Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi asupan makanan, penyakit menular, tingkat pengetahuan gizi ibu dan jumlah anggota keluarga dengan prevalensi wasting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Nambo Kota Kendari , untuk menentukan. . Faktor yang berisiko terjadinya wasting juga terdapat pada asupan energi, asupan protein, penyakit menular diare dan jumlah anggota keluarga, sedangkan faktor yang tidak berisiko adalah ISPA dan tingkat pengetahuan gizi ibu.
Latar Belakang
Penelitian (Mgongo et al., 2017) di Tanzania menunjukkan bahwa anak-anak yang sakit dalam sebulan terakhir meningkatkan risiko wasting. Penelitian (Waliyo et al., 2017) tentang pengetahuan gizi ibu menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Selalong Kecamatan Sekadau Hilir Kabupaten Sekadau. Haryanti & Julia, 2014) menemukan bahwa jumlah anggota keluarga dengan prevalensi stunting pada balita mempunyai hubungan yang signifikan.
Rumusan Masalah
4 “Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi wasting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Nambo Kota Kendari.” Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian tumpahan pada anak kecil usia 1-5 tahun di Indonesia (analisis data sekunder IFLS 2014).
Telaah Pustaka
- Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Wasting
- Asupan Makanan (Energi dan Protein)
- Penyakit Infeksi
- Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu
- Jumlah Anggota Keluarga
- Status Gizi
- Penilaian Status Gizi
- Pertumbuhan Batita
Status gizi merupakan keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan penggunaannya. Saat ini pengukuran status gizi anak balita mengacu pada standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO Antro, 2005) yang dikembangkan dan disebut WHO Multicenter Growth Referrence Study (MGRS).
Hipotesis Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh anak usia 12-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Nambo yang berjumlah 907 anak kecil. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh balita usia 12–59 bulan yang berjumlah 66 orang, terdiri dari 33 balita wasting dan 33 balita non wasting. Data primer diperoleh melalui pengukuran status gizi anak balita dan wawancara menggunakan kuesioner kepada ibu yang mempunyai anak balita diantaranya.
Variabel Penelitian
Data tingkat pengetahuan gizi ibu dan jumlah anggota keluarga diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner. Kehilangan status gizi Kurangnya berat badan terhadap tinggi badan sehingga tinggi badan anak tidak proporsional yang dinilai berdasarkan indeks BB/TB. Tingkat pengetahuan gizi ibu merupakan pengetahuan gizi ibu tentang masalah-masalah terkait gizi dan kesehatan yang dinilai berdasarkan kemampuan ibu dalam menjawab pertanyaan dengan benar.
Pengolahan Dan Analisis Data 1. Pengolahan Data
Analisis ini digunakan untuk mengetahui distribusi dan persentase masing-masing variabel terikat wasting dan variabel bebas asupan makanan (energi dan protein), penyakit menular, tingkat pengetahuan gizi ibu dan jumlah anggota keluarga.
Hasil
Gambaran Umum Lokasi Penelitian a. Keadaan Geografis
Pada tahun 2020, jumlah penduduk wilayah kerja UPTD Puskesmas Nambo mencapai 8.842 jiwa, terdiri dari 4.463 laki-laki dan 4.379 perempuan. Sedangkan jenis pekerjaan kantor Kecamatan Kendari di wilayah UPTD Puskesmas Nambo cenderung masyarakat lebih memilih swasta (41,7%), nelayan (19,2%), PNS/TNI/Polri (17,2%), petani (7,4%) dan Tukang (5,7%). Berdasarkan suku, masyarakat yang berada di wilayah kerja UPTD Puskesmas Nambo antara lain suku Tolaki, Muna, Buton, Bugis, Jawa, Bajo, dan Makassar.
Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa baik pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol, pekerjaan ibu mayoritas adalah sebagai ibu rumah tangga (IRT). 44 Berdasarkan Tabel 13, tampak bahwa kelompok kasus dan kelompok kontrol sebagian besar terdiri dari laki-laki, 78,8% (n=26), dan perempuan, 21,2% (n=7).
Distribusi Sampel Berdasarkan Umur
Analisis Univariat
45 Berdasarkan tabel 15 terlihat bahwa asupan energi pada kelompok kasus lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol.
Asupan Makanan (Protein)
Berdasarkan Tabel 17 terlihat bahwa jumlah bayi yang menderita ISPA lebih rendah sebesar 9,1% (n=3) pada kelompok kontrol, sedangkan jumlah bayi yang tidak menderita ISPA lebih tinggi sebesar 90,9% (n= 30) ) dalam kelompok kasus.
