• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Jumlah Trombosit dan Hematokrit dengan Derajat Keparahan Demam Berdarah Dengue di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2019-2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Hubungan Jumlah Trombosit dan Hematokrit dengan Derajat Keparahan Demam Berdarah Dengue di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2019-2021"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL IMPLEMENTA HUSADA

PENELITIAN

Hubungan Jumlah Trombosit Dan Hematokrit Dengan Derajat Keparahan Demam Berdarah Dengue Di Rsud Dr.

Pirngadi Kota Medan Tahun 2019-2021

Kelly Nihlatan Maulin1, Fani Ade Irma1

1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Email korespondensi: kellynihlatann00@gmail.com

Abstrak: Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Flavivirus yang ditularkan melalui nyamuk Aedea aegypti dan Aedes albopictus. WHO membagi tingkat keparahannya menjadi empat derajat; derajat 1,2,3, dan 4. Pemeriksaan hematologi bisa menjadi indikator keparahan penyakit, pemeriksaan yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan trombosit dan hematokrit.Trombositopenia paling sering terjadi karena DENV NS1 dan NS2 menginduksi kerusakan sel dan fagositosis oleh magrofag. Perpindahan cairan plasma akan meningkatkan terjadinya hemokonsentrasi dan meningkatkan terjadinya syok. Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik dengan rancangan cross sectional dengan pengumpulan data sekunder dari rekam medis. Sampel penelitian adalah pasien DBD di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan tahun 2019-2021 yang masuk kriteria inklusi dan ekslusi diperoleh dengan menggunakan teknik purposive sampling dengan total sampel 85 pasien. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan uji korelasi Spearman dengan batas kemaknaan apabila p<0,05. Hasil penelitian ini didapatkan antara jumlah trombosit dengan derajat keparahan DBD (p=0,001 dan r=-418) dan hasil dari jumlah hematokrit dengan derajat keparahan DBD (p=0,24 dan r=0,129). Terdapat hubungan signifikan antara jumlah trombosit dengan derajat keparahan DBD.Terdapat hubungan tidak signifikan antara jumlah hematokrit dengan derajat keparahan DBD.

Kata Kunci: Jumlah trombosit, jumlah hematocrit, derajat keparahan DBD

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus flavivirus. Genus flavivirus RNA rantai

tungal yang terdiri dari serotipe yang berbeda (DENV 1-4). Flavivirus ditularkan melalui nyamuk dengan vektor utama dari spesies Aedes aegypti dan Aedes albopictu.

(2)

JURNAL IMPLEMENTA HUSADA

Penyakit ini mudah menyebar dengan dengue epidemik dan dengue hiperendemik.

Selama terjadinya epidemik, DBD dapat menyebar ke semua kelompok usia.1

Penyakit DBD telah menyebar lebih ke 100 juta manusia untuk setiap tahunnya.

Peningkatan kasus terus terjadi selama 50 tahun terakhir ini, bahkan bisa meningkat 30 kali dipengaruhi oleh migrasi dari daerah endemik. Wabah penyakit DBD menyebar ke Asia Tenggara setelah Perang Dunia II karena ubanisasi. Selanjutnya epidemi dengue terjadi secara siklik di Filipina, Bangkok Thailand, Bhutan, Brunei, Kamboja, Timor Leste, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, dan Vietnam.2

Penyakit DBD di Indonesia menjadi salah satu penyakit yang penyebarannya luas dan sering mengalami peningkatan.

Indonesia menempati peringkat ke-2 sebagai negara endemis pada tahun 2004 sampai 2010. Di tahun 2016 ditemukan 204.171 kasus, tetapi mengalami penurunan di tahun 2017 dengan 68.407 kasus. Tiga provinsi teratas di tempati oleh provinsi di pulau Jawa (Jabar, Jatim, dan Jateng) di ikuti Sumut dan Bali.3 Penyakit DBD tetap berkembang di saat pandemik Covid-19 dengan ditemukannya 13 provinsi di Indonesia terinfeksi. Sampai awal minggu ke-7 tahun 2022 dilaporkan 13.766 kasus dan 145 kematian.4

Angka kejadian DBD di Sumatera Utara cukup tinggi dengan menempati posisi tinggi kejadian di Indonesia. Di tahun 2017 Provinsi di Sumatera dengan kasus

tertinggi yaitu, Sumatera Utara dengan 5.327 kasus dan 29 kematian.3 Kota Medan menjadi salah satu kota endemik DBD di Sumatera Utara. Pada tahun 2020, terdapat 1.068 kasus dari 7.584 kasus.5

WHO membagi derajat keparahan demam infeksi dengue menjadi lima, demam dengue, DBD grade (1, 2, 3, dan 4).

