• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Penerapan Terapi Rileksasi Pijat Terhadap Tingkat Nausea Pada An. R Dengan Diagnosa Dispepsia Di Ruang Mawar RSU Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. - Repository Poltekkes Kendari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Gambaran Penerapan Terapi Rileksasi Pijat Terhadap Tingkat Nausea Pada An. R Dengan Diagnosa Dispepsia Di Ruang Mawar RSU Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. - Repository Poltekkes Kendari"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Dispepsia merupakan gejala atau penyakit pada gastrointestinal bagian atas yang biasanya muncul selama 4 minggu atau lebih, dispepsia berasal dari Bahasa Yunani yaitu `dys` dan `pepsis` yang artinya masalah pencernaan. Dispepsia terbagi menjadi dua yaitu dispepsia organic dan dispepsia fungsional. Dispepsia organic merupakan sekelompok yang di temukan dengan adanya gangguan struktur maupun patologi biokimia setelah setelah di lakukan pemeriksaan penunjang seperti endoskopi, radiologi, dan pemeriksaan laboratorium, adapun dispepsia fungsional merupakan sekelompok yang tidak ditemukan gangguan struktur maupun patologi biokimia setelah dilakukan pemeriksaan penunjang seperti halnya yang dilakukan pemeriksaan dispepsia organic (Putri Adhytiyani Nurhasni, 2022)

Nausea merupakan suatu rasa ketidak-nyamanan yang terjadi pada area perut atas, dan adanya keinginan ingin muntah. Namun, mual belum tentu selalu diikuti dengan terjadinya muntah. Mual dan muntah adalah 2 kejadian yang berbeda. Mual terkait dengan pengalamanan yang sifatnya subjektif, pasien menyatakan bahwa dirinya merasakan suatu rasa yang di gambarkan seperti seolah-olah ingin akan muntah. Sedangkan, muntah adalah kondisi atau peristiwa fisik yang spesifik, berupa pengosongan secara voluntar atau involuntar isi lambung melalui mulut. (Falah &

Permana, 2020).

(2)

2

Menurut World Health Organization (WHO) dispepsia banyak di temukan pada anak-anak maupun remaja. Anak-anak maupun remaja adalah salah satu yang beresiko terkena dispepsia, karena sebagian besar dari mereka memiliki pola makan yang tidak teratur. Dispepsia pada anak-anak dan remaja mempengaruhi hidup mereka kedepannya karena adanya penurunan produksi remaja dalam kegiatan sehari-hari, misalnya anak tidak bisa mengikuti aktivitas pembelajaran karena rasa nyeri pada ulu hati atau terasa mual sehingga menurunnya kualitas belajar pada anak. Penurunan kualitas pembelajaran akan menurunkan prestasi belajar anak dan seiring waktu hal ini mempengaruhi kualitas anak sebagai sumber daya manusia dan generasi penerus bangsa (Kurnia Sari Erin, 2021).

Menurut data profil kesehatan Indonesia dispepsia pada anak menempati urutan ke-10 dengan jumlah pasien anak 1,52% (34.029 kasus).

Kasus dispepsia pada anak mengalami peningkatan dan menduduki peringkat ke-10 penyakit terbesar rawat inap di Indonesia. Kasus dispepsia pada anak di DKI jakarta 50%, Denpasar 46%, Palembang 35%, Bandung 32,5% dan Medan 9,6% dengan jumlah kasus anak laki-laki 9.594 (38,82%) dan anak perempuan 15.122 (61,18%). Penyebab sindrom dispepsia antara lain yaitu seperti makanan dan lingkungan anak, stress, sekresi asam lambung, dismotiolitas gastrointestinal, hipersitivitas viseral, dan infeksi Helicobacter pylori. Selain itu dispepsia pada anak bisa terjadi karena adanya faktor risiko seperti pola makan yang tidak teratur, frekuensi dan jeda makan, kebiasaan mengonsumsi makanan (pedas dan asam) dan

(3)

3

minuman beresiko (kopi, soda, dan alkohol), status gizi anak dan sosial ekonomi (Kurnia Sari Erin, 2021).

