FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KENAKALAN SISWA FACTORS AFFECTING STUDENT DELINQUENCY
Oleh:
Amnia1), Hamdiansah2)
1)SMKN 2 Buton Utara 2)Universitas Halu Oleo Email1)*: [email protected] Kata Kunci:
Kenakalan Siswa
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor-faktor yang Memengaruhi Kenakalan Siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah 1 guru bimbingan dan konseling, 1 orang wali kelas, dan 2 siswa. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan teknik kualitatif model Miles dan Huberman yang terdiri dari 4 langkah yaitu: 1) Data Collection (Pengumpulan Data), 2) Data Reduction (Reduksi Data), 3) Data Display (Penyajian Data) 4) Data Conclusion Drawing/Verification (Penarikan Kesimpulan). Hasil penelitian Fakto-faktor yang Memengaruhi Kenakalan Siswa adalah faktor internal dan faktor eksternal. 1) Faktor internal terdiri dari kebutuhan fisik yang tidak terpenuhi, kebutuhan psikis yang tidak terpenuhi, lemahnya pertahanan diri, dan minimnya pemahaman tentang keagamaan. 2) Faktor eksternal yaitu faktor dari lingkungan keluarga, dan lingkungan sekolah.
Keywords:
Student Delinquency
ABSTRACT
This study aims to determine the factors that influence student delinquency. It is qualitative research. The informants in this study were one school counselor, one homeroom teacher, and two students. Data collection methods in this study were interviews, observation, and documentation studies. The data analysis technique uses the Miles-Huberman qualitative technique model consists of 4 steps 1) Data Collection, 2) Data Reduction, 3) Data Display, and 4) Data Conclusion Drawing/ Verification. The results show the factors that influence student delinquency are internal factors and external factors. 1) The internal factors are physical needs, unmet psychological needs, weak self-defense, and lack of understanding of religion. 2) The external factors are factors from the family and the school environment.
Pendahuluan
Masa remaja atau siswa sering dikenal dengan istilah masa pemberontakan. Pada masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas sering menampilkan beragam gejolak emosi menarik diri dari keluarga, serta mengalami banyak masalah, baik di rumah, sekolah, maupun di lingkungan pertemananya.
Kenakalan siswa pada saat ini, seperti yang banyak diberitakan di berbagai media, sudah dikatakan melebihi batas yang sewajarnya. Banyak anak remaja (siswa) dan anak di bawah umur sudah mengenal rokok, narkoba, free sex, tawuran pencurian, dan terlibat banyak tindakan kriminal lainnya yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku di masyarakat dan berurusan dengan hukum. Kenakalan siswa menurut beberapa psikolog, secara sederhana adalah segala perbuatan yang dilakukan siswa dan melanggar aturan yang berlaku dalam masyarakat. Beragam bentuk kenakalan yang dilakukan oleh siswa, di antaranya merokok, selain perilaku merokok juga terjadi kasus tawuran antara pelajar di Indonesia. Komisi perlindungan anak indonesia (KPAI) mencatat ada 5.953 kasus pelanggaran hak anak sepanjang 2021. Rinciannya, kasus pemenuhan hak anak 2.971 kasus, dan perlindungan khusus anak 2.982 kasus (KPAI, 2021).
Pada umumnya, kenakalan siswa banyak terjadi di kota-kota besar. Menurut Kartono (Fatimah 2013) kota-kota besar menjadi daerah yang rawan tindak kenakalan siswa yang disebabkan karena aktifitas masyarakat yang cukup tinggi, yang mana akan menyebabkan timbulnya berbagai masalah sosial. Masalah sosial ini akan menyebabkan banyaknya kebimbangan, kebingungan, kecemasan dan konflik. Sehingga siswa kemudian menyembangkan pola tinggkah laku menyimpang dari norma- norma pada umumnya, dengan jalan berbuat semaunya sendiri demi keuntungan sendiri dan kepentingan pribadi, kemudian menggangu dan merugikan pihak lain atau biasa disebut dengan istilah kenakalan siswa.
Kenakalan siswa banyak terjadi pada usia 13-19 tahun di mana mereka sedang menempuh bangku Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas atau sederajat. Banyaknya jumlah siswa yang menduduki bangku sekolah dengan asal usul dan identitas diri yang berbeda, memberikan peluang bagi siswa untuk melakukan kenakalan secara individu maupun kelompok. Bentuk kenakalan yang dilakukan di sekolah di antaranya tidak memakai seragam sekolah sesuai dengan peraturan sekolah, membolos atau datang terlambat kesekolah, berbicara kasar dengan guru, merokok, melakukan penyimpanan agama, berpacaran melebihi batas serta persaingan antara siswa (Milantina, Hardajajani & Priyatama 2016).
Dalam hal ini, siswa yang menjadi pelaku kenakalan sering kali memiliki harapan dan motivasi yang rendah terhadap pendidikan di sekolah. Siswa nakal merasa bahwa sekolah tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya sehingga biasanya berimbas pada nilai-nilai di sekolah yang cenderung rendah. Selain itu lingkungan tempat tinggal yang kurang baik dan tidak stabil juga akan membuat perilaku siswa yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku. Tinggal di daerah dengan tingkat kejahatan yang tinggi dicirikan dengan kondisi-kondisi kemiskinan dan kehidupan yang padat menambah kemungkinan siswa juga tidak terlepas dari adanya pengaruh teman sebayan, pemiran dan pergaulan yang salah yang dipercaya siswa dari temannya akan semakin membuatnya menjadi nakal (Fatimah dan Umuri (2014).
