• Tidak ada hasil yang ditemukan

SERTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PARIWISATA HALAL DI INDONESIA

N/A
N/A
Firda Safitri

Academic year: 2023

Membagikan "SERTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PARIWISATA HALAL DI INDONESIA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

SERTIFIKASI DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PARIWISATA HALAL DI INDONESIA

Dosen Pengampu :

Dr. Ririn Tri Ratnasari, S.E, M.Si (PJMK)

Disusun Oleh : Firda Safitri (042011433203)

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

2023

(2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sebelum ada istilah wisata halal, ada beberapa istilah lain seperti wisata Syariah, wisata religi, dan beberapa istilah lain. Di beberapa negara pun diistilahkan dengan moeslemfriendly yang sekarang secara global diistilahkan sebagai wisata halal. Wisata Halal merupakan bagian dari industri pariwisata yang dikhususkan untuk wisatawan muslim. Pelayanan dalam wisata halal didasarkan pada peraturan Islam. Wisata semacam ini muncul karena pasar wisata muslim di dunia sangat besar. Kemudian, tren pariwisata semacam ini menjadi peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Indonesia.

Pariwisata yang berkembang di Indonesia bahkan dunia saat ini sedang menjadi tren. Dari perkembangan Pariwisata ini bermunculan berbagai tren wisata, dengan istilah sekarang pariwisata zaman now. Salah satu tren wisata yaitu Pariwisata Halal yang sedang dikembangkan dan digencarkan oleh Kementerian Pariwisata sebagai strategi percepatan pariwisata di Indonesia. Berbagai persepsi yang muncul dari tren wisata halal ini, dari yang mendukung hingga yang mengkritisi label halal ini.

Dalam wisata halal, studi terbaru menunjukkan bahwa makanan halal, toilet yang ramah air, dan fasilitas sholat adalah kebutuhan utama terkait agama yang diharapkan wisatawan Muslim selama perjalanan mereka. Kebutuhan akan makanan selama perjalanan telah memunculkan subset lain dari pasar pariwisata yang dikenal sebagai wisata makanan. Menurut Asosiasi Perjalanan Pangan Dunia, wisatawan menghabiskan seperempat dari anggaran perjalanan mereka untuk makanan dan tampaknya menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi pilihan tujuan wisatawan. Faktor ini bahkan lebih penting bagi wisatawan Muslim yang harus mematuhi ketentuan halal yang ketat.

Henderson menegaskan bahwa penyediaan makanan halal dianggap sebagai keunggulan kompetitif yang penting bagi destinasi yang ingin mencap dirinya ramah- Muslim. Menanggapi hal ini, banyak operator makanan yang menyadari pentingnya

(3)

memiliki sertifikasi halal untuk membangun posisi pasar yang lebih baik menyarankan bahwa sertifikasi halal dapat dianggap sebagai strategi pemasaran yang memungkinkan badan usaha untuk membedakan produk dan layanan mereka terhadap pesaing mereka.

Selanjutnya, penelitian melaporkan bahwa penjualan meningkat ketika gerai makanan menerima sertifikasi halal di Singapura. Sertifikasi halal juga ditemukan memiliki efek positif pada kinerja dan pertumbuhan bisnis.

Sebuah studi baru-baru ini menunjukkan bahwa sertifikasi makanan halal secara signifikan memengaruhi industri pariwisata Indonesia secara positif (Junaidi, 2020).

Temuan penelitian ini relevan dengan konteks penelitian ini yang mengarah pada pertanyaan tentang apa yang dipikirkan oleh operator makanan di Indonesia tentang sertifikasi halal dan pengaruhnya terhadap bisnis mereka. Sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar, Indonesia telah menjadi salah satu pemain kunci dalam pasar pariwisata halal global. GTMI telah menempatkan Indonesia pada posisi kedua dalam tujuan global pada tahun 2018.

Pada tahun 2020, diperkirakan akan ada lebih dari 158 juta wisatawan Muslim yang berkunjung ke negara tersebut. Kementerian Pariwisata Indonesia telah menetapkan tiga target utama untuk mendorong industri pariwisata halal, antara lain untuk menarik lima juta pengunjung Muslim internasional ke Tanah Air, mengembangkan sepuluh besar destinasi ramah keluarga halal dan tampil sebagai peringkat pertama dalam GTMI. Sementara itu, Indeks Perjalanan Muslim Indonesia telah menggariskan empat area kritis untuk pengembangan pariwisata halal yaitu akses, komunikasi, lingkungan, dan layanan. Bidang jasa merupakan bidang dengan bobot tertinggi dimana restoran halal menjadi salah satu indikator utamanya.

Sertifikasi halal merupakan strategi vital untuk mendapatkan kepercayaan konsumen terhadap industri pariwisata, sehingga menjadikannya alat pemasaran pariwisata yang berguna terutama bagi operator makanan. Dalam konteks Indonesia, belum diketahui bagaimana sikap operator makanan terhadap sertifikasi halal.

Selanjutnya, jika mereka memiliki sikap positif terhadapnya, lalu apa atribut utama mereka. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk menjembatani kesenjangan tersebut dengan mengkaji atribut operator makanan dan sikap mereka terhadap sertifikasi halal di Indonesia.

(4)

Bandung dipilih sebagai wilayah studi geografi utama dimana kota yang berada di provinsi Jawa Barat ini dinilai memiliki komitmen wisata halal. Ini adalah salah satu dari sepuluh tujuan wisata di Indonesia dan telah menarik 6,96 juta wisatawan pada tahun 2017. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bandung menargetkan untuk menarik setidaknya lima juta wisatawan Muslim pada tahun 2019 melalui program Pariwisata Halal mereka. Oleh karena itu, menarik untuk mengukur komitmen para pengelola makanan di Bandung untuk mendongkrak industri wisata halal kota tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana sertifikasi wisata halal di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk sertifikasi halal di Indonesia.

(5)

BAB II

KAJIAN LITERATUR A. Pariwisata Halal

Konsep halal tersebar luas, dan dikaitkan dengan kehidupan Muslim (Anamet al.,2018; Wilson, 2014). Itu berasal dari kata Arab yang berarti diizinkan atau diizinkan oleh Syariah,prinsip Islam yang dijelaskan dalam Al-Qur'an, kitab suci umat Islam (Wilson, 2014). Uraian tentang halal dan haram (yaitu konsep kebalikannya) disebutkan dalam Al-Qur'an dan dijelaskan lebih lanjut melalui hadits,ucapan dan amalan Nabi Muhammad SAW. Umat Islam (yakni orang yang mengamalkan Islam dan beriman) harus mengetahui konsep dan mampu membedakan halal dan haram segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupannya. Halal mencakup semua aspek kehidupan seorang Muslim di luar konsumsi daging dan sumber uang, di mana ia muncul sebagai deskripsi yang digunakan dalam produk, layanan, serta aktivitas manusia.Wilson, 2018).

Termasuk penerapan konsep halal dalam pariwisata.

Pariwisata halal saat ini mendapatkan popularitasnya di seluruh dunia, terutama ditujukan untuk Muslim yang mematuhi aturan Islam. Ini adalah istilah umum sinonim untuk perjalanan Muslim dengan konsep sederhana yang mencerminkan pariwisata halal dimana hotel tersebut tidak menyajikan alkohol dan menawarkan fasilitas terpisah seperti kolam renang atau spa untuk pria dan wanita (Battour dan Ismail, 2016). Tidak mengherankan jika wisata halal dapat diakses akhir-akhir ini karena populasi Muslim adalah salah satu segmen industri perjalanan global yang tumbuh paling cepat (Mohsinet al.,2016). Sebagai tanggapan, hotel dan operator tur semakin berusaha memenuhi kebutuhan diet dan keagamaan mereka.