Pada derajat 1 dapat ditemukan positif tes tourniquet; derajat 2 ditemukan derajat 1 ditambah terjadi perdarahan spontan;

derajat 3 ditemukan derajat 1 dan 2, serta diikuti kegagalan peredaran darah dan denyut nadi melemah; sedangkan derajat 4 ialah derajat 3 yang disertai profound shock dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak teratur.6

Trombositopenia pada penderita DBD diyakini karena DENV NS1 dan NS2 menginduks imunitas humoral yang menginduksi kerusakan sel endotel dan apoptosis lalu terjadi aktivasi sel mononuklear darah perifer (PBMC) melalui Toll-like receptor 4 (TLR4) yang akan difagositosis oleh makrofag.7

Penelitian mengenai hubungan jumlah trombosit dengan derajat keparahan demam berdarah dengue sudah pernah (Rosdiana, 2017) didapatkan ada hubungan jumlah trombosit dengan derajat keparahan DBD, namun penelitian lain (Widyanti, 2016) didapatkan tidak adanya hubungan jumlah trombosit dengan derajat keparahan DBD. Penelitian lain (Kusdianto dkk, 2020) berdasarkan jenis kelamin didapatkan terdapat hubungan jumlah trombosit dengan derajat keparahan DBD pada perempuan,

(3)

JURNAL IMPLEMENTA HUSADA

tetapi tidak ada hubungna yang bermakna pada laki-laki.8,9

Hasil pemeriksaan hematokrit pada DBD dapat ditemukan terjadi peningkatatan hematokrit atau hemokonsentrasi. Ikatan antibosi spesifik dengan virus DENV akan mengaktifkan komplemen yang mempengaruhi sel endotel dan perembesan plasma. kebocoran plasma ke ruang ekstravaskular. Peningkatan nilai hematokrit yang signifikan akan terjadi syok hipovolemik yang mana meningkatkan resiko kematian pada pasien dibandingkan yang tidak terjadi syok.10 Sebuah penelitian (Tirtadewi dkk. 2021) mengunjukkan bahwa kadar hematokrit menunjukkan korelasi tidak signifikan terhadap derajat keparahan DBD.11 Namun, penelitian lain (Amini dkk. 2019) meneliti hubungan hematokrit menunjukkan terdapat hubungan bermakna dengan lama rawat inap.12

Infeksi virus dengue penyebab DBD ditandai dengan adanya kebocoran plasma dan penurunan jumlah trombosit.

Kebocoran plasma yang terjadi pada pasien ditandai dengan hemokonsentrasi yaitu peningkatan nilai hematokrit >20%, serta adanya trombositopenia yang berperan untuk memunculkan manifestasi perdarahan. Adanya kebocoran plasma dan manifestasi perdarahan tersebut pada pasien DBD dapat mengakibabkan perburukan yang jika dibiarkan dapat menimbulkan terjadinya syok. Dari uraian tersebut kita harus segeramengidentifikasi keparahan derajat DBD. Dari penelitian sebelumnya terdapat dilaporkan terdapat perbedaan

data, sehingga perlu dilakukan penelitian ulang untuk mengkofirmasi data. Hal ini menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian tersebut.

METODE

Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan desain non eksperimental, dan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan dari bulan November sampai Desember 2022.

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr.

