FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KENAKALAN REMAJA FACTORS AFFECTING ADOLESCENT DELINQUENCY
Oleh:
Yuyun Sulistianti1), Wa Ode Saktila Mayang Sari2)
1)2)Universitas Halu Oleo Email: [email protected] Kata Kunci:
Kenakalan Remaja
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kenakalan remaja di SMP Negeri 21 Poleang Tenggara. Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah guru bimbingan dan konseling, wali kelas, dan siswa di SMP Negeri 21 Poleang Tenggara. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Metode analisis data menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif model Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kenakalan remaja di SMP Negeri 21 Poleang Tenggara adalah faktor internal yaitu kebutuhan fisik dan psikis yang tidak terpenuhi, predisposing factor, lemahnya pertahanan diri dan minimnya pemahaman tentang keagamaan. Kemudian faktor eksternal yaitu faktor dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Keywords:
Teenagers Delinquency
ABSTRACT
The purpose of the research was to find out factors of teenager’s delinquency at the Public Junior High School 21 Southeast Poleang. The objective of the research was to find out factors affecting teenager’s delinquency in the public at the Public Junior High School 21 Southeast Poleang. The subjects of the study were guidance and counseling teacher, homeroom teacher, and students of Junior High School 21 southeast Poleang. The techniques of data collection were interview, observation, and study documentation. The method of data analysis used Miles and Huberman's descriptive qualitative model analyses. The findings of the research show that there are three factors affecting teenager's delinquency, they are internal factors, predisposing factors, and external factors. Internal factors such as unfulfilled physical and psychological needs and predisposing factors like lack of self-defense and comprehension about religion, and external factors include family environment, school environment, and social environment.
Pendahuluan
Manusia dalam kehidupannya akan mengalami perkembangan dalam serangkaian masa yang berurutan, mulai dari periode pra natal hingga lanjut usia. Salah satu tahap perkembangan yang dilalui oleh setiap individu dalam hidupnya adalah masa remaja. Remaja adalah masa peralihan dari kanak- kanak ke dewasa. Hurlock (2002: 206), mengatakan bahwa awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas atau tujuh belas tahun, dan akhir masa remaja usia 16 atau 17 tahun sampai delapan belas tahun, yaitu usia matang secara hukum. Bandura (Gunarsa, 2012: 238) berpendapat bahwa masa remaja menjadi suatu masa pertentangan dan “pemberontakan” karena terlalu menitikberatkan pada ungkapan-ungkapan bebas dan ringan dari ketidakpatuhan, perilaku tersebut ditunjukkan dengan model gunting rambut yang tidak biasa dan pakaian yang nyentrik.
Selain itu pada beberapa bacaan, film dan penerangan masa lainnya sering menggambarkan para remaja sebagai kelompok yang tidak bertanggung jawab, memberontak, melawan, dan perilaku mereka sering dinilai secara umum dengan kemungkinan berakibat sensasional. Di lingkungan lembaga pendidikan kerap terjadi konflik yang dapat menghalangi atau menghambat kepentingan orang lain utamanya antar siswa.
Perilaku tidak patuh pada anak dan perilaku-perilaku yang menunjukkan pemberontakan pada anak yang sedang berada pada periode pubertas seringkali mengarah kepada perilaku kenakalan.
Menurut Stein dan Book (Garvin, 2017: 33) kenakalan remaja adalah semua tingkah laku remaja yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam masyarakat yakni norma agama, etika, peraturan sekolah, keluarga dan lain-lain. Sedangkan Willis (Fatimah dan Umuri, 2014: 5) kenakalan remaja ialah tindak perbuatan sebagian para remaja yang bertentangan dengan hukum, agama, dan norma- norma masyarakat, sehingga akibatnya dapat merugikan orang lain, mengganggu ketentraman umum, dan juga merusak dirinya sendiri.
Ahli lain juga memberikan definisi terkait kenakalan remaja, seperti Kartono (2017: 29) mendefinisikan kenakalan remaja sebagai perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda yang merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang. Anak-anak muda yang nakal atau jahat itu disebut pula sebagai anak cacat secara sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan pengaruh sosial yang ada di tengah masyarakat. selanjutnya pandangan Willis (Fatimah dan Ummuri, 2014: 90) menjelaskan bahwa kenakalan remaja ialah tindak perbuatan sebagian para remaja yang bertentangan dengan hukum, agama, dan norma-norma masyarakat, sehingga akibatnya dapat merugikan orang lain, mengganggu ketentraman umum dan juga merusak dirinya sendiri”
Sarwono (Syifaunnufush dan Diana, 2017: 4) kenakalan remaja adalah perilaku yang menyimpang dari kebiasaan atau melanggar hukum. Sedangkan kecenderungan kenakalan remaja dipahami sebagai perilaku yang mengarah pada tindakan melanggar norma sosial, melawan status, hingga pelanggaran hukum. Santrock (Sumara, Humaedi, dan Santoso, 2017: 348) kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal. Gunarsa (Nisya dan Sofiah 2012: 566) kenakalan remaja adalah semua tindakan perusakan yang tertuju ke luar tubuh atau ke dalam tubuh remaja. Kenakalan remaja merujuk pada suatu tindakan pelanggaran suatu hukum atau peraturan.
