1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja merupakan peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa.
Banyak perubahan yang akan terjadi pada masa ini, seperti perubahan hormonal, psikologis, fisik dan sosial. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan remaja sebagai periode perkembangan antara masa kanak- kanak dan dewasa yang terjadi antara usia 10 dan 19 tahun. Usia remaja saat ini sulit untuk membedakan masa anak-anak dengan masa dewasa (Jannah, 2017). Dalam rentang usia remaja 15-18 tahun sangat rentan bagi remaja untuk melakukan tindakan kekerasan karena pada masa ini remaja individu akan mengalami banyak tantangan dan permasalahan dalam perkembangannya, sehingga remaja cenderung kaku, canggung, tidak sopan, dan menjadi kasar tingkah lakunya. Permasalahan yang sering dihadapi oleh remaja adalah penyalahgunaan narkoba, sex bebas, tawuran antar pelajar, kekerasan fisik, dan verbal abuse (Putra, 2021).
Verbal Abuse merupakan wujud penindasan yang sering terjadi dan pelakunya bisa perempuan maupun laki-laki. Bentuk tindakan yang dilakukan seseorang secara verbal antara lain komentar kejam, memarahi, memaki, mengomel secara berlebihan, termasuk mengeluarkan kata-kata yang tidak patut atau kasar. Perlakuan Body shaming atau mengejek bentuk tubuh seseorang juga termasuk bullying secara verbal atau Verbal Abuse dengan membully badan seseorang (Rahmawati dan Zuhdi, 2022).
Body shaming saat ini sedang menjadi trend dan menjadi perbincangan serius mengingat banyaknya tindakan yang dilakukan terhadap korban atau orang yang mengalami bullying yang melibatkan anggota tubuhnya. Body shaming adalah tindakan mempermalukan seseorang dengan memberikan komentar atau kritik tentang bentuk atau ukuran tubuh, dengan kata lain body shaming
termasuk tindakan mengkritik orang lain atau diri sendiri karena alasan penampilan seperti mengejek mereka karena gemuk (Fat Shaming), mengkritik mereka. karena terlalu kurus (Skinny Shaming), atau menghina mereka karena jelek (Ugly Shaming) dan lain-lain. Selain itu, di era digital seperti saat ini, penggunaan kata seringkali lepas kendali ketika media sosial disalahgunakan.
Selain dilakukan secara lisan atau langsung di depan korban, body shaming juga bisa dilakukan secara lisan dan tidak langsung. Jika body shaming berlangsung lama, maka akan mempengaruhi body image-nya (Serni, Harmin dan Amin, 2020).
Citra tubuh, juga disebut citra diri, adalah sikap sadar dan tidak sadar Anda terhadap tubuh Anda. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, penampilan, fungsi, potensi tubuh saat ini dan masa lalu, yang terus-menerus dimodifikasi oleh pengalaman baru setiap individu (Dewi and Rini, 2020). Body image berhubungan dengan penerimaan diri orang-orang di sekitar kita, jadi semakin tinggi body image maka semakin tinggi pula penerimaan diri (Hasmalawati, 2017).
Dengan demikian, body shaming sangat erat kaitannya dengan body image.
Citra tubuh mengacu pada standar masyarakat tentang seberapa baik atau cantik seseorang. Standar itu sendiri dapat muncul dalam kehidupan masyarakat melalui televisi dan media sosial (Amri, 2020). Cash dan Pruzinsky (2002) menemukan bahwa terdapat empat faktor yang berhubungan dengan perkembangan body image seseorang: sosialisasi budaya, pengalaman interpersonal, sifat, dan kepribadian. Ketika seseorang dengan harga diri positif membuat penilaian positif terhadap tubuhnya. Sebaliknya, orang dengan harga diri negatif juga cenderung memperkuat citra diri negatif mereka (Nourmalita, 2016).
Menurut data tahun 2019 dari badan global UNICEF, 8 dari 10 remaja telah diintimidasi, dipermalukan, atau dipermalukan. Hanya 3% wanita Asia
menganggap dirinya cantik dan hanya 1% wanita Indonesia yang berani mengakui dirinya cantik (Ken, 2005 dalam Alia (2021)). Fenomena ini menunjukkan bahwa wanita masih memiliki citra tubuh yang rendah saat ini, namun penelitian lain oleh Women's Association of American Colleges menemukan bahwa 50% anak laki-laki hanya merasa nyaman dalam hubungannya dengan tubuh mereka, terbukti hanya 29% anak laki-laki merasakannya (Huebscher, 2010). Wanita muda senang dengan tubuh mereka.
