HUBUNGAN NILAI TROMBOSIT DAN HEMATOKRIT
DENGAN DERAJAT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI RSUD. DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE 1 JANUARI – 31 DESEMBER 2009
Oleh:
ADE KEUMALA PUTRI 070100014
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN NILAI TROMBOSIT DAN HEMATOKRIT
DENGAN DERAJAT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI RSUD. DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE 1 JANUARI – 31 DESEMBER 2009
KARYA TULIS ILMIAH INI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH KELULUSAN SARJANA KEDOKTERAN
Oleh:
ADE KEUMALA PUTRI 070100014
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PERSETUJUAN
Laporan Hasil Penelitian dengan Judul:
Hubungan Nilai Trombosit dan Hematokrit dengan Derajat DBD di RSUD. Dr. Pirngadi Medan Periode 1 Januari – 31 Desember 2009
Yang dipersiapkan oleh:
ADE KEUMALA PUTRI 070100014
Laporan Hasil Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke Seminar Hasil
Medan, 25 November 2010 Disetujui,
Dosen Pembimbing
LEMBAR PENGESAHAN
Hubungan nilai trombosit dan hematokrit dengan derajat DBD di RSUD. Dr. Pirngadi Medan periode 1 Januari – 31 Desember 2009
Nama : Ade Keumala Putri Nim : 070100014
Pembimbing Penguji
(dr. Deske Muhadi, Sp.PD) (dr. Mustafa M. Amin,Sp.Kj)
NIP: NIP:
(dr. Rusdiana, MKes) NIP:
Medan, 30 November 2010 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Penurunan nilai trombosit dan peningkatan nilai hematokrit merupakan acuan untuk menilai keadaan pasien DBD namun tidak selalu dapat diandalkan karena tidak selalu menunjukkan kondisi faktual beratnya penyakit. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana hubungan nilai trombosit dan hematokrit dengan derajat DBD.
Penelitian yang dilakukan menggunakan metode cross sectional analisys dengan studi retrospektif. Pada penelitian ini terdapat 170 pasien DBD dewasa.Data diambil dari rekam medik pasien DBD dewasa yang berumur 18 – 25 tahun yang dirawat di RSUD. Dr. Pirngadi Medan periode 1 Januari – 31 Desember 2009. Kriteria pengambilan data berdasarkan krieria WHO 1999. Data yang diambil adalah umur, jenis kelamin, nilai trombosit, nilai hematokrit, dan derajat DBD. Selanjutnya data dikumpulkan dan ditabulasi dalam tabel dan diolah dalam bentuk distribusi frekuensi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik Korelasi Spearman yang diproses dengan komputerisasi SPSS 17 for Windows.
Dari analisis statistik dengan menggunakan korelasi Spearman, hubungan nilai trombosit dengan derajat DBD didapatkan nilai signifikan 0,000 yang menunjukkan bahwa hubungan antara trombosit dan derajat DBD adalah bermakna (p<0,05). Nilai korelasi Spearman (r) didapatkan sebesar -0,524 menunjukkan arah korelasi negatif dengan kekuatan korelasi yang sedang (0,40 – 0,599). Dan hubungan nilai hematokrit dengan derajat DBD, juga didapatkan nilai signifikan 0,000 yang menunjukkan bahwa hubungan antara hematokrit dan derajat DBD bermakna (p<0,05). Nilai korelasi Spearman (r) sebesar 0,388 menunjukkan arah positif dengan kekuatan korelasi yang lemah (0,20 – 0,399).
Tidak ditemukannya pasien DBD derajat 4 dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sudah cukup tinggi kewaspadaan masyarakat terhadap gejala demam berdarah sehingga mereka lebih cepat datang ke rumah sakit. Diharapkan kepada masyarakat agar tetap mempertahankannya karena mengingat Negara Indonesia merupakan Negara endemis DBD.
ABSTRACT
Decrease of platelet value and increasing blood viscosity are reference to assess the state of DHF patients but not always reliable because it doesn’t always show the factual conditions of disease severity. This research were performed to know how the correlation between platelet and haematocryte value with degree of DHF.
This research were performed using cross sectional analysis metode with retrospective study. Data retrieved from medical record, there were 170 adult DHF patients aged 18 – 25 years at RSUD. Dr. Pirngadi Medan periode 1 January – 31 December 2009. The intake of data was according to Criteria of WHO 1999. Data that taken were age, sex, platelet value, haematocryte value and degree of DHF. Data collected and tabulated in tables and processed in the form of frequency distribution. Data analysis using Spearman correlation statistics are processed with a computerized SPSS 17 for Windows.
Spearman correlation test showed a significant between platelet and haematocryte value with degree of DHF. For platelet value, Spearman correlation values (r) is obtained at -0.524 indicates the direction of a negative correlation with the strength of correlation is moderate (0.40 to 0.599) and for haematocryte value, Spearman correlation values (r) is obtained at 0.388 indicates the direction of a positive with the strength of correlation is weak (0.20 to 0.399).