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja adalah perilaku menyimpang yang bertentangan dengan hukum, agama, dan norma-norma masyarakat yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Remaja nakal sering tidak diterima secara sosial di lingkungan masyarakat.
Kenakalan-kenakalan remaja saat ini semakin meningkat dan semakin beragam. Salah satu contoh problematika kenakalan remaja adalah terjadinya kenakalan remaja di sekolah-sekolah terutama di tingkat, SMP, SMA, bahkan pada masyarakat. Contoh nyata terjadinya kenakalan remaja di sekolah adalah salah satunya di SMP Negeri 21 Poleang Tenggara, Kecamatan Poleang Tenggara, Kabupaten Bombana. Tentu saja kondisi/realita tersebut akan menimbulkan dampak pada remaja itu sendiri. Di mana jika dibiarkan berlarut-larut akan membuat/menjadikan remaja tersebut tumbuh menjadi pribadi yang buruk. Pandangan orang lain terhadap mereka akan berbeda, cibiran akan
senantiasa ditujukan pada remaja yang nakal itu. Remaja yang melakukan kenakalan pastinya akan dihindari atau dikucilkan oleh banyak orang dan dampak terburuk dan jangka panjang yang mungkin saja terjadi adalah masa depan mereka akan hancur.
Kenakalan remaja harus segera diatasi agar tidak membawa dampak buruk bagi dirinya sendiri.
Dalam upaya mengatasi kenakalan remaja, tentunya akan lebih efektif dengan mengetahui terlebih dahulu faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kenakalan remaja tersebut terjadi. Mencari tahu faktor-faktor penyebab terlebih dahulu merupakan langkah awal yang penting sebab dengan mengetahui penyebab kenakalan remaja diharapkan nantinya dapat menghadirkan solusi yang tepat khususnya guru bimbingan dan konseling untuk mengatasi permasalahan kenakalan remaja. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kenakalan remaja SMP Negeri 21 Poleang Tenggara.
Kenakalan remaja
Kenakalan remaja disebabkan oleh banyak faktor seperti yang dikemukakan oleh Kartono (Sumara, Humaedi, dan Santoso, 2017: 348) yaitu anak kurang mendapatkan perhatian, kebutuhan fisik maupun psikis anak-anak remaja yang tidak terpenuhi, serta anak tidak pernah dapat mendapatkan latihan fisik maupun mental yang sangat diperlukan untuk hidup normal. Sedangkan Willis (Fatimah dan Umuri, 2014: 5) mengemukakan ada empat faktor kenakalan remaja yaitu, 1) faktor-faktor dalam diri anak itu sendiri, 2) faktor-faktor di rumah tangga, 3) faktor-faktor di masyarakat, dan 4) faktor-faktor yang berasal dari sekolah.
Banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya kenakalan remaja. Berbagai faktor yang ada tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Kartono (Sumara, Humaedi, dan Santoso, 2017: 348) juga berpendapat bahwasannya faktor yang memengaruhi terjadinya kenakalan remaja antara lain:
1. Anak kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang dan tuntunan pendidikan orangtua, terutama bimbingan ayah, karena ayah dan ibunya masing–masing sibuk mengurusi permasalahan serta konflik batin sendiri.
2. Kebutuhan fisik maupun psikis anak–anak remaja yang tidak terpenuhi, keinginan dan harapan anak–anak tidak bisa tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapatkan kompensasinya.
3. Anak tidak pernah mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk hidup normal, mereka tidak dibiasakan dengan disiplin dan kontrol-diri yang baik.
4. Minimnya pemahaman tentang keagamaan dalam kehidupan berkeluarga, kurangnya pembinaan agama juga menjadi salah satu faktor terjadinya kenakalan remaja. Dalam pembinaan moral, agama memunyai peranan yang sangat penting karena nilai-nilai moral yang datangnya dari agama tetap tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat.
5. Pengaruh dari lingkungan sekitar, pengaruh budaya barat serta pergaulan dengan teman sebayanya yang sering memengaruhinya untuk mencoba dan akhirnya malah terjerumus ke dalamnya.
Lingkungan adalah faktor yang paling memengaruhi perilaku dan watak remaja. Jika dia hidup dan berkembang di lingkungan yang buruk, moralnya pun akan seperti itu adanya. Sebaliknya jika ia berada di lingkungan yang baik maka ia akan menjadi baik pula.
6. Tempat pendidikan, dalam hal ini yang lebih spesifiknya adalah berupa lembaga pendidikan atau sekolah. Kenakalan remaja ini sering terjadi ketika anak berada di sekolah dan jam pelajaran yang kosong. Belum lama ini bahkan kita telah melihat di media adanya kekerasan antar pelajar yang terjadi di sekolahnya sendiri. Ini adalah bukti bahwa sekolah juga bertanggung jawab atas kenakalan dan dekadensi moral yang terjadi di negeri ini.
Willis (Fatimah dan Umuri, 2014: 4) juga mengungkapkan bahwa kenakalan remaja itu dipengaruhi oleh empat faktor yaitu: faktor-faktor di dalam diri anak itu sendiri, faktor-faktor di rumah tangga itu sendiri, faktor-faktor di masyarakat, dan faktor-faktor yang berasal dari sekolah.
