SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu
Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh
Achmad Hariri Badri
NIM 109011000205
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
i
ii
Ciputat.
iii
Puji serta syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, seraya berserah diri
kepada-Nya, Dzat yang telah menganugerahkan kekuatan jasmani, rohani dan
fikri sehingga skripsi yang berjudul “Peranan Guru dalam Menanggulangi
Kenakalan Siswa Di Smp Dwi Putra Ciputat” dapat dituntaskan. “Hamba ini
bukanlah siapa-siapa tanpa Engkau ya Allah, Wahai Dzat Yang satu-satunya
tempat hamba bersandar, berpasrah dan memohon pertolongan.”
Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada sesempurnanya
ciptaan Tuhan, yaitu Nabi besar Muhammad SAW. Melalui beliaulah semua umat
Islam mendapatkan cahaya Tuhan, sehingga benar-benar memahami Iman, Islam
dan Ihsan. Tidak lupa kepada para kolega beliau dari Anbiyaa dan Mursaliin, juga
Auliyaa Allah yang sama-sama menegakan kalimat laa ilaaha illa Allah. Begitu
juga kepada keluarganya, sahabatnya, tabi’in tabi’at, ulama mu’tabarah, hujjaj
kiyai, guru, santri juga para cendikiawan muslim dan para pelajar yang selalu
siaga untuk menebar rahmat, melanjutkan perjuangan Rasulullah SAW dalam
menegakkan panji-panji Islam. Semoga penulis dan pembaca termasuk ke dalam
golongan tersebut. Amiin
Penulis sangat menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak
sedikit hambatan dan kesulitan yang terkadang membuat putus asa. Namun,
berkat doa, saran, dukungan dan motivasi yang tidak akan pernah ternilai dari
berbagai pihak, membuat penulis sadar akan pentingnya semangat, agar juga
mampu berbuat untuk kemashlahatan umat.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tiada
terhingga juga penghargaan yang sebesar-besarnya dengan penuh rasa tadzim
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan
iv
2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, Ketua Jurusan PAI dan Marhamah Saleh,
MA Sekretaris Jurusan PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, yang
sangat sabar dan profesional dalam mengabdikan dirinya di jurusan
pendidikan agama Islam. penulis ucapkan terima kasih yang setingi-tingginya
karena beliau berdua telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. Dimyati M. Ag. Dosen Pembimbing Skripsi yang begitu sabar telah
menyediakan waktu, pikiran dan tenaganya dalam memberikan bimbingan,
pengarahan dan petunjuknya kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga selalu diberikan
kesehatan dan selalu dalam ridho sang Pencipta.
4. M. Zuhdi. Ph. D. Dosen Penasehat Akademik yang penuh perhatian telah
memberi bimbingan, arahan dan motivasi serta ilmu pengetahuan kepada
penulis selama masa perkuliahan.
5. Pimpinan dan karyawan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah memberikan pelayanan dan
pinjaman buku-buku yang sangat penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi
ini.
6. Selanjutnya ucapan terima kasih untuk orang terkasih yaitu Ibunda Dra. Dedeh
Setiamanah dan Ayahanda Drs. Arsudin, yang selalu memberi motivasi dan
dukungan buat penulis selama penulis mengerjakan skripsi serta memberikan
dukungan moral dan material, doa dan senyuman yang menyemangati penulis
agar tetap tabah dalam mengarungi kehidupan. Penulis memohon maaf kepada
Ibunda dan Ayahanda tercinta, karena belum mampu menjadi anak yang baik,
juga penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Skripsi dan gelar
sarjana ini penulis persembahkan khusus untuk Ibu dan Ayah tercinta.
7. Adik- adik ku tercinta: Diah Purnamasari, Lailatul Fitriani, Wesul Qurni dan
v
kalian yang menemani hari-hari selama kuliah.
9. Tak lupa juga teman-teman Kahfi Motivator School (Om. Bagus se-keluarga),
IMC (Indonesia Master Communication), PP Ummul Rodhiyah (Abi, Dewan
Guru, Santri-Santri) yang selalu memberikan motivasi, sumbangsih arahan dan
pemikirannya demi kelancaran skripsi ini dan telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk belajar banyak tentang segala hal.
10.Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya, terima kasih
atas segala bantuan, perhatian dan semangat yang diberikan kepada penulis.
11.Terima kasih untuk Nabilatunnadhiroh yang selalu memotivasi dan
mendampingi dari awal hingga akhir skripsi ini.
Penulis bermunajat kepada Allah SWT agar melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada semua yang telah membantu penulis, sebagai imbalan jasa yang telah
dilakukan.
Hanya kepada Allah SWT sajalah penulis berharap semoga apa yang penulis
kerjakan mendapat keridhaan sdan kecintaan-Nya. Akhirnya, semoga skripsi ini
mampu memberikan manfaat khususnya bagi penulis juga bagi pembaca
umumnya. Amin.
Jakarta, 03 Januari 2014
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJISKRIPSI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 6
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Kegunaan Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN TEORITIS A. Guru ... 7
1.Perngertian Guru ... 7
2.Syarat-syarat Guru ... 9
3.Tugas dan Tanggung Jawab Guru ... 9
4.Peranan Guru ... 10
5.Kualifikasi dan Kompetensi Guru SMP ... 11
B. Kenakalan Siswa ... 13
vii
2. Penyebab Terjadinya Kenakalan Siswa ... 15
3. Bentuk-bentuk Kenakalan Siswa ... 16
4. Upaya Penanggulangan Kenakalan Siswa ... 17
C. Kerangka Berpikir ... 19
D. Hipotesis Penelitian ... 20
E. Hasil Penelitian yang Relevan ... 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 23
B. Metode Penelitian ... 24
C. Populasi dan Sampel ... 24
1. Populasi ... 24
2. Sampel ... 24
D. Teknik Pengumpulan Data ... 25
E. Teknik Pengolahan Data ... 28
F. Teknik Analisis Data ... 39
1. Uji Validitas ... 29
2. Uji Reliabilitas ... 30
3. Uji Normalitas ... 31
4. Uji Homogenitas ... 31
5. Uji Hipotesis ... 32
6. Perhitungan Koefisien Determinasi ... 33
G. Pengujian Persyaratan Analisis Data ... 33
viii
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ... 36
1. Gambaran Umum SMP Dwi Putra ... 36
2. Deskripsi Varaibel Penelitian ... 40
B. Uji Analisis Data ... 45
1. Uji Validitas ... 45
2. Uji Reliabilitas ... 48
C. Pengujian Hipotesis ... 50
1. Uji Hipotesis ... 50
2. Perhitungan Koefisien Determinasi ... 54
D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 54
1. Interpretasi Data ... 54
2. Temuan Hasil Penelitian ... 56
E. Keterbatasan Penelitian ... 63
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 65
B. Implikasi ... 65
C. Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Waktu Penelitian ... 23
Tabel 3.2 Agenda Wawancara ... 25
Tabel 3.3 Kisi-kisi Angket Variabel X ... 27
Tabel 3.4 Kisi-kisi Angket Variabel Y ... 27
Tabel 3.5 Intepretasi Data Product Moment ... 32
Tabel 3.6 Hasil Ujian Normalitas Variabel X ... 34
Tabel 3.7 Hasil Ujian Normalitas Variabel Y ... 34
Tabel 4.1 Data Guru SMP Dwi Putra ... 37
Tabel 4.2 Sarana dan Prasarana ... 39
Tabel 4.3 Kelas Interval Peranan Guru ... 41
Tabel 4.4 Penggolongan Tingkat Peranan Guru ... 42
Tabel 4.5 Skor Skala Peranan Guru ... 42
Tabel 4.6 Kelas Interval Kenakalan Siswa ... 44
Tabel 4.7 Penggolongan Tingkat Kenakalan Siswa ... 44
Tabel 4.8 Skor Skala Kenakalan Siswa... 45
Tabel 4.9 Hasil Ujian Validitas Variabel X ... 46
Tabel 4.10 Hasil Ujian Validitas Variabel Y ... 47
Tabel 4.11 Hasil Ujian Realibilitas Variabel X ... 49
Tabel 4.12 Hasil Ujian Realibilitas Variabel Y ... 49
Tabel 4.13 Nilai Angket Variabel X dan Y... 50
Tabel 4.14 Hasil Input Data Menggunakan Rumus Product Moment ... 52
1
Setiap anak yang dilahirkan ke dunia ini telah membawa fitrahnya
masing-masing dari sang pencipta, sebagaimana sabda Nabi saw:
َّص َّلا ل سر لاق :لاق ، ع َّلا يضر ةرير يبأ نع
:مَّس يّع ها ى
ام
ىّع دل ي اَلإ د ل م نم
نادِ ي ا بأف ،ةرطفلا
أ
نارص ي
“Tidaklah anak yang dilahirkan kecuali atas dasar fitrah, maka kedua orang
tuanyalah yang menjadikannya sebagai Yahudi atau Nasrani.” (HR.
