• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hakikat manusia dalam psikologi islam

N/A
N/A
Putri Ramanda

Academic year: 2024

Membagikan "Hakikat manusia dalam psikologi islam"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Nindia Zahra Bintang Wardana Nim : F100230171

Psikologi Sosial II Kelas C

“Hakikat manusia dalam psikologi islam”

Psikologi sebagai studi yang mengamati tentang perilaku manusia memiliki berbagai sudut pandang, termasuk pandangan tentang hakikat manusia yang dilihat melalui perspektif psikologi islam. Psikologi Islam memberikan fokus pada studi perilaku manusia yang terkait dengan praktik keagamaan yang mereka jalani, terutama dalam konteks ajaran islam yang lebih detail.Terdapat beragam pendekatan psikologis dalam pemahaman terhadap islam, terutama terkait dengan manusia. Segala hal bertujuan menggambarkan apa yang dapat diamati dari berbagai fenomena dalam kehidupan kita. Tentu saja, manusia menjadi fokus utama dalam studi ilmu psikologi, sehingga tidak mengherankan jika psikologi islam memiliki pandangan unik terhadap esensi manusia.

Dalam ajaran Islam, manusia dianggap sebagai makhluk yang memiliki keistimewaan dan keunikan. Al-Qur'an menegaskan bahwa manusia, sebagai ciptaan Tuhan, harus menjalin hubungan dengan Sang Pencipta (hablun minallah). Al-Qur'an juga menegaskan bahwa manusia memiliki kewajiban untuk beribadah kepada Allah (Q.S. 51:56). Namun, manusia bisa terjerumus ke dalam kesyirikan jika tidak mengikuti ajaran agama (Q.S. 4:48). Konsep ini mendorong pemahaman lebih mendalam tentang hakikat manusia dalam konteks Islam.

Imam Ghazali menjelaskan hakikat manusia dari sudut pandang psikologi dengan menguraikan bahwa manusia terdiri atas setidaknya empat aspek kejiwaan yang membentuknya.

1. Qalbu

Qalbu memiliki dua makna yang berbeda, yakni fisik dan metafisik. Setiap bagian dari manusia akan memiliki dua makna tersebut. Sebagai contoh, jantung secara fisik adalah organ yang berada di dalam dada dan berfungsi untuk memompa darah, sementara secara metafisik, jantung mencerminkan dimensi spiritual dan hubungan dengan Tuhan. Kesadaran akan qalbu memungkinkan manusia untuk melihat segala sesuatu sebagai hasil penciptaan, mendorongnya untuk mencari pengetahuan yang lebih mendalam.

2. Kognisi Ruh

(2)

Kognisi ruh memiliki kesamaan pemahaman dengan qalbu. Manusia memiliki ruh sebagai sumber kehidupan yang juga dikenal sebagai nnyawa. Secara psikologis, ruh ini mempengaruhi perilaku manusia. Dalam perspektif qalbu, setiap aspek metafisik dari bagian yang dimiliki oleh manusia menyertakan dimensi ruhani.

Karena itu, dalam psikologi islam, diakui bahwa manusia memiliki ruh atau nyawa yang berperan dalam perilaku mereka.

3. Nafsu

Nafsu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hakikat manusia, dalam psikologi islam yang pada dasarnya bisa kita amati secara langsung, sebab nafsu merupakan bagian dari ambang batas sadar manusia. Setidaknya ada tiga macam jenis nafsu dalam diri manusia, yakni nafsu mutmainnah, nafsu amarah dan nafsu lawwamah.

Nafsu mutmainnah adalah dorongan yang membawa ketenangan batin, sementara nafsu amarah mendorong perilaku negatif, dan nafsu lawwamah membuat seseorang menyadari kesalahannya dan merasa penyesalan. Nafsu dapat diamati baik secara sadar maupun dalam alam bawah sadar manusia, dengan qalbu sebagai tempat manifestasinya dalam kesadaran manusia.

4. Akal

Manusia memiliki akal sebagai salah satu aspek yang membedakannya dari makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Kemampuan berpikir ini memungkinkan manusia membedakan antara baik dan buruk serta mendorongnya untuk bertindak dengan kebaikan. Psikologi Islam membahas berbagai motivasi yang berkaitan dengan akal ini. Tanpa akal, manusia tidak akan memiliki perbedaan yang signifikan dengan makhluk lainnya, dan unsur psikologi juga muncul karena keberadaan akal ini. Manusia dipandang sebagai ciptaan Allah yang mulia. Pembahasan tentang hakikat manusia dapat lebih diperinci dalam konteks psikologi, terutama dalam sudut pandang agama Islam.