Selengkapnya diuraikan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor di dalam diri anak itu sendiri
a. Predisposing factor, merupakan faktor yang memberi kecenderungan tertentu terhadap perilaku remaja. Faktor tersebut dibawa sejak lahir, atau kejadian-kejadian ketika kelahiran bayi, yang disebut birth injury, yaitu luka di kepala ketika bayi ditarik dari perut ibu. Predisposing factor yang lain berupa kelainan kejiwaan seperti schizophrenia. Penyakit ini dipengaruhi oleh lingkungan keluarga yang keras atau pun penuh dengan tekanan.
b. Lemahnya pertahanan diri, adalah faktor yang ada dalam diri untuk mengontrol dan mempertahankan diri terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan.
2. Faktor-faktor di rumah tangga
a. Anak kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian orangtua. Karena kurang mendapat kasih sayang dan perhatian orangtua, maka yang amat dibutuhkannya itu terpaksa dicari di luar rumah, seperti di dalam kelompok kawan-kawannya.
b. Lemahnya keadaan ekonomi orangtua di desa-desa, telah menyebabkan tidak mampu mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Terutama sekali pada masa remaja yang penuh dengan keinginan, keinginan dan cita-cita. Para remaja menginginkan berbagai mode pakaian, kendaraan, hiburan dan sebagainya. Keinginan-keinginan tersebut disebabkan oleh majunya industri dan teknologi yang hasilnya telah menjalar sampai ke desa-desa yang dulunya tertutup dalam arti belum lancarnya transportasi dan komunikasi, menyebabkan meningkatnya kebutuhan rakyat desa. Desa sudah diwarnai oleh kehidupan materialis pengaruh kebudayaan barat.
c. Kehidupan keluarga yang tidak harmonis. Sebuah keluarga dikatakan harmonis apabila struktur keluarga itu utuh dan interaksi di antara anggota keluarga berjalan dengan baik, artinya hubungan psikologis di antara mereka cukup memuaskan dirasakan oleh setiap anggota keluarga.
3. Faktor-faktor di masyarakat
a. Kurang pelaksanaan ajaran-ajaran agama secara konsekuen. Masyarakat dapat pula menjadi penyebab kenakalan remaja, terutama sekali di lingkungan masyarakat yang kurang sekali melaksanakan ajaran-ajaran agama yang dianutnya.
b. Pengaruh norma baru dari luar kebanyakan orang beranggapan setiap norma yang berasal dari luar itu memiliki pengaruh yang baik. Misalnya melalui televisi, film, pergaulan sosial, model pakaian dan sebagainya. Para remaja masa kini dengan cepat mengikuti norma yang berasal dari “barat” contohnya pergaulan bebas.
4. Faktor-faktor yang berasal dari sekolah
a. Faktor guru, merupakan pokok terpenting dalam mengajar. Guru yang penuh dedikasi berarti guru yang ikhlas dalam mengerjakan tugasnya. Apabila menemui kesulitan tidak akan mudah mengeluh, berbeda dengan guru yang tidak punya dedikasi. Ia bertugas karena terpaksa, ia mengajar dengan paksaan karena tidak ada pekerjaan lain yang mampu dikerjakannya.
b. Faktor fasilitas pendidikan. Kurangnya fasilitas sekolah menyebabkan murid tidak bisa menyalurkan bakatnya. Misalnya tidak ada lapangan basket, akibatnya anak yang tidak bisa menyalurkan bakat melalui basket, mungkin akan mencari penyaluran kepada kegiatan- kegiatan yang negatif.
c. Kekurangan guru. Apabila sebuah sekolah kekurangan guru, maka akan terjadi kemungkinan, misalnya penggabungan kelas-kelas oleh seorang tenaga guru, guru mengajar tidak sesuai dengan bidang keilmuan yang dimiliki.
Metode Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan di SMP Negeri 21 Poleang Tenggara yang beralamat di Dusun Lemo I, Larete, Kecamatan Poleang Tenggara, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh informasi melalui wawancara, dokumentasi dan observasi. Sukardi (2015: 79) mengemukakan teknik wawancara merupakan teknik berhadapan muka secara langsung dengan responden atau subjek yang diteliti. Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi tentang faktor-faktor penyebab kenakalan remaja.
Peneliti melakukan wawancara dengan 1 orang guru BK, 1 orang wali kelas, 1 orang penjaga kantin dan 2 orang siswa yang memiliki perilaku menyimpang yang termasuk dalam kenakalan remaja di sekolah. Dokumentasi yang peneliti lakukan yaitu mengumpulkan data-data tentang siswa yang berupa buku kasus mengenai kenakalan remaja yang terjadi di SMP 21 Poleang Tenggara.
Maleong (2017: 174) mengemukakan Observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik atau cara melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi.