Bukhari)
Fitrah dalam hadist tersebut diartikan sebagai faktor pembawaan sejak
manusia lahir yang biasa dipengaruhi oleh lingkungan, bahkan ia tidak dapat
berkembang sama sekali tanpa adanya pengaruh lingkungan.1
Begitu juga dengan peserta didik (siswa/i), sebagai bagian dari pribadi yang
sedang tumbuh dan berkembang disamping mereka memiliki
kesamaan-kesamaan, tentu masing-masing memiliki sifat yang khas, yang hanya dimiliki diri
masing-masing. Dengan demikian tiap-tiap anak memiliki sifat kepribadian yang
unik.2 Mereka juga memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi yang
sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kebutuhan manusia pada umumnya,
diantaranya: kebutuhan jasmaniah, rasa aman, kasih sayang, penghargaan, rasa
bebas, sukses.3
Dalam konteks ini, sekolah harus bisa menjadi wadah bagi perkembangan
potensi siswa/i yang unik itu, dan sebisa mungkin memenuhi kebutuhan mereka
terutama sebagai bekal untuk kehidupannya di masa yang akan datang. Terlebih
jika meurujuk kepada tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertera dalam
pembukaan Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Bab II pasal 3,:
1
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 45
2
Tim Dosen Fip-Ikip Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1988), h.107
3
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan serta bertanggung jawab.4”
Namun demikian, pendidikan yang berlangsung selama ini masih dianggap
kurang bermakna bagi pengembangan pribadi dan watak peserta didik. Hal ini
dapat dilihat dari kehidupan siswa saat ini yang sering dihadapkan dengan
berbagai masalah yang amat kompleks sehingga sangat perlu mendapatkan
perhatian kita semua. Salah satu masalah tersebut adalah semakin merosotnya
tatakrama kehidupan sosial dan etika moral dalam praktik kehidupan, baik di
sekolah, rumah dan lingkungan sekitarnya, yang mengakibatkan timbulnya
sejumlah efek negatif di dalam sekolah maupun di luar sekolah yang akhir-akhir
ini semakin merisaukan. Efek tersebut di antaranya, semakin maraknya
penyimpangan diberbagai norma kehidupan, baik agama maupun sosial. Hal ini
dibuktikan dengan adanya berita di televisi atau koran, yang telah menampilkan
banyaknya kasus-kasus sosial kemasyarakatan yang telah terjadi yang cenderung
membahayakan kepentingan bersama. Contohnya seperti adanya geng motor,
perkelahian antar pelajar dan lain sebagainya dimana pelakunya semua adalah
siswa.
Sekolah merupakan ajang pendidikan yang kedua yang kedua setelah
lingkungan keluarga bagi anak remaja. Di kota-kota besar di Indonesia masa
remaja masih merupakan masa di sekolah terutama pada masa-masa permulaan,
dalam masa tersebut pada umunya remaja duduk di bangku sekolah menengah
pertama atau yang lebih setingkat.
Selama mereka menempuh pendidikan formal di sekolah terjadi interaksi
remaja dengan sesamanya, juga interaksi antara remaja dengan pendidik. Interaksi
yang mereka lakukan di sekolah sering menimbulkan akibat yang negatif bagi
4
perkembangan mental sehingga anak remaja menjadi deliquen.5 Pada umumnya,
deliquency merupakan produk dari konstitusi defektif dari mental dan
emosi-emosi; yaitu mental dan emosi anak muda yang belum matang, yang labil dan jadi
rusak/defektif, sebagai akibat proses-pengkodisian oleh lingkungan yang buruk.6
Sampai saat ini masalah kenakalan siswa masih tetap menjadi salah-satu fokus
perhatian bagi setiap bangsa di dunia. Akibat yang ditimbulkan cukup serius dan
tidak dapat lagi dianggap sebagai persoalan sederhana, karena tindakan-tindakan
tersebut ada yang sudah menjurus kepada tindakan kriminal seperti yang saat ini
beritanya menjadi topik utama di berbagai media yaitu kecelakaan maut yang
merenggut nyawa 7 orang meninggal dunia akibat sebuah mobil yang
dikemudikan oleh anak musisi ternama yang baru berusia 13 tahun kehilangan
kendali, keluar jalur tol hingga menabrak beberapa mobil yang ada dari arah yang
berlawanan.7 Kejadian selanjutnya yaitu tauran dan perampokan yang dilakukan
oleh siswa di daerah Jakarta Barat dan Jakarta Utara usai melaksanakan Ujian
Nasional hingga menyebabkan empat pelajar terluka dan 1 motor hilang
dirampok.8Masih banyak tindakan-tindakan yang lainnya.
Jika melihat kasus-kasus tersebut, dapat dikatakan terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi tindakan kenakalan siswa yang pada akhirnya melakukan
tindakan negatif. Faktor tersebut antara lain, faktor keluarga, faktor sekolah, dan
faktor lingkungan masyarakat.
Adapun gejala-gejala kenakalan siswa yang dilakukan di sekolah jenisnya
bermacam-macam, dan bisa digolongkan ke dalam bentuk kenakalan yang
berbentuk kenakalan ringan. Adapun bentuk dan jenis kenakalan ringan
diantaranya yaitu: tidak patuh kepada orang tua dan guru, lari atau bolos dari
sekolah, sering berkelahi, cara berpakaian yang tidak sopan.
5
Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h.129
6
Kartini Kartono, Psikologi Anak, (Bandung: Mandar Maju), h. 227
7
SCTV Multimedia, Kecelakaan Dul, 2013 , p. 1 (http:// news.liputan6.com/read/686543/dul-ahmad-dhani-kecelakaan-di-jagorawi-usai-antar-pacar-pulang, Posted: 08/09/2013 06:03), di akses 10 September 2013, jam 10.00 WIB
8
Meskipun kenakalan yang terjadi masih dalam bentuk kenakalan yang ringan
hal itu sudah termasuk dalam kurangnya penghayatan dan pemahaman terhadap
nilai-nilai agama yang diajarkan di sekolah tersebut. Pendidikan agama di
lembaga pendidikan bagaimanapun akan memberi pengaruh bagi pembentukan
jiwa keagamaan pada anak. Namun demikian, besar kecilnya pengaruh tersebut
tergantung pada berbagai faktor yang dapat memotivasi anak untuk memahami
nilai-nilai agama. Oleh karena itu, pendidikan agama lebih dititiberatkan pada
bagaimana membentuk kebiasaan yang selaras dengan tuntunan agama.9
Fungsi sekolah yang utama ialah bukan hanya pendidikan intelektual, yakni
“mengisi otak” anak dengan berbagai macam pengetahuan. Sekolah dalam
kenyataan masih mengutamakan latihan mental formal, yaitu suatu tugas yang
pada umumnya tidak dapat dipenuhi oleh keluarga atau lembaga lain, oleh sebab
itu memerlukan tenaga yang khusus dipersiapkan untuk itu, yakni guru. Dalam
pendidikan formal yang biasanya memegang peranan utama ialah guru dengan
mengontrol reaksi dan respons murid.10
Dalam hal ini, bukan hanya guru pendidikan agama saja yang bertugas dalam
menanggulangi kenakalan siswa di sekolah akan tetapi seluruh guru di dalam
sekolah ikut berperan dalam proses perkembangan siswa dan proses
penanggulangan kenakalan siswa disekolah.
