

Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan pada dua variabel yang tidak berhubungan. Setelah analisis satu variat berhasil, dilakukan analisis bivariat.

Dalam penelitian ini, analisis dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (riwayat berat badan lahir, pemberian ASI Ekslusif, riwayat penyakit infeksi, dan status sosial ekonomi keluarga) dan variabel dependen (stunting), menggunakan uji Chi-Square pada signifikansi tingkat 95% (= 0,05). Statistik Chi- Square dapat digunakan untuk menguji hipotesis tentang bagaimana distribusi variabel penelitian akan ditentukan.

Dalam penelitian ini, odds ratio digunakan untuk memperkirakan risiko relatif. Dinyatakan bahwa estimasi risiko relatif adalah perbedaan antara angka suatu kelompok dengan faktor risiko dan angka suatu kelompok tanpa faktor risiko untuk suatu kondisi tertentu (tidak terbuka faktor risiko).

Formula Risiko adalah itu.

OR = (a x d)/(b x c) Menarik kesimpulan dengan Odds Ratio

OR = 1, artinya tidak tidak terdapat asosiasi/hubungan

OR > 1, artinya paparan mempertinggi risiko

OR < 1, paparan menurunkan risiko (protektif)

HASIL PENGEMBANGAN SISTEM

Analisis Univariat

Distribusi frekuensi berdasarkan Laporan Pemberian ASI, Laporan Status Sosial Ekonomi, dan Laporan Penyakit Menular Tentang Stunting pada Balita Usia 25-59 Bulan. Setiap distribusi tanggapan berdasarkan analisis univariat dapat ditunjukkan pada tabel berikut

Tabel

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden berdasarkan Penyakit ISPA di Wilayah Kerja

Puskesmas

Penyakit ISPA

Stunting Tidak Stunting

n % n %

Ya 50 76,9 % 31 47,7 %

Tidak 15 23,1 % 34 52,3 %

(5)

Journal Peqguruang: Conference Series/Volume 5, Nomor 1, Mei (2023)| eISSN: 2686–3472 Jumlah 65 100 % 65 100 %

Tabel diatas menunjukkan bahwa persentase Kelompok Balita Stunting yang menderita penyakit ISPA adalah 769,9%, dibandingkan dengan persentase Kelompok yang tidak Stunting (47,7 persen).

Analisis Bivariat

Untuk mengetahui hubungan antara Riwayat Pemberian ASI, Status Sosial Ekonomi, dan Riwayat Terkena Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Tutar digunakan analisis bivariat.

Studi saat ini menggunakan statistik Uji Chi- Square pada tingkat signifikansi 95 persen ( = 0,05).

a. Diare

Hubungan Pendidikan Orang Tua dengan kejadian stunting pada Balita Usia 25-59 Bulan di

WilayahKerja Puskesmas Tutar

Diare Stunti ng

Tidak Stuntin

g Total P

Value

OR(9 5%) n % n % N %

0,0 00

6,417 (2,793

- 14,74

1) Ya 3

5 54

% 10 15

% 45 35

% Tidak 3

0 46

% 55 85

% 85 65

% Juml

ah 65 10 0

% 6 5 100

% 13 0 100

%

Berdasarkan analisis Tabel diatas sekitar 35 orang (54 persen) melaporkan memiliki anak yang terdiagnosis penyakit diare pada tahun pertama setelah mengalami stunting. Sebaliknya, hanya sekitar 10 orang (15,4%) yang stunting. Hasil analisis statistik yang didukung dengan p-value 0, menunjukkan bahwa ada hubungan antara Penyakit Diabetes dan Stunting. Menurut Nilai OR=6.417 (CI 95 persen : 2.793-14.741), anak stunting lebih banyak yang pernah mengalami diare 14.741 kali dibandingkan yang tidak.

b. ISPA

Hubungan Pendidikan Orang Tua dengan kejadian stunting pada Balita Usia 25-59 Bulan di

Wilayah Kerja Puskesmas Tutar

ISP

A Stuntin g

Tidak

Stunting Total P Value

OR(9 5%)

n % n % n %

0,00 1

3,65 6 (1,71

9- 7,77

7) Ya 5

0 76,9

% 31 47,7

% 81 62,3

% Tida

k 1 5 23,1

% 34 52,3

% 49 37,7

% Juml

ah 6

5 100

% 65 100

% 130 100

%

Hasil analisis Tabel diatas tentang hubungan penyakit ISPA dengan stunting menunjukkan bahwa sekitar 50 orang (atau 76,9 persen) pernah memiliki anak yang pernah menderita penyakit ISPA dan mengalami stunting dalam satu tahun terakhir. Namun, hanya 31 orang (47,7%) yang tidak stunting. Ada hubungan antara penyakit ISPA dengan stunting, berdasarkan hasil uji statistik yang dikuatkan dengan p-value sebesar 0,05 Nilai OR=3,656 (CI 95 persen : 1,719-7,777) menunjukkan bahwa anak yang mengalami ISPA 3,656 kali Sebaliknya anak yang tidak mengalami ISPA lebih cenderung mengalami stunting saat masih anak-anak.