Menurut Global Wisata Muslim (Mastercard dan CrescentRating, 2019), Indonesia menempati peringkat keenam pada tahun 2015 dan naik dua tingkat lebih tinggi pada peringkat keempat pada tahun 2016 dan untuk pertama kalinya menempati peringkat yang sama dengan Malaysia pada tahun 2019. Indonesia bersama Malaysia dan Brunei secara konsisten berada di antara negara-negara ASEAN yang termasuk dalam jajaran 10 destinasi wisata muslim terbaik di dunia. Ini menyiratkan bahwa

(6)

pemerintah dan otoritas Indonesia bekerja keras untuk memastikan bahwa wisatawan memilih Indonesia sebagai bagian dari tujuan kunjungan mereka karena konsep pariwisata halal ini merupakan salah satu faktor pendorong yang berkontribusi terhadap perkembangan tersebut (Afnarius et al.,2020).

Seiring tema halal mulai menyebar ke seluruh dunia, baik negara mayoritas Muslim maupun minoritas Muslim mengambil kesempatan ini untuk merebut pasar dengan menyediakan makanan halal, akomodasi halal dan layanan halal terkait lainnya untuk melayani para pelancong Muslim (Abdullah dan Azam, 2020). Implementasi pariwisata halal oleh negara-negara dengan minoritas Muslim adalah masalah yang paling mendesak. Karena kebutuhan untuk memastikan bahwa proses dan layanan sesuai dengan persyaratan ajaran Islam, sementara pada saat yang sama untuk memastikan bahwa negara dapat mengembangkan sektor halal mereka menjadi industri yang kompetitif.Muhammadet al.,2019).

Beberapa tahun terakhir telah melihat Halal Travel 1.0 yang menarik perhatian bisnis ke pasar ini, dan mereka mulai menyusun strategi untuk memenuhi kebutuhan pasar dengan lebih baik. Dalam Halal Travel 2.0 mendatang, teknologi seperti artificial intelligence augmented reality dan virtual reality akan mengkatalisasi perkembangan industri pariwisata yang memfasilitasi aktivitas perjalanan Muslim termasuk perencanaan dan pembelian produk wisata (Lanny, 2019)

Karena sektor ini menunjukkan potensi yang baik, industri pariwisata harus mengambil kesempatan ini dengan mengakomodasi kebutuhan wisatawan Muslim.

Sejalan dengan perkembangan ini, kesadaran akan konsep wisata halal ini juga meningkat karena banyak wisatawan kini mencari pilihan ramah Muslim ini sebelum memutuskan untuk bepergian. Misalnya, seseorang akan mencari hotel ramah Muslim, logo sertifikasi halal untuk restoran atau penyedia makanan plus fasilitas ramah Muslim lainnya sebelum memilih tempat menginap untuk berlibur.

Battour (2017) telah mengidentifikasi daftar kebutuhan wisatawan Muslim yang di antaranya adalah hotel halal dan ramah Muslim, makanan halal, aplikasi telepon ramah Muslim, bandara ramah Muslim, liburan halal, fasilitas dan layanan kesehatan halal, pelayaran halal, pakaian renang halal dan situs web pariwisata halal. Hal ini

(7)

berdampak pada hotel, operator tur, pemilik restoran, dan pemangku kepentingan lainnya yang terlibat dalam industri pariwisata tidak hanya mengubah cara produk dan layanan yang ditawarkan tetapi juga dalam mengakomodasi permintaan segmen pariwisata halal ini. Oleh karena itu, inovasi dan kreativitas sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dan kebutuhan mereka.

Meskipun wisata halal adalah peluang bisnis yang menggiurkan yang melayani wisatawan Muslim dan non-Muslim, namun ada tantangan di depan. Salah satu tantangannya adalah untuk memenuhi keragaman latar belakang pelanggan (Vargas Sánchez dan Perano, 2018). Misalnya, restoran yang mematuhi halal tidak menyajikan minuman beralkohol atau resor yang mematuhi halal memisahkan pantainya berdasarkan jenis kelamin – hal ini mungkin tidak dapat diterima oleh pelanggan non- Muslim, dan akibatnya, mereka mungkin tidak memilih untuk mengunjungi kembali tempat tersebut di masa mendatang.

Dari sudut pandang lain, tantangan tersebut mungkin juga melibatkan para pelancong Muslim itu sendiri. Misalnya, kurangnya identifikasi makanan halal yang tepat di restoran atau kafe selalu menjadi masalah yang membuat wisatawan Muslim enggan mengunjungi kembali tempat tersebut atau merekomendasikan tempat tersebut kepada teman dan keluarga mereka untuk kunjungan di masa mendatang. Oleh karena itu, banyak upaya harus dilakukan oleh pemerintah dan otoritas lokal untuk memastikan bahwa konsep ini diterima dan didukung dengan baik untuk memastikan keberhasilannya. Sebagai permulaan,Marzukiet al.,2012). Ini adalah salah satu jalan penting yang perlu ditangani dan diperhatikan sebagai salah satu alasan umum untuk bepergian adalah menemukan tempat makan yang menarik dan mencicipi hidangan lokal.

B. Sertifikasi Halal

Dengan meningkatnya kesadaran di kalangan masyarakat muslim akhir-akhir ini tentang konsep halal, muncullah tuntutan akan sistem sertifikasi halal (Marzukiet al.,2012). Hal ini dianggap penting bagi pelanggan yang lebih memilih untuk mengkonsumsi produk halal karena memberikan jaminan bahwa makanan telah diproses dan disiapkan sesuai dengan standar halal.Syariahsyarat dan prosedur (Farhatet

(8)

al.,2019). Sebagian besar orang beranggapan bahwa halal terutama terkait dengan makanan atau produk makanan; Namun, sebenarnya itu mencakup semua aspek kehidupan sebagai seorang Muslim.

Secara khusus, ini mengacu pada konsumsi produk yang diperbolehkan dari sudut pandang agama ( Khan dan Haleem, 2016) meliputi makanan dan minuman, kosmetik, farmasi, perbankan dan keuangan, pekerjaan, perjalanan, teknologi dan layanan transportasi, untuk beberapa nama. Produk halal harus memenuhi persyaratanSyariahsebagaimana yang tercantum dalam Al Quran dan sunnah.

Mengkonsumsi produk halal adalah kewajiban penting umat Islam dimanapun mereka tinggal (Zulfakar et al.,2018).

Dianggap sebagai tanggung jawab setiap Muslim untuk mengikuti norma-norma dan nilainilai yang diberikan oleh Al-Qur'an dan sunnah sebaik mungkin dalam kehidupan sehari-hari mereka, meskipun sulit untuk mengasimilasi norma-norma Islam ke lingkungan mayoritas non-Muslim. Dengan demikian, sertifikasi halal dipandang penting, terutama mengenai pariwisata halal karena dipandang sebagai mekanisme yang diandalkan oleh para pelancong Muslim terutama ketika mengunjungi tempattempat baru yang asing selama tur mereka.Suharkoet al.,2018).

Mengenai tanggung jawab menghasilkan sertifikasi halal, badan atau lembaga peroranganlah yang akan mengambil alih (Sulaiman et al.,2019). Banyak lembaga yang melakukan proses sertifikasi halal seperti Jabatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM), Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Dewan Agama Brunei, Kementerian Agama.