Mengenai tugas guru, ahli pendidikan telah sepakat bahwa tugas guru ialah
mendidik. Mendidik adalah tugas yang amat luas. Mendidik itu sebagaian
dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian dalam bentuk memberikan dorongan,
memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan dan lain-lain.11 walaupun
saat ini masih banyak guru-guru yang berpandangan bahwa tugas mereka hanya
sebatas mengajar (mentransfer ilmu) di dalam kelas saja.
Guru merupakan simbol otoritas dan mencitakan iklim kelas dan
kondisi-kondisi interaksi diantara murid-murid. Oleh sebab itu , sikap guru terhadap siswa
mereka adalah penting, sebab guru mengambil suatu peran sentral dalam
kehidupan anak-anak, yang sangat menentukan bagaimana mereka merasakan
9
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 296
10
Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Bandung: Jemmars Bandung, 1983), h.15
11
berada di sekolah dan bagaimana mereka merasakan diri mereka. Hal ini terutama
selama tahun-tahun pertama atau kedua mereka masuk sekolah.12
Berbagai bentuk bimbingan telah diupayakan guru dalam menanggulangi
kenakalan siswa. Mulai dari aturan-aturan yang ketat sampai pada
kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan sekolah guna memberikan hal-hal positif dan
menghindari perilaku negatif siswa.
Sebagai bagian dari lembaga pendidikan, SMP Dwi Putra yang berada di
daerah Tangerang Selatan dan sudah berdiri sejak tahun 1987 ini juga memiliki
masalah yang sama dengan lembaga pendidikan lainnya yaitu masalah kenakalan
sisiwa. Sebagai mana sekolah pada umumnya pada SMP ini juga kerap ditemukan
kenakalan-kenakalan siswa meskipun masih dalam katagori ringan seperti bolos,
tidak patuh kepada guru, dan sebagainya.
Dengan memperhatikan berbagai fenomena kenakalan yang terjadi pada
kalangan siswa termasuk siswa SMP Dwi Putra (yang menjadi objek penelitian),
dan mengingat pentingnya peran guru sebagai pendidik, maka penulis terdorong
untuk meneliti mengenai “Peranan Guru dalam Menanggulangi Kenakalan Siswa
di SMP Dwi Putra – Ciputat”
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi masalah-masalah
sebagai berikut:
1. Kenakalan siswa yang semakin marak .
2. Sekolah yang lebih mementingkan pendidikan intelektual.
3. Masih adanya guru-guru yang memahami tugas mereka hanya sebatas
mengajar.
4. Guru masih kurang berperan aktif dalam hal perilaku siswa.
5. Penegakan disiplin yang lemah.
6. Perhatian guru terhadap perilaku siswa yang buruk.
7. Kurangnya perhatian orang tua.
12
C.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas dan terbatasnya waktu pada penelitian
ini, maka penelitian ini dibatasi pada permasalahan sebagai berikut:
1. Tentang peranan guru di SMP Dwi Putra - Ciputat.
2. Tentang kenakalan siswa/i di SMP Dwi Putra - Ciputat.
D.
Perumusan Masalah
Berdasarkan hasil identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka
penelitian ini dapat dirumuskan, yaitu; Adakah korelasi yang positif antara
peranan guru-guru dengan penanggulangan kenakalan siswa di SMP Dwi Putra -
Ciputat?
E.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan persoalan yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini
bertujuan untuk mengungkapakan ada atau tidaknya korelasi Antara peranan guru
dengan penanggulangan kenakalan siswa di SMP Dwi Putra – Ciputat
F.
Kegunaan Penelitian
Selain untuk mencapai tujuan yang di harapkan di atas, penelitian ini nantinya
di harapkan bermanfaat bagi:
1. Bagi peneliti untuk menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan
berfikir kritis dalam melatih kemampuan, untuk memahami dan
menganalisis masalah-masalah pendidikan.
2. Bagi sekolah dapat digunakan sebagai bahan masukan dan bahan
pertimbangan dalam mengambil kebijakan untuk mengantisipasi adanya
kenakalan siswa.
3. Bagi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, untuk dapat
menambah pembendaharaan kepustakaan, terutama bagi Jurusan
7
1. Pengertian Guru
Guru adalah salah satu unsur terpenting dalam proses belajar-mengajar, yang
ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di
dalam bidang pembangunan.1
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , guru diartikan sebagai “orang yang
pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar”. Tapi sesederhana inikah arti guru? Kata guru dalam bahasa arab disebut muallim dan dalam bahasa inggris
teacher itu memang memeliki arti sederhana, yakni a teacher whose occupation is
teaching others. Artinya, guru ialah orang yang pekerjaannya mengajar orang
lain.2
Roestiyah NK berpendat bahwa dalam pandangan tradisonal guru dilihat
sebagai seseorang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan ilmu
pengetahuan.3
Pada dasarnya, setiap orang adalah guru, contoh yang digugu dan
ditiru, terutama oleh anak-anak yang sering meniru apa yang dilakukan oleh
orang-orang disekitarnya.4 Dalam literatur kependidikan Islam seorang guru
disebut sebagai ustadz, mu’allim, murabbiy, mursyid, mudarris, dan muaddib.5
Bahkan Al-Ghazali, dalam kitab Ihya Ulumuddin telah menyejajarkan para
pendidik dengan deretan para nabi, sebagaimana ditulis:
“Makhluk (Allah) yang paling utama diatas bumi adalah manusia. Bagian manusia yang paling utama adalah hatinya. Sedangkan seorang pendidik sibuk memperbaiki, membersihkan, menyempurnakan dan mengarahkan hati agar selalu dekat kepada Allah SWT. Maka mengajar imu adalah ibadah dan pemenuhan tugas sebagqai khilafah Allaw, bahkan merupakan tugas kekhilafahan Allah yang paling utama. Sebab Allah telah membukak hati
1
Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 125
2
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1995), h. 223.
3
Hadi Supeno, Potret Guru, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 26
4
Andi Yudha, Kenapa Guru harus Kreaktif, ( Bandung : PT Mizan Pustaka, 2009) h. 17
5
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja
seorang alim untuk menerima suatu pengetahuan dan sifat-sifat-Nya yang paling istimewa. Hati itu berisi gudang yang berisi benda-benda yang paling berharga, kemudian ia diberi izin untuk membagikan kepada orang yang membutuhkan. Maka derajat mana yang lebih tinggi dari seorang hamba yang menjadi perantara antara tuhan dan makhluk-Nya dalam mendekatkan diri kepada Allah dan mengiringi mereka menuju surga tempat peristirahatan abadi.”6
“Guru adalah pribadi yang menentukan maju atau tidaknya sebuah bangsa dan peradaban manusia. Di tangannya, seorang anak yang awalnya tidak tahu apa-apa menjadi pribadi yang jenius. Melalui didikannya, lahir generasi-generasi unggul. Ia “turun” untuk memberantas kebodohan umat manusia, sekaligus menghujamkan kearifan sehingga manusia bisa paham tentang makna kedirian dan makna kehidupan.7 Guru pun harus mampu melaksanakan fungsi pendidikan yang secara garis besar dapat dilihat dari dua bentuk yaitu: memelihara kebudayaan nasional dan mengembangkan skill peserta didik.”8
Guru adalah sang pejuang dan pembebas yang berusaha sekuat dayanya untuk
memberikan yang terbaik bagi anak-anak didikanya, seperti yang dilakukan oleh
Ibu Muslimah, seorang guru dari pedalaman Belitung, yang menjadi penulisan
tetralogi novel laskar pelangi oleh Andrea Hirata. Selain ibu muslimah, tentu
masih banyak guru dengan pengabdian luar biasa, diatas ambang batas
rasionalisme manusia pada umumnya, tetapi mungkin belum terekspos dan
terpublikasi.9
Secara formal, menurut Undang-undang no. 14/2005, pasal 1, butir 1 tentang guru dan dosen, „yang disebut dengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.10
Berbagai pengertian-pengertian guru di atas dapat disimpulkan bahwa guru
adalah tenaga pendidik profesional yang memiliki keahlian khusus di dalam
bidang keguruan, selalu digugu dan ditiru dimanapun ia berada serta mempunyai
andil yang sangat besar bagi pembangunan sumber daya manusia suatu bangsa.