Not found DHF patients degree 4 in this research showed that the awareness of society is high enough against dengue fever symptoms so they more quickly come to the hospital. Expected to society always keep it because Indonesia considered state of dengue endemic countries.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ Hubungan Nilai Trombosit dan Hematokrit dengan Derajat Demam Berdarah Dengue (DBD) di RSUD. Dr. Pirngadi Medan Periode 1 Januari – 31 Desember 2009”. Karya Tulis Ilmiah ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Selama proses penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus – tulusnya kepada bapak dr. Deske Muhadi, Sp.PD selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan petunjuk, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan. Penulisan karya tulis ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, saya dengan rasa hormat menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. dr. Gontar Siregar, Sp.PD (KGEH) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan Sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak dr. Mustafa M. Amin, Sp.KJ dan Ibu dr. Rusdiana, Mkes, selaku
dosen penguji yang telah banyak memberikan sumbangan dan saran. 3. Bapak dr. Harry A. Agustaf, Sp.THT, selaku Dosen Penasehat Akademik. 4. Ibu dr. Dewi Fauziah Syahnan, Sp.THT dan para staf selaku direktur
5. Ayahanda Ir. Drs. H. Fachrurrazy, MM dan Ibunda Hj. Ida Safrida, BA tercinta atas doa, perhatian, dan semangat yang tiada henti demi keberhasilan saya. Kakanda tersayang dr. Amalia Ulfa, dr. Nanda Hudawwarachmah dan abanganda tersayang dr. Fouzal Aswad, terima kasih atas kebersamaan dan perhatiannya selama ini.
6. Rekan – rekan satu kelompok pembimbing khususnya Fitri dan Anggi terima kasih atas dukungan, saran dan kebersamaannya selama ini.
7. Teman – teman stambuk 2007 dan sahabat - sahabat yang telah banyak memberi dukungan kepada saya selama menyelesaikan karya tulis ilmiah
ini, terima kasih atas dukungannya dan kebersamaannya selama ini.
Saya menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih belum sempurna, untuk itu saya mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
2.2. Penurunan JumlahTrombosit pada DBD ... 17
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 21
3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 21
3.2. Definisi Operasional ... 21
3.3. Hipotesa ... 22
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 23
4.1. Jenis Penelitian ... 23
4.2. Subjek Penelitian ... 23
4.3. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23
4.4. Populasi dan Sampel Penelitian ... 23
4.5. Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian ... 24
4.5.1. Pengumpulan Data ... 24
4.5.2. Prosedur Penelitian ... 24
4.6. Pengolahan dan Analisis Data ... 25
4.6.1. Pengolahan Data ... 25
4.6.2. Analisis Data ... 25
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………. 26
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
5.1. Distribusi Kasus DBD Berdasarkan Jenis Kelamin pada Pasien DBD Dewasa di RSUD. Dr. Pirngadi Medan periode 1 Januari – 31 Desember 2009
26
5.2. Distribusi Kasus DBD Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin pada Pasien DBD Dewasa di RSUD. Dr. Pirngadi Medan periode 1 Januari – 31 Desember 2009
27
5.3. Distribusi Kasus DBD Berdasarkan Derajat DBD dan Jenis Kelamin pada DBD Dewasa di RSUD. Dr. Pirngadi Medan periode 1 Januari – 31 Desember 2009
28
5.4. Distribusi Kasus DBD Berdasarkan Nilai Trombosit dan Derajat DBD pada DBD Dewasa di RSUD. Dr. Pirngadi Medan periode 1 Januari – 31 Desember 2009
28
5.5. Distribusi Kasus DBD Berdasarkan Nilai Hematokrit dan Derajat DBD pada DBD Dewasa di RSUD. Dr. Pirngadi Medan periode 1 Januari – 31 Desember 2009
29
5.6. Hasil Analisis Statistik Korelasi Spearman Nilai Trombosit dengan Derajat DBD
30
5.7. Hasil Analisis Statistik Korelasi Spearman Nilai Trombosit dengan Derajat DBD
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1. Patogenesis Perdarahan pada DBD ………... 10
Gambar 2.2. Spektrum DBD ……….. 14
Gambar 2.3. Trombositopenia pada DBD ………. 20
DAFTAR SINGKATAN
ADE : Antibody Dependent Enhancement
APTT : Activated Partial Thromboplastin Time
CFR : Case Fatality Rate
DBD : Demam Berdarah Dengue
DHF : Dengue Haemorrahagic Fever
DIC : Disseminated Intravascular Coagulation
FDP : Fibrin Degradation Product
IR : Incidence Rate
ITP : Idiophatic Trombositopeni Purpura
KID : Koagulasi Intravaskular Diseminata
KLB : Kejadian Luar Biasa
PTT : Partial Thromboplastin Time
RES : Reticulo Endhothelial System
SLE : Systemic Lupus Eritematous
SPSS :
Statistical Product and Service Solutions
SSD : Syok Sindrome Dengue
TIA : Transient Ischemic Attack
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 ……… Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 ……… Master Data
Lampiran 3 ……… Frekuensi
Lampiran 4 ……… Uji Tabulasi Silang
Lampiran 5 ……… Compare Means
Lampiran 6 ……… Uji Korelasi Spearman
Lampiran 7 ……….. Panduan Interpretasi
Lampiran 8 ……….. Surat Ethical Clearence
ABSTRAK
Penurunan nilai trombosit dan peningkatan nilai hematokrit merupakan acuan untuk menilai keadaan pasien DBD namun tidak selalu dapat diandalkan karena tidak selalu menunjukkan kondisi faktual beratnya penyakit. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana hubungan nilai trombosit dan hematokrit dengan derajat DBD.