Dalam Islam, manusia dipandang sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang memiliki keunikan dan istimewa. Sebagai bagian dari ciptaan-Nya, eksistensi manusia terkait dengan hubungan mereka dengan Allah dan makhluk lainnya. Ini mencakup kewajiban untuk beribadah kepada Allah (hablun minallah), serta menghindari kekufuran dan syirik terhadap- Nya. Untuk memastikan kelancaran hubungan tersebut, manusia diberi berbagai potensi yang disiapkan untuk mengatur hubungan tersebut. Potensi ini mencakup dorongan naluri, alat indera, kemampuan berpikir, dan naluri keagamaan.

(3)

Manusia, menurut Al-Qur'an, dapat dipandang dari berbagai perspektif. Istilah "al basyar" mengacu pada sisi biologis, dengan manusia dilihat sebagai makhluk biologis yang memiliki dorongan dasar dan reproduksi. Sedangkan, sebagai "al insan," manusia dikaitkan dengan peran sebagai khalifah Tuhan, terkait dengan penciptaan, pertumbuhan, dan perkembangannya. (Q.S 2:30, dan Q.S 23:12-14). Di samping itu, konsep al insan juga mencerminkan kemampuan manusia dalam mengembangkan ilmu. (Q.S 96:4-5). Konsep tersebut juga mencerminkan sifat-sifat dan tanggung jawab manusia, seperti lupa, khilaf, tergesa-gesa, suka membantah, kikir, tidak bersyukur, dan sejenisnya. Namun, manusia tetap bertanggung jawab untuk berbuat baik kepada-Nya. (Q.S 29:8)

Selanjutnya, manusia disebut "al nas" yang secara umum dilihat dari perspektif interaksi sosialnya. Selain menjadi makhluk sosial, manusia juga memiliki tanggung jawab sosial, baik dalam lingkungan terkecil seperti keluarga, maupun dalam skala yang lebih besar seperti masyarakat, etnik, atau bangsa. Manusia juga disebut al insan untuk menyoroti dimensi spiritualnya. Dalam bentuk pengertian umum, Al Qur'an menyebut manusia sebagai

“bani Adam”. Konsep ini untuk menggambarkan nilai-nilai universal perbedaan jenis kelamin, ras dan suku bangsa ataupun aliran kepercayaan masing-masing. Bani Adam menggambarkan tentang kesamaan dari persamaan manusia yang tampak lebih ditekankan pada aspek fisik.

Dari pembahasan Hakikat manusia menurut psikologi Islam dapat disimpulkan, bahwa Hakikat manusia menurut psikologi Islam yaitu menurut Imam Ghazali terdiri atas qalbu, kognisi ruh, nafsu, akal. dan Pandangan Islam terhadap manusia yaitu manusia menurut terminologi Al Qur'an dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yaitu manusia disebut “al basyar” , manusia disebut “al insan” , manusia disebut “al nas” dan manusia sebagai “bani Adam”.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu, artikel ini berupaya mengkaji gagasan tentang epistemologi Psikologi Islam yang dibentuk berdasarkan pandangan wahyu tentang kemungkinan manusia memiliki

Saiful Akhyar Lubis, M.A maka dapat disimpulkan psikologi pendidikan Islam adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang manusia berikut dengan

Berdasarkan pengertian kepribadaian di atas maka yang dimaksud dengan Psikologi Kepribadain Islam adalah “studi Islam yang berhubungan dengan tingkah laku manusia

Ringkasnya binaan akhlak Islam yang hakiki seperti yang dikehendaki oleh Allah Maha Pencipta manusia, menepatm dengan hakikat kemanusiaannya dan hakikat kewujudan atau kehidupan-

Lain dengan pemikiran Barat, yang memandang bahwa hak asasi manusia itu merupakan hak-hak alamiah dan mengalir dari ide bahwa kedaulatan mutlak adalah milik

Berbeda dengan itu, dalam keilmuan Islam, psikologi atau ilmu nafs tidak tumbuh sebagai ilmu yang membahas perilaku sebagai fenomena kejiwaan belaka, melainkan

Salah satu alasan yang dapat digunakan adalah bahwa psikologi Islam menempatkan kembali kedudukan agama dalam kehidupan manusia yang dalam sejarah perkembangan ilmu

Dengan demikian manusia dalam pndangan filsafat pendidikan Islam adalah sebagai makhluk alternatif (dapat memilih), tetapi kepadanya ditawarkan pilihan nilai yang