6Asrorun Ni’am Sholeh,
Reorintasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Elsas, 2006), h.71-72
7
Asef Umar Fakhruddin, Menjadi Guru Favorit, (Jogjakarta, Diva Press, 2009), h. 8
8
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta, Ciputat Pers, 2002), h. 34
9
Ibid., h. 91-92
10
2. Syarat-syarat Guru
Mengingat tugas dan tanggung jawab guru yang begitu kompleksnya, maka
profesi ini memerlukan persyaratan khusus, antara lain: mempunyai pengetahuan
yang mendalam, ahli dalam bidang tertentu, memiliki tingkat pendidikan
keguruan, memiliki kepekaan, terdepan dalam sains, teknologi dan informasi.11
Dalam konteks pendidikan Islam, guru adalah spiritual father atau bapak
rohani bagi murid. Oleh karena itu menjadi pendidik hendaknya memiliki
sifat-sifat sebagai berikut: zuhud, bersih tubuhnya, ikhlas, pemaaf, mejadi orang tua
kedua bagi murid, mengetahui tabiat murid, menguasai mata pelajaran.12
Selain itu
juga yang tak kalah pentingnya yaitu mampu mencontohkan prilaku seperti dalam
al-Quran dan hadist.13
“Al-Ghazali memberikan prasyarat yang harus dipenuhi oleh pendidik yaitu: mempunyai kasih sayang, melakukan aktifitas karena Allah SWT, mampu memberi nasehat, mampu mengarahakan anak didik kepada hal-hal yang positif, mengenali tingkat nalar dan intelektualitas anak didik, mampu menumbuhkan kegairahan semangat kepada murid terhadap ilmu yang dipelajarinya, mampu mengklasifikasikan kelompok anak didiknya dan memberikan materi yang sesuai dengannya.”14
3. Tugas Guru
Tugas guru itu luas, bukan hanya melakukan tugas pengajaran, ia juga harus
membimbing, akhlak, mengembangkan seluruh kemampuan-kemampuan dan
sikap-sikap yang baik dari murid.15 Mengingat lingkup pekerjaan guru seperti
yang digambarkan di atas, maka tugas guru itu meliputi: tugas pengajaran, tugas
bimbingan, tugas administrasi. Dengan terjadinya pengelolaan yang baik, maka
guru akan lebih mudah mempengaruhi murid di kelasnya.16
Ag. Soejono merinci tugas guru sebagai berikut17: mengetahui karakter anak
didik, membantu mengembangkan karakter yang baik dari mereka, mengajarkan
11
Fakhruddin, op. cit., h. 21-22
12
Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 111
13
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 94
14Asrorun Ni’am Sholeh
, op. cit., h.72-74
15
Zakiah Darajat, Pendidikan Islam, (Jakarta: Ruhama, 1995), h.99
16
Zakiah Darajat. Dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h, 265-268
17
berbagai keahlian, keterampilan, evaluasi setiap waktu, memberikan bimbingan
saat mereka mengalami kesulitan. Selain itu juga harus harus menciptakan
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM)
4. Peranan Guru
Seorang guru harus menjadi teladan bagi siswa-siswinya. Keteladanan adalah
hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain.
Sebagaimana Rasulullah SAW menjadi teladan bagi umatnya, Allah SWT
berfirman18 :
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS al-Ahzab: 21)
Sementara itu Udin Syaefudin Saud menjeleskan peran dan tugas pokok
seorang guru yaitu: (1) Guru sebagai pengajar, (2) Guru sebagai pengajar dan juga
sebagai Pendidik, (3) Guru sebagai Pengajar, Pendidik, dan juga agen
pembaharuan dan pembangunan masyarakat, (4) Guru yang berkewenangan
berganda sebagai Pendidik Profesional dengan bidang keahlian lain selain
kependidikan.19 Begitu juga Syaiful Bahri Jamarah memberikan pendapat
mengenai peran guru yaitu: 1) guru sebagai sumber belajar, 2) guru sebagai
fasilitator, 3) guru sebagai demonstrator, 4) guru sebagai informator, 5) guru
sebagai inisiator, 6) guru sebagai mediator, 7) guru sebagai organisator, 8) guru
sebagai motivator, 9) guru sebagai evaluator, 10) guru sebagai entertainer
18
Armai Arief. Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta:Ciputat Pers, 2002), h. 117-118
19
Peran guru sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi
pelajaran. Kita bisa menilai baik tidaknya seseorang guru hanya dari penguasaan
materi pelajaran. Guru juga bertindak sebagai fasilitator dan demonstrator yang
memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses
pembelajaran serta mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang membuat
siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan. Sebagai
Informator guru hendaknya menjadi sumber informasi bagi kegiatan akademik
maupun umum. Guru hendaknya menjadi pencetus ide-ide kreatif yang dapat
dicontoh oleh anak didiknya. Sebagai seorang mediator guru diharapkan mampu
menengahi kegiatan belajar siswa dan menjadi penyedia media yang mampu
memakai dan menggorganisasikan penggunaan media. Guru juga harus menjadi
motivator yang hebat bagi siswa-siswinya agar selalu semangat dalam mencari
ilmu. Hendaknya guru juga menjadi organisator, pengelola kegiatan akademik,
silabus, workshop, jadwal pelajaran dan lain-lain. Komponen-komponen yang
berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar, semua diorganisasikan sedemikian
rupa, sehingga dapat mencapai efektifitas dan efisiensi belajar dalam diri siswa.
Sebagai evaluator guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasi
tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Terdapat dua fungsi
dalam memerankan perannya sebagai evaluator. Pertama, untuk menentukan
keberhasilan siswa. Kedua, untuk menentukan keberhasilan guru dalam
melaksanakan seluruh kegiatan yang telah diprogramkan. Guru pun harus
menghibur siswa-siswinya baik dalam keadaan senang ataupun susah 20
5. Kualifikasi dan Kompetensi Guru SMP
Menurut bahasa, kata kualifikasi diartikan dengan ”Pembatasan; penggolongan; tingkatan kapabilitas; kecakapan; syarat; watak; sifat”.21 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi kualifikasi adalah
keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu, atau menduduki jabatan
20
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 31
21
tertentu. Jadi, kualifikasi mendorong seseorang untuk memiliki suatu keahlian
atau kecakapan khusus.22
Kompetensi adalah seperangkat tindakan inteligen penuh tanggung jawab
yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu
melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu.23
Setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi
guru yang berlaku secara nasional. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) no 16 tahun 2007 pasal 1.