Penelitian Darmawan (2017) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signitif antara konformitas terhadap teman sebaya dengan perilaku agresif pada anak. Perilaku agresif merupakan suatu perilaku yang secara sengaja dilakukan secara verbal maupun fisik sehingga menyebabkan rasa sakit baik secara fisik maupun piskis bagi individu yang tidak menginginkan timbulnya perilaku tersebut. Perilaku bullying dalam hal ini merupakan bagaian atau bentuk dari perilaku agresif yang memiliki ciri khas tersendiri. Berdasarkan penjelasan di atas, keadaan di mana remaja memiliki kebutuhan untuk menyesuaikan dengan teman mereka dalam suatu kelompok pertemanan.
Kenakalan siswa disebabkan oleh banyaknya faktor-faktor yang memengaruhi seperti yang di kemukakan oleh Kartono (Sumara, Humaedi, dan Santoso, 2017: 348) bahwa anak yang kurang mendapat perhatian, kebutuhan fisik maupun psikis anak-anak siswa yang tidak terpenuhi, serta anak yang tidak pernah mendapatkan latihan fisik maupun mental yang sangat diperlukan untuk hidup
normal. Sedangkan Willis (Fatimah dan Umuri, 2014: 5) mengemukakan ada empat faktor kenakalan siswaa yaitu faktor-faktor dari dalam diri anak itu sendiri, faktor-faktor di rumah tangga, dan faktor- faktor yang berasal dari sekolah.
Kenakalan-kenakalan siswa saat ini semakin meningkat dan semakin beragam. Kenakalan yang ditimbulkan siswa bukan hanya menjadi tanggung jawab mereka sendiri, akan tetapi merupakan tanggung jawab orang-orang di sekitar mereka. Kenakalan siswa juga banyak terjadi di sekolah- sekolah terutama di tingkat, SMP, SMA, bahkan pada masyarakat. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru bimbingan dan konseling di SMP Negari 2 Wakorumba Utara diketahui bahwa terdapat beberapa siswa yang sering terlibat perkelahian, sering mengganggu temannya di kelas, sering menemukan siswa SMP berkeluyuran saat jam belajar di luar lingkungan sekolah, sering membolos, banyaknya siswa laki-laki yang merokok dalam kelas, mencat rambut, ada juga yang minum-minuman keras seperti alkohol, dan sering mendengar perkataan kotor/kasar dari siswa laki-laki maupun perempuan dan sering pula melihat ketika siswa saling melakukan kontak kekerasan fisik.
Dari masalah kenakalan siswa tersebut tidak dapat diabaikan begitu saja dan untuk mengetahui lebih dalam mengenai faktor dan kondisi memengaruhi kenakalan siswa tersebut, untuk itu peneliti berkeinginan mengetahui faktor apa saja yang memengaruhi kenakalan siswa. Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian guna mengungkapkan berbagai faktor yang memengaruhi kenakalan siswa.
Kenakalan siswa
Kenakalan siswa didefinisikan sebagai perilaku yang melanggar aturan yang berlaku dan melewati batas-batas atau norma yang sudah ada. Kartono (2017: 29) kenakalan siswa ialah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/kenakalan anak-anak yang merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang memyimpang. Anak-anak muda yang nakal atau jahat disebut pula sebagai anak cacat secara sosial. Meraka menderita cacat mental disebabkan pengaruh sosial yang ada di tengah masyarakat.
Willis (Fatimah dan Ummri, 2014: 90) berpendapat kenakalan siswa ialah tindak perbuatan sebagai para siswa yang bertentangan dengan hukum, agama dan norma-norma masyarakat, sehingga akibatnya dapat merugikan orang lain, menggangu ketentraman umum dan juga merusak dirinya sendiri. Sarwono (Syifaunnufush dan Diana, 2017: 4) kenakalan siswa adalah perilaku yang menyimpang dari kebiasaan atau melanggar hukum. Sedangkan kecenderungan kenakalan siswa dipahami sebagai sebagai perilaku yang mengarah pada tindakan melanggar norma sosial, melawan status, hingga melanggar hukum.
Santrock (Sumara, Humaedi, dan Santoso 2017: 348) menjelaskan kenakalan siswa merupakan kumpulan dari berbaigai perilaku siswa yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal. Gunarsa (Nisya dan Sofiah, 2012: 566) menjelaskan bahwa kenakalan siswa adalah semua tindakan perusakan yang tertuju keluar tubuh atau kedalam tubuh siswa. Kenakalan siswa merujuk pada suatu tindakan pelanggaran suatu hukum atau peraturan. Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kenakalan siswa adalah perilaku menyimpang yang bertentangan denagan hukum, agama, dan norma-norma pada masyarakat yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial.
Siswa nakal sering tidak diterima secara sosial di lingkungan masyarakat.
Bentuk-bentuk kenakalan siswa
Kartono (2017: 49-55) membagi bentuk-bentuk kenakalan siswa dibagi menjadi empat yaitu:
1. Kenakalan terisolir
Kelompok ini merupakan jumlah tersbesar dari siswa nakal. Pada umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan nakal mereka didorong oleh faktor-faktor berikut:
a. Keinginan meniru dan ingin konfrom dengan gengnya, jadi tidak ada motifasi, kecemasan atau konflik batin yang tidak dapat diselesaikan.
b. Meraka kebanyakan berasal dari daerah kota yang transisional sifatnya yang memiliki
subkultur kriminal. Sejak kecil siswa melihat adanya geng-geng kriminal, sampai kemudian dia ikut bergabung. Siswa merasa diterima, mendapat kedudukan hebat, pengakuan dan prestasi tersebut.
c. Pada umumnya siswa berasal dari keluarga berantakan, tidak harmonis, dan banyak mengalami frustasi, sebagai jalan keluarnya, siswa memuaskan semua kebutuhan dasarnya di tengah lingkungan kriminal. Geng siswa nakal memberikan alternatif hidup yang menyenangkan.
d. Siswa dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapatkan supervisi dan latihan kedisiplinan yang teratur, sebagai akibatnya dia tidak sanggup menginternalisasikan norma hidup normal. Ringkasannya delikuen terisolasi itu mereaksi terhadap tekanan dari lingkungan sosial, mereka mencari panutan dan rasa aman dari kelompok gengnya, namun pada usia dewasa, mayoritas siswa nakal ini meninggalkan perilaku kriminalnya paling sedikit 60% dari mereka menghentikan perilakunya pada usia 21-23 tahun. Hal ini disebabkan oleh proses pendewasaan dirinya sehingga siswa menyadari adanya tanggung jawab sebagai orang dewasa yang melalui memasuki peran sosial yang baru.