Pirngadi Kota Medan. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan purposive sampling, dengan dilakukan pencatatan data pasien sebagai berikut; nomor rekam medik, jenis kelamin, usia, jumlah trombosit, jumlah hematokrit, dan derajat keparahan DBD pasien. Data yang diambil adalah data sekunder dari rekam medik pasien dari tahun 2019 sampai 2021 dengan populasi 326. Pasien dan sampel penelitian sebanyak 85 sampel yang telah masuk kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi penelitian ini adalah Pasien yang terdiagnosa DBD yang telah ditegakkan oleh dokter penanggung jawab pelayananan (DPJP), pasien dengan rekam medik yang lengkap, pasien yang berusia ≥18 tahun, sampel darah diambil pada pemeriksaan hari pertama. pasien masuk rumah sakit.

Kriteria ekslusi penelitian ini adalah data rekam medik tidak lengkap, pasien yang terinfeksi virus varicella, virus zoster, dan bakteri Salmonella typhi, pasien yang memiliki penyakit gangguan pembekuan darah (hemofilia), pasien yang memiliki

(4)

JURNAL IMPLEMENTA HUSADA

sistem imun yang lemah. Analisa data dilakukan dengan analisa univariat dan bivariat. Analisa univariat untuk melihat karakteristik dan distribusi frekuensi setiap variable, yaitu jumlah trombosit, hematokrit, dan derajat keparahan demam berdarah dengua yang disajikan dalam bentuk narasi dan tabel. Analisis bivariate dilakukan untuk uji korelasi dengan menggunakan korelasi Spearman.

HASIL

Karekteristik sampel penelitian ini digolongkan berdasarkan jenis, kelamin, usia, jumlah trombosit, jumlah hematokrit, dan derajat keparahan demam berdarah dengue.

Tabel 1 Distribusi jenis kelamin

Jenis Kelamin n Persentase (%)

Laki-laki 44 51.8%

Perempuan 41 48.2%

Total 85 100%

Berdasarkan Tabel 1 distribusi pasien penderita DBD yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 44 pasien (51.8%), sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 41 pasien (48.2%).

Tabel 2. Distribusi berdasarkan usia

Usia n Persentase (%)

Dewasa awal (18-40 tahun) 70 82.4%

Dewasa Madya (41-60 tahun) 13 15.3%

Dewasa lanjut (>60 tahun) 2 2.4%

Total 85 100%

Berdasarkan Tabel 2 distribusi usia yang didapatkan dari penelitian ini adalah dewasa awal (18-40 tahun) sebanyak 70 pasien (82.4%), dewasa madya (41-60 tahun) sebanyak 13 pasien (15.3%), dan

dewasa lanjut (>60 tahun) sebanyak 2 pasien (2.4%).

Tabel 3. Frekuensi deskriptif derajat keparahan DBD Derajat keparahan DBD Frekuensi Persentase

1 60 70.6%

2 17 20%

3 4 4.7%

4 4 4.7%

85 100%

Berdasarkan Tabel 3 memperlihatkan hasil frekuensi pengelompokan derajat keparahan DBD, didapat data paling banyak didapat pada derajat satu adalah 60 pasien (70.6%), derajat dua sebanyak 17 pasien (20%), derajat tiga adalah 4 pasien (4.7%), dan derajat empat adalah 4 pasien adalah (4.7%).

Tabel 4. Deskriptif Statistik nilai trombosit Trombosit (ribu/mm3) Trombosit (ribu/mm3)

Mean Min Max n

<100 59.92 1 98 50

100-150 120.33 100 149 24

>150 244.818 152 536 11

Total 100.91 1 536 85

Berdasarkan Tabel 3

memperlihatkan hasil pemeriksaan rerata trombosit yang didapat adalah 100.91 ribu sel/mm3 , nilai maksimum adalah 536 ribu sel/mm3 dan nilai minimum adalah 1 ribu sel/mm3.

Tabel 5 Deskriptif statistik hematokrit Hematokrit% Hematokrit (%)

Mean Min Max n

Rendah 35.6 27.30 41.70 48 Normal 41.44 36.10 49.80 29 Tinggi 49.07 45.50 56.40 8

Total 38.91 27.30 56.40 85

Berdasarkan Tabel 5

memperlihatkan hasil pemeriksaan

(5)

JURNAL IMPLEMENTA HUSADA

hematokrit, nilai rerata hematokrit yang didapat adalah 38.91%, nilai maksimum adalah 56.40%, dan nilai minimum adalah 27.30%.