Kualifikasi guru dapat dilihat dari segi derajat lulusannya, sebagaimana tercantum
dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (permendiknas) no 16
tahun 2007, ditetapkan bahwa pendidikan minimum guru yang mengajar pada
tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus lulusan diploma empat (D-IV)
atau Strata 1 (S-1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang
diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.24
Dari beberapa persyaratan guru yang dikemukan di atas menunjukkan bahwa
seorang guru bukan hanya orang yang berilmu pengetahuan saja, sebagaimana
dalam Undang-undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 10 ayat 1 bahwa: ”kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadiaan, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.25
Adapun kompetensi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal tersebut
dijelaskan bahwa: Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik.26 Kompetensi kepribadian adalah kemampuann
kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi
22
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal. 621
23
Abdul Majid, perencanaan pembelajaran, (Bandung: rosdakarya, 2010), h. 5
24
Kementrian Pendidikan Republik Indonesia, Permendiknas Kompetensi Guru, ,
(http://www.dikti.go.id.files.atur.Permen16-2007KompetensiGuru), Di download pada tanggal 21/08/13, pukul 19.09 WIB
25 E. Mulyasa, ”Undang
-undang RI No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen”, dalam Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. III, h. 229
26
Kementrian Pendidikan Republik Indonesia, Permendiknas Kompetensi Guru,
teladan peserta didik. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasan
materi pelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial adalah kemampuan
guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara
efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik,
dan masyarakat sekitar.
B.
Kenakalan Siswa
1. Pengertian kenakalan siswa
Anak didik merupakan pribadi yang sedang tumbuh dan berkembang di
samping mereka memiliki kesamaan-kesamaan, tentu masing-masing memiliki
sifat yang khas, yang hanya dimiliki diri masing-masing. Dengan demikian
tiap-tiap anak memiliki sifat kepribadian yang unik.27 Sebelum membahas mengenai
pengertian kenakalan remaja, maka penulis akan terlebih dahulu membahas
pengertian remaja. Remaja berasal dari bahasa latin Adolescere (kata bendanya
adolescentia) yang berarti remaja, yaitu tumbuh atau tumbuh dewasa.28
Masa remaja disebut juga masa adolesensi yang berarti tumbuh ke arah
dewasa. Masa remaja disebut juga masa transisi, baik dari sudut biologis,
psikologis, sosial, maupun ekonomis. Masa remaja merupakan masa yang penuh
dengan gejolak dan keguncangan.29 Masa remaja disebut tidak realistik karena
remaja cenderung untuk memandang kehidupan atau melihat dirinya sendiri dan
orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya.30
Remaja adalah manusia yang berada pada masa anak-anak dan dewasa
mengalami perubahan yang cepat di segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak
baik bentuk badan, sikap dan cara berpikir maupun bertindak, tetapi bukan pula
orang dewasa yang telah matang.31
27
Tim Dosen Fip-Ikip Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1988) h.107
28
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), Cet. Ke-1, h. 244.
29
H. Djaali. Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara: 2009), h. 55
30
M Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum Dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001), h. 162
31
Secara etimologi dalam bahasa Arab kata remaja berasal dari kata murahaqah
kata kerjanya adalah raahaqo yang berarti al-iqtirahi (dekat). Secara terminologi,
berarti manusia yang mendekati kematangan baik secara fisik, akal, jiwa maupun
sosial.32
Dari berbagai pengertian dapat dipahami bahwa remaja adalah masa peralihan
dari kanak-kanak menuju dewasa, yang mendekati kematangan baik secara fisik,
akal, jiwa maupun sosial.
Pengertian kenakalan siswa SMP disamakan dengan pengertian kenakalan
remaja, karena batas usia rata-rata para siswa tersebut termasuk dalam hal
kategori usia remaja yaitu usia rata-rata mulai dari 12-21 tahun pada wanita dan
13-22 tahun pada pria.33
Kenakalan siswa adalah kenakalan yang terjadi pada saat ia mulai beranjak
dewasa, istilah bakunya dalam konsep psikologi adalah juvenile delinquency
secara etimologi dapat diartikan bahwa Juvenile berasal dari kata latin yang mana
artinya ialah anak-anak atau anak muda. Sedangkan “delinquere” artinya
terabaikan atau mengabaikan, maka dengan itu keduanya dapat diperluas menjadi
jahat, asosial, pelanggar aturan, pengacau, peneror, kriminal, susila dan lain
sebagainya.
Juvenile delinquency ialah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda. Ini
merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang
disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka
mengembangkan tingkah laku yang menyimpang.34
Kenakalan remaja jika ditinjau dari segi agama ialah kelakuan dan tindakan
yang terlarang dalam agama yang dilakukan oleh orang yang sudah baligh (telah
mencapai kematangan seksual).35
Ciri-ciri pokok kenakalan siswa antara lain yaitu: kenakalan terlihat dengan
adanya perbuatan atau tingkah laku yang bersifat pelanggaran hukum yang
32
Muhammad al-Mighwar, Psikologi Remaja, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2006), Cet. I, h. 55-56
33
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Siswa Rosda Karya, 2004), h. 52
34
TB. Aat Syafaat, dkk, Peranan pendidikan Islam dalam mencegah Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rajawali Perss, 2008). h. 74
35
berlaku dan pelanggaran nilai-nilai moral, kenakalan tersebut mempunyai tujuan
yang anti sosial yakni dengan perbuatan atau tingkah laku tersebut bertentangan
dengan nilai atau norma sosial yang ada dilingkungan hidupnya. kenakalan
merupakan kenakalan yang dilakukan oleh mereka yang berumur antara 13-17
tahun keatas dan belum menikah, kenakalan siswa dapat juga dilakukan bersama
dalam satu kelompok siswa.36
2. Penyebab Terjadinya Kenakalan Siswa
Sebab-sebab terjadinya kenakalan siswa yang paling menonjol, yaitu:
kurangnya didikan agama, kurangnya pengertian dan perhatian orang tua tentang
pendidikan, kurang teraturnya pengisian waktu, kurangnya perhatian masyarakat
terhadap siswa. Kurangnya pengertian dan perhatian orang tua tentang pendidikan
dapat mengakibatkan anak merasa tidak disayangi oleh orang tuanya dan merasa
kurang mendapat perhatian, ia akan berusaha mencari kesayangan itu dengan
bermacam-macam jalan. Misalnya dengan kelakuan yang menarik perhatian,
sering mengeluh, berkelahi dan sebagainya. Maka banyak di antara siswa-siswa
yang menjadi nakal itu, akibat dari perasaan tertekan karena tidak adanya
perhatian orang tua. Kurang teraturnya pengisian waktu dapat mengakibatkan
akan menggerutu, mungkin melawan kepada orang tuanya, membolos dari
sekolah. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap siswa sehingga mereka merasa
tidak terima, tidak diperhatikan dan pada akhirnya mereka melakukan hal hal
yang tidak diinginkan. 37 Pendidikan agama bagi umat Islam merupakan dasar
utama dalam mendidik anaknya, karena agama sangat membantu terbentuknya
sikap dan kepribadian anak kelak.38
Dari penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kenakalan siswa bisa di golongkan menjadi tiga antara
lain: faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.
36
Singgih D. Gunarsa, Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. 2004), Cet. Ke-11. h. 19
37
Zakiah Drajat, Kesehatan Mental, (Jakarta: CV. Haji Masagung, 1990), h.113-120.
38
3. Bentuk-bentuk Kenakalan Siswa
Akhir-akhir ini banyak kasus kenakalan siswa yang sering meresahkan
masyarakat antara lain; perkelahian, perampasan, pembajakan angkutan umum,
pelecehan seksual atau pun dalam bentuk-bentuk lain yang sering kita temui.
Bermacam-macam bentuk kenakalan siswa semakin meningkat dan mewarnai
kehidupan kita, membuat orang tua, guru, tokoh masyarakat bahkan pemerintah
pun ikut resah.
Sahilun A Nasir mengkelompokkan Kenakalan remaja dapat menjadi dua
bagian besar, yaitu:39
1. Kenakalan yang tergolong pelanggaran terhadap norma-norma, tetapi tidak
diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
2. Kenakalan yang tergolong pelanggaran yang telah di atur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sekarang ini yang banyak dijumpai kenakalan siswa baik yang bersifat
a-moral dan a-sosial yang tidak diatur oleh undang-undang maupun yang bersifat
melanggar undang-undang, antara lain: berbohong, bolos, membaca buku-buku
yang berbau pornografi dan berpersta pora semalam suntuk.