2. Kenakalan neurotik
Pada umumnya, siswa nakal pada tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan berdosa. Ciri-ciri perilakunya adalah:
a. Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologi yang sangat dalam, dan bukan hanya berupa adabtasi pasif menerima norma dan nilai struktur geng yang kriminal itu saja.
b. Perilaku kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik patin yang belum terselesaikan, karena perilaku jahat mereka merupakan alat pelepas ketakutan, kecemasan dan kebingungan batinnya.
c. Biasanya siswa ini melakukan kejahatan seorang diri, dan mempraktekan jenis kejahatan tertentu misalnya, suka memerkosa kemudian membunuh korbannya, kriminal, dan sekaligus neurotik
d. Siswa nakal ini banyak berasal dari kalangan menengah, namun pada umumnya keluarga mereka memahami banyak ketegangan emosional yang parah dan orangtuanya biasanya juga neurotik atau psikotik.
e. Siswa memiliki ego yang lemah dan cenderung mengisolir diri dari lingkungan.
f. Motifasi kejahatan berbeda-beda.
g. Perilakunya menunjukan kualitas kompulsif (paksaan) 3. Kenakalan psikopatik
Delikuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. ciri tingkah laku mereka adalah:
a. Hampir seluruh siswa delinkuen psikopatik ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga, berdisiplin keras namun tidak konsisten, dan orangtuanya selalu menyia-nyiakan mereka, sehingga mereka tidak memunyai kapasitas untuk menumbuhkan afeksi dan tidak mampu menjalin hubungan emosional yang akrab dan baik dengan orang lain.
b. Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa, atau melakukan pelanggaran.
c. Bentuk kejahatannya majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang kacau dan tidak dapat diduga. Mereka pada umumnya sangat agresif dan impulsif, biasanya mereka residivis yang berulang kali keluar masuk penjara, dan sulit sekali diperbaiki.
d. Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan norma-norma sosial yang umum berlaku, juga tidak peduli terhadap norma subkultur gengnya sendiri.
e. Kebanyakan dari meraka juga menderita tangguan neurologis, sehingga mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri. Psikopat merupakan bentuk kekalutan mental dengan karakteristik sebagai berikut: tidak memiliki pengorganisasian dan integrasi diri, orangnya tidak pernah bertanggung jawab secara moral, selalu memunyai konflik dengan
norma sosial dan hukum. Meraka sangat egoistis, anti sosial dan selalu menentang apa dan siapa. Sikapnya kasar, kurang ajar dan sadis terhadap siapapun tanpa sebab.
4. Kenakalan defek moral
Defek moral (defec, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cederah, cacat, kurang.
Kenakalan defek moral memunyai ciri-ciri yaitu, selalu melakukan tindakan sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan, namun ada disfungsi pada intelegensinya. Kelemahan para siswa delikuen tipe ini adalah mereka tidak mampu mengenal dan memahami tinggkah lakunya yang jahat, juga mampu mengendalikan dan mengaturnya, mereka selalu ingin melakukan perbuatan kekerasan, penyerangan, dan kejahatan, rasa kemanusiaan sangat tergantung, sikapnya sangat dingin tanpa efeksi jadi ada kemiskinan sterilitas emosional.
Selanjutnya, Jensen (Prihatiningsih, 2011: 5) membagi kenakalan siswa dengan empat aspek yaitu:
1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.
2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain.
3. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks bebas.
4. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat dari rumah, membantah perintah.
Dari beberapa bentuk kenakalan pada siswa dapat disimpulkan bahwa semuanya menimbulkan dampak negatif yang tidak baik bagi dirinya sendiri dan orang lain, serta lingkungan sekitarnya. Terdiri dari aspek perilaku yang melanggar aturan dan status, perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, perilaku yang mengakibatkan korban materi, dan perilaku yang mengakibatkan korban fisik.
Wujud perilaku kenakalan siswa
Kenakalan merupakan produk konstitusi mental serta emosi yang sangat labil dan defektif, sebagai akibat dari proses pengkondisian lingkungan buruk terhadap pribadi anak, yang dilakukan oleh anak mudah, tanggung usia, puber dan adolesens. Kartono (2017: 21-23) wujud perilaku kenakalan siswa yaitu:
1. Kebut-kebutan di jalan yang menggangu keamanan lalu lintas, dan membahayakan jiwa sendiri serta orang lain.
2. Perilaku ugal-ugalan, brandalan, urakan yang mengacaukan ketentraman sekitar. Tingkah ini bersumber pada kelebihan energi dan dorongan primitif yang tidak terkendali serta kesukaan meneror lingkungan.
3. Perilaku antar geng, antar kelompok, antar sekolah, antar suku, (tawuran), sehingga kadang- kadang membawa korba jiwa.
4. Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan, atau bersembunyi di tempat-tempat terpencil sambil melakukan eksperimen bermacam-macam kedurjanaan dan tindak asusila.
5. Kriminalitas anak, siswa dan adolesens antara lain adalah perbuatan mengancam, intimidasi, memeras, mencuri dan mencopet.
6. Berpesta pora, sambil mabuk-mabukan, melakukan hubungan seks bebas, atau orgi (mabuk- mabukan hebat dan menimbulkan keadaan yang kacau balau) yang mengganggu lingkungan.