Mengambil contoh Malaysia, JAKIM membuat logo halal dan menerapkan sistem sertifikasi halal menyeluruh (Badruddinet al.,2012;Yusufet al.,2016;Marzuki, 2016;

Kamassiet al.,2020). Sejak tahun 2005, JAKIM telah menghasilkan Manual Prosedur Sertifikasi Halal Malaysia (MPPHM), sebuah dokumen referensi untuk Sertifikasi Halal yang digunakan bersamaan dengan Standar Halal Malaysia (Jabatan Kemajuan Islam Malaysia, 2015).

Penggunaan MPPHM bertujuan untuk memperjelas persyaratan yang harus dipenuhi dalam mengelola proses sertifikasi halal. JAKIM juga menerbitkan sertifikat halal untuk produk yang dipasarkan di tingkat lokal dan internasional, serta mengelola

(9)

dan bertanggung jawab atas penerapan panduan halal. Selain JAKIM, Halal Industry Development Corporation (HDC) juga diberi tugas lebih lanjut untuk meningkatkan perkembangan halal dari segi standar, branding, aspek komersial dan industri. HDC menetapkan misi yang lebih luas untuk membangun komunitas halal global dengan memelihara pertumbuhan dan partisipasi bisnis lokal ke pasar halal global.

Sertifikasi halal juga diterapkan di beberapa negara lain di dunia. Misalnya, di Indonesia, Sistem Jaminan Halal diperkenalkan oleh “Lembaga Pengkajian Pangan dan Obat-obatan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia” sejak tahun 2005 sebagai sistem untuk memastikan bahwa produk halal dan bersertifikat oleh Majelis Ulama Indonesia.

Di Pakistan, Dewan Akreditasi Nasional Pakistan bertanggung jawab untuk mendaftarkan badan sertifikasi halal, sedangkan di Brunei, Divisi Pengawasan Makanan Halal di bawah Kementerian Agama bertanggung jawab untuk memastikan semua bisnis di Brunei yang memproduksi, memasok dan menyajikan makanan dan minuman dilengkapi dengan sertifikasi halal baik berupa izin (label) maupun sertifikat.

Upaya ini telah menunjukkan bahwa sertifikasi halal tidak hanya penting di kalangan konsumen tetapi juga di kalangan bisnis. Permintaan dari konsumen akan produk dan jasa halal menentukan penerimaan suatu produk atau jasa. Persyaratan dari sertifikasi halal dalam bentuk yang kasat mata seperti logo secara tidak langsung telah menjadi persyaratan penting yang harus diwajibkan oleh pelaku usaha, selain keharusan branding produk standar lainnya (Syafiqet al.,2015).

Meskipun bisnis mungkin mengklaim bahwa produk atau layanan mereka dijamin halal, dukungan dari pihak ketiga yang tidak memihak (misalnya otoritas pemerintah) dianggap penting untuk meningkatkan kepercayaan dan loyalitas konsumen terhadap produk atau layanan. Hal tersebut membuka peluang dan tantangan lain yang harus dihadapi oleh pelaku bisnis, khususnya di kalangan food operator dalam memastikan makanan yang mereka sajikan halal dan dikenal di kalangan konsumen.

Sub-bab selanjutnya akan membahas lebih lanjut tentang pengaruh memiliki sertifikasi halal pada bisnis.

(10)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu data penelitian berupa angka-angka dan di analisis menggunakan statistik. Proses penelitian bersifat deduktif, dimana untuk menjawab rumusan masalah digunakan konsep atau teori sehingga dapat dirumuskan hipotesis (Sugiyono, 2018;10). Analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik, statistik ada dua macam yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Dalam penelitian ini menggunakan statistik inferensial yaitu teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya diberlakukan untuk populasi (Sugiyono, 2018; 199).

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis penelitan yang digunakan adalah dengan pendekatan kuantitatif metode, yang menekankan analisis pada data numerical (angka) yang diolah dengan metode statistik. Menurut (Sugiono, 2012) Mengemukakan penelitian kuantitaf sebagai metode penelitianyang berlandaskan palsafat pospostisme,digunakan untuk meneliti pada objek alamiah, dimana peneliti sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dan trigulasi, analisis data berifat induktif atau kulitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekan makna dari pada generlisnya.

Sumber data pada penelitian terdiri dari data primer dan sekunder, yang mana:

1. Data Primer yaitu data yang diperoleh dari perusahaan langsung, melalui teknik wawancara guna mendapatkan data yang berkaitan dengan masalah penelitian untuk diolah lebih lanjut. Seperti wawancara dan dokumentasi terkait pada rencana anggaran yang dibuat oleh perusahaan dengan anggaran realisasi serta penyusunan anggaran operasional. Data primer dapat berupa opini secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu kejadian.

2. Data Sekunder yaitu data yang dikumpulkan dari perusahaan dalam bentuk yang sudah jadi dan tidak mengalami perubahan. Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat penemuan dan melengkapi informasi yang

(11)

telah dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan pihak yang terkait dengan penelitian.

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2017:80). Populasi dalam penelitian ini meliputi pemerintah, lembaga sertifikasi, perusahaan pariwisata, pemangku kepentingan, serta wisatawan Muslim lokal dan internasional. Metode sampel jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan menjadi sampel, teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis regressi linier berganda

Sampel berbeda dengan sampling. Sampel adalah sebagian dari pupolasi yang memiliki karakteristik yang relatif sama dan dianggap bisa mewakili populasi. Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakterisitik yang dimiliki oleh suatu populasi yang akan diteliti. Sampling adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dan biasanya mengikuti teknik atau jenis sampling yang digunakan.

Teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif. Manfaat sampling sangat besar, diantaranya dapat menghemat biaya, waktu dan tenaga, dapat memperluas ruang lingkup penelitian, dan dapat meningkatkan ketelitian. Penelitian yang dilakukan dengan dilakukan terhadap seluruh populasi yang tak terhingga (besar) dapat berakibat ketidaktelitian dari pihak peneliti.

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan jenis Non Probability Sampling. Non Probability Sampling jenis sampel ini tidak dipilih secara acak. Tidak semua unsur atau elemen populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Menurut Sugiyono non probability sampling adalah teknik yang tidak memberi peluang yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih

(12)

menjadi sampel. Metode sampel jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan menjadi sampel.

D. Model Empiris

Model empiris adalah representasi formal atau matematis dari hubungan atau pola yang ditemukan dalam data empiris. Model ini dibangun berdasarkan pengamatan, pengukuran, atau penelitian terhadap fenomena nyata di dunia nyata. Tujuan dari model empiris adalah untuk menjelaskan atau memprediksi hubungan antara variabel-variabel tertentu. Model empiris terdiri dari variabel-variabel yang terkait dan persamaan matematis yang menggambarkan hubungan antara variabel-variabel tersebut.

Model ini didasarkan pada analisis data empiris dan dapat digunakan untuk menguji hipotesis atau memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang fenomena yang sedang diteliti. Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dengan variabel independen, yaitu sertifikasi halal dan strategi pengembangan pariwisata halal. Sedangkan untuk variabel dependen yang digunakan adalah niat beli dengan objek produk tingkat pengembangan pariwisata halal.

E. Teknik Pengumpulan Data

Setiap penelitian harus menggunakan metode pengumpulan data yang merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data yang berupa sebagai berikut:

1. Studi Kepustakaan (Library Research)

Yaitu teknik penelitian yang digunakan dengan cara membaca buku-buku diperpustakaan dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan masalah-masalah yang akan diteliti penulis.