Kalau di atas telah disebutkan sebagian kenakalan siswa yang tidak diatur
dalam Undang-undang, maka dibawah ini akan di sebutkan kenakalan siswa yang
dianggap melanggar hukum, diselesaikan dengan hukum dan disebut dengan
istilah kejahatan40: perjudian, pencurian, penggelapan barang, penipuan dan
pemalsuan, pelanggaran tata susila, menjual gambar-gambar porno dan
pemerkosaan, pemalsuan uang dan surat-surat keterangan resmi,
Tindakan-tindakan anti sosial: perbuatan yang merugikan milik orang lain
seperti: percobaan pembunuhan, menyebabkan kematian orang, turut tersangkut
dalam pembunuhan, pembunuhan, pengguguran kandungan.
Kenakalan atau kerusakan yang bersifat a-moral dan asosial tersebut diatas
merupakan kelakuan siswa yang menggelisahkan para orang tua, guru dan
masyarakat secara umum. Yang menjadi tanggung jawab kita selaku pendidik
39
Sahilun A Nasir, Peranan Agama terhadap Pemecahan problema Remaja, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), Cet II, h. 82
40
sekarang adalah bagaimana cara mengarahkan para siswa dan dengan jalan apa
serta mampukah kita bertanggung jawab atas semua hal tersebut. Dari pendapat
diatas juga dapat disimpulkan kenakalan terbagi menjadi dua yaitu kenakalan
ringan dan berat.
4. Upaya Penanggulangan Kenakalan Siswa
Dalam menghadapi kenakalan remaja, diperlukan adanya usaha-usaha untuk
menanggulanginya. Beberapa usaha yang dapat dilakukan oleh sekolah untuk
menanggulangi kenakalan remaja adalah sebagai berikut:
a. Upaya Penaggulangan Secara Preventif
Upaya penaggulangan secara preventif yakni segala usaha yang bertujuan
mencegah timbulnya kenakalan remaja, di antaranya dapat dilakukan dengan cara:
1) mengintensifkan pelajaran agama disekolah, dan menyediakan sarana-sarana
sebagai wadah bagi siswa untuk menyalurkan kreatifitasnya.41 2) mengadakan
kegiatan yang bertujuan untuk memupuk jiwa agama siswa.42 3) guru harus dapat
menjadi contoh yang baik bagi siswa dan berusaha utnuk membantu pembinaan
mental mereka serta bekerja sama dengan pihak sekolah yang lain untuk
menciptakan suasana sekolah yang sesuai dengan nilai-nilai agama.43
b. Upaya Penanggulangan Secara Represif
Upaya penaggulangan secara represif adalah “suatu usaha berupa pemberian sanksi atau hukuman ketika seseorang melakukan pelanggaran.44 Upaya ini bisa
diwujudkan dengan jalan memberi peringatan atau hukuman kepada siswa
diliquent terhadap setiap pelanggaran yang dilakuan setiap siswa. Bentuk
hukuman tersebut bersifat psikologis yaitu mendidik dan menolong agar mereka
menyadari akan perbuatannya dan tidak akan mengulangi kesalahannya.
Upaya penaggulangan secara represif dari lingkungan keluarga dapat
ditempuh dengan jalan mendidik anak hidup disiplin terhadap peraturan yang
41
Sahilun A Nasir, op. cit., h. 90
42
Zakiah Daradjat, Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), Cet IV, h. 90
43
Zakiah Daradjat, Pembinaan Remaja, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), Cet IV, h. 48-49
44
berlaku dan bila dilanggar harus ditindak atau diberi hukuman sesuai dengan
perbuatannya. Dalam lingkungan sekolah tindakan represif dapat dilakukan
dengan cara: sekolah melakukan razia tempat-tempat atau barang-barang yang
dapat dijadikan tempat atau alat nakal oleh siswa.45 Memberikan hukuman kepada
siswa yang melakukan kesalahan atau berbuat kesalahan yang diharapkan dapat
muncul rasa takut dari siswa untuk melakukan kesalahan sehingga dapat
menghalangi siswa melakukan kesalahan yang berikutnya.46 Dalam lingkungan
masyarakat tindakan represif dapat ditempuh dalam memfungsikan peran
masyarakat sebagai kontrol sosial yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut:
memberi nasehat secara langsung kepada anak yang bersangkutan, membicarakan
dengan orang tua anak yang bersangkutan dan dicarikan jalan keluar untuk anak
tersebut dan sebagai langkah terakhir masyarakat untuk lebih berani melaporkan
kepada yang berwajib tentang adanya perbuatan dengan disertai bukti-bukti yang
nyata, sehingga bukti tersebut dapat dijadikan dasar yang kuat bagi instansi yang
berwenang didalam menyelesaikan kasus kenakalan siswa.
c. Upaya Penanggulangan Secara Kuratif Dan Rehabilitasi
Upaya penanggulangan secara kuratif dan rehabilitasi yakni memperbaiki
akibat perbuatan nakal, terutama individu yang telah melakukan perbuatan
tersebut, seperti menyediakan klinik Bimbingan Psikologis (Bimbingan
Penyuluhan) untuk memperbaiki tingkah laku dan membantu siswa dalam
menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi.47
Berdasarkan keterangan yang terdapat di atas, dapatlah ditarik kesimpulan
bahwasannya penanggulangan kenakalan remaja oleh pihak sekolah dapat
dilakukan dengan cara (1) Usaha preventif (mencegah timbulnya kenakalan
remaja), (2) Usaha represif (menghalangi timbulnya kenakalan remaja), (3) Usaha
kuratif dan rehabilitatif (memperbaiki tingkah laku siswa yang pernah melakukan
kenakalan remaja).
45
Sahilun A Nasir, op. cit., h. 97
46
Zahriddin, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. I, h. 200.
47
C.
Kerangka Berpikir
Guru saat ini bukan hanya dilihat sebagai seseorang yang berdiri di depan
kelas untuk hanya menyampaikan ilmu pengetahuan saja kepada siswa-siswi di
sekolah, tetapi guru saat ini merupakan suatu profesi profesional yang wajib
memenuhi kualifikasi dan kompentesi yang telah ditetapkan pemerintah yang
selalu di gugu dan ditiru dimanapun ia berada serta mempunyai andil yang sangat
besar bagi pembangunan sumber daya manusia suatu bangsa.
Tugas dan peran jabatan guru itu luas, yaitu untuk membina seluruh
kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap yang baik dari murid. Hal ini berarti
bahwa, perkembangan sikap dan kepribadian tidak terbatas pelaksanaannya
melalui pembinaan di dalam kelas saja. Dengan kata lain, tugas atau fungsi guru
dalam membina murid tidak terbatas pada interaksi belajar-mengajar saja
Berbicara mengenai siswa, khususnya siswa tingkat SMP, berarti berbicara
mengenai remaja. Dalam Islam, seseorang dikatakan remaja apabila ia telah aqil
baligh yaitu suatu masa di mana ia telah bertanggung jawab atas setiap
perbuatannya. Jika ia berbuat baik akan mendapat pahala dan bila ia melakukan
perbuatan tidak baik akan mendapatkan dosa.
Remaja merupakan sosok yang masih labil karena ia sedang melalui masa
transisi yaitu masa peralihan dari kanak-kanak menuju kedewasaan. Tak jarang
bagi remaja yang belum memiliki kemampuan untuk beradaptasi pada masa
tersebut akan banyak melakukan tindakan yang menyalahi aturan atau
bertentangan dengan norma-norma, yang dapat merugikan dirinya dan orang lain,
yang biasa dikenal dengan kenakalan remaja.