Penelitian yang dilakukan menggunakan metode cross sectional analisys dengan studi retrospektif. Pada penelitian ini terdapat 170 pasien DBD dewasa.Data diambil dari rekam medik pasien DBD dewasa yang berumur 18 – 25 tahun yang dirawat di RSUD. Dr. Pirngadi Medan periode 1 Januari – 31 Desember 2009. Kriteria pengambilan data berdasarkan krieria WHO 1999. Data yang diambil adalah umur, jenis kelamin, nilai trombosit, nilai hematokrit, dan derajat DBD. Selanjutnya data dikumpulkan dan ditabulasi dalam tabel dan diolah dalam bentuk distribusi frekuensi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik Korelasi Spearman yang diproses dengan komputerisasi SPSS 17 for Windows.
Dari analisis statistik dengan menggunakan korelasi Spearman, hubungan nilai trombosit dengan derajat DBD didapatkan nilai signifikan 0,000 yang menunjukkan bahwa hubungan antara trombosit dan derajat DBD adalah bermakna (p<0,05). Nilai korelasi Spearman (r) didapatkan sebesar -0,524 menunjukkan arah korelasi negatif dengan kekuatan korelasi yang sedang (0,40 – 0,599). Dan hubungan nilai hematokrit dengan derajat DBD, juga didapatkan nilai signifikan 0,000 yang menunjukkan bahwa hubungan antara hematokrit dan derajat DBD bermakna (p<0,05). Nilai korelasi Spearman (r) sebesar 0,388 menunjukkan arah positif dengan kekuatan korelasi yang lemah (0,20 – 0,399).
Tidak ditemukannya pasien DBD derajat 4 dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sudah cukup tinggi kewaspadaan masyarakat terhadap gejala demam berdarah sehingga mereka lebih cepat datang ke rumah sakit. Diharapkan kepada masyarakat agar tetap mempertahankannya karena mengingat Negara Indonesia merupakan Negara endemis DBD.
ABSTRACT
Decrease of platelet value and increasing blood viscosity are reference to assess the state of DHF patients but not always reliable because it doesn’t always show the factual conditions of disease severity. This research were performed to know how the correlation between platelet and haematocryte value with degree of DHF.
This research were performed using cross sectional analysis metode with retrospective study. Data retrieved from medical record, there were 170 adult DHF patients aged 18 – 25 years at RSUD. Dr. Pirngadi Medan periode 1 January – 31 December 2009. The intake of data was according to Criteria of WHO 1999. Data that taken were age, sex, platelet value, haematocryte value and degree of DHF. Data collected and tabulated in tables and processed in the form of frequency distribution. Data analysis using Spearman correlation statistics are processed with a computerized SPSS 17 for Windows.
Spearman correlation test showed a significant between platelet and haematocryte value with degree of DHF. For platelet value, Spearman correlation values (r) is obtained at -0.524 indicates the direction of a negative correlation with the strength of correlation is moderate (0.40 to 0.599) and for haematocryte value, Spearman correlation values (r) is obtained at 0.388 indicates the direction of a positive with the strength of correlation is weak (0.20 to 0.399).
Not found DHF patients degree 4 in this research showed that the awareness of society is high enough against dengue fever symptoms so they more quickly come to the hospital. Expected to society always keep it because Indonesia considered state of dengue endemic countries.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang biasa disebut Dengue
Haemorrahagic Fever (DHF) merupakan satu dari beberapa penyakit menular yang
menjadi masalah kesehatan di dunia terutama negara berkembang. Penyakit ini disebabkan oleh 4 serotipe virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti dan Aedes albopictus (Soegeng, 2008).
Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat ditandai oleh manifestasi perdarahan, trombositopenia, dan peningkatan permeabilitas vaskuler. Permeabilitas vaskuler yang meningkat menyebabkan kebocoran plasma. Kebocoran plasma dapat menimbulkan sindrom syok dengue dan pada akhirnya dapat menyebabkan kematian
(Suhendro dkk, 2007).
Di Indonesia penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang dengan kematian 24 orang (CFR 41,3%). Pada tahun 1994, kasus DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia. Dan pada tahun 2004, Indonesia melaporkan Case Fatality Rate (CFR) (1,12%) tertinggi di Asia Tenggara (Ganda, 2006). Kejadian luar biasa (KLB) terbesar terjadi pada tahun 1998 dengan Incidence rate (IR) 35, 19 per 100.000 penduduk dan (CFR) 2% (World Health Organisation, 2009).
Pedoman yg dipakai dalam menegakkan diagnosis DBD sampai saat ini ialah kriteria yang disusun oleh WHO tahun 1999. Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila ditemukan dua kriteria klinis dan dua kriteria laboratorium (World Health
Organisation, 2009).
Dengan mengandalkan kriteria laboratorium WHO maka jumlah trombosit yang rendah (trombositopenia) dan kebocoran plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi merupakan indikator keparahan penyakit DBD (Suhendro dkk, 2007).
Kadar trombosit dan hematokrit juga tidak selalu dapat diandalkan sebagai
acuan untuk menilai keadaan pasien karena kadar trombosit dan hematokrit tidak selalu menunjukkan kondisi faktual beratnya penyakit penderita. Didalam satu penelitian pernah ditemukan pasien telah mengalami syok tanpa adanya trombositopenia atau hemokonsentrasi, hal itu tidak sesuai dengan kriteria yang
diajukan WHO untuk diagnosis DBD (Jaya, 2008).
Untuk mengetahui kemungkinan perubahan pola manifestasi DBD tersebut maka diperlukan penelitian terhadap hubungan nilai hematokrit dan trombosit dengan derajat DBD di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Pirngadi Medan.