Sertifikasi Halal (X1)

Strategi Pengembangan Pariwisata Halal (X2)

Tingkat Pengembangan Pariwisata Halal (Y)

(13)

2. Studi Lapangan (Field Research)

Dalam penulisan laporan ini penulis mengambil data secara langsung pada objek penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

a) Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud-maksud tertentu. Pada metode ini peneliti dan responden berhadapan langsung (face to face) dengan pihak yang berkompeten dan berwenang dalam meberikan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian.

b) Observasi

Observasi yaitu cara pengambilan daya dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap masalah yang sedang diteliti, dengan maksud untuk membandingkan keterangan-keterangan yang diperoleh dengan kenyataan.

c) Dokumentasi

Dokumentasi yaitu pengumpulan data pendukung berupa literatur laporan- laporan keuangan yang dipublikasikan untuk mendapat gambaran dari masalah yang diteliti.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yakni: 1. Angket/Kuesioner Angket/kuesioner adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui penyebaran yang disusun dalam satu kumpulan kepada responden. Kuesioner kepuasan kerja dikembangkan dari Nathalia dan Kristiana (2012), kuesioner lingkungan kerja dikembangkan oleh Wursanto (2009), kuesioner kompensasi dikembangkan Nalendra (2008). Bentuk kuesioner bersifat tertutup yaitu responden diberi alternatif pilihan jawaban pada setiap pertanyaan. Variabel dalam penelitian ini diukur menggunakan skala Likert dengan skala 1 sampai 5. Alternatif jawaban diberi nilai sebagai berikut:

1=sangat tidak setuju, 2=tidak setuju, 3=kurang setuju, 4=setuju, 5=sangat setuju.

F. Deskripsi Operasional Variabel 1. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang menjadi faktor penyebab atau penjelas dalam suatu penelitian. Variabel ini dapat diubah atau dimanipulasi oleh peneliti untuk melihat pengaruhnya terhadap variabel dependen. Variabel

(14)

independen sering kali merupakan faktor yang diyakini memiliki pengaruh atau hubungan dengan variabel dependen. Dalam penelitian, peneliti mencoba untuk menentukan apakah ada pengaruh atau hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Pada peneliti ini peneliti menggunakan terkait sertifikasi halal (X1) dan Strategi Pengembangan Pariwisata Halal (X2).

2. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau bergantung pada variabel lain dalam suatu penelitian. Variabel ini adalah hasil atau output yang ingin diteliti, dijelaskan, atau diprediksi. Perubahan dalam variabel independen diyakini dapat mempengaruhi atau menjelaskan variasi dalam variabel dependen. Dalam konteks penelitian, variabel dependen adalah variabel yang ingin diteliti untuk melihat apakah ada hubungan atau pengaruh dengan variabel independen. Pada penelitian ini variabel dependennya yaitu Tingkat Pengembangan Pariwisata Halal (Y).

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Data yang telah dikumpulkan dapat bermanfaat, maka harus diolah dan dianalisis terlebih dahulu, sehingga dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan. Tujuan dari teknik analisis data adalah untuk mengintepretasikan dan menarik kesimpulan dari sejumlah data yang terkumpul. Dalam penelitian ini, teknik analisis yang digunakan ialah teknik analisis kuantitatif yang diklasifikasikan ke dalam kategori-kategori.

Kuesioner yang menggunakan skala perbedaan semantik pada peneltitian ini dibuat dengan melingkari skor yang disediakan oleh peneliti. Adapun kata tersebut berupa sangat tidak setuju, tidak setuju, ragu-ragu, setuju dan sangat setuju. Pada skala ini responden diberikan kebebasan oleh peneliti dalam merefleksikan sikapnya terhadap objek yang diteliti. Responden diharapkan memberikan tingkat persetujuan terhadap pertanyaan yang diberikan. Data yang terkumpul diolah melalui tahap-tahap berikut ini :

(15)

1. Menyunting data (data editing)

Penyuntingan data dalam penelitian ini dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap kuesioner yang telah diisi oleh responden. Dimana dalam tahap ini peneliti memeriksa data yang telah terkumpul, apakah pada kuesioner yang telah diisi responden terdapat kekurangan pengisian, kejelasan makna jawaban dan konsistensi pengisian setiap jawaban dalam kuesioner serta pengecekan pilihan jawaban responden apakah responden mencentang diantara dua kolom sehingga menimbulkan kesalahpahaman jawaban.

2. Mengkoding data

Jika kelengkapan jawaban responden telah dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah pemberian kode pada setiap pernyataan sesuai dengan petunjuk pengkodean.

Pada tahap ini peneliti mengklasifikasikan jawaban responden menurut macamnya dengan cara menandai masing-masing jawaban dengan tanda kode tertentu. Saat pemberian kode maka dilakukan pula penetapan bobot penilaian jawaban dari setiap pernyataan untuk memudahkan dalam entry data. Pengodean untuk setiap variabel yang digunakan yaitu nilai 1 = sangat tidak setuju, nilai 2 = tidak setuju, nilai 3 = ragu-ragu, nilai 4 = setuju, 5 = sangat setuju.

3. Memasukkan data (data entry)

Pada tahap ini peneliti melakukan entry data dari kuesioner ke software komputer. Data-data yang dientry adalah data skor dari masing-masing jawaban dalam pertanyaan-pertanyaan terkait retensi karyawan yang terdiri dari komponen organisasional, rancangan pekerjaan, hubungan karyawan, kompensasi dan kepuasan kerja.

4. Membersihkan data (data cleaning)

Tahap terakhir dalam penelitian ini adalah melakukan pembersihan data dengan mengecek kembali apakah terdapat kesalahan atau tidak dalam menginput data ke komputer. Cara yang dilakukan untuk membersihkan data adalah dengan mengetahui missing data. Dimana missing data dilakukan dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel komponen.

(16)

a. Uji Validitas Data

Validitas didefinisikan sebagai tingkat kesesuaian antara suatu batasan konseptual yang diberikan dengan bantuan operasional yang telah dikembangkan.

Sebuah pengukuran yang valid adalah yang mengukur apa yang seharusnya diukur.

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi mengevaluasi sejauh mana indikator-indikator mengukur sebuah konsep. Artinya suatu perangkat ukur (kumpulan indikator) harus mencerminkan semua dimensi dalam sebuah variabel. Variabel yang akan diukur dalam penelitian ini adalah perhargaan sebagai variabel independen dan retensi karyawan, hubungan karyawan, dan peluang karir sebagai variabel dependen. Uji validitas dilakukan untuk menilai sejauh mana suatu alat ukur diyakini dapat dipakai sebagai alat untuk mengukur item-item pertanyaan/ pernyataan kuesioner dalam penelitian. Teknik uji validitas yang dilakukan dengan bantuan program SPSS menunjukan koefisien Pearson Correlation untuk setiap butir pertanyaan dengan skor total variable.

b. Uji Reliabilitas Data

Reliability (reliabilitas) berarti adanya ketepatan data yang didapat pada waktu berwaktu. Uji reliabilitas kuesioner adalah uji kekonsistensial alat ukur dalam mengukur gejala yang sama. Reliabilitas berkenan dengan tingkat keandalan suatu instrument penelitian. pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan Kuesioner dinyatakan reliabel jika nilai reliabilitasnya lebih besar dari nilai kritis (0,60) dan α = 0,05

1) Uji Asumsi Klasik

Syarat asumsi klasik yang harus dipenuhi model regresi berganda sebelum data tersebut dianalisis adalah sebagai berikut :

 Uji Normalitas

Uji Normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal, yakni distribusi data dengan bentuk lonceng dan distribusi data tersebut tidak menceng ke kiri atau

(17)

menceng ke kanan. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan pendekatan kurva PP-Plots.

 Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah sebuah grup mempunyai varians yang sama di antara anggota grup tersebut. Artinya, jika varians variabel independent adalah konstan (sama) untuk setiap nilai tertentu variabel independen disebut homoskedastisitas.

 Uji Multikolinearitas

Multikolinieritas berarti adanya hubungan linier yang sempurna atau pasti di antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi.

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat toleransi variabel dan Variante Inflation Factor (VIF).

(18)

BAB IV PEMBAHASAN

A. Dampak Sertifikasi Halal dalam Pariwisata di Indonesia

Wisata halal menurut Battour & Ismail dapat didefinisikan sebagai semua objek atau tindakan yang diperbolehkan menurut ajaran Islam untuk digunakan atau dilibati oleh orang muslim dalam industri pariwisata. Secara sederhana, wisata halal dapat dikatakan sebagai konsep wisata yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam dari segala aspek baik makanan, minuman, penginapan serta objek wisata. Sesuai dengan namanya, wisata halal dalam menjalankan peranannya tentunya mempunyai standar tersendiri yang tentunya memiliki perbedaan dengan standar wisata pada umumnya.

Menurut Global Muslim Travel Index (GMTI), yang merupakan lembaga pemeringkat wisata halal dunia, menjelaskan standar wisata halal sebagai berikut: 1) destinasi ramah keluarga; 2) tujuan wisata harus ramah keluarga dan anak-anak; 3) keamanan bagi wisatwan muslim; 4) jumlah kedatangan wisatwan muslim yang ramai;

5) layanan dan fasilitas ramah bagi muslim (muslim friendly); 6) makanan terjamin halal; 7) akses ibadah yang baik dan baik kondisinya; 8) fasilitas bandara ramah bagi muslim; 9) akomodasi yang memadai; 10) kesadaran halal dan pemasaran destinasi; 11) kemudahan komunikasi; 12) jangkauan dan kesadaran kebutuhan wisatawan muslim;

13) konektivitas transportasi udara; dan 14) persyaratan visa.

Tujuan dari wisata halal bukan semata– mata untuk mencari kesenangan jasmani saja. Akan tetapi kebahagian segi spiritual juga diperlukan. Dengan adanya wisata halal, maka kebahagiaan jasmanai dan spiritual akan tercapai. Menurut Prabowo, tujuan pembentukan wisata halal untuk menjaga tujuan wisata sesuai syariat. Selain itu, tujuan wisata halal untuk menjaga konservasi alam, menjaga keimanan wisatawan, dan menjaga tujuan wisata sesuai syariat.

Dengan wisata halal, wisatawan akan merasa nyaman dan tenang saat makan, minum dan beribadah. Peluang seperti ini yang seharusnya dikembangkan oleh Indonesia untuk mendongkrak kunjungan wisatawan mancanegara yang beragama

(19)

Islam. WHTS memprediksi pada tahun 2019 tidak kurang dari US$ 238 M akan berputar di dunia wisata halal (di luar haji dan umrah), ini artinya pertumbuhan dunia wisata halal melejit hampir mendekati 90% lebih cepat dibandingkan dengan wisata umum dari tahun ke tahun. Lebih hebatnya, jumlah itu terus tumbuh dari waktu ke waktu.

Dalam laporan World Travel Market di London pada tahun 2007, disebutkan bahwa ada potensi yang sangat besar bagi pariwisata halal dari segi ekonomi. Mengenai pengembangan wisata halal dalam Sindo News 19 November 2018, saat ini Indonesia memiliki 10 tujuan prioritas pengembangan pariwisata halal, antara lain; Aceh, Sumatera Barat, Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB dan Sulawesi Selatan. Dengan adanya pengembangan wisata halal dari pemerintah, diharapkan kunjungan wisatwan muslim khususnya dapat menjadikan Indonesia sebagai tujuan utama wisata mereka, sehingga perekonomian negara dan rakyat akan semakin tumbuh.

Dengan pengembangan wisata halal, harapannya dapat mendorong perekonomian masyarakat dan negara agar menjadi lebih baik. Masyarakat akan memperoleh pengahasilan dengan berbagai pekerjaan dan penjualan/penyewaan di sekitar tempat wisata, negara akan memperoleh devisa sebagai pemasukan kekayaan negara. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi masyarakat dan negara akan semakin meningkat. Peran Indonesia dalam kancah pengembagan wisata halal pada level internasional sepertinya sangat luar biasa. Progres peringkat Indonesia dalam wisata halal terus mengalami peningkatan setiap tahun, Lembaga pemeringkat MastercardCrescent merilis pemeringkatan berdasarkan standar Global Muslim Travel Index (GMTI) untuk menilai destinasi wisata halal terbaik dunia.

Pada tahun 2015, Indonesia berada di peringkat 6, tahun 2016 menempati peringkat 4, tahun 2017 peringkat 3, tahun 2018 peringkat 2. Pada akhirnya di tahun 2019, Indonesia menempati posisi puncak (peringkat 1) di GMTI bersama Malaysia mengungguli 130 destinasi dari seluruh dunia, Indonesia bersama Malaysia menduduki peringkat pertama dengan memperoleh skor 78. Hal ini tak lepas dari peran besar masayarakat dan pemerintah dalam mengembangkan wisata halal. Dalam Rebublika

(20)

tahun 2019 disebutkan bahwa Indonesia satu-satunya negara yang paling progresif dalam mengembangkan destinasi halal tourism.

Negara Poin

Malaysia 74

Indonesia 70

Arab Saudi 70

Turki 70

Uni Emirat

Arab 66

Qatar 64

Iran 63

Yordania 63

Bahrain 62

Singapura 62

Sumber: Global Muslim Travel Index (GMTI)

Dalam pemeringkatan Global Muslim Travel Index (GMTI) tahun 2022, destinasi wisata halal Indonesia berhasil meraih peringkat kedua dari 138 negara. Posisi ini naik dari tahun 2021 yang berada di urutan keempat dunia. Pada GMTI 2022, peringkat pertama tetap diraih oleh Malaysia dengan skor 74 poin. Turki dan Arab Saudi bersama Indonesia menempati peringkat kedua dengan total poin yang sama, yaitu 70. Penilaian GMTI 2022 ini memiliki empat indikator utama sebagai tolok ukur, yaitu kemudahan akses ke tempat tujuan, komunikasi, lingkungan, dan pelayanan.

Kemudahan akses dalam hal ini meliputi persyaratan visa, konektivitas udara, dan akses darat ke tujuan.

Infrastruktur transportasi dalam hal kualitas jalan, kereta api, dan layanan transportasi udara juga menjadi metrik penting dalam menentukan kemudahan akses di destinasi wisata. Penilaian dari komunikasi meliputi kemampuan bahasa di tempat tujuan, edangkan dari segi lingkungan akan dinilai apakah wisatawan muslim memiliki tempat yang aman untuk menikmati masa inap mereka. Sementara itu, pelayanan kepada wisatawan muslim adalah kriteria paling penting. Pelayanan dalam hal ini meliputi fasilitas yang harus memenuhi kebutuhan wisatawan muslim, termasuk makanan halal, tempat sholat, dan fasilitas muslim lainnya.