Observasi ini lakukan pada siswa yang diduga berperilaku nakal dengan tujuan menegaskan bahwa siswa ini benar-benar berperilaku nakal. Langkah-langkah analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman (Sugiyono, 2017: 133) adalah sebagai berikut:
1. Data collection (pengumpulan data)
Kegiatan pada setiap penelitian adalah mengumpulkan data dalam penelitian kuantitatif menggunakan kuesioner atau tes tertutup. Data yang diperoleh adalah data kualitatif. Data tersebut dianalisis dengan statistik dalam penelitian kualitatif pengumpulkan dengan observasi atau wawancara mendalam dan dokumentasi.
2. Data reduction (reduksi data)
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabsahan, dan transpormasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
Tujuan penelitian dapat digunakan oleh peneliti sebagai acuan dalam mereduksi data sehingga data-data yang tidak sesuai dengan tujuan dapat direduksi. Dalam reduksi data merangkum pokok- pokok data yang diperoleh dari wawancara dan dokumentasi sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas tentang faktor-faktor yang memengaruhi kenakalan remaja di sekolah SMP Negeri 21 Poleang Tenggara.
3. Data display (penyajian data)
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Melalui penyajian data, data terorganisasi, tersusun dalam pola hubungan sehingga dapat semakin mudah dipahami. Penyajian data ditampilkan dengan sekelompok informasi yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan yang mengarah pada tercapainya sebuah tujuan penelitian.
4. Data conclusion drawing/verification (penarikan kesimpulan)
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif diharapkan merupakan temuan baru yang dapat memberikan deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kasual atau interaktif hipotesis atau teori.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pengelolaan data yang dilakukan peneliti maka diperoleh data bahwa beberapa dari siswa SMP Negeri 21 Poleang Tenggara memunyai perilaku nakal. Hal ini dikarenakan oleh adanya faktor-faktor yang memengaruhi perilaku kenakalan remaja (siswa). Deskripsi dari faktor-faktor yang memengaruhi kenakalan remaja di SMP Negeri 21 Poleang Tenggara akan diuraikan pada data berikut ini:
1. Faktor internal
a. Kebutuhan fisik dan psikis yang tidak terpenuhi
Kebutuhan fisik maupun psikis anak–anak remaja yang tidak terpenuhi, keinginan dan harapan anak–anak tidak bisa tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapatkan kompensasinya.
Hasil yang diperoleh bahwa faktor kebutuhan fisik dan psikis anak yang tidak terpenuhi dapat memengaruhi perilaku kenakalan remaja karena salah satunya agar tercapainya identitas fisik dan psikis siswa dalam lingkungannya, kegagalan dalam mencapai integrasi tersebut akan melibatkan berbagai aspek peran siswa sehingga untuk mencapai kebutuhan tersebut siswa lebih memilih melakukan kenakalan remaja walaupun identitas tersebut negatif. Tidak bisa dipungkiri bahwa siswa merupakan individu yang aktualisasinya butuh diakui oleh orang-orang di lingkungan dia hidup.
b. Predisposing factor
Predisposing factor merupakan faktor yang memberi kecenderungan tertentu terhadap perilaku remaja. Faktor tersebut dibawa sejak lahir, atau kejadian-kejadian ketika kelahiran bayi, yang disebut birth injury, yaitu luka di kepala ketika bayi ditarik dari perut ibu. Predisposing factor yang lain berupa kelainan kejiwaan seperti schizophrenia. Penyakit ini dipengaruhi oleh lingkungan keluarga yang keras ataupun penuh dengan tekanan.
Hasil yang diperoleh dari informan bahwa, predisposing factor merupakan faktor yang memberi kecenderungan tertentu terhadap perilaku remaja. merupakan keadaan yang menyebabkan gangguan pada diri seseorang, seperti perasaan tertekan sehingga mendorong perubahan suasana hati seseorang menjadi marah, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati ketika terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan bagi dirinya. Pada masa ini siswa sebagai seorang remaja memiliki berbagi macam masalah, masa remaja adalah masa bermasalah karena remaja pada umumnya mengalami kesulitan dalam usahanya menyelesaikan masalah yang dihadapi, hal ini dikarenakan siswa belum berpengalaman dalam menghadapi hidup seperti permasalahan yang terjadi dalam keluarganya sendiri. Banyaknya tekanan yang dihadapi oleh siswa sehingga menyebabkan mereka menjadi tidak siap, berkaitan dengan hal tersebut banyak siswa yang akhirnya melakukan kenakalan remaja untuk meluapkan perasaan yang sedang mereka rasakan.
c. Lemahnya pertahanan diri
Faktor yang memengaruhi siswa mengalami kenakalan remaja adalah lemahnya pertahanan diri. Lemahnya pertahanan diri adalah faktor yang ada dalam diri untuk mengontrol dan mempertahankan diri terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan. Siswa adalah masa remaja yang memiliki banyak pengaruh dari luar, jika siswa tidak mampu memilah ha-hal yang berhubungan dengan perilaku yang negatif maka siswa akan mengalami berbagai masalah dalam dirinya. Hasil yang diperoleh bahwa lemahnya pertahanan diri dapat memengaruhi perilaku nakal siswa seperti pada saat siswa sedang kesal atau marah ia melampiaskan pada temannya hal tersebut karena siswa tidak dapat mengontrol emosinya dengan baik.
d. Minimnya Pemahaman Tentang Keagamaan
Minimnya pemahaman tentang keagamaan dalam kehidupan berkeluarga, kurangnya pembinaan agama juga menjadi salah satu faktor terjadinya kenakalan remaja. Dalam pembinaan moral, agama memunyai peranan yang sangat penting karena nilai-nilai moral yang datangnya dari agama tetap tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat. Hasil yang diperoleh bahwa minimnya pemahaman tentang keagamaan memengaruhi perilaku nakal siswa karena jika siswa memiliki pemahaman agama yang baik maka ia akan mengetahui mana perilaku yang baik dan yang buruk.