Tabel 6. Hubungan rerata jumlah trombosit dengan derajat keparahan DBD

Derajat keparahan

DBD

Trombosit (ribu/mm3)

Mean SD Med Min Max 1 115.80 79.883 101 20 536

2 82.59 50.268 88 6 221

3 20.50 10.247 22 7 31

4 35.75 41.040 25 1 92

Uji korelasi Spearman p < 0.001 r=- 0. 418

Dari Tabel 6 didapatkan hasil analisis dengan uji korelasi Spearman didapatkan nilai p < 0,001 yang berarti terdapat hubungan bermakna antara jumlah trombosit dengan derajat keparahan DBD.

Koefisien korelasi r = - 0,418 yang berarti kekuatan hubungan sedang dengan arah hubungan negatif. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah trombosit dengan derajat keparahan DBD, dimana semakin rendah jumlah trombosit, maka semakin parah derajat keparahan DBD.

Tabel 7. Hubungan rerata jumlah hematokrit dengan derajat keparahan DBD

Derajat keparahan

DBD

Hematokrit (%)

Mean SD Med Min Max

1 38.42 5.05 38.10 28.60 51.30 2 39.56 5.34 40.10 29.60 49.30 3 35.55 7.83 34.70 27.30 45.50 4 46.87 7.67 45.35 40.40 56.40 Uji korelasi Spearman p = 0.24 r= 0.129

Dari penelitian ini didapatkan hasil analisis dengan uji Spearman didapatkan nilai r = 0. 129 yang berarti kekuatan hubungan sangat lemah dengan arah hubungan positif dan nilai p = 0.241 yang berarti tidak terdapat hubungan bermakna antara nilai hematokrit dengan derajat keparahan DBD. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara nilai hematokrit dengan derajat keparangan DBD.

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini paling banyak pasien DBD paling banyak pada laki-laki sebanyak 44 (51.8%), sedangkan pasien perempuan sebanyak 41 (48.2%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tirtadevi dkk (2021) dimana penelitiannya lebih banyak laki-laki 38 pasien (55.88%) dan perempuan sebanyak 30 (44.12%). Hal ini menggambarkan bahwa sistem imun laki-laki lebih rentan dibandingkan perempuan. Hai ini terjadi karena produksi imunoglobin dan antibodi perempuan lebih efisien secara genetika dan hormon. Sistem mobilitas laki-laki lebih sering keluar rumah dibandingkan dengan perempuan, sehingga lebih besar resiko terinfeksi.11

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa penelitian ini paling banyak pada pasien dewasa awal (18-40 tahun) sebanyak 70 pasien (82.4%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kafrawi dkk (2019) di Padang didapatkan sampel penelitian paling banyak pada dewasa awal

(6)

JURNAL IMPLEMENTA HUSADA

sebanyak 43 pasien (69.4%). Umur menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi virus dengue dan berperan penting dalam munculnya kebocoran plasma.13

Penelitian ini paling banyak ditemukan pengelompokkan derajat keparahan DBD pada derajat 1 sebanyak 60 pasien (70.6%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani dkk (2022) di BRSU Tabanan dimana pasien DBD paling banyak ditemukan pada derajat satu sebanyak 58 pasien (69%). Hal ini menggambarkan bahwa tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat mengenai DBD cukup tinggi. Masyarakat mengetahui jika muncul gejalah segerah datang kerumah sakit, sehingga perawatan pada pasien DBD cepat diidentifikasi dan diberikan. Gambaran ini dapat dilihat saat pasien datang kerumah sakit, sehingga saat datang ke rumah sakit lebih banyak ditemukan pasien DBD dengan derajat 1.13 Trombositopeni bisa menjadi indikator terjadinya perembesan plasma.