(21)

B. Strategi Pengembangan Pariwisata Halal

Dalam FGD Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR dengan Kemenpar tanggal 6 Maret 2019 disampaikan bahwa Indonesia memiliki beberapa peluang dan tantangan dalam pengembangan pariwisata halal. Peluang tersebut yaitu: 1) daya tarik industri pariwisata dan gaya hidup yang beragam dan sudah berkembang; 2) muslim-friendly amenities (hotel, restoran, dll.) sudah mulai berkembang; dan 3) kerja sama dengan organisasi multinasional untuk mengembangkan infrakstruktur pariwisata halal.

Sedangkan beberapa tantangan yang dimiliki yaitu: 1) tingkat kesadaran, komitmen dan kompetensi untuk menggarap prospek pasar industri dan gaya hidup halal; 2) kondisi infrastruktur pariwisata dan gaya hidup (standarisasi, sertifikasi, peningkatan kapasitas, dll.); 3) tingkat kegiatan branding dan promosi Indonesia sebagai Halal Tourism Destination.

Sedangkan menurut MUI dalam FGD tersebut, disampaikan bahwa ada enam hal yang dibutuhkan dalam pengembangan pariwisata halal yaitu regulasi, fatwa, sumber daya manusia, obyek wisata, preferensi masyarakat, dan promosi. Dalam hal akomodasi yang mendukung pariwisata halal, DSN MUI melakukan sertifikasi hotel syariah dengan menilai dari sisi keuangan, manajemen, dan restoran (dapur). Hotel syariah juga harus memiliki dua orang DSN sebagai pengawas.

Wakil Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center (Inhalec), menyampaikan bahwa industri wisata halal di Indonesia belum memiliki strategi konkret dalam mengembangkan dan mempromosikan destinasi wisata halal. Salah satu kelemahannya yaitu minimnya riset yang komprehensif untuk menentukan arah kebijakan sehingga membuat pelaku usaha wisata halal jalan sendiri tanpa adanya kesamaan strategi.

Mengutip Peta Jalan Ekonomi Halal Indonesia yang dirilis Inhalec bersama DinarStandard, wisata halal menjadi satu dari enam sektor industri halal yang harus diprioritaskan. Pada tahun 2017, penduduk Indonesia menghabiskan dana hingga US$10 miliar untuk berwisata. Di level dunia, turis asal Indonesia menduduki peringkat kelima yang sering melakukan perjalanan wisata. Pada tahun 2025 mendatang, Inhalec memprediksi nilai ekonomi yang dihasilkan dari industri wisata halal bisa mencapai US$18 miliar atau naik 7,7% dari posisi 2017.

(22)

Hasil FGD Pusat Penelitian dengan Lektor Universitas Dharma Andalas mencatat bahwa pengembangan pariwisata halal sangat membutuhkan CEO Commitment, dikarenakan melalui kebijakan yang dikeluarkan pemimpin (pemerintah) akan mendorong dan menggerakkan stakeholder untuk mengembangkan pariwisata halal. Hospitality dan awareness masyarakat terhadap pariwisata halal atau wisatawan di beberapa daerah masih kurang seperti di Sumatera Barat.

Berdasarkan hasil diskusi tersebut, analisis SWOT dan berbagai literatur, maka dapat disusun perencanaan strategis dalam pengembangan pariwisata halal di Indonesia dengan mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats). Hasil analisis SWOT sebagai berikut.

Tabel 1. Analisis SWOT Pengembangan Pariwisata Halal Indonesia Kekuatan:

a. Memiliki populasi penduduk 250 juta dan 88% muslim.

b. Negara kepulauan terbesar dengan lebih dari 17.000 pulau dengan berbagai sumber daya alam.

c. Kaya dengan Budaya dan Etnis yaitu memiliki keberagaman dengan lebih dari 300 suku, 746 jenis bahasa daerah d. Kaya dengan daya tarik wisata alam

(memiliki mega biodiversity).

e. Memiliki lebih dari 850.000 masjid.

f. Memiliki sejarah peradaban Islam masuk ke Indonesia.

g. Gaya hidup halal telah menjadi perilaku masyarakat Indonesia dalam kehidupannya.

Kelemahan:

a. Pemahaman mengenai pariwisata halal yang belum sama antara pemerintah, stakeholder, dan masyarakat.

b. Masih perlu komitmen dari pemerintah pusat berupa regulasi yang mendukung pengembangan pariwisata halal c. Masih perlu komitmen pemerintah

daerah dalam mengembangkan pariwisata halal dikarenakan sistem otonomi daerah.

d. Perbedaan budaya di suatu daerah dalam memperilakukan wisatawan.

e. Belum memiliki strategi yang konkret dalam pengembangan pariwisata halal.

f. Minimnya penggunaan riset yang konfrehensif untuk menetapkan kebijakan.

(23)

Peluang:

a. Telah berkembangnya industri pariwisata halal (hotel, restoran, dll.) dan gaya hidup halal.

b. Kerja sama dengan organisasi multinasional untuk mengembangkan infrastruktur pariwisata halal sangat terbuka karena melihat potensi yang dimiliki Indonesia.

c. Pemerintah sedang fokus melakukan pembangunan infrastruktur dalam rangka peningkatan konektivitas antar wilayah.

Ancaman:

a. Kuatnya tingkat kesadaran, komitmen dan kompetensi untuk menggarap prospek pasar industri pariwisata halal dan gaya hidup halal di negara lain.

b. Kondisi infrastruktur pariwisata halal (standarisasi, sertifikasi, peningkatan kapasitas) di negara lain telah terintegrasi dengan baik.

c. Tingkat kegiatan branding dan promosi negara lain menjadi pesaing bagi halal tourism destination Indonesia.

Dari hasil analisis SWOT pada Tabel 1, maka terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan pemerintah untuk pengembangan pariwisata halal di Indonesia, yaitu:

1. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan stakeholder sehingga terbangun persepsi yang sama mengenai pariwisata halal yang sedang dikembangkan oleh pemerintah. Sosialisasi ini juga dapat pengembangkan kesadaran masyarakat untuk meningkatkan pelayanan dan keramamahan (hospitality) dalam menghadapi wisatawan.

2. Mengintegrasikan pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah dengan peningkatan konektivitas ke daerah tujuan wisata.

3. Penyusunan suatu peraturan perundangan berdasarkan hasil riset dan pengembangan sebagai payung hukum dalam pengembangan pariwisata halal di Indonesia. Hal ini juga sebagai wujud komitmen pemerintah pusat dan menjadi acuan bagi pengembangan pariwisata halal bagi pemerintah daerah.

4. Melakukan pembinaan kepada masyarakat dan kemudahan berusaha untuk mengelola peluang yang ada akibat pengembangan pariwisata halal ini sehingga

(24)

memberikan multiplier effect bagi perekonomian masyarakat sekitar daerah wisata dengan tetap menjaga kelestarian alam dan lingkungan.

Pemerintah melalui Kemenpar telah membentuk Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal pada tahun 2015 untuk mengembangkan pariwisata halal. Melalui tim tersebut, disusunlah program kerja percepatan pengembangan pariwisata halal Kementerian Pariwisata tahun 2019. Ada 4 konsep yang harus tersedia dalam pariwisata halal yaitu: (1) tersedia makanan dan minuman yang terjamin kehalalannya; (2) tersedia fasilitas yang layak dan nyaman untuk bersuci dengan air; (3) tersedia fasilitas yang memudahkan untuk beribadah; (4) produk dan jasa pelayanan pada usaha-usaha beserta objekobjek wisata, kondusif terhadap gaya hidup halal.