1.2. Rumusan Masalah
Uraian ringkas pada latar belakang masalah diatas memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimana hubungan kadar trombosit dan hematokrit dengan derajat DBD?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum:
1.3.2. Tujuan Khusus:
Yang menjadi tujuan khusus pada penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui rerata jumlah trombosit pasien DBD. 2. Untuk mengetahui rerata hematokrit pasien DBD. 3. Distribusi derajat DBD.
4. Korelasi jumlah trombosit terhadap derajat DBD. 5. Korelasi hematokrit terhadap derajat DBD.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi dalam penatalaksanaan awal DBD yang cepat dan tepat.
2. Sebagai informasi tambahan pemahaman yang lebih utuh terhadap kejadian penyakit DBD.
3. Dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya demi perkembangan ilmu pengetahuan.
4. Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan pengalaman khusus dalam melakukan penelitian ilmiah.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Demam Berdarah Dengue 2.1.1. Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus degue. Virus dengue merupakan Arbovirus B (Arthropod borne virus), genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Virus ini termasuk virus dengan single
stranded RNA (Centers for Disease Control Prevention, 2003).
2.1.2. Epidemiologi
Epidemi pertama kali di wilayah Asia Tenggara terjadi pada tahun 1954 di Manila, Philipina. Selanjutnya secara berangsur – angsur menyebar ke negara yang berdekatan. Pada tahun 2005 jumlah kasus DBD di Asia Tenggara cenderung meningkat 19% dan mortalitas meningkat sekitar 43% dibandingkan tahun 2004 dan Indonesia merupakan penyumbang terbesar kasus DBD untuk wilayah Asia Tenggara (World Health Organisation, 2009).
Sejak ditemukan kasus DBD pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, angka kejadian penyakit DBD meningkat dan menyebar ke seluruh kabupaten di wilayah Republik Indonesia termasuk kabupaten yang berada di wilayah Provinsi Timor Timor. Kasus yang pertama kali dilaporkan dengan jumlah kematian sebanyak 24 orang. Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan
Incidence Rate (IR) 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR 2% (Soegeng, 2008)
Sumatera Utara merupakan 1 dari 6 propinsi yang mengalami peningkatan kasus DBD pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2008. (Kusriastuti, 2010).
2.1.3. Etiologi
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue yang dapat dibedakan menajadi 4 strain yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksilat, stabil pada suhu 70°C. Keempat serotipe telah ditemukan pada pasien-pasien di Indonesia. Dengue 3 merupakan serotype yang paling banyak beredar (Suhendro dkk, 2007).
2.1.4. Cara Penularan
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian
2.1.5. Patogenesis
Patogenesis DBD dan sindroma syok dengue (SSD) masih merupakan masalah yang kontroversial karena sejauh ini belum ada teori yang dapat menjelaskan secara tuntas patogenesis DBD, namun sesuai perubahan patofisiologi utama yang terjadi yaitu peningkatan permeabilitas vaskuler dan hemostasis yang abnormal. Permeabilitas vaskuler yang meningkat mengakibatkan kebocoran plasma, hipovolemi dan syok. Kebocoran plasma dapat menyebabkan asites. Gangguan homeostasis dapat menimbulkan vaskulopati, trombositopenia, dan koagulopati, sehingga memunculkan menifestasi perdarahan seperti petekie, ekimosis, perdarahan
gusi, epistaksis, hematemesis dan melena (Shepherd, 2007).
Secara garis besar ada dua teori yang banyak dianut untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan SSD yaitu teori infeksi primer/teori virulensi dan teori infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau teori infection
enhancing antibody (Soegeng, 2008; Kumar dkk, 2005).
Teori pertama mengatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasai virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunai kemampuan untuk menimbulkan wabah (Soegeng, 2008).
Teori tersebut dibuktikan oleh para peneliti di bidang virus yang mencoba memeriksa sekuens protein virus. Penelitian secara molekular biologi ini mendapatkan hal yang menarik. Pada saat sebelum KLB (kejadian luar biasa), selama KLB dan setelah reda KLB ternyata sekuens protein tersebut berbeda (Soegeng, 2008).
infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain, maka terjadi infeksi yang berat (Soegeng, 2008; Suhendro dkk, 2007).
Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok (Suhendro dkk, 2007).
Hipotesis yang banyak dianut adalah infeksi sekunder virus dengue heterolog (the secondary heterologous infection) dan setelahnya virulensi virus. Infeksi
sekunder virus dengue heterolog dimaksud diperkirakan jika terjadi dalam rentang waktu 5 atau 6 bulan hingga 5 tahun sejak infeksi primer (Soegeng, 2008; Suhendro dkk, 2007).
Bukti – bukti yang mendukung hipotesis ini antara lain, menghilangnya virus
dengue dengan cepat baik dari darah maupun jaringan tubuh, kadar IgG yang tinggi sejak permulaan sakit, serta penurunan komplemen serum selama fase renjatan (Soegeng, 2008).
Pada infeksi sekunder heterolog, virus berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh manosit atau makrofag, membentuk Ab non-netralising serotipe yang berperan cross-reaktif serta kompleks Ag-Ab yang mengaktifkan sistem komplemen (terutama C3a dan C5a) dan histamin (Soegeng, 2008).
Reaksi sekunder setelah peningkatan replikasi virus intra sel adalah aktivasi sistem komplemen (C3 dan C5), degranulasi sel mast dan aktivasi sistem kinin (Soegeng, 2008).