Faktor penyebab timbulnya kenakalan remaja disekolah antara lain adalah
kurangnya peranan guru-guru di sekolah dalam menanamkan nilai-nilai etika dan
moral di sekolah, kurangnya kerjasama, perhatian, pembinaan dan pengawasan
kepala sekolah dan guru-guru terhadap pertumbuhan dan perkembangan seluruh
siswa-siswi di sekolah. Mengingat prioritas utama di dalam menghadapi masalah
kenakalan remaja adalah mencegah dengan cara yang memadai dan komprehensif,
maka diperlukan peranan guru khususnya untuk meningkatkan mutu pendidikan
rehabilitasi dalam mengatasi kenakalan siswa berarti usaha untuk memulihkan
kembali (menolong) anak yang terlibat kenakalan agar kembali dalam
perkembangan yang normal atau sesuai dengan aturan-aturan/norma-norma
hukum yang berlaku. Sehingga pada diri siswa tumbuh kesadaran dan terhindar
dari keputusasaan (frustasi). Penanggulangan ini dilakukan melalui pembinaan
secara khusus maupun perorangan yang ahli dalam bidang ini.
Kerangka berpikir penelitian ini bersifat deduktif dimana peneliti berupaya
melakukan proses pikir dan meneliti dari yang bersifat umum di tarik kearah
kesimpulan yang bersifat khusus, dari pemaparan diatas diduga sementara
terdapat hubungan antara peranan guru dengan penanggulangan kenakalan
siswa-siswi di sekolah menengah pertama (SMP) Dwi Putra - Ciputat.
D.
Hipotesis Penelitian
Ho: Tidak terdapat hubungan positif antara peranan guru dengan penanggulangan
kenakalan siswa-siswi di SMP Dwi Putra - Ciputat.
Ha: Terdapat hubungan positif antara peranan guru dengan penanggulangan
kenakalan siswa-siswi di sekolah menengah pertama (SMP) Dwi Putra -
Ciputat.
E.
Hasil Penelitian yang Relevan
Berikut ini penulis akan memaparkan beberapa hasil penelitian yang relevan
mengenai kenakalan remaja yang telah diteliti:
1. Penelitian yang telah dilakukan oleh Laila Mardiyah dengan judul “Pengaruh
Intensitas Pembelajaran Pendidikan Agama Islam terhadap Kenakalan Siswa”. Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai Pengaruh intensitas Pembelajaran PAI terhadap Kenakalan Siswa diperoleh
Muhammadiyah 17 Ciputat adalah korelasi yang tergolong sedang atau
cukup.48
2. Penelitian yang telah dilakukan oleh Tri Sutarti dengan judul “Pengaruh
Pendidikan Agama dalam Keluarga Terhadap Kenakalan Remaja”. Dari
penelitian yang telah dilakukan di SMA Negeri 10 Tangerang Selatan,
diperoleh rxy atau r hitung sebesar 0,462 dan berada di indeks antara 0,40 –
0,70. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa hasil yang diperoleh
untuk hubungan Pendidikan Agama dalam Keluarga Terhadap Kenakalan
Remaja menunjukan hubungan yang sedang atau cukup.49
3. Penelitian yang telah dilakukan oleh Cholid Anwar dengan judul “Pengaruh
Organisasi Remaja Islam Masjid An-Nur dalam Menganggulangi Kenakalan
Remaja di Lingkungan RW 012 Pondok Pinang Jakarta Selatan”. Dari
penelitian yang telah dilakukan jika dilihat pada taraf 5%, diperoleh data rxy
sebesar 0,325 lebih besar dari pada “r” tabel, sedangkan pada taraf 1% ternyata rxy lebih kecil dari pada “r” tabel, dimana “r” tabel pada taraf 5% sebesar 0,273 dan pada tarf signifikan 1% sebesar 0,354. Dari sini dapat
diketahui adanya pengaruh kegiatan organisasi dalam penanggulangan
kenakalan remaja di Lingkungan RW 012 Pondok Pinang Jakarta Selatan.50
4. Penelitian yang telah dilakukan oleh Ahmad furqon dengan judul “Efektifitas
Pengajaran Pendidikan Agama Islam dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja di SMP Negeri 5 Ciputat”. Dari penelitian yang telah dilakukan ada hubungan positif yang signifikan antara hubungan Pengajaran Pendidikan
Agama Islam dalam Menanggulangi Kenakalan Remaja di SMP Negeri 5
Ciputat. Hal ini dapat dibuktikan dengan diperoleh data rxy sebesar 0,805
yan berkisar antara 0,70-0,90, ini berarti terdapat korelasi yang sangat
48
Laila Mardiyah, Pengaruh Intensitas Pembelajaran Pendidikan Agama Islam terhadap Kenakalan Siswa, (penelitian di SMP Muhammadiyah 17 Ciputat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010)
49
Tri Sutarti, Pengaruh Pendidikan Agama dalam Keluarga Terhadap Kenakalan Remaja, (penelitian di SMA Negeri 10 Tangerang Selatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2010)
50
signifikan sekali antara variabel X dengan variabel Y yaitu terdapat hubungan
yang kuat atau tinggi.51
Dari beberapa penelitian yang telah dipaparkan diatas terdapat relevansi
dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu terdapat beberapa kesamaan dan
perbedaan. Adapun kesamaannya yaitu tema penelitian tentang kenakalan remaja,
mayoritas tempat penelitian yang masih dalam lingkup sekolah, mayoritas
penelitian diatas bersifat korelatif. Adapun perbedaannya yaitu variaabel
penelitian yang berbeda karena dari beberapa penelitian diatas belum ada yang
meneliti peranan guru dalam menanggulangi kenakalan siswa, oleh karena itu
penelitian ini penting untuk diteliti lebih lanjut.
51
23
A.
Waktu dan Tempat Penelitian
a. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari tanggal 12 Februari 2013 sampai
[image:37.595.100.509.97.713.2]08 Januari 2014 dengan rincian yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.1
Kegiatan Waktu
1.Persetujuan judul penelitian oleh kepala jurusan PAI 12 – 02 – 2013
2.Seminar proposal skripsi 27 – 02 – 2013
3.Bimbingan skripsi oleh dosen pembimbing yang
bersangkutan
03 – 04 – 2013
4.Studi Kepustakaan
a. Revisi BAB 1 28 – 08 – 2013
b. Revisi BAB II 22 – 09 – 2013
c. Revisi BAB III 20 – 10 – 2013
d. Revisi BAB IV 31 – 12 – 2013
e. Revisi BAB V 08 – 01 – 2014
5. Pelaksanaan Penelitian
a. Penyerahan surat izin Penelitian kepada SMP Dwi Putra 01 – 11 – 2013
b. Observasi 11 – 11 – 2013
c. Penyebaran angket 09 – 12 – 2013
d. Wawancara kepada pihak sekolah 12 – 12 – 2013
b. Tempat Penelitian
Tempat yang dijadikan objek penelitian adalah SMP Dwi Putra yang
berlokasi di Jalan Aria Putra Bukit Nusa Indah, Sarua. Kec. Ciputat. Tangerang
Selatan.
B. Metode Penelitian
Untuk memperoleh data, fakta dan informasi yang akan menggambarkan dan
menjelaskan permasalahan tentang hubungan antara peranan guru dengan
penanggulangan kenakalan siswa-siswi di SMP Dwi Putra., maka penulis
menggunakan penelitian kuantitatif dengan metode survei. Metode penelitian
survei merupakan metode yang digunakan sebagai kategori umum penelitian yang
menggunakan kuesioner dan wawancara.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi penelitian adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.1 Populasi pada penelitian ini
yaitu populasi keseluruhan siswa SMP Dwi Putra yang berjumlah 185 siswa/i.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut.2 Dalam menentukan sampel penelitian, peneliti menggunakan
teknik pengambilan sample menggunakan simple random sampling (Pengambilan
sampel secara acak sederhana). Alasan peneliti menggunakan teknik pengambilan
sampel tersebut karena secara umum seluruh siswa memiliki karakteristik
Adapun peneliti dalam teknik ini hanya mengambil 20 % dari populasi diatas
yakni 38 siswa/i.