Perembesan plasma terjadi karena antara reaksi imunologis antara virus dengue dan sistem pertahanan tubuh. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan sifat dinding pembuluh darah, sehingga cairan lebih rentang untuk menembus pembuluh darah. Akibatnya terjadi manifestasi perdarahan yang dapat menyebabkan syok dan memperberat derajat DBD.14

Trombositopeni pada infeksi dengue terjadi melalui supresi trombopoiesis, lesi sel progenitor, infeksi

sel stroma, perubahan regulasi sumsum tulang, destruksi trombosit, dan gangguan fungsi trombosit. Infeksi virus dengue pada sel stroma sumsum tulang menyebabkan sekresi sitokin inflamasi seperti macrophage inflallatory protein-1α (MIP- 1α), IL6 dan IL8 yang menyebabkan terganggunya pertumbuhan sel punca hematopoietik sehingga menyebabkan supresi proses trombopoiesis. Destruksi trombosit terjadi karena peningkatan fragmen C3g, antibodi virus dengue (VD), koagulopati konsumtif dan sekuestrasi di perifer. Koagulopati konsumtif terjadi karena interaksi virus dengue dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel.15

Hasil analisis dengan uji korelasi Spearman didapatkan nilai p < 0.001 dan nilai r = - 0.418. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Made Wulan dkk (2020) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara jumlah trombosit terendah dengan derajat berat infeksi dengue (p = 0.009 ; r= - 0.275).16 Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Handayani ddk (2022) di BRSU Tabanan yang didapatkan terdapat hubungan bermakna antara kadar trombosit dengan derajat DBD (p = 0.023 ; r = - 0.248).14

Pada hasil penelitian ini didapatkan rerata trombosit derajat 3 lebih rendah dibandingkan dengan derajat 4.

Terdapat perbedaan antara derajat 3 dan 4, dimana bukan hanya jumlah trombosit yang mempengaruhi, tetapi pada derajat 4 pasien mengalami DSS dengue shock sindrome.

(7)

JURNAL IMPLEMENTA HUSADA

DSS adalah kumpulan gejala dan tanda syok yang meliputi takikardia, hipotensi, penurunan jumlah trombosit, akumulasi cairan dengan gangguan pernapasan, perdarahan masif, kegagalan organ atau bermanifestasi sebagai kegagalan sistem kardiorespirasi hingga henti jantung.14 Sitokin pro-inflamasi seperti TNF-, dan IL- 6 yang menggambarkan peningkatan status inflamasi tubuh manusia.17

Pada penelitian ini, sampel diambil saat pasien pertama masuk rumah sakit sehingga tidak melihat lama demam dan penyakit penyerta yang dialami pasien yang dapat mempengaruhi kondisi jumlah trombosit pasien. Trombositosis dapat terjadi saat kondisi pasien terjadi infeksi, peradangan kronis, kerusakan jaringan, kekurangan zat besi, olahraga berat, hemolisis, hiposplenisme dan keganasan.

Kondisi ini mungkin terkait dengan peningkatan protein C-reaktif atau eritrosit laju sedimentasi.18,19 Penyakit diabetes melitus yang merupakan penyakit kronis dapat mengganggu mekanisme pertahanan tubuh, fungsi granulasi, fungsi komplemen, dan penurunan respon limfosit sehingga dapat mempengaruhi nilai trombosit. 20 Meskipin jarang terjadi pada pasien DBD, kejadian intususepsi dapat terjadi perdarahan samar.21

Pada penelitian ini terdapat perbedaan hasil pemeriksaan trombosit dengan teori. Hal ini di hipotesakan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya karena perbedaan produksi trombosit di tulang belakang, pengaruh obat

(sulfonamide, streptomisin, asetazolamid, diuretikthiazide menurunkan trombosit), pengambilan sampel darah yang lambat menyebabkan agregasi trombosit sehingga jumlahnya menurun palsu, tidak segera mencampurkan darah dengan antikoagukan atau pencampuran yang tidak adekuat, perbandingan volume darah dengan antikoagulan yang tidak sesuai, dan penundaan pemeriksaan sampel lebih dari satu jam. Meskipun hal ini jarang terjadi, tetapi faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan trombosit, sehingga dapat menimbulkan bias pada penelitian ini.9