2. Faktor Eksternal
a. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan sumber utama atau lingkungan yang utama penyebab kenakalan remaja salah satunya yaitu memukul dan menggaggu teman. Hal ini disebabkan karena anak itu hidup dan berkembang pertama kali dari pergaulan keluarga yaitu hubungan antara orangtua dengan anak, ayah dengan ibu dan hubungan anak dengan anggota keluarga lain yang tinggal bersama- sama. Faktor utama yang menyebabkan kenakalan remaja siswa yaitu kehidupan keluarga yang tidak harmonis, kondisi keluarga yang tidak harmonis karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir dengan perceraian (broken home) sangat berpengaruh besar pada perkembangan anak apalagi anak yang memasuki rentang usia remaja di mana mereka membutuhkan perhatian dan dukungan dari orang-orang terdekat terutama orangtuanya. Hasil yang diperoleh bahwa keterlibatan siswa dalam melakukan tindakan kenakalan remaja yaitu disebabkan oleh lingkungan keluarga tidak bisa dipungkiri bahwa pembelajaran pertama yang didapatkan oleh siswa yaitu dari lingkungan keluarga.
b. Lingkungan sekolah
Hasil yang diperoleh dari informan bahwa kenakalan remaja yang sering dilakukan oleh siswa di sekolah adalah menggangu teman yang lemah, menggoda teman perempuan ataupun
berkelahi di sekolah. Kenakalan remaja biasanya dilakukan secara berkelompok hal ini disebabkan karena ketidakmampuan siswa memenuhi kebutuhan fisik dan psikis sehingga mencari cara untuk memenuhi kebutuhannya dengan mengganggu teman. Selain dari itu kenakalan remaja juga dapat dipengaruhi oleh teman sebaya yang sering kali melakukan tindakan memukul tersebut, dalam perkumpulan kelompok siswa tersebut mereka tidak memunyai tujuan dan apabila berkumpul maka timbulah berbagai ide negatif termasuklah memukul teman yang lemah menganggu teman perempuan.
c. Lingkungan masyarakat
Siswa adalah remaja yang selalu mengikuti segala aktivitas yang terjadi di lingkungannya.
Mereka adalah peniru yang baik dalam proses perkembanganya. Sehingga salah satu faktor yang menjadikan siswa yang mengalami kenakalan remaja adalah lingkungan masyarakat tempatnya bergaul. Kemudian Sikap tidak peduli masyarakat turut menyebabkan masalah kenakalan remaja semakin meningkat. Setiap individu dalam sebuah masyarakat memunyai peranan penting dalam membentuk komunitas yang sehat, malangnya sikap masyarakat yang acuh tak acuh membuat siswa semakin merasa bahwa tindakan kenakalan remaja yang mereka lakukan merupakan hal yang wajar. Kerusakan moral siswa yang terjadi saat ini tidak lagi menjadi masalah mereka dan ini menyebabkan siswa terus menerus melakukan kegiatan kenakalan remaja.
Keterlibatan siswa dalam tindakan kenakalan remaja salah satunya disebabkan oleh faktor dari lingkungan masyarakat yaitu sikap acuh tak acuh atau ketidakpedulian masyarakat kepada siswa yang melakukan kenakalan remaja dapat membuat mereka merasa apa yang dilakukannya dapat diterima oleh lingkungan sekitar dan mereka memandang apa yang dilakukannya bukan perbuatan negatif karena kurangnya teguran dari pihak masyarakat setempat. Ketika anak melakukan kenakalan seperti memukul, tawuran atau hal lainnya yang merugikan diri dan lingkungannya. Hal ini disebabkan faktor lingkungan sekitar yang menjadi tempat siswa dalam bergaul serta siswa mencontoh setiap tingkah laku yang terjadi di lingkungan tersebut. Masalah ini yang menjadi faktor penyebab siswa mudah melakukan kenakalan remaja sebab adanya pengaruh yang cukup tinggi terhadap lingkungannya.