PEMBAHASAN

Riwayat Pemberian Asi

Hasil penelitian menyebutkan bahwa kelompok stunting diperoleh sebanyak 38 orang (58 persen) anak dengan pemberian ASI tidak Ekslusif dan yang tidak stunting sebanyak 25 orang (38 persen) Dibandingkan bahwa kelompok stunting diperoleh sebanyak 27 atau (62 persen ).

Ada hubungan antara perilaku ASI dengan stunting pada balita Balita, menurut hasil analisis statistik (nilai p=0,035). Stunting pada anak Bali dengan nilai OR=0,444. sebagian disebabkan oleh riwayat pemberian ASI (CI 95 persen ; 0,220- 0,896). Berdasarkan hal tersebut, anak Bali yang stunting dengan kepesertaan ASI yang tidak eksklusif memiliki peluang lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan anak Bali dengan kepesertaan ASI yang eksklusif 1 hari.

Pemberian ASI Eksklusif dapat mengurangi risiko stunting karena kalsium dalam suplemen memiliki bioavailabilitas yang tinggi, sehingga memungkinkan untuk digunakan secara efektif, terutama untuk fungsi tulaging. Rendahnya pemberian ASI Eksklusif adalah satu-satunya penyebab stunting paling umum pada bayi Balita sebagai akibat dari kejadian sebelumnya, dan itu akan terus menjadi masalah bagi bayi seiring

(6)

Journal Peqguruang: Conference Series/Volume 5, Nomor 1, Mei (2023)| eISSN: 2686–3472

bertambahnya usia. Demikian pula, implantasi ASI yang baik oleh ibuakan membantu mengatasi anemia gizi sehingga perkembangan bayi normal dapat berjalan. Oleh karena itu, bayi harus memberikan ASI kepada anak secara eksklusif sampai dengan usia enam bulan kemudian dilanjutkan dengan pemberian ASI setiap dua tahun sekali untuk memenuhi kebutuhan gizi anak.

Status Sosial Ekonimi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok stunting terdapat sekitar 33 orang (50,8%) yang merupakan anak-anak dengan jumlah anggota keluarga yang banyak dan hanya 23 orang (35%), sedangkan pada kelompok kontrol terdapat sekitar 32 orang (49%) adalah anak-anak dengan jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit dan hanya 42 orang (35%). (62 persen). Hasil uji statistik disajikan. Meskipun stunting lebih sering terjadi pada responden dengan minimal 4 orang di jejaring sosial mereka, hasil analisis statistik menunjukkan bahwa angka ini belum tentu sesuai dengan prevalensi stunting. Terlihat dari nilai p yang lebih dari 0,05 (p value: 0,111). Meskipun ada perbedaan dari penelitian lain yang menunjukkan bahwa mayoritas anggota keluarga memiliki hubungan dengan stunting.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok stunting diperoleh ada sebanyak 60 orang (92%) anak dengan pendidikan ibu rendah dan yang tidak stunting sebanyak 25 orang (38%) Sedangkan kelompok stunting diperoleh ada sebanyak 5 orang (8%) anak dengan pendidikan ibu tinggi dan yang tidak Stunting sebanyak 40 orang (62%). Sedangkan pada pendidikan ayah diperoleh kelompok stunting ada 61 orang (93) anak dengan pendidkan ayah rendah dan tidak stunting 32 orang (82%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai pendidkan ibu dengan P = 0,000 dan pendidikan ayah dengan P = 0,000 artinya ada hubungna pendidkan orang tua terhadap kejadian stunting pada anak balita.

Pendidikan merupakan faktor terjadinya stunting pada anak balita dengan nilai OR=0,052 (CI 95% ; 0,018-0,147) dan OR=0,064 (0,021-0,195). Artinya bahwa anak balita Stunting dengan pendidikan ibu memiliki 1 kali dan pendidikan ayah 1 kali lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan Balita dengan pendidikan orang tua.