Hemokonsentrasi menggambarkan kadar hematokrit yang meningkat dalam darah. Hemokonsentrasi merupakan sebagai indikator adanya kebocoran plasma, dimana peningkatan kadar hematokrit ≥ 20%

menggambarkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Akibatnya, volume plasma berkurang dan sel darah merah banyak di dalam pembuluh darah dan mengakibatkan kadar hematokrit meningkat. Keadaan ini menyebabkan terjadinya syok hipovolemik dan kegagalan sirkulasi. Syok hipovolemik dapat memperburuk derajat keparahan DBD. 14 Komplikasi syok hipovolemik yang tidak segera ditangani maka dapat menyebabkan kegagalan multi organ seperti disfungsi hati dan ginjal. Pasien akan mengalami penurunan tekanan darah sistolik, takikardia, oliguria, dapat menyebabkan gangguan metabolisme dan elektrolit. Terapi cairan lanjutan setelah

(8)

JURNAL IMPLEMENTA HUSADA

periode kebocoran plasma akan menyebabkan edema paru akut atau gagal jantung. Prognosis pasien juga ditentukan oleh kemampuan dalam pemberian cairan sesuai kebutuhan fase kritis. Peningkatan hematokrit perlu di monitori agar tidak sampai menyebabkan syok.22

Infeksi DENV dapat menyebabkan perubahan aktivitas transkripsi, produk proterin, dan ekspresi protein permukaan sel oleh sel endotel. Sel yang terinfeksi akan memproduksi dan meyekresikan TNF- α, IL-1, faktor pengaktif trombosit, IL-8, dan RANTES (kemokin tipe CC) bekerja secara sinergis dengan limfokin, histamin, C3a, dan C5a untuk menghasilkan disfungsi endotel vaskular transien yang menyebabkan kebocoran plasma.

Kebocoran plasma ditandai dengan peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai awal atau terdapat bukti kebocoran plasma, seperti efusi pleura, asites atau hipopreteinemia/albuminaemia.23

Menurut WHO, paremeter hematologi yang bisa digunakan untuk penegakan diagnosis DBD adalah terjadinya trombositopenia dan peningkatan nilai hematokrit. Peningkatan jumlah hematokrit atau hemokonsentrasi terlihat jelas pada saat fase syok dan menjadi indikator terjadinya kebocoran plasma jika terjadi peningkatan ≥20% dari nilai awal.15 Pasien yang melakukan hemodialisis dapat meepengaruhi proses penyembuhannya karena hemodialisis menimbulkan efek tidak nafsu makan, mual, sulit tidur, sehingga masuknya cairan ikut berkurang.23

Dari data yang didapatkan peneliti terdapat perbedaan dengan hasil penelitian lain yang mengatakan terdapat hubungan nilai hematokrit dengan derajat keparahan DBD. Hasil yang berbeda ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor adalah jumlah eritrosit, penggantian cairan, status gizi pasien, dan kondisi pasien saat dilakukan pemeriksaan darah dilakukan.

Ukuran eritrosit mempengaruhi viskositas darah, jika ukuran eritrosit kecil, maka viskositas darah rendah sehingga bisa mempengaruhi jumlah hematokrit. Kondisi pasien saat datang dengan rehidrasi yang adekuat saat dilakukan pemeriksaan darah juga mempengaruhi jumlah hematokrit.9,24 Hasil analisis dengan uji korelasi spearman didapatkan nilai p = 0.241 dan nilai r = 0.129 yang berarti tidak terdapat hubungan bermakna antara nilai hematokrit dengan derajat keparahan DBD. Hal yang sama didapatkan dari penelitian Tirtadevi dkk (2021) dengan kesimpulan korelasi tidak signifikan kadar hematokrit dengan tingkat keparahan pasien DBD (p=0,658 dan r=-0.487).10 Penelitian yang dilakukan oleh Kusdianto dkk (2020) pada sampel laki-laki mengatakan tidak terdapat hubungan signifikan antara derajat keparahan infeksi dengue dengan kadar hematokrit (p > 0.05 dan nilai r = 0.230).24 Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Handayani dkk (2022) mengatakan terdapat hubungan antara kadar hematokrit dengan derajat DBD (p=0.045 dan r=0.219).14 Nilai hematokrit tidak hanya tergantung oleh plasma darah, tetapi

(9)