Pembahasan
Faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya kenakalan remaja siswa-siswi di SMP Negeri 21 Poleang Tenggara adalah faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri remaja (siswa) dan faktor eksternal yaitu yang berasal dari luar individu seperti lingkungan keluarga, masyarakat dan lingkungan sekolah. Faktor internal yang pertama kebutuhan fisik dan psikis yang tidak terpenuhi, pada dasarnya siswa menginginkan kebutuhan fisik dan psikisnya dapat terpenuhi sesuai dengan harapan-harapan mereka. Kebutuhan fisik yang dimaksud yaitu kebutuhan dalam hal makan dan minum khususnya ketika berada di sekolah. Jika tidak diberi uang jajan oleh orangtua siswa akan merasa kebutuhan mereka tidak terpenuhi sehingga mereka melakukan hal-hal yang negatif yang mengarah pada kenakalan seperti meminta uang teman secara paksa. Sedangkan kebutuhan psikis yaitu perhatian dan kasih sayang dari orang-orang terdekat terutama keluarga. Kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang terdekat membuat siswa merasa tidak diperdulikan dan berbuat sesuka hati. Kartono (Sumara, Humaedi dan Santoso, 2017: 348) mengemukakan kebutuhan fisik maupun psikis anak-anak remaja yang tidak terpenuhi, keinginan dan harapan anak-anak tidak bisa tersalur dengan memuaskan atau tidak mendapatkan kompentasasinya.
Faktor internal yang kedua yaitu predisposing factor, Willis (Fatimah dan Umuri, 2014: 4) mengungkapkan bahwa predisposing faktor merupakan faktor yang memberi kecenderungan tertentu terhadap perilaku remaja. Faktor tersebut dibawa sejak lahir, atau kejadian-kejadian ketika kelahiran bayi, yang disebut birth injury, yaitu luka di kepala ketika bayi ditarik dari perut ibu. Predisposing factor yang lain berupa kelainan kejiwaan seperti schizophrenia. Penyakit ini dipengaruhi oleh lingkungan keluarga yang keras ataupun penuh dengan tekanan.
Faktor yang ketiga yaitu lemahnya pertahanan diri. Lemahnya pertahanan diri merupakan faktor yang ada dalam diri untuk mengontrol dan mempertahankan diri terhadap pengaruh-pengaruh
lingkungannya (Willis (Fatimah dan Umuri, 2014: 4). Jensen (Sarwono, 2013: 255) juga mengemukakan rational choice, adalah faktor yang berasal dari individu itu sendiri. Kenakalan yang dilakukan adalah atas pilihan, interest, motivasi atau kemauannya sendiri. Kemudian faktor internal yang terakhir yaitu minimnya pemahaman tentang keagamaan. Minimnya pemahaman tentang keagamaan dalam kehidupan berkeluarga, kurangnya pembinaan agama juga menjadi salah satu faktor terjadinya kenakalan remaja. Dalam pembinaan moral, agama memunyai peranan yang sangat penting karena nilai-nilai moral yang datangnya dari agama tetap tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat (Willis dalam Fatimah dan Umuri, 2014: 4).
Selanjutnya faktor eksternal yang memengaruhi kenalakan remaja yang pertama adalah lingkungan keluarga. Keluarga merupakan tempat pertama anak mendapatkan pendidikan. Setiap anak yang dilahirkan belum mengerti mana yang baik dan yang buruk karena itu pembinaan dalam keluarga sangatlah penting jika dalam keluarga saja perhatian dan kasih sayang kurang diberikan kepada anak maka akan berpengaruh pada perilakunya. Kartono (Sumara, Humaedi dan Santoso, 2017: 348) mengemukakan bahwasannya faktor yang memengaruhi terjadinya kenakalan remaja yaitu anak kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang, serta tuntutan pendidikan dan kehidupan keluarga yag tidak harmonis. Kondisi keluarga yang tidak harmonis, atau hubungan antara anak dengan kedua orangtua secara langsung juga memengaruhi kondisi psikologis anak. Hal ini juga dibuktikan melalui hasil penelitian yang dilakukan oleh Wulandari, Hernisawati dan Tohir (2019) yang menunjukkan bahwa hubungan antara anak dan orangtua yang tidak baik akan memengaruhi kondisi psikologis anak berupa kesedihan mendalam yang akan memicu munculnya perilaku yang tidak baik. Dengan makna lain, jika kondisi psikologis anak tidak dapat terpenuhi oleh orangtua akan memengaruhi perilaku anak. Orangtua sebagai sumber utama dalam lingkungan keluarga yang bertugas untuk memberikan kasih sayang, membimbing, mengarahkan dan mencukupi segala kebutuhan anak. Jika kebutuhan psikologis anak tidak terpenuhi atau orangtua tidak memberikan apa yang menjadi kebutuhan psikolpgis anak maka akan berpengaruh buruk pada anak (Wulandari, Hernisawati dan Tohir: 2019).
Faktor eksternal kedua yaitu lingkungan sekolah, jika di dalam satu sekolah terdapat banyak siswa yang sering melakukan kenakalan terutama dalam kelompok-kelompok maka siswa yang tidak nakal yang tergabung dalam kelompok tersebut akan mengikuti teman-temannya yang berperilaku nakal. Terkait dengan hal tersebut Jensen (Sarwono, 2013: 255) menyebutkan differential association yaitu kenakalan remaja akibat salah pergaulan, anak-anak nakal karena bergaul dengan anak-anak nakal juga. Kemudian faktor yang terakhir yaitu lingkungan masyarakat, mengingat pada remaja (siswa) merupakan proses perkembangan dan tahap transisi untuk menuju pada masa dewasa. Pada masa ini, secara psikologis mulai terjadi usaha pencarian jati diri yang termanifestasi dalam bentuk keinginan untuk berada di dalam suatu kelompok dengan cara bergaul dengan orang lain di sekitarnya.