7. Perkosaan, agresivitas seksual dan pembunuhan dengan motif seksual, menuntut pengakuan diri, depresi hebat, rasa kesunyian, emosi balas dendam, kekecewaan ditolak cintanya oleh seseorang wanita dan lain-lain.
8. Kecanduan dan ketagiahan bahan narkotik yang erat kaitannya dengan tindak kejahatan.
9. Tindakan-tindakan immoral seksual secara terang-terangan, tanpa rasa malu dengan cara yang
kasar.
10. Homoseksualitas, dan gangguan seksual lain pada anak remaja disertai tindakan sadistis 11. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan
12. Komersialisasi seks, pengangguran janin oleh gadis-gadis remaja.
13. Tindakan radikal dan ekstrim, dengan cara kekerasan, penculikan dan pembunuhan yang dilakukan oleh anak-anak siswa (remaja).
14. Tindakan kejahatan disebabkan oleh penyakit tidur (encephalitis lethargical), dan ledakan meningitis serta post-enhepalitis, juga luka di kepala dengan kerusakan pada otak ada kalanya membuahkan kerusakan mental, sehingga orang yang bersangkutan tidak mampu melakukan kontrol diri.
Faktor-faktor yang memengaruhi kenakalan siswa
Cukup banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya kenakalan siswa berbagai faktor yang ada tersebut dapat dikelompokan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Kartono (Sumara, Humaedi, dan Santoso, 2017: 348) juga berpendapat bahwasannya faktor yang memengaruhi terjadinya kenakalan siswa antara lain:
1. Kebutuhan fisik dan psikis anak yang tidak terpenuhi
a. Anak yang kurang mendapat perhatian, kasih sayang dan tuntutan pendidikan orangtua, terutama bimbingan ayah, karena ayah dan ibunya masing-masing sibuk mengurusi permasalahan serta konflik batin sendiri.
b. Kebutuhan fisik maupun psikis anak-anak iswa (remaja) yang tidak terpenuhi keinginannya dan harapan anak-anak tidak bisa tersalur dengan memasukan atau tidak mendapatkan kompensasinya.
c. Anak tidak mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk hidup normal, mereka tidak dibiasakan dengan disiplin dan kontrol dirinya yang baik.
2. Minimnya tentang pemahaman keagamaan
Dalam kehidupan keluarga, kurangnya pembinaan agama juga menjadi salah satu faktor terjadinya kenakalan siswa. Dalam pembinaan moral, agama memunyai peranan yang sangat penting karena nilai-nilai moral yang datangnya dari agama tetapi tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat. Pembinaan moral taupun agama bagi siswa melalui rumah tangga perlu dilakukan sejak kecil sesuai dengan umumnya karena setiap anak yang dilahirkan belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, juga belum mengerti mana batas-batas ketentuan moral dalam lingkungannya. Karena itu pembinaan moral pada permulaannya dilakukan di rumah tangga dengan latihan-latihan, nasehat-nasehat yang dipandang baik. Maka pembinaan moral harus dimulai dari orangtua melalui teladan yang baik berupa hal-hal yang mengarah kepada perbuatan positif, karena apa yang diperoleh dalam rumah tangga siswa akan dibawa di lingkungan masyarakat.
3. Pengaruh dari lingkungan sekitar. pengaruh dari budaya baru serta pergaulan dengan teman sebayanya yang sering memengaruhinya untuk mencoba dan akhirnya malah terjerumus ke dalamnya. Lingkungan adalah faktor yang paling memengaruhi perilaku dan watak siswa. Jika dia hidup dan berkembang dilingkungan yang buruk, moralnyapun akan seperti itu adanya.
Sebaliknya jika dia berada dilingkungan yang baik maka ia akan menjadi baik pula. Di dalam kehidupan bermasyarakat, siswa sering melakukan keonaran dan mengganggu ketentraman masyarakat karena pengaruh dengan budaya barat atau pengaru dengan teman sebayanya yang sering memengaruhi untuk mencoba. Sebagaimana diketahui bahwa para siswa umumnya sangat senang dengan gaya hidup yang baru tanpa melihat faktor negatifnya, karena anggapan ketinggal zaman jika tidak mengikutinya.
4. Tempat pendidikan, dalam hal ini yang lebih spesifiknya adalah berupa lembaga pendidikan atau sekolah. Kenakalan siswa ini sering terjadi ketika anak berada di sekolah dan jam belajar yang kosong. Belum lama ini bahkan telah melihat di media adanya kekerasan antara pelajar yang terjadi di sekolahnya sendiri. Ini adalah bukti bahwa sekolah juga bertanggung jawab atas kenakalan dan dekadensi moral yang terjadi di negara ini.
Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kenakalan siswa antara lain: 1. Bagi diri siswa itu sendiri. Akibatnya dari kenakalan yang dilakukan oleh siswa akan berdampak bagi dirinya sendiri dan sangat merugikan baik fisik dan mental, walaupun perbuatan itu dapat memberikan suatu kenikmatan akan tetapi itu semua hanya kenikmatan sesaat saja. Dampak bagi fisik yaitu seringnya terserang berbagai penyakit karena gaya hidup yang tidak teratur.
Willis (Fatimah dan Umuri, 2014: 4) juga mengungkapkan bahwa kenakalan siswa itu dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor-faktor di dalam diri anak itu sendiri, faktor-faktor di rumah tangga itu sendiri, dan faktor-faktor yang bersal dari sekolah selengkapnya diuraikan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor di dalam diri anak itu sendiri
Lemahnya pertahanan diri adalah faktor yang ada dalam diri untuk mengontrol dan mempertahankan diri terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan.