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous
infection dapat dilihat di (Gambar 2.1.) yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977.
mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen yang dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma keluar. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Kebocoran plasma dibuktikan dengan adanya peningkatan hematokrit dan penurunan natrium. Akibat pindahnya plasma ke rongga tubuh seperti pleura dan cavum abdominal dapat menimbulkan efusi pleura dan asites. Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal. Oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting
guna mencegah kematian. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris (Soegeng, 2008).
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah, akhirnya dapat mengakibatkan perdarahan. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat), sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endhothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. (Suhendro dkk, 2007). Agregasi trombosit ini akan menyebabkan penglepasan platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulasi intravaskular diseminata (KID), sehingga terjadi penurunanfaktor pembekuan yang ditandai dengan peningkatan FDP (fibrin
degradation product). Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi
trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan memperberat shock yang terjadi (Soegeng, 2008; Suhendro dkk, 2007; Dharma dkk, 2006).
Infeksi Virus Dengue Heterologous Sekunder
Replikasi Virus
Agregasi trombosit Aktivasi koagulasi Aktivasi komplemen
Pelepasan trombosit
Gambar 2.1. Patogenesis Perdarahan Pada DBD
2.1.6. Manifestasi Klinis 2.1.6.1. Gejala Klinis
DBD dapat memperlihatkan berbagai macam gejala antara lain (WHO, 2009) :
a. Gejala pada penyakit DBD diawali dengan demam mendadak dengan facial
flushing dan gejala-gejala konstitusional non spesifik yang lain seperti anoreksia,
lemah, mual, muntah, sakit perut, diare, sakit kepala (retroorbital pain), nyeri otot, tulang dan sendi. Beberapa pasien mengeluh sakit tenggorokan, tapi rinitis dan batuk jarang terjadi. Suhu biasanya tinggi (>39°C) dan tetap seperti itu
selama 2-7 hari. Kadang-kadang suhu dapat mencapai 40-41°C yang dapat menyebabkan kejang demam pada bayi.
b. Fenomena perdarahan yang paling umum adalah uji torniquet positif, petekie, ekimosis, dan purpura. Epistaksis dan perdarahan gingiva jarang terjadi,
perdarahan gastrointestinal dapat dialami selama periode demam.
c. Hepatomegali (pembesaran hati). Hepar biasanya dapat dipalpasi pertama kali pada fase demam dan ukurannya bermacam-macam yaitu 2-4 cm dibawah batas kosta. Walaupun ukuran hepar tidak berkorelasi dengan berat penyakit, pembesaran hepar ditemukan lebih sering pada kasus syok dari pada non syok. Limfadenopati pada DBD bersifat generalisata.
d. Tahap kritis dari rangkaian penyakit didapatkan pada akhir fase demam. Setelah 2-7 hari demam, penurunan cepat suhu sering diikuti tanda-tanda gangguan sirkulasi. Pasien tampak berkeringat, menjadi gelisah, ekstremitasnya dingin, dan menunjukkan perubahan pada frekuensi denyut nadi dan tekanan darah. Pada kasus yang kurang berat, perubahan ini minimal dan sementara. Sebagian pasien sembuh spontan, atau setelah periode singkat terapi cairan dan elektrolit. Pada kasus lebih berat, ketika kehilangan banyak melampaui batas kritis maka syok pun terjadi dan berkembang kearah kematian bila tidak ditangani dengan cepat. e. Sindroma syok dengue didiagnosa bila memenuhi semua dari empat kriteria
cepat dan tekanan darah menurun menjadi <20 mmHg, hipotensi, kulit lembab dan dingin, gelisah serta perubahan status mental.
2.1.6.2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada DBD hasil pemeriksaan laboratorium umumnya memberikan hasil sebagai berikut (WHO, 2009):
a. Leukopenia dan limfositosis
Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa pada pemeriksaan sumsum tulang penderita DBD pada awal masa demam, terdapat hipoplasia sumsum tulang dengan hambatan pematangan dari semua sistem hemopoesis. Pada penderita DBD dapat terjadi leukopenia ringan sampai leukositosis sedang. Leukopenia
dapat dijumpai antara hari pertama dan ketiga dengan hitung jenis yang masih dalam batas normal. Jumlah granulosit menurun pada hari ketiga sampai kedelapan. Dalam sediaan apus darah tepi penderita DBD dapat ditemukan limfosit bertransformasi atau atipik, terutama pada infeksi sekunder.
b. Trombositopenia
Penyebab trombositopenia pada DBD antara lain diduga trombopoeisis yang menurun dan destruksi trombosit dalam darah meningkat serta gangguan fungsi trombosit. Ditemukannya kompleks imun pada permukaan trombosit diduga sebagai penyebab agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan oleh sistem retikuloendotelial khususnya dalam limpa dan hati.
c. Hemokonsentrasi, hiponatremia, hipoalbuminemia
Hemokonsentrasi, hiponatremia, hipoalbuminea rendah adalah suatu tanda hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma sebagai akibat permeabilitas vaskuler yang meningkat.
d. PTT dan APTT memanjang, FDP meningkat
menjadi XIIa, faktor koagulasi kemudian akan diaktifkan secara berurutan mengikuti suatu kaskade sehingga akirnya terbentuk fibrin. Selain itu faktor XIIa uga mengaktifkan sistem fibrinolisis yang menyebabkan perubahan plasminogen manjadi plasmin. Plasmin mempunyai sifat proteolitik dengan sasaran fibrin. Aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolisis yang berkepanjangan berakibat menurunnya berbagai faktor koagulasi seperti fibrinogen V, VII, VIII, IX dan X serta plasminogen. Dan sebagai kompensasinya FDP meningkat, PTT dan APTT memanjang.
e. Aspartate transaminase dan alanine transaminase
Hepatitis atau nekrosis fokal pada hepar yang disebabkan oleh infeksi virus
dengue pada hepatosit menyebabkan peningkatan aspartate transaminase dan alanine transaminase.