Satu-satunya faktor terpenting dalam meningkatkan kualitas manufakturabilitas adalah pendidikan. Tingkat pendidikan orangtua sangat berpengaruh terhadap status pekerjaan yang

berdampak pada tingkat penghasilan dan akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pangan dalam keluarga. Rendahnya tingkat pendidikan ini merupakan salah satu faktor penghambat akses informasi pangan, gizi, dan kesehatan. Pendidikan sesorang dapat membentuk sampainya informasi tentang, dapat berpengaruh pada tingkat pendidikan ini berkaitan dengan tingkat pengetahuan orangtua, terutama ibu, di mana menyiapkan makanan yang bergizi di keluarga, termasuk pola pengasuhan makan dan perawatan kesehatan anak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok stunting diperoleh ada sebanyak 56 orang (78%) anak dengan pekerjaan ibu dengan kategori tidak bekerja dan yang tidak stunting sebanyak 29 orang (45%) dan kelompok stunting diperoleh ada sebanyak 9 orang (22%) anak dengan pekerjaan ibu dengan kategori bekerja dan yang tidak Stunting sebanyak 36 orang (55%).

Sedangkan pada pekerjaan ayah dengan kategori tidak bekerja diperoleh kelompok stunting ada 10 orang (15) dan tidak stunting 0 orang (0%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai pekerjaan ibu dengan P = 0,000 dan pekerjaan ayah dengan P

= 0,003 artinya ada hubungna pekerjaan orang tua terhadap kejadian stunting pada anak balita.

pekerjaan orang tua merupakan faktor terjadinya stunting pada anak balita dengan nilai OR=0,129 (CI 95% ; 0,055-0,305) dan OR=0,458 (0,377-0,557).

Artinya bahwa anak balita Stunting dengan pekerjaan ibu memiliki 1 kali dan pendidikan ayah 1 kali lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan Balita dengan pekerjaan orang tua.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sekitar 48 orang (73,8 persen) anak dalam kelompok stunting, dengan kurang lebih 35 orang yang tidak berpartisipasi (53,8 persen ) Namun, di antara kelompok stunting ada sekitar 17 orang (26, 2 persen) adalah anak-anak, dengan kurang lebih 30 orang yang tidak stunting (46,2 persen). Ada hubungan antara hasil analisis statistik yang ditentukan oleh nilai p=0,028 dengan stunting pada anak Bali. Pendapatan orang tua merupakan faktor penyumbang stunting pada anak Bali dengan nilai OR sebesar 2,420. (CI 95 persen;

1.158-5.059). Artinya bahwa anak balita stunting dengan bantuan orang dewasa berpeluang dua kali lebih besar mengalami stunting dibandingkan balita stunting dengan orang dewasa.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kejadian stunting terkait keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Tutar dengan temuan studi Bivariat

(7)

Journal Peqguruang: Conference Series/Volume 5, Nomor 1, Mei (2023)| eISSN: 2686–3472

yang menunjukkan bahwa stunting terkait keluarga sering terjadi. Dalam studi saat ini, stunting pada balita disebabkan oleh perilaku keluarga yang kurang baik, yang mengakibatkan pembelian makanan siang hari yang tidak baik serta pola asuh yang tidak baik pada balita.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan ada interaksi antara penyakit status gizi dan interaksi bolak-balik anatara. Manultrisi dapat meningkatkan risiko infeksi, sedangkan infeksi dapat terjadi akibat manultrisi, yang memperburuk kelingkaran. Bayi dengan penyakit kronis yang daya tahan terhadap penyakit parah akan menjadi lebih sakit kronis dan juga akan menjadi lebih sakit, mengurangi kemampuan mereka untuk mengobati penyakit mereka dan kondisi lainnya.

4. KESIMPULAN

Analisis data yang dikumpulkan dari penelitian ini menggunakan analisis univariat untuk memahami distribusi frekuensi dan analisis bivariat untuk memahami hubungan antara variabel independen dan dependen. Berdasarkan analisis bivariat, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. .Ada hubungan Riwayat Pemberian ASI dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Tutar dengan nilai P 0,035 lebih besar dari 0,05 dan nilai OR.

2. Tidak ada hubungan antara jumlah anggota masyarakat dengan kejadian stunting di Wilayah Puskesmas Tutar dengan nilai P 0,111 > 0,05.

3. Adanya kerjasama antara pelajar Orang Tua dengan stunt performer di Wilayah Kerja Puskesmas Tutar. Pendidikan Ibu dengan nilai P value = 0,000 x 0,05 x 1, sedangkan Pendidikan Ayah dengan nilai P value = 0,000 x 0,05 x 1.

4. Ada hubungan antara pekerja masyarakat adat dengan stunting di Tutar Wilayah Kerja Puskesmas. Pekerjaan Ibu dengan nilai P 0,0000,05 dan OR 1, sedangkan Pekerjaan Ayah dengan nilai P 0,0030,05 dan OR 1.