Berdasarkan 4 konsep tersebut, Kemenpar menyusun desain, strategi, rencana, dan aksi sebagai quick win program. Quick win program diwujudkan melalui Indonesia Muslim Travel Index (IMTI). IMTI merupakan hasil kerja sama dengan Crescent Rating Mastercard yang diluncurkan pada Juni 2018 untuk mengejar peringkat pertama GMTI 2019. Program tersebut untuk menentukan peringkat destinasidestinasi paling ramah wisatawan muslim (pariwisata halal) dengan berbagai kriteria yang sudah ditetapkan.

Selain kerjasama IMTI, Kemenpar juga bersinergi untuk membedah potensi, keunggulan, dan kelemahan wisata halal Indonesia sesuai standar dunia. Hasil IMTI selain akan memacu tiap daerah untuk meningkatkan kualitasnya sesuai standar internasional versi GMTI, juga akan memudahkan wisatawan muslim baik mancanegara maupun nusantara mendapatkan fasilitas yang dibutuhkan. Mulai dari rumah makan bersertifikasi halal, sarana ibadah (masjid ataupun mushala) yang bersih dan memadai, toilet yang berstandar halal, dan lainnya.

IMTI ini merupakan nilai atau unsur yang harus dipenuhi oleh daerah tujuan wisata halal di Indonesia yang terdiri dari 5 aspek, yaitu: 1) pengembangan pemasaran (strategi pemasaran, strategi promosi, strategi media, paparan digital, daya saing harga);

2) pengembangan daya saing (atraksi, aksesibilitas, amenitas); 3) pengembangan industri dan kelembagaan (kebijakan dan insentif, jumlah dan pertumbuhan industri pariwisata halal, inovasi pengembangan serta sertifikasi produk dan jasa pariwisata halal, pelatihan-pengembangan dan sertifikasi SDM, dukungan ekosistem pariwisata

(25)

halal; 4) dampak ekonomi seperti jumlah kunjungan dan pengeluaran wisatawan muslim, jumlah kontribusi PDB pariwisata, jumlah investasi bidang pariwisata, dan jumlah pembiayaan bidang pariwisata; 5) dampak sosial (jumlah event, penyerapan SDM pariwisata). Dari kelima aspek ini, pengembangan pemasaran, destinasi, industri dan kelembagaan menjadi strategi utama dalam pengembangan pariwisata halal di Indonesia oleh Kemenpar.

Dalam hal pemasaran, ada 3 program yang dilakukan, yaitu: 1) Konsep pemasaran berdasarkan destination, origin, time. Destinasi wisata halal di Indonesia dipasarkan sesuai dengan preferensi asal calon wisatawan. Pertimbangan preferensi sangat penting untuk pendekatan dalam jalur pemasaran yang berbeda-beda. Konsep ini diterapkan pada wisatawan asing. Seperti wisatawan asal Timur Tengah lebih menyukai tipe destinasi alam, pelesiran di resort, dan banyak perbelanjaan. Wisatawan Eropa lebih menyukai yang bersifat petualangan, warisan budaya, kuliner dan juga pemandangan alam.

Sedangkan wisatawan Asia mirip seperti Indonesia, lebih menginginkan wisata religi yang kental dengan budaya, pemandangan, perkembangan Islam modern hingga berbelanja; 2) Strategi promosi ada pada branding, advertising, dan selling. Upaya agar Indonesia bisa mendapatkan penghargaan agar lebih dikenal merupakan salah satu strategi untuk branding. Ini membawa pengaruh signifikan pada warga sekitar; 3) Strategi media, melalui endorser, media sosial, juga media umum. Penyebaran informasi sangat penting agar promosi sampai pada tujuan. Strategi ini juga biasanya dilakukan berbarengan ketika masa penjualan di berbagai negara promosi. Saat pemerintah mengikuti pameran wisata di luar negeri, ada pemasaran wisata halal yang diselipkan.

Kemenpar juga menetapkan logo halal tourism Indonesia dan logo pariwisata halal Indonesia melalui surat Keputusan Menteri Pariwisata Republik Indonesia No.

KM.40/UM.001/ MP/2018 tanggal 31 Januari 2018. Penetapan logo ini penting dalam kegiatan pemasaran pariwisata halal di Indonesia.

Dalam hal pengembangan destinasi, ada 10 destinasi wisata halal terbaik di Indonesia yang memenuhi standar GMTI (acces, comunication, environment, and service) yaitu: Lombok, Aceh, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Sumatera Barat, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, Malang, Makassar. Penguatan destinasi pariwisata

(26)

halal dilakukan dengan menambah keikutsertaan 6 Kabupaten dan Kota yang terdapat di dalam wilayah 10 Destinasi Halal Prioritas Nasional, yaitu Kota Tanjung Pinang, Kota Pekanbaru, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Cianjur. Untuk itu, Kemenpar melakukan penandatanganan kesepahaman (Memorandum of Understanding) dengan perwakilan CEO Provinsi/Kota/Kabupaten dari 16 destinasi wisata halal prioritas, sebagai bukti komitmen Kepala Daerah dalam mengembangan pariwisata halal di masing-masing daerahnya.

Lombok menduduki peringkat pertama destinasi unggulan wisata halal di Indonesia merupakan hasil komitmen tinggi dari Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam pengembangan pariwisata halal di provinsinya.

Sejak tahun 2016, Pemda Provinsi NTB bekerjasama dengan MUI dan LPPOM, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, serta UMKM secara konsisten melakukan sertifikasi halal pada restoran hotel, restoran non-hotel, rumah makan, dan UMKM. Tercatat terdapat 644 sertifikat halal yang sudah diterbitkan. Selain makanan halal, ketersedian fasilitas ibadah juga sangat mudah ditemukan di NTB. Sebagai daerah dengan populasi muslim mencapai 90%, terdapat 4.500 masjid yang tersebar pada 598 desa dan kelurahan.

Sehingga NTB juga dijuluki sebagai pulau seribu masjid.

Dalam hal pengembangan industri dan kelembagaan, Kemenpar telah melakukan kerjasama dengan DSN MUI sejak tahun 2012 untuk meningkatkan keberadaan hotel syariah. Kemenpar telah menerbitkan Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. 2 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah. Syariah yang dimaksud di sini adalah prinsip-prinsip hukum Islam sebagaimana yang diatur fatwa dan atau telah disetujui oleh MUI.

Dalam peraturan tersebut digolongkan usaha hotel syariah ke dalam 2 hilal, yaitu 1) Hilal 1, penggolongan untuk usaha hotel syariah yang dinilai memenuhi seluruh kriteria usaha hotel syariah yang diperlukan untuk melayani kebutuhan minimal wisatawan muslim; 2) Hilal 2, penggolongan untuk usaha hotel syariah yang dinilai memenuhi seluruh kriteria usaha hotel syariah yang diperlukan untuk melayani kebutuhan moderat wisatawan muslim. Namun, sangat disayangkan permen tersebut telah dicabut oleh Kemenpar sebelum ada peraturan penggantinya.

(27)

Berdasarkan informasi dari Kemenpar dalam FGD dengan Pusat Penelitian tanggal 6 Maret 2016, pencabutan tersebut terjadi pasca dilaksanakannya FGD dengan stakeholder terkait pariwisata halal dikarenakan Kemenpar sedang menyiapkan peraturan baru dengan mengganti nomenklatur syariah menjadi halal. Sebagai informasi, ada sekitar 730 hotel syariah di Indonesia berdasarkan data dari Traveloka per Mei 2018. Sedangkan menurut Kemenpar, jumlah hotel yang restorannya sudah memiliki sertifikasi halal yaitu sebanyak 75 hotel. Sementara hotel yang sudah bersertifikat syariah dari DSN MUI hanya ada dua yakni Syariah Hotel Solo (SHS) dan Hotel Sofyan.