2.1.7. Diagnosis DBD
Pedoman yang dipakai dalam menegakkan diagnosis DBD ialah kriteria yang disusun oleh WHO (1999). Kriteria tersebut terdiri atas kriteria klinis dan laboratoris (WHO, 2009):
Kriteria Klinis terdiri atas:
1. Demam tinggi mendadak (38,2°C-40°C) dan terus menerus selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas. Demam pada penderita DBD disertai batuk, faringitis, nyeri kepala, anoreksia, nausea, vomitus, nyeri abdomen, selama 2-4 hari, juga mialgia (jarang), atralgia, nyeri tulang dan lekopenia.
3. Hepatomegali, mulai dapat terdeteksi pada permulaan demam.
4. Manifestasi kebocoran plasma (hemokonsetrasi), mulai dari yang ringan seperti kenaikan hematokrit >20% dibandingkan sebelumnya, sampai yang berat yaitu syok (nadi cepat, lemah, kaki/tangan dingin, lembab, gelisah, sianosis dan kencing berkurang)
Kriteria Laboratoris terdiri atas:
1. Trombositopenia (<100.000/mm³) biasanya ditemukan pada hari ke 2 atau 3, terendah pada hari ke 4-6, sampai hari ke 7-10 sakit.
2. Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit >20%)
Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila ditemukan 2 kriteria klinis dan 2 kriteria laboratoris (WHO, 1999).
Berdasarkan gejalanya DBD dikelompokkan menjadi 4 tingkatan yaitu (WHO, 2009):
a) Derajat I: demam tinggi disertai gejala tidak khas. Satu – satunya tanda perdarahan
adalah tes torniquet positif atau mudah memar.
b) Derajat II: gejala derajat I ditambah dengan perdarahan spontan di kulit atau di tempat lain.
c) Derajat III: ditemukan tanda-tanda kegagalan sirkulasi (nadi cepat, lemah, hipotensi, kaki/tangan dingin, lembab, sianosis, gelisah)
Infeksi Dengue
Demam Tes tourniket
positif permeabilitas Peningkatan vaskular
Hepatomegali Trombositopenia
Manifestasi perdarahan lain
Rembesan Plasma Peningkatan hematokrit
Hipopreteinemia Efusi serosa
Hipovolemia
Koagulopati
Syok Koagulasi
Intravaskular diseminata
Perdarahan Hebat
Kematian
Derajat I
Derajat II
Derajat III
Derajat IV
Untuk diagnosis pasti DBD dapat ditegakkan bila ditemukannya virus dengue didalam darah. Metode isolasi virus merupakan gold standard pemeriksaan virus dengue (Soegeng, 2008).
Pengambilan darah idealnya harus diambil selama periode demam dan lebih baik sebelum hari kelima sakit. Setelah spesimen diambil selanjutnya dilakukan kultur sel dan akhirnya dapat diidentifikasi setelah 2-3 minggu. Keterbatasan metode ini adalah sulitnya peralatan dan memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkan hasil, sehingga isolasi virus hanya dilakukan untuk penelitian (Adnin, 2000).
2.1.8. Diagnosis Banding
Yang dapat dijadikan pembanding dari DBD agar tidak keliru dalam
mendiagnosis ialah sebagai berikut 1. Campak
Penyakit campak disebabkan oleh virus campak. Genus morbilivirus Famili Paramyxoviridae dengan masa inkubasi selama 8-12 hari dan penularan melalui aerosol (percikan batuk maupun bersin penderita). Gejala prodormal ditandai dengan malaise, panas mencapai 38°C berlangsung 7-10 hari, anoreksia batuk pilek dan konjungtivitis. Patognomonis penyakit campak adalah adanya bercak koplik berupa bercak merah dengan warna putih ditengahnya di mukosa pipi berhadapan dengan gigi molar kedua, dijumpai sekitar akhir masa prodormal, tepat sebelum timbul ruam. Pada hari ke 3-7 hari sakit timbul ruam kemerahan pada kulit yang menyebar keseluruh tubuh mulai dari muka, kemudian meliputi badandan akhirnya ekstremitas, akan tetapi telapak tangan dan kaki tidak ditemukan adanya ruam tersebut. Setelah 1 minggu ruam itu pun kemudian menghitam dan mengelupas (Shepherd, 2007).
2. Chikungunya
Chikungunya adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan oleh nyamuk
Aedes aegypti. Penyakit ini terdapat di dearah tropis, khususnya di perkotaan wilayah
Asia, India, dan Afrika Timur. Masa inkubasi diantara 2-4 hari dan bersifat self
sendi (sendi-sendi dari ekstremitas menjadi bengkak dan nyeri bila diraba), mual, muntah, nyeri abdomen, sakit tenggorokan, limfadenopati, malaise, kadang timbul ruam, perdarahan jarang terjadi, dan berlangsung 3-10 hari. Gejala diare, perdarahan saluran cerna, refleks abnormal, syok dan koma tidak ditemuan pada chikungunya. Sisa arthralgia suatu masalah untuk beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah fase akut. Kejang demam bisa terjadi pada anak-anak. Belum ada terapi spesifik yang tersedia, pengobatan bersifat suportif untuk demam dan nyeri (analgesik dan antikonvulsan) (Shepherd, 2007).