Faktor eksternal yang ketiga yaitu lingkungan masyarakat. Faktor lingkungan masyarakat ini sejalan sejalan dengan pandangan Jensen (Sarwono, 2013: 255) yang menyebutkan bahwa kenakalan remaja dipengaruhi oleh social disorganization, strain, dan differential association. Social disorgazation di sini adalah kondisi di mana kenakalan remaja terjadi karena berkurangnya pranata- pranata masyarakat yang selama ini menjaga keseimbangan atau harmoni dalam masyarakat. Kondisi di mana orangtua yang sibuk dan guru yang kelebihan beban merupakan penyebab dari berkurangnya fungsi keluarga dan sekolah sebagai pranata kontrol bagi individu sehingga potensi munculnya kenakalan remaja semakin besar. Selain itu jika dengan dikaitkan dengan strain yaitu tekanan besar dalam masyarakat, misalnya kemiskinan memyebabkan sebagian dari anggota masyarakat yang memilih jalan untuk melakukan kejahatan atau kenakalan remaja.
Pada komponen differential association adalah kenakalan remaja akibat salah pergaulan. Anak- anak nakal karena bergaulnya dengan anak-anak yang nakal juga. Tentu saja salah pergaulan ini dapat diperoleh individu di lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Differential association juga dapat dipengaruhi oleh social disorganization. Di mana berkurangnya keseimbangan harmoni dalam masyarakat dan berkurangnya fungsi masyarakat, sekolah dan keluarga dalam mengontrol individu sehingga ketidaktahuan dengan siapa individu berinteraksi juga ikut memengaruhi faktor ini dapat
terjadi. Individu yang salah dalam memilih lingkungan pertemanan akan membentuk tindakan kenakalan remaja. Siswa pada umumnya selalu berkelompok mencari teman yang sepadan dan sepemikiran, siswa juga terkadang lebih banyak meluangkan waktu dengan teman sebaya sehingga memengaruhi sikap, minat dan tingkah laku mereka. Pengaruh rekan sebaya sangat penting dalam pergaulan siswa, siswa yang salah memilih rekan yang baik akan terikut kedalam perilaku negatif yang dilakukan oleh temannya karena kebanyakan siswa yang melakukan tindakan kenakalan dilakukan secara berkelompok.
Komponen differential association tersebut didukung oleh penelitan yang dilaksanakan Muharram dan Pratama (2022) yang menjelekkan bahwa selain domain keluarga dan domain kemunitas, domain teman sebaya juga menjadi salah satu indikator yang dapat menumbuhkan kenakalan pada remaja/perilaku agresifitas. Sarwono (Ani, 2012: 36) menyebutkan bahwa seorang anak akan menjadi baik atau jahat tergantung dari pengalaman. Kalau anak mendapat pengalaman yang baik, maka anak tersebut akan menjadi baik, demikian sebaliknya. Sependapat dengan teori dari Sarwono bahwa anak yang memiliki pengalaman dan teman kelompok yang baik akan menjadi baik namun apabila sebaliknya akan cenderung mengikuti apa yang dilakukan oleh teman kelompoknya seperti yang ditemui di lapangan bahwasannya siswa yang melakukan kenakalan remaja didorong dari pengaruh teman kelompoknya yang sering melakukan kenakalan remaja sehingga anak tersebut mengikuti tindakan mereka.
Faktor lingkungan masyarakat ikut mengambil peran dalam memengaruhi kenakalan remaja dapat terjadi. Dari penelitian Andrianto (2017) dijelaskan bahwa kenakalan remaja di Lebak Mulyo sebagian besar dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu dari lingkungan masyarakat. Dalah hal ini lingkungan masyarakat sebagai lingkungan eksternal yang menjadi tempat individu berinterkasi merupakan salah satu pendukung yang dapat memengaruhi timbulnya perilaku kenakalan remaja.
Bagaiamana kondisi masyarakat secara tidak langsung akan memengaruhi bagaimana individu dalam bersikap dan berperilaku dalam kesehariannya. Dalam hal ini komunitas menjadi faktor pendorong remaja melakukan tindakan kriminal (Dewi dkk: 2017). Dalam kajian lain menyebutkan bahwa mungkin saja kondisi internal/permasalahan internal yang terjadi dapat menimbulkan kecenderungan untuk kenakalan terjadi namun potensi dari lingkungan sekitar juga turut mengambil peran. Di mana individu dengan masalah internal yang kemudian dilanjutkan dengan bergabungnya ke dalam komunitas yang salah yang pada akhirnya menciptakan perilaku kenakalan remaja (Bufeind &
Bustusch dalam Dewi dkk: 2017)
Terkait dengan hasil penelitian tersebut jika ditinjau dari teori Santrock (2003: 26) bahwa remaja sebagai manusia transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Selain itu, pada fase ini remaja atau siswa itu sendiri memiliki kecenderungan untuk merenung atau memerhatikan diri sendiri, nilai etika, dan isu-isu sosial. Serta tingkah lakunya dibimbing oleh tanggung jawab sosial sebagai remaja yang masih mengalami masa perkembangan bahwa sejatinya siswa adalah remaja yang masih kondisi sosial ekonomi yang tidak kondusif atau dapat juga diakibatkan oleh kurangnya perhatian orang-orang sekitar terutama keluarga. Setiap siswa berusaha memenuhi kebutuhannya dalam aktualisasi diri di dalam lingkungannya, Sehingga siswa membutuhkan rasa diterima oleh orang-orang di sekitarnya.