Ini membuktikan bahwa tidak mudah mengabaikan citra diri seorang wanita.
Perilaku tidak sopan dan hinaan fisik menempati urutan keempat dalam kekerasan di Indonesia. Menurut data Badan Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun 2011 hingga 2016, hingga Juni 2017 tercatat 122 anak menjadi korban, 131 anak menjadi pelaku, dan 253 kasus bullying, penghinaan fisik dan body shaming. Kementerian Sosial menerima laporan tersebut. 967 kasus, termasuk 117 kasus bullying, penghinaan fisik dan body shaming. Angka ini belum termasuk kasus yang tidak dilaporkan. Pada tahun 2018, tingkat body shaming meningkat di Indonesia. Pada tahun 2018, sekitar 996 kasus penghinaan fisik atau body shaming diproses oleh kepolisian di seluruh Indonesia. Sebanyak 347 kasus diselesaikan melalui penegakan hukum atau pendekatan mediasi antara korban dan pelaku, salah satunya. Mempermalukan tubuh adalah sekolah.
Menurut Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) kasus mengenai perlindungan anak yaitu kasus bullying yang terjadi di Kalimantan Selatan pada tahun 2016 ada 43 kasus, pada tahun 2017 ada 54 kasus, pada tahun 2018 ada 20 kasus dan pada tahun 2019 ada 35 kasus. Dari angka tersebut kasus bullying yang terjadi berupa tindak kekerasan terhadap anak baik fisik maupun verbal (Kemenpppa, 2018).
Dampak yang terasa dalam perlakuan body shaming terhadap citra tubuh adalah tekanan batin karena merasa tidak ideal sehingga pada akhirnya mengganggu
psikologis korban, seperti gangguan makan, korban merasa tidak berharga, korban mengalami koping individu yang tidak baik serta tak jarang korban melakukan tindakan yang berbahaya seperti Self Harm, anti sosial, bahkan sampai bunuh diri (Arumsari, 2017). Itulah mengapa pentingnya penelitian ini dilakukan agar tidak terdapat lagi pelaku maupun korban yang mengalami Verbal Abuse Body shaming. Usia 15 hingga 18 tahun remaja rentan mengalami perilaku kekerasan baik itu menjadi pelaku ataupun menjadi korban, pada usia ini remaja perempuan menunjukkan kepedulian yang lebih besar terhadap body image dibandingkan dengan remaja laki-laki, dan remaja perempuan memiliki body image yang lebih negatif dibandingkan dengan remaja laki-laki (Diananda, 2019).
Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan pengisian kuesioner SMK Muhammadiyah 1 relevan untuk dijadikan tempat penelitian karena terdapat permasalahan yang akan dilakukan penelitian. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal 12 Januari 2023 di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Muhammadiyah 1 Banjarmasin ditemukan hasil dari 10 siswi yang di wawancarai bahwa 8 siswi pernah mengalami perilaku Verbal Abuse Body Shaming yang dilakukan sesama siswi seperti diejek jelek, gendut, kurus, dan lain-lain. Dari 8 siswi yang mengalami Verbal Abuse Body Shaming mengalami penerimaan konsep diri citra tubuh yang jelek, seperti kehilangan kepercayaan diri sehingga melakukan diet yang extreme bahkan sampai melakukan self-harm. Sedangkan 2 siswi lainnya yang tidak mengalami perilaku Verbal Abuse Body Shaming tidak mengalami masalah pada konsep diri citra tubuh.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Body shaming dengan judul “Hubungan Verbal Abuse Body shaming Dengan Citra Tubuh Remaja Putri Di SMK Muhammadiyah 1 Banjarmasin”.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian berdasarkan uraian latar belakang yaitu “Apakah terdapat Hubungan Verbal Abuse Body shaming Dengan Citra Tubuh Remaja Putri”?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk Mengetahui “Hubungan Verbal Abuse Body shaming Dengan Citra Tubuh Remaja Putri”
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus peneliti sebagai berikut:
1.3.2.1 Mengidentifikasi Verbal Abuse Body shaming pada Remaja Putri 1.3.2.2 Mengidentifikasi citra tubuh pada Remaja Putri
1.3.2.3 Menganalisis Hubungan Verbal Abuse Body shaming Dengan Citra Tubuh Pada Remaja Putri.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Teoritis
Peneliti berharap hasil penelitian ini berguna untuk memberikan informasi guna memperkaya pengetahuan hasil penelitian dibidang keperawatan jiwa khususnya berkaitan dengan perilaku Verbal Abuse Body shaming terhadap citra tubuh pada remaja putri. Dan diharapkan menjadi referensi untuk penelitian dibidang yang sama pada masa yang akan datang.