3. Malaria
Malaria adalah penyakit menular yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh protozoa intraselular obligat Plasmodium falciparum, P. vivax, P.
ovale, dan P. malariae yang ditularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina.
Penularan juga dapat terjadi melalui transfusi darah, transplantasi organ dan
transplasenta. Masa inkubasi 1-2 minggu, tetapi kadang-kadang lebih dari setahun. Gejala malaria yaitu demam, menggigil, malaise, anoreksia, mual, muntah, diare ringan, sakit kepala, pusing, mialgia, nyeri tulang. Peningkatan suhu dapat mencapai 40°C, bersifat intermitten yaitu demam dengan suhu badan yang mengalami penurunan ke tingkat normal selama beberapa jam dalam satu hari diantara periode kenaikan demam. Periode timbulnya demam tergantung pada jenis plasmodium yang menginfeksi. Pada malaria juga dapat ditemui hepatomegali, splenomegali, anemia, ikterus, dan dehidrasi. Pada pemeriksaan laboratorium umumnya ditemukan anemia, leukopenia, dan trombositopenia (Shepherd, 2007).
4. Demam tifoid
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
Salmonella typhi. Penularan tifoid biasanya melalui makanan atau minuman yang
umumnya didapatkan kelemahan, distensi abdomen, hepatosplenomegali, anoreksia, dan kehilangan BB. Tanda penting yang ditemui antara lain agak tuli, lidah tifoid (tremor, tengah kotor, tepi hiperemis, nyeri tekan/spontan pada perut di daerah Mc Burney (kanan bawah). Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan leukopenia, limfositosis relatif. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan (Shepherd, 2007).
2.1.9. Penatalaksanaan
Pengobatan simptomatik dan suporif merupakan terapi efektif pada penderita DBD. Terapi simptomatik yakni pemberian analgetik (parasetamol), kompres hangat.
Terapi suportif antara lain penggantian (replacement) cairan, pemberian oksigen dan jika diperlukan dapat dilakukan transfusi darah. Pemantauan tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi), hematokrit, trombosit, elektrolit, kecukupan cairan, urine output, tingkat kesadaran, dan manifestasi perdarahan berguna untuk mengetahui perkembangan penyakit (Soegeng, 2008).
2.1.10.Pencegahan
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara diatas, yang disebut dengan “3M Plus” yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa hal seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dan lain-lain (Hiswani, 2003).
2.1.11.Komplikasi
2.1.12.Prognosis
Dengan manajemen medis yang tepat dan cepat yaitu memonitoring trombosit dan hematokrit serta terapi cairan yang adekuat maka mortalitasnya dapat diturunkan. DBD dapat terjadi fatal bila kebocoran plasma tidak dideteksi lebih dini. Jika trombosit <100.000/ul dan hematokrit meningkat maka harus cepat waspadai DSS (Soegeng, 2008).
2.2. Penurunan Nilai Trombosit pada DBD
Trombosit adalah fragmen atau kepingan-kepingan tidak berinti dari sitoplasma megakariosit yang berukuran 1-4 mikron dan beredar dalam sirkulasi darah selama 10 hari. Gambaran mikroskopik dengan pewarnaan Wright – Giemsa, trombosit
tampak sebagai sel kecil, tak berinti, bulat dengan sitoplasma berwarna biru-keabu-abuan pucat yang berisi granula merah-ungu yang tersebar merata. Trombosit memiliki peran dalam sistem hemostasis, suatu mekanisme faal tubuh untuk melindungi diri terhadap kemungkinan perdarahan atau kehilangan darah (Soegeng, 2008).
Orang-orang dengan kelainan trombosit, baik kualitatif maupun kuantitatif, sering mengalami perdarahan-perdarahan kecil di kulit dan permukaan mukosa yang disebut ptechiae, dan tidak dapat mengehentikan perdarahan akibat luka yang disengaja maupun yang tidak disengaja (Soegeng, 2008).
Uji laboratorium untuk menilai kuantitas trombosit adalah masa perdarahan (bleeding time) dan hitung trombosit. Jumlah trombosit normal adalah 150.000 – 450.000µ/L darah. Dikatakan trombositopenia ringan apabila jumlah trombosit antara 100.000 – 150.000µ/L darah. Metode untuk menghitung trombombosit telah banyak dibuat dan jumlahnya jelas tergantung dari kenyataan bahwa sukar untuk menghitung sel-sel trombosit yang merupakan partikel kecil, mudah aglutinasi dan mudah pecah. Sukar membedakan trombosit dengan kotoran (Sacher dkk, 2004).
dianjurkan adalah penghitungan dengan mikroskop fase kontras dan otomatis. Metode otomatis akhir-akhir ini banyak dilakukan karena bisa mengurangi subyektifitas pemeriksaan dan penampilan diagnostik alat ini cukup baik (Sacher dkk, 2004).
Hitung trombosit secara tidak langsung yaitu dengan menghitung jumlah trombosit pada sediaan apus darah yang telah diwarnai. Cara ini cukup sederhana, mudah dikerjakan, murah dan praktis. Keunggulan cara ini adalah dalam mengungkapkan ukuran dan morfologi trombosit, tetapi kekurangannya adalah bahwa perlekatan ke kaca obyek atau distribusi yang tidak merata di dalam apusan dapat menyebabkan perbedaan yang mencolok dalam perhitungan konsentrasi trombosit.
