• Tidak ada hasil yang ditemukan

hak asuh anak akibat dari orang tua bercerai dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "hak asuh anak akibat dari orang tua bercerai dalam"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, bimbingan dan kekuatan sehingga kami dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ini. Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat penulisan skripsi pada jenjang sarjana di Universitas Bhayangkara Surabaya. Ketua Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara atas dukungannya dari awal penyusunan skripsi hingga penyelesaian skripsi ini.

Semua saudara saya Ayes (Mat), Rangga (Tol), Alvin (Cek), Bayu (Joh), Febriyan (Po), Haris (Jek), Dwi Rizky (Teng), Recka (Jon) yang turut menulis dan menyokong tesis ini. Bagaimanakah konsep penjagaan anak menurut Kompilasi Undang-undang Islam dan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Mengenai Perlindungan Kanak-Kanak?. Andrian, “Penetapan hak penjagaan anak (Hadanah)”, kesimpulan dari tesis ini adalah: Bahwa anak Hadanah jatuh kepada ibu sesuai dengan syariat.

Bahan hukum sekunder merupakan tafsir dari bahan hukum primer seperti buku “Hukum Pernikahan Islam di Indonesia” karya Amir Syarifuddin serta buku-buku lain yang berkaitan dengan skripsi ini.

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang Masalah
  • Rumusan Masalah
  • Tujuan Penelitian
  • Manfaat Penelitian
  • Kajian Pustaka
  • Metode Penelitian
  • Sistematika Penulisan

Sistematika memberikan gambaran dan menguraikan penulisan hukum agar lebih mudah mempelajari isinya.Sistematika penulisan hukum adalah sebagai berikut. Peneliti menjelaskan tujuan penelitian ini, baik dari segi Tujuan Umum maupun Tujuan Khusus. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan dampak yang baik bagi penulis, pembaca dan semua pihak yang terlibat, sebagaimana tertuang dalam Manfaat Teoritis dan Manfaat Praktis.

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah Jenis Penelitian, Jenis Penelitian, Pendekatan Masalah, Sumber Bahan.

KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM KOMPILASI HUKUM

ANALISIS PENGASUHAN ANAK AKIBAT DARI TERJADINYA

Pandangan Kompilasi Hukum Islam Terhadap Pengasuhan Anak Akibat dari

Mengasuh anak atau mengasuh anak, menurut KHI, merupakan hal yang sangat diperhatikan dan wajib dilakukan oleh setiap umat Islam terhadap anaknya, baik orang tuanya masih rukun maupun sudah bercerai. Begitu pentingnya hadanah dalam pandangan KHI sehingga ia mengatur secara rinci tentang kewajiban orang tua muslim di Indonesia untuk menjaga anaknya agar kehidupan anaknya dapat berjalan dengan baik, baik kehidupan dunia maupun akhirat. Hal ini juga berdampak pada kehidupan orang tua muslim, sehingga ketika mereka merasakan kebahagiaan berarti mereka masih hidup. Dalam rumah tangga yang harmonis, sebagian besar dari mereka akan setuju bahwa yang terbaik bagi anak adalah mengasuh anak dengan sebaik-baiknya, dan mereka tidak akan berbeda pendapat dalam hal ini.

Namun ketika kehidupan mereka dirundung kesedihan dalam artian akan bercerai, maka disaat itulah muncul permasalahan yang sangat sakral dalam kehidupan anak-anaknya, dimana biasanya para orang tua berebut hak asuh anaknya dengan masing-masing pihak, sehingga terkadang terjadi perkelahian. kapan hal itu akan mempengaruhi psikologi kehidupan anak. Dan yang lebih ironisnya lagi, ada juga orang tua yang bercerai yang tidak mau lagi mengetahui pengasuhan anaknya, baik dari pihak ayah, ibu atau bahkan keduanya, sehingga mengakibatkan kehidupan anak-anak tersebut terlantar. . Pasal ini menyatakan bahwa kewajiban kedua orang tua adalah mendidik anak-anaknya dengan cara mendidiknya, membekalinya dengan ilmu-ilmu untuk mempersiapkannya memasuki masa dewasa.