2. Faktor-faktor di rumah tangga
a. Anak kurang mendapat kasih sayang dan perhatian orangtua. Karena kurang mendapat kasih sayang dan perhatian orangtua, maka yang amat dibutuhkannya itu terpaksa dicari di luar rumah, seperti di dalam kelompok kawan-kawan.
b. Lemahnya keadaan ekonomi orangtua di desa-desa, telah menyebabkan tidak mampu mencukupi kebutuhan anak-anaknya. Terutama sekali pada masa siswa (remaja) yang penuh dengan keinginan, dan cita-cita. Para siswa menginginkan berbagai mode pakaian, kendaraan, hiburan, dan sebagainya. Keinginan-keinginan tersebut disebabkan oleh majunya industri dan teknologi yang hasilnya telah menjalar sampai ke desa-desa yang dulunya tertutup dalam arti belum lancarnya transportasi dari komunikasi, menyebabkan meningkatnya kebutuhan rakyat desa. Desa sudah diwarnai oleh kehidupan materialis pengaruh kebudayaan “Barat”.
c. Kehidupan keluarga yang tidak harmonis. Sebuah keluarga dikatakan harmonis apabila struktur keluarga itu utuh dan interaksi di antara anggota keluarga berjalan dengan baik, artinya hubungan psikologis di antara mereka cukup memuaskan dirasakan oleh setiap anggota keluarga.
3. Faktor-faktor yang berasal dari sekolah a. Faktor guru
Dedikasi guru merupakan pokok terpenting dalam mengajar. Guru yang penuh dedikasi berarti guru ikhlas dalam mengerjakan tugasnya. Apabila menemui kesulitan tidak akan mudah mengeluh, berbeda dengan guru yang tidak punya dedikasi. Ia bertugas karena terpaksa, ia mengajar karena paksaan karena tidak ada pekerjaan lain yang mampu dikerjakannya.
b. Faktor fasilitas pendidikan
Kurangnya fasilitas sekolah menyebabkan murid tidak bias menyalurkan bakatnya. Misalnya tidak ada lapangan basket, akibatnya anak yang tidak bisa menyalurkan bakat melalui basket, mungkin akan mencari penyaluran kepada kegiatan-kegiatan yang negatif.
c. Kekurangan guru.
Apabilan sebuah sekolah kekurangan guru, maka akan terjadi kemungkinan, misalnya penggabungan kelas-kelas oleh seorang tenaga guru, guru mengajar tidak sesuai dengan bidang keilmuan yang dimiliki.
Jensen (Sarwono, 2013: 255) mengemukakan faktor yang memengaruhi kenakalan siswa adalah antara lain: 1) rational choice, adalah faktor yang bersal dari diri individu itu sendiri.
Kenakalan yang dilakukan adalah atas pilihan, interest, motivasi atau kamauannya sendiri, 2) sosial disorganization adalah yang menyebabkan kenakalan siswa kareana berkurangnya pranata-pranata masyarakat yang selama ini menjaga keseimbangan antara harmonis dalam masyarakat. Orangtua yang sibuk dan dan guru yang kelebihan beban merupakan penyebab dari berkurangnya fungsi keluarga dan sekolah sebagai pranata kontrol, 3) strain, yaitu tekanan besar dalam masyarakat, misalnya kemiskinan menyebabkan sebagian dari anggota masyarakat yang memilih jalan untuk melakukan kejahatan atau kenakalan siswa, dan 4) differential association, kenakalan siswa akibat
salah pergaulan. Anak-anak nakal karena bergaulnya dengan anak-anak yang nakal juga.
Metode Penelitian
Penelitian ini di lakukan selama enam bulan yakni di mulai pada bulan Desember 2021 sampai Juni 2022. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah satu orang guru bimbingan dan konseling, satu orang wali kelas dan 2 orang siswa yang memiliki perilaku menyimpang yang termaksuk dalam kenakalan siswa di sekolah. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, dokumentasi, dan observasi.
Teknik analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif model Miles dan Huberman (dalam Sugiono, 2017: 133) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam data, yaitu data reduction, data display, dan data conclusion drawing/verification.
1. Data collection (pengumpulan data)
Kegiatan pada setiap peneliti mengumpulkan data dalam penelitian kualitatif menggunakan kuesioner atau tes tertutup. Data yang diperoleh adalah data kualitatif. Data tersebut dianalisis dengan statistik dalam penelitian kualitatif pengumpulan hasil wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi.
2. Data reduction (reduksi data)
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyerderhanaan, pengabsahan, dan transformasi data (kasar) yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
Tujuan penelitian dapat digunakan oleh peneliti sebagai acuan dalam mereduksi data sehingga data-data yang tidak sesuai dengan tujuan dapat direduksi. Dalam reduksi data merangkum pokok-pokok data yang diperoleh dari wawancara dan dokumentasi sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas tentang faktor-faktor yeng memengaruhi kenakalan siswa di sekolah.
3. Data display (penyajian data)
Penyajian data merupakan kesimpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penerikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Melalui penyajian data, data terorganisasi, tersusun dalam pola hubungan sehingga dapat semakin mudah dipahami. Penyajian data ditampilkan dengan kelompok informasi yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan yang mengarah pada tercapanya sebuah tujuan penelitian.
4. Data conclusion drawing/verification (penarikan kesimpulan)
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif diharapkan merupakan temuan baru yang dapat memberikan deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kasual atau interaktif hipotesis atau teori. Kesimpulan yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan untuk menjawab seluruh permasalahan penelitian dan memberikan gambaran tentang faktor-faktor penyebab kenakalan siswa.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil penelitian
Berdasarkan hasil wawancara dengan 1 orang guru bimbingan dan konseling, 1 orang wali kelas dan 2 orang yang pernah melakukan tindakan kenakalan maka dapat dijelaskan beberapa faktor yang memengaruhi kenakalan siswa di SMP Negeri 2 Wakorumba Utara yaitu:
Faktor internal yang memengaruhi kenakalan siswa 1. Kebutuhan fisik yang tidak terpenuhi
Hasil yang diperoleh dari iforman bahwa salah satu faktor yang kerap muncul dalam relasi adalah tidak terpenuhinya pribadi siswa seperti kebutuhan makan dan minum (fisik), hal yang dimaksud adalah ingin membeli rokok, minuman alkohaol, makanan dan serta ingin ditakuti sama teman yang mengejek mereka karena jelek dan hitam, kecil, salah satunya agar tercapanya identitas fisik tersebut siswa melakukan beberapa tindakan kekerasan atau kriminal seperti memukul teman yang mengejeknya dan memalak temannya untuk meminta uang untuk membel rokok dan minuman.