Dalam hal kelembagaan, Kemenpar membentuk Tim Percepatan Pengembangan Pariwisata Halal sebagai upaya menguatkan komitmennya dalam pengembangan pariwisata syariah. Upaya lain yang dilakukan Kemenpar yaitu bersinergi dengan berbagai pihak seperti melakukan pelatihan sumber daya manusia, sosialisasi, dan capacity building. Pemerintah juga bekerja sama dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) untuk menyediakan penginapan halal dan tempat makan yang bisa menyajikan menu makanan halal, serta bekerjasama dengan Association of the Indonesia Tours and Travel (ASITA) untuk membuat paket wisata halal ke tempat wisata religi, walaupun wisata halal tidak hanya terbatas pada wisata religi saja.

Berbagai strategi yang dilakukan Kemenpar dalam pengembangan pariwisata halal di Indonesia tersebut telah membuahkan hasil dengan diraihnya Indonesia sebagai peringkat pertama bersama Malaysia dalam GMTI 2019. Namun demikian, masih banyak tugas yang perlu dilakukan pemerintah dan pelaku industri pariwisata halal untuk memberikan kenyamanan kepada wisatawan baik domestik maupun mancanegara dalam berwisata halal di Indonesia. Beberapa strategi ke depan yang selanjutnya dapat dilakukan pemerintah yaitu sebagai berikut:

1. Memasarkan atau menjual 10 destinasi pariwisata halal Indonesia kepada wisatawan mancanegara sehingga meningkatkan jumlah kunjungan dan lamanya tinggal.

2. Melakukan pembinaan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat yang mendukung sektor pariwisata halal, seperti transportasi, UMKM kerajinan tangan (souvenir)/oleh-oleh/pakaian, rumah makan, dan sektor ekonomi lainnya

(28)

yang mendukung pelaksanaan pariwisata halal) sehingga meningkat kuantitas dan kualitasnya.

3. Adanya kebijakan pemerintah yang memberikan kemudahan dan keringanan biaya pengurusan sertifikasi halal sehingga dapat mendorong pengembangan pariwisata halal di Indonesia.

4. Pembinaan untuk pengembangan destinasi wisata halal Indonesia ke wilayah lain di luar 10 daerah yang telah ditetapkan.

(29)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Sertifikasi halal memiliki dampak signifikan dalam pariwisata di Indonesia.

Wisata halal mampu meningkatkan kunjungan wisatawan Muslim ke negara ini serta memberikan kebahagiaan jasmani dan spiritual bagi mereka. Pengembangan pariwisata halal juga berpotensi mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat dan negara.

Indonesia telah berhasil meraih peringkat pertama dalam Global Muslim Travel Index (GMTI) sebagai destinasi wisata halal terbaik di dunia, menunjukkan kemajuan dan keberhasilan dalam mengembangkan sektor ini.

Untuk terus mengembangkan pariwisata halal, perlu dilakukan strategi konkret.

Pertama, sosialisasi kepada masyarakat dan stakeholder sangat penting untuk membangun persepsi yang sama tentang pariwisata halal. Kemudian, integrasi pembangunan infrastruktur dengan peningkatan konektivitas ke daerah tujuan wisata menjadi langkah penting dalam memperkuat daya tarik wisata halal. Selain itu, penyusunan peraturan perundangan yang mendukung pengembangan pariwisata halal dapat menjadi payung hukum yang memberikan kepastian dan keamanan bagi para pelaku industri.

Pembinaan kepada masyarakat dan kemudahan berusaha dalam mengelola peluang pariwisata halal juga perlu diperhatikan. Terakhir, melalui program Indonesia Muslim Travel Index (IMTI), upaya untuk meningkatkan kualitas destinasi wisata halal dapat dilakukan dengan cepat. Dengan implementasi strategi yang tepat, pariwisata halal di Indonesia memiliki potensi besar untuk terus berkembang dan memberikan manfaat ekonomi yang signifikan.

B. Saran

Untuk mengembangkan pariwisata halal, diperlukan strategi konkret dan koordinasi yang baik antara pemerintah, stakeholder, dan masyarakat. Beberapa strategi yang dapat dilakukan adalah meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat tentang

(30)

pariwisata halal, memperbaiki infrastruktur dan konektivitas ke daerah tujuan wisata, menyusun peraturan perundangan yang mendukung pengembangan pariwisata halal, dan memberikan pembinaan kepada masyarakat dan kemudahan berusaha untuk mengelola peluang yang ada.

Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata telah membentuk tim percepatan pengembangan pariwisata halal dan meluncurkan Indonesia Muslim Travel Index (IMTI) untuk mendorong peningkatan kualitas dan pelayanan destinasi wisata halal di Indonesia. Dengan implementasi strategi yang tepat, pariwisata halal di Indonesia memiliki potensi yang besar untuk terus berkembang dan memberikan manfaat ekonomi yang signifikan.

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Denzin, Norman K. dan Lincoln, Yvonna S. (2009). Handbook of Qualitative Research, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Lenggogeni, Sari. (2017). Pariwisata Halal: Konsep, Destinasi dan Industri dalam Creatourism, Jakarta: PT. Mujur Jaya.

Priyadi, Unggul. (2016). Pariwisata Syariah Prospekdan Perkembangannya, Yogyakarta: STIM YKPN.

Satriana, Eka Dewi dan Faridah, Hayyun Durrotul. (2018). Wisata Halal:

Perkembangan, Peluang, dan Tantangan, Journal of Halal Product and Research (JHPR), Vol. 1, No. 02, Mei-November.

Subarkah, Alwafi Ridho. (2018). Potensi dan Prospek Wisata Halal Dalam Meningkatkan Ekonomi Daerah (Studi Kasus: Nusa Tenggara Barat), Jurnal Sospol. Vol. 4, No. 2, Juli-Desember

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta, CV.

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: CV.

Alfabeta Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

pengembangan dan strategi pemasaran objek wisata Danau Siais dalam menarik..

i STRATEGI PERCEPATAN EKSPOR PRODUK HALAL USAHA KECIL DAN MENENGAH INDONESIA KOMITE NASIONAL EKONOMI DAN KEUANGAN SYARIAH (KNEKS) 2021 Strategi Percepatan Ekspor Produk Halal Usaha Kecil

Sebagai negara yang besar dan mempunyai potensi wisata yang sangat beragam, Indonesia masih jauh tertinggal dari segi jumlah kedatangan wisatawan mancanegara yang

Pada strategi W-O terdapat sepuluh strategi pengembangan, yaitu: (1) pembangunan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan wisata; (2) promosi potensi wisata

Tujuan penelitian untuk mengetahui tingkat brand awareness pramuwisat a terhadap branding Wonderful Indonesia dan Pesona Indonesia, sebagai strategi pemasaran

Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh untuk mengatasi hambatan dari sisi internal dan eksternal dalam pengembangan wisata halal guna meningkatkan pendapatan asli daerah

strategi pengembangan digital marketing dan personal selling halal food pada kopi telu sawah view Pandaan 1 Menjaga kualitas produk Dalam upaya pemasaran digitalnya, Kopi Telu Sawah

Komunikasi yang dilakukan oleh Pemerintah pusat dalam hal ini Kemenpar, masih belum maksimal mengembangkan key messages pariwisata halal, sehingga prinsip pariwisata halal sebagai