Penyakit Infeksi Diare
Hubungan asupan energi dengan kejadian pemborosan energi pada kelompok kasus dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 21 berikut. Hubungan asupan protein dengan kejadian wasting pada kelompok kasus dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 22 berikut. Hubungan ISPA dengan kejadian wasting pada kelompok kasus dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 23 berikut.
Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian Wasting
Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Rochmawati et al., 2016) tentang wasting pada balita di wilayah operasi Puskesmas Kota Pontianak yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan kejadian wasting di Puskesmas Saigon dan Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas II (p = 1,000) dan diperoleh nilai OR = 1,134. Nilai signifikansi CI, artinya asupan protein merupakan faktor risiko terjadinya wasting dan balita yang konsumsi asupan proteinnya kurang mempunyai kemungkinan 1,134 kali lebih besar untuk mengalami wasting. dibandingkan balita yang kurang mengonsumsi asupan protein. Hal ini juga sesuai dengan penelitian (Soedarsono & Sumarni, 2021) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian wasting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Simomulyo Surabaya yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan kejadian wasting pada anak. . balita (p = 1.000) dan ini diperoleh. Nilai OR = 1,0 dengan CI berarti asupan protein merupakan faktor risiko terjadinya wasting dan balita yang konsumsi asupan proteinnya kurang mempunyai risiko 1,0 kali lebih besar untuk mengalami wasting dibandingkan balita yang tidak konsumsi asupan proteinnya sedikit. Terdapat hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan kejadian wasting pada balita (p=0,068) dan diperoleh OR = 3,1 dengan CI artinya asupan protein merupakan faktor risiko terjadinya wasting.
Pengaruh Penyakit Infeksi Ispa dan Diare dengan Kejadian Wasting Ispa merupakan salah satu penyakit infeksi yang erat kaitannya dengan
Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat pengaruh antara ISPA dengan prevalensi wasting pada balita (p= 1,000) dan hasil uji Odd Ratio (OR) memperoleh nilai sebesar 0,725 dengan CI sebesar 95% yang berarti anak kecil tidak menderita ISPA bukan merupakan faktor risiko kejadian tumpahan di wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Nambo Kota Kendari. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan analisis bivariat ditemukan bahwa kejadian wastage pada kelompok kasus lebih tinggi yaitu 24,2% (n=8) dibandingkan kelompok kontrol pada balita yang menderita diare, sedangkan kejadian wastage sebesar lebih rendah pada kelompok kasus yaitu 75,8% (n=25) dibandingkan kelompok kontrol balita yang tidak menderita diare. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat pengaruh antara penyakit menular diare dengan terjadinya wasting pada balita (p= 0,086) dan hasil uji Odd Ratio (OR) diperoleh nilai sebesar 4,96 dengan CI 95% yang berarti balita yang menderita diare mempunyai kemungkinan 4,96 kali lebih besar untuk mengalami wasting dibandingkan balita yang tidak menderita infeksi diare di wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Nambo Kota Kendari.
Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Kejadian Wasting
63 Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan analisis bivariat diketahui bahwa kejadian wasting pada kelompok kasus lebih tinggi yaitu 75,5% (n=25) dibandingkan kelompok kontrol pada balita dengan jumlah anggota keluarga banyak, sedangkan Kejadian wasting lebih rendah pada kelompok kasus sebesar 24,2% (n=8) dibandingkan kelompok kontrol pada balita dengan anggota keluarga kecil. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat pengaruh antara jumlah anggota keluarga dengan kejadian wasting pada anak balita (p= 0,073). Hasil uji Odd Ratio (OR) memperoleh nilai sebesar 2,94 dengan CI sebesar 95%, artinya balita dari jumlah anggota keluarga yang banyak mempunyai kemungkinan 2,94 kali lebih besar untuk mengalami wasir dibandingkan balita dari jumlah anggota keluarga yang sedikit. wilayah operasi Puskesmas Nambo Kecamatan Nambo Kota Kendari. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Soedarsono & Sumarni, 2021 tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian wasting pada balita di wilayah operasi Puskesmas Simomulyo Surabaya yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah anggota keluarga dengan kejadian wasting. pada balita (p = 0,757) dan diperoleh nilai OR = 0,8 dengan mean CI.