Kegagalan dalam tercapainya kebutuhan tersebut melibatkan berbagai aspek peran siswa sehingga untuk mencapai kebutuhan tersebut siswa lebih memili melakukan kenakalan walau tindakan tersebut negatif.
2. Kebutuhan psikis anak yang tidak terpenuhi
Faktor yang memengaruhi kenakalan siswa dalam melakukan tindakan kenakalan remaja adalah faktor kebutuhan psikis yang tidak terpenuhi faktor psikis yang dimaksud adalah anak yang kurang mendapat perhatian, kasih sayang dan tuntutan pendidikan orangtua terutama bimbingan ayah dan keluarga sekitar. Kegagalan dalam tercapainya itelegensi tersebut melibatkan berbagai aspek peran siswa sehingga untuk mencapai kebutuhan tersebut siswa lebih memilih melakukan kenakalan walau identitas tersebut negatif. Tidak bisa dipungkiri bahwa siswa merupakan individu yang aktualisasinya butuh diakui dan terpenuhi kebutuhannya dalam aktualisasi diri dalam lingkungannya, sehingga siswa membutuhkan rasa diterima oleh orang-orang di lingkungan dia tinggal.
3. Lemahnya kontrol diri
Faktor yang memengaruhi kenakalan siswa adalah lemahnya kontrol diri. Faktor yang ada dalam diri untuk mengontrol dan mempertahankan diri terhadap pengaruh-pengaruh negatif dan lingkungan siswa adalah masa siswa yang memiliki banyak pengaruh dari luar, jika siswa tidak mampu memilah hal-hal yang berhubungan dengan perilaku yang negatif maka siswa akan mengalami berbagai masalah dalam dirinya
4. Minimnya pemahaman tentang keagamaan
Minimnya pemahaman tentang keagamaan dalam kehidupan keluarga, kuranya pembinaan agama juga menjadi salah satu faktor terjadinya kenakalan siswa. Dalam pembinaan moral, agama mempunya peranan yang sangat penting karena nilai-nilai moral yang datangnya dari agama tetap tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat.
Faktor eksternal yang memengaruhi kenakalan siswa 1. Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga merupakan sumber utama atau lingkungan yang utama penyebab kenakalan siswa salah satunya yaitu memukul dan menggangu teman. Faktor utama yang menyebabkan kenakalan siswa yaitu kehidupan keluarga yang tidak harmonis, kondisi keluarga yang tidak harmonis karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir dengan perceraian (broken home) sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan anak apalagi anak yang memasuki rentang usia remaja di mana mereka membutuhkan perhatian dan dukungan dari orang-orang terdekat terutama orangtuanya.
2. Lingkungan sekolah
Hasil yang diperoleh dari informasi bahwa kenakalan remaja yang sering dilakukan oleh siswa di sekolah mengganggu temannya yang lemah, menggoda teman perempuan ataupun berkelahi di sekolah. Kenakalan siswa biasannya dilakukan secara berkelompok hal ini disebabkan karena ketidakmampuan siswa memenuhi kebutuhan fisik dan psikis sehingga mencari cara untuk memenuhi kebutuhannya dengan menggangu temannya, selain dari itu kenakalan siswa juga dapat dipengaruhi oleh teman sebaya yang seringkali melakukan tindakan memukul tersebut, dalam perkumpulan kelompok siswa tersebut mereka tidak memunyai tujuan dan apabila berkumpul maka timbulah berbagai ide negatif termaksut memukul teman yang lemah, menganggu teman perempuan.
Pembahasan
Faktor-faktor yang memengaruhi terjadi kenakalan siswa di antaranya siswa-siswi di SMP Negeri 2 Wakorumba Utara adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari diri siswa dan faktor eksternal yaitu yang berasal dari luar individu seperti lingkungan keluarga, dan lingkungan sekolah (teman sebaya). Faktor internal yang pertama kebutuhan fisik tidak terpenuhi.
Kebutuhan fisik yang tidak terpenuhi dimaksud adalah kebutuhan dalam hal makan dan minum khususnya ketika berada di sekolah. Jika uang yang diberikan orangtua mereka tidak cukup untuk
membeli rokok dan minuman mereka merasa kebutuhan fisik mereka tidak terpenuhi sehingga mereka melakukan hal-hal yang negatif yang mengarah pada kenakalan seperti memalak dan memajak temannya untuk meminta uang secara paksa dan serta ingin ditakuti sama teman yang mengejek mereka karena jelek dan hitam, kecil salah satunya agar tercapanya identitas fisik tersebut siswa melakukan beberapa tindakan kekerasan atau kriminal seperti memukul teman yang mengejeknya dan memalak temannya untuk meminta uang untuk membeli rokok dan minuman.
Faktor yang kedua adalah faktor kebutuhan psikis yang tidak terpenuhi. Faktor psikis yang dimaksud adalah anak yang kurang mendapat perhatian, kasih sayang dan tuntutan pendidikan orangtua terutama bimbingan ayah dan keluarga sekitar. Kegagalan dalam tercapainya intelegensi tersebut melibetkan berbagai aspek peran siswa sehingga untuk mencapai kebutuhan tersebut siswa lebih memilih melakukan kenakalan walau identitas tersebut negatif. Kartono (Sumara, Humaedi, dan Santoso 2017: 348) mengemukakan kebutuhan fisik maupun psikis anak-anak remaja yang tidak terpenuhi, keinginan dan harapan anak-anak tidak bisa tersalur dengan memuaskan atau tidak mendapatkan kompensasinya.