JURNAL IMPLEMENTA HUSADA

dipengaruhi juga dengan jumlah eritrosit.24 Penyakit lain seperti penyakit ginjal kronis memiliki komplikasi; anemia, hiperlipidemia, osteodistrofi, dan risiko kardiovaskuler yang mana anemia dapat mempengaruhi nilai eritrosit dan hematokrit.25 Patofisiologi DBD yang mengalami kebocoran plasma yang seharusnya persentase hematokrit menjadi meningkat, tetapi jika telah terjadi perdarahan atau anemia maka jumlah eritrosit akan rendah dan mempengaruhi nilai hematokrit. 9,24

KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan ke arah negatif antara jumlah trombosit dengan derajat keparahan demam berdarah dengue di RSUD Dr.

Pirngadi Kota Medan tahun 2019- 2021.

Sedangkan tidak terdapat hubungan signifikan antara jumlah hematokrit dengan derajat keparahan demam berdarah dengue di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan tahun 2019-2021.

DAFTAR PUSTAKA

1. Schaefer TJ, Panda PK, Wolford RW. Dengue Fever. In: StatPearls [Internet].; 2022.

2. Roy SK, Bhattacharjee S. Dengue virus: epidemiology, biology, and disease aetiology. Can J Microbiol.

2021;67(10):687-702.

doi:10.1139/cjm-2020-0572

3. Kementerian Kesehatan RI. Situasi Penyakit Demam Berdarah Di Indonesia 2017. J Vector Ecol.

2018;31(1):71- 78.

4. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2020.

(Hardhana BFSWW, ed.).; 2021.

5. KEMENKES RI. Nyamuknyamuk yang berbahaya. Mediakom.

Published online 2022:15.

6. Badan Pusat Statistik. Jumlah Kasus Penyakit Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Penyakit di Provinsi Sumatera Utara,2021. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.

7. World Health Organization.

Comprehensive Guideline for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever.

WHO Regional Office for South- East Asia; 2011.

8. Idris R, Tjeng WS, Sudarso S.

Hubungan antara Hasil Pemeriksaan Leukosit, Trombosit dan Hematokrit dengan Derajat Klinik DBD pada Pasien Anak Di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Sari Pediatr.

2017;19(1):41.doi:10.14238/sp19.1.

2017.41- 5

9. Widyanti NNA. Hubungan Jumlah Hematokrit Dan Trombosit Dengan Tingkat Keparahan Pasien Demam Berdarah Dengue Di Rumah Sakit Sanglah Tahun 2013- 2014. E- Jurnal Med. 2016;5(8):0-5.

(10)

JURNAL IMPLEMENTA HUSADA

10. Aini ZM, Arimaswati A, WR MFR.

Hubungan Rerata Hasil Pemeriksaan Laboratorium Terhadap Derajat Klinis Infeksi Virus Dengue pada Pasien Anak di Rumah Sakit Santa Anna Tahun 2016. Semin Nas Teknol Terap Berbas Kearifan Lokal.

2019;2(1):517-522.

11. Tirtadevi Salma Naqiyyah, Rini Riyanti DDW. Korelasi Jumlah Trombosit dan Kadar Hematokrit terhadap Tingkat Keparahan Pasien Demam Berdarah Dengue di RSD dr. Soebandi Jember. J Agromedicine Med Sci.

2021;7(3):156--161. doi:27145654 12. Amini Noor Halimah, Edi Hartoyo

R. Hubungan Hematokrit Dan Jumlah Trombosit Terhadap Lama Rawat Inap Pasien DBD Anak Di RSUD Ulin Banjarmasin.

Homeostasis. Homeost - An Integr Vis. 2019;2(3):407-416.

13. Kafrawi VU, Dewi NP, Adelin P.

Gambaran Jumlah Trombosit dan Kadar Hematokrit Pasien Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit Islam Siti Rahmah Padang. Heal Med J. 2019;1(1):38-44.

doi:10.33854/heme.v1i1.217

14. Handayani NMD. Hubungan Kadar Trombosit, Hematokrit, dan Hemoglobin dengan Derajat Demam Berdarah Dengue pada Pasien Anak yang Rawat Inap di

BRSU Tabanan. AMJ (Aesculapius Med Journal). 2022;2(2):130- 136.