Berdasarkan data Kemenkes Republik Indonesia, dispepsia pada anak sudah menempati peringkat ke-10 untuk penyakit terbanyak pasien anak di rawat inap di rumah sakit dengan jumlah pasien 34.029 atau sekitar 1,59% anak. Keluhan sindrom dispepsia dapat dipicu oleh beberapa faktor seperti sekresi asam lambung, kebiasaan makan, infeksi bakteri Helicobacter Pylory, tukak peptikum dan psikologis. Kebiasaan konsumsi makanan pedas, asam, bergaram tinggi dan minuman seperti kopi, alkohol merupakan faktor pemicu timbulnya gejala dispepsia pada anak (Laili &

Nurul, 2020)

Berdasarkan data dari provinsi Sulawesi Tenggara menunjukan bahwa penderita dispepsia pada anak selalu masuk dalam 10 besar penyakit.

Data menunjukan bahwa penderita dispepsia pada tahun 2019 sebanyak 2.273 kasus, sedangkan pada tahun 2020 penderita penyakit dispepsia pada anak sebanyak 1,209 kasus, dan pada tahun 2021 jumlah penderita dispepsia sebanyak 1.937 anak (Anggraeni, 2022).

Hasil pengambilan data awal yang dilakukan di RSUD Kota Kendari dari tahun 2020 – 2022, terdapat peningkatan pasien dispepsia pada anak setiap tahunnya bertambah. Pada tahun 2020 terdapat 48 pasien dispepsia, pada tahun 2021 mengalami peningkatan pasien dispepsia terdapat pasien sebanyak 51. Sedangkan pada tahun 2022 terdapat 91 pasien dispepsia. Dari

(4)

4

data yang didapatkan di rumah sakit bahwa terapi pijat belum banyak diterapkan pada penderita dispepsia.

Faktor resiko yang menyebabkan terjadinya dispepsia adalah faktor lingkungan dan faktor makanan, seperti stress, sekresi asam lambung, dismotiolitas gastrointestinal, hipersitivas viseral, dan infeksi helicobacter pylori. Selain itu, kejadian dispepsia muncul karena adanya faktor seperti, pola makan tidak teratur, frekuensi, dan jeda makan, kebiasaan sarapan dalam waktu seminggu, kebiasaan menggomsumsi makanan (pedas dan asam). Dan dampak dispepsia pada anak yaitu kehilangan nafsu makan, menolak makanan yang di berikan karana adanya rasa nyeri di bagian ulu hati, merasa kenyang dengan cepat, sendawa, mual, hingga muntah.

Dispepsia pada anak mempengaruhi hidup mereka karena anak tidak bisa mengikuti aktivitas belajar karena rasa nyeri yang dirasakan pada ulu hati sehingga menurunkan kualitas belajar dan akan menurunkan prestasi belajar dan mempengaruhi kualitas anak sebagai generasi penerus (Kurnia Sari Erin, 2021).

Berdasarkan hasil penelitian Salsabila & Mochartini (2022) terbukti bahwa massage therapy berpengaruh dalam menurunkan tingkat nausea dan nyeri pada penderita dispepsia di Puskesmas kecamatan jatinegara tahun 2022. Penelitian yang dilakukan selama tiga hari mampu menurunkan tingkat nausea dan nyeri pada penderita dispepsia. Sejalan dengan penelitian Dian P. N (2022) menyatakan bahwa penerapan terapi pijat terhadap penurunan tingkat nausea dan nyeri pada pasien dispepsia menunjukan bahwa hasil teknik ini dapat menurunkan tingkat nausea dibuktikan dengan

(5)

5

memberikan terapi pijat selama 3 hari pada pasien dispepsia. Berdasarkan penelitian (Efe Ertürk & Taşcı, 2021) menyatakan bahwa penerapan terapi pijat dapat menurunkan tingkat nausea yang dibuktikan dengan memberikan terapi pijat yang dilakukan selama 5 hari.

Pelaksanaan terapi pijat dalam mengatasi mual dan muntah pada anak dengan dilakukan teknik pijat, teknik pijat ini digunakan untuk penanganan nyeri, mual dan muntah sebagai cara farmakologis dan non farmakologis yang dimana pengobatan non farmakologis dapat digunakan sebagai pelengkap untuk mendapatkan sebagi efek pengobatan efektif dan lebih baik (Salsabila & Mochartini, 2022).

