Nama: Annisa Jilan Aqilah
PPG Prajabatan Gelombang 1 Tahun 2024 Bahasa Indonesia
Eksplorasi Konsep Topik 1 – Argumentasi Kritis
Apakah Transformasi Pendidikan Nasional Benar-Benar Terjadi?
Dalam pidato sambutannya, Ki Hadjar Dewantara menyinggung berbagai poin penting berkaitan dengan transformasi pendidikan nasional, beberapa diantaranya yaitu mengenai Taman Siswa, konsep “Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani", inklusivitas pendidikan, pendidikan karakter, serta kebudayaan dalam pendidikan.
Gagasan-gagasan yang disampaikan tentu telah melalui serangkaian proses berpikir yang kompleks dan riset yang tidak mudah. Namun dalam pelaksanaannya, tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat berbagai kekurangan dan hambatan dalam rangka mencapai tujuan transformasi tesebut, sehingga munculah berbagai argumentasi kritis terhadap perjalanan pendidikan nasional. Argumentasi kritis tersebut dapat mencakup beberapa aspek yang perlu dievaluasi, yaitu implementasi pendidikan karakter di sekolah serta inklusivitas pendidikan.
Salahsatu poin penting di dalam gagasan Ki Hadjar Dewantara tentang transformasi pendidikan adalah pentingnya pendidikan karakter bagi siswa. Berbicara tentang pendidikan karakter, terdapat teori dari Syarbini (2012, hlm. 17) yang mengatakan bahwa “Characters can not be taught in the classroom, but it must be taught through habituation” artinya bahwa karakter tidak dapat diajarkan di dalam kelas, melainkan harus diajarkan melalui kebiasaan (habit).
Dengan kata lain, pendidikan karakter tidak hanya melibatkan aspek pengetahuan yang baik, namun juga merasakan dengan baik dan berperilaku baik. Pendidikan karakter harus dipraktikkan secara berkelanjutan karena membutuhkan proses yang terus berlanjut dan berkesinambungan sehingga dapat membentuk suatu karakter pada diri seseorang.
Permasalahan saat ini, khususnya pada kurikulum merdeka, para pendidik cenderung disibukkan dengan hal-hal administratif yang berorientasi pada “materi” belaka. Pertanyaannya adalah bagaimana cara para pendidik dapat menjadi suri tauladan bagi siswa, menjadi contoh yang baik bagi siswa, mengajarkan pendidikan karakter secara berkesinambungan melalui pembiasaan baik, jika pendidiknya saja masih berkutat dengan administrasi yang berorientasi pada materi? Fokus pendidik saat ini menjadi terbagi-bagi sehingga mereka tidak dapat
menjalankan tugas dan amanahnya dengan maksimal. Para pemangku kebijakan yang memiliki wewenang untuk membuat aturan sebaiknya mengembalikan esensi seorang pendidik yang memang bertanggungjawab untuk mendidik, bukan hanya berkutat pada proses administrasi yang tidak ada kaitannya dengan tugas utama untuk mencerdaskan generasi penerus layaknya seorang pendidik.
Dalam pidatonya, Ki Hadjar Dewantara juga menyinggung tentang demokratisasi pendidikan atau inklusivitas pendidikan, yaitu pendidikan yang merata untuk semua kalangan. Inklusivitas pendidikan tentu memiliki tujuan mulia dalam rangka memberikan kesempatan pendidikan yang adil dan merata bagi semua kalangan, namun terdapat beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan secara kritis yaitu mengenai aksesibilitas dan kualitas. Realita yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia saat ini adalah terlihat jelasnya kesenjangan kualitas pendidikan.
Masih ada kesenjangan kualitas yang sangat jauh antara wilayah perkotaan dan pedesaan, antara sekolah negeri dan swasta, sehingga menciptakan ketidaksetaraan dalam akses dan peluang pendidikan. Perlu adanya kebijakan yang tepat dari pihak yang berwenang untuk memastikan bahwa aksesibilitas harus diimbangi dengan kualitas pendidikan yang tinggi.
Referensi:
Syarbini, Amirulloh. (2012). Buku Pintar Pendidikan Karakter. Jakarta: Prima Pustaka.