1
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta, Rineka Cipta, 1998), h. 115
2
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data skripsi ini menggunakan metode Penelitian Lapangan,
yaitu penelitian yang dilakukan di SMP Dwi Putra secara langsung dengan teknik
sebagai berikut :
a. Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dimana
peneliti mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
objek yang diteliti dengan menggunakan seluruh alat indera.3
Dalam observasi ini peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap
subyek penelitian yakni seluruh siswa/i SMP Dwi Putra beserta guru-guru
yang sedang melakukan kegiatan belajar mengajar. Teknik ini merupakan
langkah awal bagi peneliti untuk melakukan penelitian.
b. Wawancara
Teknik ini dapat dipandang sebagai sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.4 Dalam
penelitian ini yang dijadikan narasumber adalah: Kepala Sekolah SMP Dwi
Putra atau wakilnya dan guru bimbingan konseling untuk mendapatkan
[image:39.595.145.517.549.675.2]informasi atau data yang peneliti butuhkan.
Tabel 3.2
Agenda wawancara
Narasumber Indikator Nomor
pertanyaan
Kepala Sekolah
SMP Dwi Putra
 Peranan guru di sekolah
 Cara pencegahan kenakalan yang dilakukan guru di sekolah
1 – 13
3
Suharsimi Arikunto, Ibid., h. 145
4
Guru bimbingan
konseling
 Kenakalan remaja yang sering dilakukan siswa/i
 Cara penanggulangan yang diberikan
 Data kenakalan yang dilakukan dalam sebulan terakhir
1 – 14
Guru bagian
kesiswaan
 Kenakalan remaja yang sering dilakukan siswa/i
 Cara penanggulangan yang diberikan
 Data kenakalan yang dilakukan dalam sebulan terakhir
1 – 14
c. Angket
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.5
Angket yang didapat akan diolah
datanya untuk mengetahui hasil penelitian. Untuk itu angket yang
diberikan harus mempunyai ukuran terhadap penelitian. Untuk itu, terdapat
skala pengukuran agar hasil penilaian dapat sesuai dengan penelitian
tersebut, oleh karena itu peneliti menggunakan jenis skala pengukuran
skala likert.
Skala likert adalah skala yang dapat diunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang tentang suatu objek atau fenomena
tertentu.6
5
Suharsimi Arikunto, Ibid., h. 151
6
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala likert karena dapat
mengukur sikap peranan guru dalam menanggulangi kenakalan remaja di
SMP Dwi Putra Ciputat. Peranan guru dan prilaku kenkalan remaja inilah
yang akan dinilai melalui angket/kuesioner yang akan diberikan peneliti
terhadap sampel.
Tabel 3.3
Kisi-kisi Angket Variabel X
Variabel X Indikator Favorable
(F) Unfavorable (UF) Jml Item Peranan Guru dalam Menanggulang i Kenakalan Siswa Guru sebagai fasilitator
1, 2, 3, 4, 5,
6 - 6
Guru sebagai
demonstrator
24, 25, 26,
28, 29, 30 27 7
Guru sebagai
mediator 8, 9, 10, 11 7 5
Guru sebagai
Motivator
18, 19, 20,
21, 22, 23 - 6
Guru sebagai
evaluator
13, 14, 15,
16 12, 17 6
[image:41.595.146.514.126.598.2]TOTAL 30
Tabel 3.4
Kisi-kisi Angket Variabel Y
Variabel Y Indikator Favorable
(F) Unfavorable (UF) Jml Item Kenakalan Siswa
Tidak disiplin 19, 21 20 3
Tidak patuh pada
guru 10, 12, 13 11 4
Berfoya-foya
uang
Berpenampilan tidak sopan
22, 24, 25,
26 23 5
Membawa benda-benda tajam ke sekolah
27 1
Berbicara kotor
dan tidak sopan 8 9 2
Bolos 2, 3, 4, 5 4
Berbohong 15, 16 2
Menyontek 17, 18 2
Merokok 14 1
Kurangnya
didikan Agama 1 1
Membuat
kericuhan 28, 29 2
Berkelahi 6, 7 2
TOTAL 30
E. Teknik Pengolahan Data
Setelah data kuantitatif diperoleh dengan alat pengumpulan data di atas, maka
selanjutnya diadakan pengolahan dan analisis data, sehingga data-data yang telah
ada dapat dipahami kemudian diuraikan dan diinterpretasikan melalui analisis
data. Metode pengolahan data angket dilakukan dengan menjumlahkan skor
jawaban dari masing-masing siswa, kemudian menjumlahkan seluruh skor
jawaban dari 38 siswa yang dijadikan sampel tersebut, ini dinamakan sebagai
variabel X (peranan guru). Untuk variabel Y (kenakalan remaja) diambil juga dari
38 siswa yang dijadikan SMP Dwi Putra, kemudian dijumlahkan sseluruhnya.
Variabel X dan variabel Y ini akan digunakan memperoleh koefisien pengaruh
antara peranan guru dan kenakalan remaja dengan menggunakan program
komputer SPSS 20. Dalam pengelolahan data peneliti menggunakan teknik
1. Editing, yaitu memeriksa kelengkapan dan pengisian angket atau kuesioner
yang berhasil di kumpulkan
2. Skoring, yaitu memberikan nilai pada setiap jawaban angket sebagai berikut:
dalam sekala ini terdapat empat katagori jawaban yaitu: selalu, sering, jarang,
dan tidak pernah. Item-item di beri skor berdasarkan jawaban yang di pilih dan
jenis-jenis pertanyaan yang sesuai dengan variabel dan tidak sesuai dengan
variabel. Pada penilaian ini pertanyaan yang sesuai dengan variabel X (Peran
Guru) diberi nilai 4,3,2,1, sedangkan untuk pertanyaan yang tidak sesuai diberi
nilai sebaliknya (1,2,3,4). Penilaian pertanyaan yang sesuai dengan variabel Y
(Tingkah Kenakalan Remaja) diberi nilai 4,3,2,1, sedangkan untuk pertanyaan
yang tidak sesuai diberi nilai sebaliknya (1,2,3,4).
3. Tabulating, yaitu mentabulasikan data jawaban yang berhasil di kumpulkan
kedalam tabel yang telah di sediakan.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa
inferensia, yaitu teknik analisa yang dilakukan untuk menarik kesimpulan,
menggeneralisasi populasi berdasarkan hasil pengujian hipotesis dari data
sampel.7
1. Uji Validitas
Uji validitas untuk mengetahui tingkat kevalidan suatu instrumen yang
diperoleh dari angket (kuesioner) untuk mendapatkan data tentang variabel
peranan guru dan kenakalan siswa. Pengujian validitas dilakukan
menggunakan program SPSS 20 dengan metode Korelasi Product Moment
dari Pearson, dengan melihat angka koefisien korelasi (r) yang menyatakan
hubungan antara skor per item dengan skor total. Dengan rumus sebagai
berikut: 8
7
Pedoman Penelitian Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta, 2013), h. 68
8
√ | Keterangan:
rxy : Angka Indeks Korelasi “r” product Moment
N : Number of Cases
∑XY : Jumlah hasil perkalian skor X dan Y ∑X : Jumlah seluruh skor X
∑Y : Jumlah seluruh skor Y
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas berfungsi untuk meyakinkan apakah instrumen yang
dipakai dapat dipercaya untuk menggali data atau tidak. Pengujian reliabilitas
dilakukan menggunakan program SPSS 20 dengan koefisien Cronbach’s
Alpha dan corrected item total correlation dengan rumusnya yaitu9:
[ ] [
Dimana, rumus Varians:
r = Realibilitas instrumen/koefisien alfa
k = Banyaknya butir soal
= Jumlah varians butir = Total varians
N = Jumlah responden
9
3. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang dimiliki
peneliti berdistribusi normal atau tidak normal. Uji normalitas yang digunakan