1.4.2 Bagi Sekolah
Peneliti berharap penelitan ini bisa menambah pengetahuan serta infomasi bagi siswa sekolah tentang perilaku (Verbal Abuse Body Shaming) terhadap penerimaan citra tubuh pada remaja putri.
1.4.3 Bagi Akademik
Menambah pustaka dan informasi serta menambah referensi untuk bahan ajar bagi Mahasiswa Fakultas Keperawatan dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin mengenai hubungan Verbal Abuse Body shaming Dengan Citra Tubuh Remaja Putri.
1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti berharap penelitian ini dapat menjadi referensi dan dijadikan dasar untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan verbal abuse body shaming terhadap citra tubuh pada remaja putri.
1.5 Penelitian Terkait
Untuk melihat daya pembeda dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dengan penelitian sebelumnya, maka disini peniliti telah mencari dan menganalisis terkait dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Dimana penilitian yang dilakukan oleh peniliti berjudul “Hubungan Verbal Abuse Body shaming Dengan Citra Tubuh Remaja Putri Di SMK Muhammadiyah 1 Banjarmasin”. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya:
1.5.1 Ulfah dan Winata (2021) dengan judul “Pengaruh Verbal Abuse Terhadap Kepercayaan Diri Siswa”. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan metode survei dalam penelitian ini digunakan uji regresi sederhana untuk mencari hubungan antara variabel x dan y dengan menggunakan teknik random sampling.
Walaupun populasi penelitian terdiri dari 97 siswa, ukuran sampel untuk penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus Solvin
yang berasal dari 78 responden. Hasil menunjukkan hubungan positif dan langsung antara kekerasan verbal dan kepercayaan diri, dengan T- score (2,187) > T-tabel (1,664), signifikansi 0,032 < α (0,05) dan P- value (0,211).was) >α( 0,05). Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa kepercayaan diri berhubungan erat dengan kekerasan verbal.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut diatas adalah pada variable dependen penelitian ini membahas tentang citra tubuh pada remaja, sedangkan pada penelitian tersebut diatas membahas tentang responden penelitian diatas adalah kepercayaan diri pada siswa.
1.5.2 Ramahardhila dan Supriyono (2022) dengan judul “Dampak Body Shaming Pada Citra Diri Remaja Akhir Perempuan”. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan analisis deskriptif dengan mengumpulkan data melalui wawancara.
Populasi penelitian ini adalah 5 remaja sebagai informan utama dan 3 remaja sebagai informan tambahan. Teknik pengumpulan data dilakukan dalam penelitian ini dengan melakukan wawancara dan kepustakaan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan model Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena body shaming yang paling banyak terjadi adalah wajah gemuk, kurus, dan berjerawat.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut diatas adalah sampel penelitian diatas menggunakan perempuan emerging adulthood atau remaja akhir perempuan, sedangkan di penelitian ini adalah remaja perempuan dengan usia 15-18 tahun.
1.5.3 Fitroh (2022) dengan judul “Hubungan Antara Body Image Dengan Penerimaan Diri (Self-Acceptance) Pada Korban Body shaming”.
Metode penelitian yang digunakan adalah korelasi kuantitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala body image dan skala proprioseptif. Ada 120 subjek yang terdiri dari mahasiswa Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya yang pernah mengalami body shaming. Teknik pengambilan sampel menggunakan non- probabilistic sampling jenis quota sampling. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara body image dengan penerimaan diri pada korban body shaming, dengan nilai signifikansi 0,000, mean kurang dari 0,05, dan koefisien korelasi 0,558. Dari sini kita dapat memperoleh korelasi positif. H. Semakin tinggi citra tubuh, semakin tinggi pula penerimaan diri.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut diatas adalah sampel penelitian diatas adalah mahasiswa dan mahasiswi tanpa rentang usia, sedangkan penelitian ini berfokus secara spesifik pada remaja perempuan usia 15-18 tahun.