5. Ada hubungan antara Pendapatan Orang Tua dengan kejadian stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Tutar dengan nilai P 0,028 0,05.

6. Ada hubungan diabetes melitus dengan stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Tutar dengan nilai P 0,000 sampai 0,05.

7. Ada hubungan antara Penyakit ISPA dengan kejadian Stunting di Wilayah Kerja

Puskesmas Tutar dengan nilai P value = 0,001

< 0,05.

5. SARAN

1. Bagi ibu yang memiliki anak balita, penting untuk lebih memperhatikan penyakit infeksi anak seperti Diare dan ISPA, serta menyadari dan menekankan pentingnya memberikan makanan bergizi yang memenuhi kebutuhan balita dengan tetap memperhatikan ANGKA Kecukupan. Pedoman Gizi (AKG).

2. Mengingat Kejadian Stunting disebabkan oleh banyak faktor, baik jangka panjang maupun jangka pendek, diharapkan peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan memasukkan berbagai variabel yang biasanya tidak termasuk dalam penelitian sebelumnya, seperti sebagai BBLR dan faktor pola asuh pada balita.

DAFTAR PUSTAKA

Apriluana, G., & Fikawati, S. (2018). Analisis faktor-faktor risiko terhadap kejadian stunting pada balita (0-59 bulan) di negara berkembang dan asia tenggara. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 28(4), 247-256.

Daracantika, A., Ainin, A., &Besral, B. (2021).

Pengaruh Negatif Stunting terhadap Perkembangan Kognitif Anak. Jurnal Biostatistik, Kependudukan, dan Informatika Kesehatan, 1(2), 124-134.

Desyanti, C., & Nindya, T. S. (2017). Hubungan riwayat penyakit diare dan praktik higiene dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simolawang, Surabaya. Amerta Nutrition, 1(3), 243-251.

Ginting, K. P., & Pandiangan, A. (2019). Tingkat Kecerdasan Intelegensi Anak Stunting.

Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 1(1), 47-52.

Masriadi. (2017). Epidemiologi Penyakit Menular.

Depok: PT Rajagrafindo Persada.

Mugianti, S., Mulyadi, A., Anam, A. K., & Najah, Z.

L. (2018). Faktor penyebab anak stunting usia 25-60 bulan di Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Jurnal Ners dan Kebidanan (JournalofNersandMidwifery), 5(3), 268-278.

Pristya, T. Y., Novitasari, A., & Hutami, M. S.

(2020). Pencegahan dan Pengendalian BBLR

(8)

Journal Peqguruang: Conference Series/Volume 5, Nomor 1, Mei (2023)| eISSN: 2686–3472

di Indonesia: SystematicReview. Indonesian JournalofHealth Development, 2(3), 175-182.

Rachman, R. Y., Nanda, S. A., Larassasti, N. P. A., Rachsanzani, M., & Amalia, R. (2021).

HUBUNGAN PENDIDIKAN ORANG TUA TERHADAP RISIKO STUNTING PADA BALITA: A SYSTEMATIC REVIEW. Jurnal Kesehatan Tambusai, 2(2), 61-70.

UNICEF. (2021). Jumlah Balita stunting di dunia menurun, Tapi tak merata.

Wati, IF, & Sanjaya, R. (2021). Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan. Majalah Wellness AndHealthy, 3 (1), 103-107..

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan: Frekuensi ISPA dan diare lebih sering terjadi pada balita stunting dibandingkan dengan balita normal. Tidak ada hubungan kejadian stunting dengan

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak usia 0-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Simarmata Kecamatan Simanindo Kabupaten

Pada tabel 1 menunjukan bahwa variabel yang berhubungan signifikan (p&lt;0,05) dengan kejadian stunting yaitu tinggi badan ayah, pendidikan terakhir ibu dan

Kesimpulan: Faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah pekerjaan ibu, pola asuh, pendapatan keluarga, jumlah anggota rumah tangga, tinggi badan ayah, tinggi badan

Hasil analisis bivariat variabel bebas (pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan, dan jumlah anggota keluarga) terhadap kejadian stunting menunjukkan bahwa tidak ada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sosial ekonomi keluarga (pendidikan orang tua, pengetahuan gizi dan stunting pada ibu, pekerjaan ibu, pendapatan

Tidak ada hubungan kejadian stunting dengan frekuensi ISPA maupun diare pada balita usia 12-48 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Gilingan Surakarta.. Kata Kunci: kejadian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi asupan makan, penyakit infeksi, tingkat pengetahuan gizi ibu dan jumlah anggota keluarga dengan kejadian