15. Cahyani S, Rizkianti T, Susantiningsih T. Hubungan Jumlah Trombosit , Nilai Hematokrit dan Rasio Neutrofil-Limfosit Terhadap Lama Rawat Inap Pasien DBD Anak di RSUD Budhi Asih Bulan Januari – September Tahun2019.

Semin Nas Ris Kedokt 2020.

2020;1(1):49-59

16. Dewi Made Wulan Utari, Sianny Herawati A. NS. Faktor-Faktor yang Berhubungan Terhadap Derajat Berat Infeksi Virus Dengue pada Pasien Dewasa yang Dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Bali. J Med Udayana.

2020;9(4):22-27. doi:10.24843. MU.

2020.V9.i4. P04

17. Rahman S. Ramadan Fasting and its Health Benefits: What’s New? Open Access Maced J Med Sci.

2022;10(E):1329-1342.

doi:10.3889/oamjms.2022.950 8 18. Richa, Sikha Sadadiwala, Antan

George, Pankaj Abrol SS. Post Dengue Reactive Thrombocytosis- A Case Report. J Clin Diagnostic Res. 2022;16(7):4-5. doi:107860/

JCDR/ 2022/56095 .16596

19. Rokkam VR KR. Secondary Thrombocytosis. In: Treasure Island (FL). StatPearls Publishing; 2022.

20. Rahman S, Pulungan AL, Bojang KS. The Impact of Blood Glucose Levels on Acid-Fast Bacteria

(11)

JURNAL IMPLEMENTA HUSADA

Conversion in Tuberculosis Patients with Diabetes Mellitus. MAGNA MEDICA Berk Ilm Kedokt dan Kesehat. 2022;9(2):120.

doi:10.26714/magnamed.9.2.2 022.120-127

21. Rahman SMAA. Treatment of Adult Intussusception with Non-operative Management: A Case Report. Bul Farmatera. 2021;6(1):34-39.

22. Taghavi S, Nassar Ak AR.

Hypovolemic Shock. In: Treasure Island (FL). StatPearls Publishing;

2022.

23. Rahman S, Pradido R. The anxiety symptoms among chronic kidney disease patients who undergo hemodialysis therapy. Int J Public Heal Sci. 2020;9(4):281-285.

doi:10.11591/ijphs.v9i4.20450 24. Kusdianto M, Asmin E, Latuconsina

VZ, et al. Hubungan Jumlah Hematokrit dan Trombosit dengan Derajat Keparahan Infeksi Dengue di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon Periode 2019. Patimura Med Rev.

2020;2(2):127-140.

25. Rahman S. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas. Causative Factors Chronic Kidney Dis Patiens

with Hemodial Ther.

2022;18(1):114-121.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hasil penelitiannya diungkapkan bahwa kadar hematokrit dan trombosit tidak dapat dijadikan sebagai faktor prediktor derajat klinis DBD karena dalam penelitiannya

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara perubahan nilai hematokrit dengan manifestasi klinis yang timbul pada pasien

pertimbangan untuk menentukan derajat klinik pasien DBD.. berdasarkan hasil pemeriksaan jumlah trombosit, nilai hematokrit, dan. kadar hemoglobin untuk pasien DBD di

bahwa tidak terdapat korelasi bermakna diantara kedua variabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara nilai hematokrit dengan

Rumusan masalah pada penelitian ini yakni apakah terdapat hubungan antara nilai hematokrit dan nilai leukosit dengan tingkat keparahan demam berdarah dengue pada anak di

Hasil analisis dengan uji korelasi Kendall’s tau didapatkan nilai r =  0,036 yang berarti kekuatan hubungan sangat lemah dengan arah hubungan negatif dan nilai p

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Pearson didapatkan nilai p=0,097 yang berarti tidak ada hubungan antara kadar hemoglobin dengan jumlah trombosit pada pasien

Dari 117 sampel penelitian, pada kelompok usia 5 hingga 11 ditemukan 9 orang yang mengalami DBD dengan rerata nilai hematokrit pada sakit hari ke 6 dan saat dipulangkan yaitu