Faktor yang ketiga yaitu lemahnya kontrol diri. Lemahnya kontrol diri merupakan faktor yang ada dalam diri untuk mengontrol dan mempertahankan diri terhadap pengaruh-pengaruh negatif terhadap lingkungannya. Willis (Fatimah dan Umuri 2014: 4). Jensen (Sarwono 2013: 255) juga mengemukakan rational choice, adalah faktor yang berasal dari individu itu sediri. Kenakalan yang dilakukan adalah atas pilihan, interest, motivasi atau kemauannya sendiri. Menurut Willis (2012) lemahnya kontrol diri juga memiliki peran yang sangat penting bagi keseimbangan jiwa manusia, di mana keseimbangan tersebut bisa didapat saat manusia melakukan hidup yang seimbang antara agama dan juga kegiatan rutin yang dilakukannya sehari-hari. Agama dapat dikategorikan sebagai tiang ataupun benteng agar kita tetap berada di jalan yang seharusnya serta menjadi obat penenang terbaik bagi sebagian orang yang sedang dirundung masalah dalam menyeimbangkan mentalnya.
Faktor yang terakhir yaitu minimya pemahaman tentang keagamaan. Minimnya pemahaman tentang keagaman memunyai peran yang sangat penting karena nilai-nilai moral yang datangnya dari agama tetap tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat Willis (Fatimah dan Umuri 2014: 4).
Selanjutnya, faktor eksternal pertama yang memengaruhi kenakalan siswa adalah lingkngan keluarga. Lingkungan keluarga merupakan faktor yang sangat memengaruhi kenakalan siswa karena lingkungan keluarga merupakan lingkungan di mana seseorang mendapatkan pendidikan pertama, kasih sayang dan perhatian yang sangat memengaruhi perilakunya dan berperan dalam menentukan tujuan hidupnya anak itu. Hal ini disebabkan karena keluarga yang broken home dapat membuat siswa melakukan berbagai perilaku nakal untuk mencari perhatian dan kasih sayang dari orangtua dan keluarga di sekitarnya. Kartono (Sumara, Humaedi, dan Santoso, 2017: 348) mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi terjadinya kenakalan siswa yaitu anak kurang mendapat perhatian, kasih sayang, serta tuntutan pendidikan dan kehidupan keluarga yang tidak harmonis.
Menurut Willis (2012), kurangnya perhatian dari orangtua, serta kurangnya kasih sayang keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak.
Sedangkan lingkungan sekitar ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak. Karena itu baik- buruknya struktur keluarga dan sekitar memberikan pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan kepribadian anak. Keadaan lingkungan keluarga yang menjadi sebab timbulnya kenakalan siswa seperti keluarga yang broken home, rumah tangga yang berantakan disebabkan oleh keluarga yang diliputi konflik keras, ekonomi keluarga yang kurang, semua itu merupakan sumber yang subur untuk memunculkan delinkuensi siswa.
Faktor eksternal yang kedua yaitu lingkungan sekolah yaitu kurangnya pengawasan dari pihak sekolah serta pengaruh dari teman sebaya juga menyebabkan siswa melakukan kenakalan. Siswa pada umumnya selalu berkelompok mencari teman yang sepadan dan sepemikiran, siswa juga terkadang lebih banyak meluangkan waktu dengan teman sebaya sehingga memengaruhi sikap, minat dan tingkah laku mereka. Pengaruh rekan sebaya sangat penting dalam pergaulan siswa, siswa yang salah memilih rekan yang baik akan terikut ke dalam perilaku yang negatif yang dilakukan oleh temannya karena kebanyakan siswa yang melakukan tindakan kenakalan di lakukan secara berkelompok.
Sarwono (Safitri, 2012: 36) menyebutkan bahwa seorang anak akan menjadi baik atau jahat tergantung dari pengalaman. Kalau anak mendapat pengalaman yang baik, maka anak tersebut menjadi baik, demikian sebalikinya. Anak yang memiliki pengalaman dan teman kelompok yang baik akan menjadi baik namun apabila sebalikinya akan cenderung mengikuti apa yang dilakukan oleh teman kelompoknya seperti seperti yang ditemui di lapangan bahwasannya siswa yang melakukan kenakalan remaja didorong dari pengaruh teman kelompoknya yang sering melakukan kenakalan sehingga anak tersebut mengikuti tindakan mereka.
Dari beberapa faktor yang telah dijelaskan di atas, faktor yang sangat berpengaruh pada perilaku kenakalan siswa dalam faktor internal yaitu lemahnya pertahan diri di lingkungan hidup.
Lemahnya pertahanan diri merupakan faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri untuk mengontrol dan mempertahankan diri terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan hidup. Jika ada pengaruh negatif berupa ajakan seperti diajak merokok, minuman keras, yang seringkali remaja tidak bisa menghindari dan terpengaruh dari ajakan tersebut.
Selanjutnya, pada faktor eksternal yaitu faktor lingkungan keluarga, dan lingkungan sekolah.
Faktor yang pertama yaitu lingkungan keluarga, lingkungan keluarga merupakan tempat pertama anak mendapat pendidikan. Setiap anak yang dilahirkan belum mengerti mana yang baik dan yang buruk karena itu pembinaan dalam keluarga sangatlah penting jika dalam keluarga sangat perhatian dan kasih sayang kurang diberikan kepada anak maka akan berpengaruh pada perilakunya. Kartono (Sumara, Humaedi, dan Santoso, 2017: 348) menyatakan anak kurang mendapat perhatian, kasih sayang dan tuntutan pendidikan orangtua, terutama bimbingan ayah karena ayah dan ibunya masing- masing mengurus permasalahan serta konflik batin sendiri.