Peraturan KHI tersebut di atas masih menjelaskan tentang kewajiban orang tua terhadap anak selama masih hidup dalam rumah tangga yang harmonis. Namun KHI tidak hanya sekedar mengatur mengenai kewajiban orang tua dalam mengasuh anak hanya pada saat mereka tinggal bersama saja, namun juga mengatur pada saat mereka bercerai, yang akan dijelaskan kemudian. Tujuannya tidak lain adalah agar orang tua tidak meninggalkan kewajiban yang dimilikinya, yaitu mengasuh anak, dan juga agar orang tua tidak mempertanyakan atau berdebat mengenai hak asuh anak yang terkadang dapat berdampak buruk bagi perkembangannya. kehidupan anak tersebut di masa depan.

Artinya orang tua tidak perlu berebut hak asuh anak, karena KHI sangat tegas mengatur dalam hal ini anak mendapat hak asuh dari ibu, dan dalam hal ini bapak tidak menyingsingkan lengan baju, melainkan mewajibkan adalah untuk membayar hak asuh anak tersebut. seluruh biaya hidup anak agar ia dapat tumbuh dan berkembang. berkembang dengan baik. Jika keponakannya tidak ada, maka ia pergi ke bibi kandung (saudara perempuan ayah), lalu ke bibi dari pihak ibu, dan kemudian ke bibi dari pihak ayah. Kalau tantenya tidak ada, maka ia pergi ke tante dari pihak ibu (saudara perempuan dari ibu dari ibu), kemudian ke tante dari pihak ayah (saudara dari ibu dari pihak ayah), kemudian ke pihak ibu dari pihak bibi dari pihak ayah (saudara dari dari ayah dari ibu dari pihak ibu), lalu ke ke bibi dari ayah (saudara perempuan dari ayah dari ayah). saudari).

Pandangan UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Terhadap

Di atas telah dijelaskan bagaimana KHI memberikan aturan rinci mengenai pengasuhan anak, dimana aturan tersebut selalu sesuai dengan konteks hukum Islam, dan juga sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia. Oleh karena itu, guna memperkaya bidang keilmuan disini, penulis mencoba menjelaskan pandangan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Mengenai Hak Asuh Dalam Kasus Perceraian Orang Tua. Mengenai Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 merupakan peraturan khusus yang mengatur tentang hak-hak setiap anak yang wajib dilindungi oleh negara.

Penyelenggaraan perlindungan anak berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak Anak yang meliputi: a. Konflik tersebut justru merugikan kepentingan, hak dan perkembangan kehidupan anak, bahkan mengesampingkan seluruh hak anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Perjuangan anak juga akan mengesampingkan hak anak atas pendidikan, anak akan dibawa jauh sehingga salah satu pihak tidak bisa menjenguknya, yang akan berdampak pada dunia pendidikan anak, bahkan menjauhkannya dari kehidupan sosialnya, sehingga mengesampingkan hak anak. bermain dan bergaul dengan teman sebayanya Meskipun hak atas pendidikan dan bermain harus dijaga dan diberikan kepada anak, namun hal ini sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perlindungan Anak sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 (ayat 1) dan Pasal 11 yang menegaskan bahwa :. 1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam lingkup pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

Segala jaminan perlindungan hak-hak anak sebagaimana tersebut di atas diberikan dengan undang-undang sejak anak masih dalam kandungan, sebagaimana secara tegas tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Perlindungan Anak. “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak serta hak-haknya agar ia dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” Artinya, berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak, jika terjadi konflik hak asuh anak, apalagi jika ada upaya pemisahan paksa antara anak dan salah satu orang tuanya, maka pada akhirnya berujung pada terganggunya hak asuh anak. minat.

“Perpisahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 UU Perlindungan Anak tidak memutuskan hubungan anak dengan orang tuanya.” Penjelasan dalam UU Perlindungan Anak di atas merupakan aturan yang mengatur bahwa orang tua yang bercerai harus tetap mengasuh anaknya dan perlu memperhatikan undang-undang ini yang menekankan bahwa orang tua harus memperhatikan segala hal yang baik bagi anaknya. . Oleh karena itu, perebutan hak asuh anak sebenarnya tidak diinginkan oleh undang-undang ini, padahal aturan tersebut tidak memberikan rincian siapa yang akan mengasuh anak jika orang tuanya bercerai. Hal ini terlihat dari undang-undang yang mengatur bahwa dalam memandang anak tidak boleh ada diskriminasi dan kita harus selalu memperhatikan kepentingan anak.

Perbedaan dan Persamaan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan UU No. 23

PENUTUP

Kesimpulan

Apabila terjadi perceraian, KHI menentukan nafkah anak kepada ibu, penetapan hukum hak hibah kepada ibu menunjukkan ketegasan KHI dalam mengatur setiap hak hidup anak. Hal ini menimbulkan peluang terjadinya konflik antara suami istri yang bercerai untuk memperebutkan hak asuh atas anaknya, walaupun keputusan siapa yang mendapat hak asuh atas anak tetap merupakan keputusan hakim, namun peluang perselisihan tersebut selalu terbuka lebar. Oleh karena itu, Undang-Undang Perlindungan Anak juga memberikan pengaturan lebih lanjut agar orang yang dipilih menjadi pengasuh anak lebih mengutamakan kepentingan hidup anak dibandingkan kepentingan pribadinya.

Bedanya, berdasarkan UU Kesejahteraan Anak, anak dianggap sebagai orang yang berusia di bawah 18 tahun, sedangkan UU Kesejahteraan Anak tidak mengatur batasan lain mengenai apakah seorang anak sudah menikah atau belum. Hal ini berbeda dengan pendirian KHI yang menyatakan batas atas usia anak adalah 21 tahun, kecuali jika sudah menikah maka tidak dapat lagi disebut anak. Perbedaan selanjutnya adalah UU Perlindungan Anak tidak secara jelas mendefinisikan pihak mana yang berhak mengasuh anak jika terjadi perceraian, yaitu suami atau istri, namun hak ini diberikan kepada anak untuk memilih sendiri siapa yang akan mengurus anak tersebut. harus merawatnya berdasarkan keputusan pengadilan.

Sedangkan KHI telah memberikan pengaturan secara rinci mengenai hak asuh anak yaitu kepada ibu, dan anak juga diberikan hak untuk memilih siapa yang akan diasuhnya ketika ia sudah mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. hidupnya (mumayyiz).

Saran

Sebab hal ini mempunyai dampak yang besar terhadap perkembangan kehidupan anak di kemudian hari, karena dalam peraturan UUPA tidak ditentukan secara jelas siapa yang lebih berhak mengasuh anak apabila orang tuanya bercerai. Karena hal ini dapat menjadi kendala besar bagi tumbuh kembang kehidupan anak di kemudian hari, apalagi jika orang tua pernah memberikan pengaruh negatif terhadap kehidupan anaknya, seperti Bintania Aris, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqih Al-Qadha, 1 ce, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012.

Fazar Arafat, Hadhanah Rights of Non-Muslim Mothers, Jurisprudential Decisions on Hadhanah Due to Divorce), Banda Aceh: Faculty of Syari'ah, 2011. Muhammad Al-Jauhari og Muhammad Hakim Abdul, Building a Qur'ani Family, (overs. Kamran As'ad Irsyady, ddk), Jakarta: Sinar Grafa MediaCita, 2005. Sabiq Sayyid, Fiqh Sunnah bind 3 (oversættelse Nor Hasanuddin), Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006 Sakti Suryo, Mainstreaming Children's Rights in Public Budgets, Yokyakarta: Graha Ilmu, 2015.

Syaikh Abu Bakar, Tafsir Al-Qur'an Al-Aisar, bind 1, (oversættelse, M. Azhari Hatim og Abdurrahim Mukti), Jakarta: Darus Sunnah Press, 2006.

Referensi

Dokumen terkait

Dari pernyataan beberapa tokoh di atas peneliti menyimpulkan bahwa, pola asuh orang tua adalah pola sikap yang dimiliki orang tua untuk merawat dan mendidik