Peran perawat dalam melakukan asuhan keperawatan tidak hanya berfokus pada masalah fisik anak, tetapi juga mempertimbangkan tumbuh kembang anak. Konsep perkembangan anak seusianya harus dikuasai oleh perawat anak sehingga hubungan dan komunikasi antar perawat dan anak dapat terjalin dengan baik. Pentingnya perawat anak untuk melakukan pengkajian perkembangan anak dan mengetahui masalah dan perkembangannya. Data tersebut dapat digunakan untuk menyusun asuhan keperawatan anak dalam mencegah terjadinya masalah perkembangan dan upaya stimulasi perkembangan anak yang dapat dilakukan perawat. Asuhan keperawatan bertujuan untuk perkembangan dapat mendukung optimal upaya perkembangan anak, perawat anak memberikan pemahaman terhadap masalah perkembangan anak dan mengedukasi kepada keluarga dalam mendukung perkembangan anak (Rizky Tampubolon, 2019).

(6)

6

Terapi pijat belum banyak diterapkan pada asuhan keperawatan pada pasien dispepsia dengan masalah peningkatan nausea dengan diterapkan terapi pijat. Selama ini penerapan terapi hanya farmakologinya dan pemberian obat secara langsung dikombinasikan dengan teknik terapi nonfarmakologis yang salah satunya yaitu terapi pijat terhadap tingkat nausea. Harapan dalam penelitian ini setelah melakukan literatur ini bisa memberikan informasi yang benar mengenai terapi pijat yang efisiensi dan benar pada penderita dispepsia. Pada penelitian telah dilakukan efek terapi pijat pada anak-anak bertujuan untuk mengurangi atau menurunkan rasa mual dan muntah pada pasien dispepsia dengan kondisi yang bermasalah termasuk gangguan perhatian, masalah psikologis, masalah gastrointestinal, gangguan tonus motorik, sindrom nyeri, kondisi autoimun dan kekebalan tubuh (Field, 2019).

Berdasarkan hasil analisis, didapatkan bahwa secara umum tindakan terapi pijat dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu menekan langsung menggunakan ibu jari atau telapak tangan. Durasi pemberian terapi pijat rata-rata 3-5 menit. Intensitas pemberian terapi pijat dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sebelum istrahat, atau disesuaikan dengan intensitas mual dan muntah pasien. Terapi pijat merupakan tindakan yang dapat membantu mengatasi efek samping penyakit. Lokasi penekanan terapi pijat terdiri dari beberapa titik yaitu dilakukan pada jaringan lunak biasanya otot, tendon atau ligamen, tanpa menyebabkan pergeseran atau perubahan posisi sendi untuk mengurangi rasa sakit, dan menghasilkan relaksasi atau meningkatkan sirkulasi. Adapun gerakannya yaitu gerakan melingkar yang

(7)

7

dilakukan oleh telapak tangan diarea belakang, gerakan mnekan dan memotong kedepan dan kebelakang menggunakan telapak tangan diarea belakang, gerakan memotong menggunakan punggung tangan diarea belakang atau pundak, gerakan meremas menggunakan jari-jari tangan diarea belakang (Rahmawati Ismuhu, 2020)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini saya tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Gambaran penerapan terapi pijat terhadap penurunan tingkat nausea pada anak dengan diagnosa dispepsia di RSUD kota Kendari”.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan penelitian di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan massage therapy terhadap tingkat nausea pada anak dengan diagnosa dispepsia.

C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan umum:

Untuk mengetahui gambaran penerapan terapi pijat terhadap tingkat nausea pada anak dengan diagnosa dispepsia.

2. Tujuan khusus:

a) Mengetahui cara penerapan terapi pijat

b) Mengetahui aktivitas terapi pijat pada tingkat nausea

c) Mengetahui pembedaan sebelum dan sesudah diberikan terapi pijat

(8)

8 D. MANFAAT PENELITIAN

a). Bagi masyarakat

Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang tingkat nausea dengan diagnosa dispepsia. Untuk mengedukasi bagaimana cara melakukan massage therapy terhadap penurunan tingkat nausea.

b). Bagi rumah sakit atau puskesmas

Melakukan literasi perawat dalam pemberian tindakan massage therapy pada anak dengan dispepsia.

Referensi

Dokumen terkait

29 Keterangan : Pada hasil tabel 4.1 menunjukkan pada hari pertama tanggal 30 Mei 2023, sebelum dilakukan intervensi kompres hangat suhu tubuh pasien 39°C setelah dilakukan

Fase Kerja 1 Identifikasi pasien menggunakan minimal dua intensitas nama lengkap, tanggal lahir, dan nomor rekam medik 2 Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur 3 Siapkan alat