Faktor ekternal kedua yaitu lingkungan sekolah, jika di dalam satu sekolah terdapat benyak siswa yang sering melakukan kenakalan terutama dalam kelompok-kelompok siswa yang tidak nakal yang tergantung dalam kelompok tersebut akan mengikuti teman-temannya yang berperilaku nakal.
Terkait dengan hal tersebut, Jensen (Sarwono, 2013: 255) menyebutkan differential association yaitu kenakalan siswa akibat salah pergaulan, anak-anak nakal karena bergaul dengan anak-anak nakal juga. Terkait dengan hasil penelitian jika ditinjau dari teori Santrock (2017: 26) bahwa siswa sebagai manusia transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Selain itu pada fase ini remaja atau siswa itu sendiri memiliki kecenderungan untuk merenung atau memerhatikan diri sendiri, nilai etika dan isu-isu sosial. Serta tingkah lakunya dibimbing oleh tanggung jawab sosial sebagai siswa yang masih mengalami masa perkembangan bahwa sejatinya siswa adalah remaja yang masih kondisi sosial ekonomi yang tidak kongnitif atau dapat juga diakibatkan oleh kurangnya perhatian orang-orang sekitar terutama keluarga. Setiap siswa berusaha memenuhi kebutuhanya dalam aktualisasi diri di lingkungannya, sehingga siswa membutuhkan rasa diterima oleh orang-orang di sekitarnya.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa faktof-faktor yang memengaruhi kenakalan siswa di SMP Negeri 2 Wakorumba Utara terdiri atas dua faktor yaitu faktor internal dan faktor ekternal. Berdasarkan faktor internal yaitu kebutuhan fisik dan psikis yang tidak terpenuhi yaitu kebutuhan makan dan minum siswa (fisik) serta kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang-orang terdekat terutama keluarga, lemahnya kontrol diri yaitu siswa yang belum dapat mengontrol dan mempertahankan diri terhadap pengaruh negatif dari lingkungan serta belum dapat mengontrol emosinya dengan baik dan minimnya pemahaman tentang keagamaan. Sedangkan faktor eksternal yang menyebabkan siswa melakukan kenakalan yaitu lingkungan keluarga, dan lingkungan sekolah yang sangat berpengaruh terhadap perilaku kenakalan siswa tersebut.
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan di atas, maka saran yang dapat peneliti kemukakan sehubungan dengan hasil penelitian ini antara lain: 1) Bagi guru BK, ketika dihadapkan pada permasalahan perilaku kenakalan remaja pada siswa, diharapkan dapat menindaklanjuti dan
menerapkan konseling kelompok untuk mengatasi kenakalan remaja pada siswa yang melanggar peraturan atau norma yang berlaku secara berkelompok, 2) Kepada keluarga, agar dapat memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak mereka dan diharapkan dapat berkolaborasi dengan guru- guru yang ada di sekolah guna melihat perkembangan anak, dan mampu membentuk pola pikir yang baik terhadap para pelajar serta memberikan pengawasan dan perhatian terhadap perilaku anaknya di luar rumah, 3) Kepada siswa, agar kiranya menyadari bahwa tujuan utama ke sekolah adalah untuk menuntut ilmu. Karena itu, hendaknya setiap belajar harus menjaga setiap perilakunya baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.
Daftar Pustaka
Anjaswarni, T, Nursalam, N, Widati, S, dan Yusuf, A. (2019). Analisis Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Perilaku Kenakalan Remaja. Jurnal Ners, 14(2), 129-136. doi: http://dx.doi.org/10.20473/ jn.v14i1.12465.
Fatimah, S & Umuri, T (2014). “Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Remaja di Desa Kemandang Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Gunung kidul.” Jurnal Citizenship vol.4.
Gerungan, W. A (2010). Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Gunarsa Singgih D, & Gunarsa Yulia Singgih, (2012). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Jakarta: PT BPK Gubung Mulia.
Hurlack, E, B (2002). Psikologi Perkembangan, Jakarta Erlangga.
Kartono, K (2017), Patologi Sosiologi 2 Kenakalan Remaja Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kartono, K (2013). Patologi Sosial II: Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali.
KPAI. (2021) Laporan server Nasional Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Tempo. Co, Jakarta Pres.
Maleong, J, Lexy, (2017), Metodeologi Penelitan Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Millatina, M, R., Hardjajani, T., & Priyatama, A. N. (2016). Hubungan Antara Religiusitas dan Konsep Diri Dengan Kecenderungan Kenakalan Remaja (Studi Korelasi Pada Siswa Kelas XI Batik 2 Surakarta). EJornal Psikologi http://perpustakaan.uns.ac.id.pdf.
Prahatiningsih, S (2011). “Juvenile Deliqueney (kenakalan Remaja) Pada Reamaja Putra Korban Perceraian Orangtua.” Jurnal Psikologi Vol. 2. No. 1.
Sarwono. (2012). Psikologi Remaja. Jakarta : Rajawali Pers.
Sarwono, S. W (2013). Psikologi Remaja, Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Sriyanto, (2014). Perilaku Agresif dan Kecenderungan Kenakalan Remaja Berdasarkan Pola Asuh dan Peran Media Massa. Jurnal Psikologi Vol, nol. 1, hh, 74-88.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif. Ed 3-Cet I. Bandung: Alfabeta.
Sumara, dkk, (2017). “Kenakalan Remaja dan Penanganannya.” Jurnal Penelitian & PPM Vol, 4, no, I, hh, 129-389.
Willis, (2012). Remaja dan Masalahnya. Bandung: Alfabeta