Kesimpulan
Hubungan Asupan Energi dengan Kejadian Wasting
Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat pengaruh antara riwayat penyakit menular diare dengan prevalensi wasting pada balita (p= 0,086) dan hasil uji Odd Ratio (OR) diperoleh nilai sebesar 4,96 dengan CI sebesar 95%. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak terdapat pengaruh antara tingkat pengetahuan gizi ibu dengan kejadian wasting pada balita (p= 1,000) dan hasil uji Odd Ratio (OR) menunjukkan nilai sebesar 0,492 dengan CI sebesar 95% dan dalam hasil statistik analisis menunjukkan terdapat pengaruh antara jumlah anggota keluarga dengan prevalensi wastage pada balita (p= 0,073) dan dari hasil uji Odd Ratio (OR ) diperoleh nilai 2,94 dengan CI 95%. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat pengaruh antara asupan energi dengan kejadian wastage pada balita (p= 0,003) dan hasil uji Odd Ratio (OR) diperoleh nilai sebesar 5,46 dengan CI sebesar 95%. Artinya balita yang asupan energinya kurang mempunyai risiko 5,46 kali lebih besar untuk mengalami wasting dibandingkan balita yang asupan energinya cukup di wilayah kerja Puskesmas Nambo Kecamatan Nambo Kota Kendari.
Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Wasting
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan analisis bivariat diketahui bahwa kejadian wastage pada kelompok kasus lebih tinggi yaitu 12,1% (n=4) dibandingkan kelompok kontrol pada asupan protein kurang, sedangkan kejadian wastage lebih rendah. . pada kelompok kasus yaitu 87,9% (n= 29) dibandingkan kelompok kontrol pada kecukupan asupan protein. Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Rochmawati et al., 2016) mengenai wasting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Pontianak yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan protein dengan prevalensi wasting di Puskesmas dan Perumnas Saigon. II wilayah kerja Puskesmas (p=1,000) dan mempunyai nilai signifikansi OR=1,134 CI yang berarti asupan protein merupakan faktor risiko terjadinya wasting pada anak dan balita. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Erika et al., tahun 2020 tentang analisis kejadian wasting pada balita usia 6-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Penjaringan I Jakarta Utara yang menyatakan terdapat hubungan yang signifikan. antara asupan protein dengan kejadian wasting pada balita (p=0,068) dan Nilai OR = 3,1 yang diperoleh dengan CI berarti asupan protein merupakan faktor risiko terjadinya wasting.
Hubungan Penyakit Infeksi Ispa dan Diare dengan Kejadian Wasting
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan analisis bivariat diketahui bahwa prevalensi wasting pada kelompok kasus lebih rendah yaitu 9,1% (n=3) dibandingkan kelompok kontrol pada balita menderita ISP, sedangkan prevalensi wastage sebesar lebih tinggi. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat pengaruh antara penyakit menular diare dengan kejadian wasting pada balita (p= 0,086) dan hasil uji Odd Ratio (OR) mempunyai nilai sebesar 4,96 dengan diperoleh CI dari 95. % yang berarti balita yang menderita diare mempunyai risiko 4,96 kali lebih besar untuk mengalami tumpahan dibandingkan balita yang tidak menderita penyakit tersebut. Hal ini juga tidak sesuai dengan penelitian (Triveni, 2020) tentang analisis faktor penyebab wasting pada balita usia 0-59 bulan yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antar penyakit.
Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu dengan Kejadian Wasting
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Fithia Dyah et al., 2018 mengenai feeding practice terhadap kejadian wastage pada anak di bawah umur yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara ISPA dengan kejadian wastage (p=0,846) dan ' Diperoleh nilai OR= 1,4 CI yang berarti balita yang menderita ISPA mempunyai peluang 1,4 kali mengalami wasting dibandingkan balita yang tidak menderita ISPA. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Prawesti tahun 2018 tentang faktor-faktor yang mempengaruhi wasting pada balita usia 6-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Piyungan yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penyakit menular diare dengan kejadian wasting pada balita (p- nilai = 0,011; α = 0,05; CI Hal ini sesuai dengan penelitian (Lailatul & Ni'mah., 2015) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan pemborosan status gizi pada balita tidak (p=0,632 ) .
Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Kejadian Wasting
Asupan protein yang tidak memadai lebih tinggi pada kelompok kasus sebesar 12,1% (n=4) dibandingkan dengan kontrol, sedangkan asupan protein yang cukup lebih rendah pada 87,9% (n=29) pada kelompok kasus dibandingkan dengan kelompok kontrol. Balita dengan riwayat ISPA bukan merupakan faktor risiko kehilangan pada anak balita, 0,725. Kolaborasi antara tenaga kesehatan dan sektor terkait diperlukan untuk mengurangi kejadian suara serak pada anak dibawah lima tahun.