Dari beberapa faktor yang telah dijelaskan di atas, faktor yang sangat berpengaruh perilaku kenakalan remaja yaitu minimnya pemahaman tentang keagamaan dan lemahnya pertahanan diri di lingkungan hidup. Dalam pembinaan agama memunyai peranan yang sangat penting karena nilai-nilai moral yang datangnya dari agama tetap tidak berubah. Pembinaan agama bagi remaja melalui keluarga perlu dilakukan sejak kecil karena setiap anak yang dilahirkan belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, juga belum mengerti mana batas-batas ketentuan moral dalam lingkungannya.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kenakalan remaja SMP Negeri 21 Poleang Tenggara berdasarkan faktor internal yaitu
kebutuhan fisik dan psikis yang tidak terpenuhi yaitu kebutuhan makan dan minum siswa (fisik) serta kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang-orang terdekat terutama keluarga, predisposing factor yaitu gangguan akibat tekanan psikologis, lemahnya pertahanan diri yaitu siswa yang belum dapat mengontrol emosinya dengan baik dan minimnya pemahaman tentang keagamaan. Sedangkan faktor eksternal yang menyebabkan siswa melakukan kenakalan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. yang sangat berpengaruh terhadap perilaku kenalan remaja siswa tersebut.
Saran
Beberapa saran yang peneliti berikan antara lain:
1. Bagi guru BK, ketika dihadapkan pada permasalahan perilaku kenakalan remaja pada siswa, diharapkan dapat menindak lanjuti dan menerapkan layanan konseling kelompok untuk mengatasi kenakalan remaja pada siswa.
2. Kepada keluarga, agar dapat memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak mereka dan diharapkan dapat berkolaborasi dengan guru-guru yang ada disekolah guna melihat perkembangan anak dan mampu membentuk pola pikir yang baik terhadap para pelajar serta memberikan pengawasan dan perhatian terhadap perilaku anaknya di luar rumah.
3. Kepada siswa, agar kiranya menyadari bahwa tujuan utama ke sekolah adalah untuk menuntut ilmu. Karena itu hendaknya setiap pelajar harus menjaga setiap perilakunya baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
Daftar Pustaka
Andrianto. (2017). Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Remaja di Lebak Mulyo Kecamatan Kemuning Kota Palembang. Skripsi. Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.
Ani, Safitri. (2012). Pengaruh Budaya Hedonism Terhadap Timbulnya Vandalisme Siswa. Jurnal Teknologi Pendidikan, 1 (2).
Dewi, Yustika Tri Dewi., S, Meylanny Budiarti., Humaedi, Sahada & Wibhawa, Budhi. (2017).
Faktor Penyebab Tergabungnya Remaja Kota Bandung Dalam Komunitas Kenakalan Remaja.
Share Social Work Jurnal, 7(1), 1-29.
Fatimah, S & Ummuri, T. (2014). Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Remaja di Desa Kemadang Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Citizenship, 4 (1).
Garvin. (2017). Pola Asuh dan Kecenderungan Delikuensi Pada Remaja. Jurnal Psikologi Psibernetika, 10 (1).
Hurlock, E. B. (2002). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Kartono, K. (2017). Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Maleong, J, Lexy. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Muharrram, Hammad Zahid dan Prathama, Ahmad Gimmy. (2022). Identifikasi Faktor Resiko Kenakalan Remaja pada Komunitas Kampung Kota yang Terdampak Penggusuran.
Philanthropy: Journal of Psychology, 6(1), 91-110.
Nisya, L. S & Sofiah D. (2012). Religiusitas, Kecerdasan Emosional dan Kenakalan Remaja. Jurnal Psikologi 7 (2), 562-584.
Santrock, John W. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.
Sarwono, S. W. (2013). Psikologi Remaja. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif. Ed 3-Cet 1. Bandung: Alfabeta.
Sukardi. (2015). Metodologi Penelitian Pendidikan dan Praktiknya. Jakarta: PT Bumi Aksara
Sumara, dkk. (2017). Kenakalan Remaja dan Penanganannya. Jurnal Penelitian & PPM, 4 (1), 129- 389.
Syifaunnufush, A. D & Diana, R. R. (2017). Kecenderungan Kenakalan Remaja Ditinjau Dari Kekuatan Karakter dan Persepsi Komunikasi Empatik Orangtua. Jurnal Psikologi Integratif, 5 (1), 47-68.
Wulandari, Ita., Hernisawati dan Tohir, Muhyiddin (2019). Kondisi Psikologis Remaja Akibat Kurangnya Perhatian Orangtua di Desa Balekenco. Buletin of Counseling, 1(2) 53-60.