Bahan pemeriksaan yang dianjurkan untuk pemeriksaan hitung trombosit adalah darah EDTA. Antikoagulan ini mencegah pembekuan darah dengan cara mengikat kalsium dan juga dapat menghambat agregasi trombosit (Sacher dkk, 2004).
Trombositopenia pada penderita DBD diduga terjadi akibat peningkatan
destruksi trombosit oleh sistem retikuloendotelial, agregrasi trombosit akibat endotel yang rusak serta penurunan produksi trombosit oleh sumsum tulang. Penyebab utamanya adalah peningkatan pemakaian dan destruksi trombosit perifer (Soegeng, 2008).
Destruksi trombosit diperani oleh aktivasi komplemen, seperti ikatan antara trombosit dengan fragmen C3g, dan ikata antara trombosit dan antigen virus Dengue. ditemukannya kompleks imun dipermukaan trombosit diduga sebagai penyebab terjadinya agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan oleh sistem retikuoendotelial, terutama dalam hati dan limpa (Soegeng, 2008).
Respon imun individu akibat teraktivasi virus Dengue dapat memberikan dampak positif berupa penghancuran virus atau sebaliknya justru memberikan dampak negatif yang berakhir dengan jejas dan kematian pada endotel melalui peran sitokin. Jenis sitokin yang memegang peran penting dalam perjalanan penyakit akibat virus Dengue adalah TNF-δ, IL-1B, IL-6, dan IFN-γ (Soegeng, 2008).
Dalam keadaan normal, trombosit dalam sirkulasi tidak melekat pada sel-sel endotel resting, akan tetapi jika terjadi injury vaskuler, trombosit akan melekat dan menstimulisasi ke sel-sel endotel, dan peran tersebut berperan dalam terjadinya trombosis dan hemostatis. Terjadinya trombositopenia disebabkan karena banyaknya
trombosit yang melekat pada sel-sel endotel yang terinfeksi oleh virus Dengue (Soegeng, 2008). (Gambar 2.3.)
îîî
Progenitor Cell Produksi SitokinInhibitor
Hematopoiesis Sekuestrasi Gambar 2.3. Mekanisme Trombositopenia pada Demam Berdarah Dengue
Penurunan jumlah trombosit selain ditemukan pada DBD dapat juga dtemukan antara lain pada ITP, myeloma multiple, kanker (tulang, saluran gastrointestinal, otak), leukemia (limfositik, mielositik, monositik), anemia aplastik, penyakit hati (sirosis, hepatitis aktif kronis), SLE, DIC, eklampsia, penyakit ginjal, demam rematik akut. Pengaruh obat : antibiotik (kloromisetin, streptomisin), sulfonamide, aspirin (salisilat), quinidin, quinine, asetazolamid (Diamox), amidopirin, diuretik tiazid, meprobamat (Equanil), fenilbutazon (Butazolidin), tolbutamid (Orinase), injeksi vaksin, agen kemoterapeutik, dan lain-lain (Soejoso dan Atmaji, 1998).
2.3. Peningkatan Nilai Hematokrit pada DBD
Kadar hematokrit adalah konsentrasi (dinyatakan dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap. Dengan demikian kadar hematokrit adalah parameter hemokonsentrasi serta perubahannya. Kadar hematokrit akan meningkat saat terjadinya peningkatan hemokonsentrasi, baik oleh peningkatan kadar sel darah atau penurunan kadar plasma darah, misalnya pada kasus hipovolemia. Sebaliknya kadar hematokrit akan menurun ketika terjadi penurunan hemokonsentrasi, karena penurunan kadar seluler darah atau peningkatan kadar plasma darah seperti pada terjadinya anemia (Sutedjo, 2007). Pengukuran kadar hematokrit dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu:
a. Metode langsung dengan cara makro atau mikro. Cara mikro kini lebih banyak digunakan, karena hasilnya dapat diperoleh dengan lebih cepat dan akurat.
b. Metode tidak langsung yaitu dengan menggunakan konduktivitas elektrik dan komputer.
dapat yang dapat mengakibatkan peningkatan hematokrit. Maka pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung 24-48 jam (Soegeng, 2008).
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep
Variabel Independent Variabel Dependent
3.2. Definisi Operasional
a) Penderita DBD adalah orang yang didiagnosis menderita DBD pada status rekam medik RSUD Pirngadi Medan oleh dokter berdasarkan kriteria WHO 1999.
b) Umur penderita DBD adalah lama waktu hidup penderita saat masuk rumah sakit.
c) Derajat klinis DBD yang dimaksud dalam penelitian ini adalah derajat klinis berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh WHO 1999
Derajat I : Demam disertai gejala umum yang tidak khas (muntah, sakit kepala, nyeri otot dan atau sendi) dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji bendung positif.
Derajat II : Seperti derajat I disertai perdarahan spontan pada kulit dan atau manifestasi perdarahan lain.
Derajat III : Ditemuka n tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis sirkumoral, kulit dingin dan lembab, dan penderita tampak gelisah.
Derajat IV : Renjatan berat (profound shock) nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
Derajat klinis DBD penderita dinyatakan berdasarkan diagnosis terakhir saat pasien akan pulang oleh dokter ruangannya.
d) Hematokrit adalah persentasi volume eritrosit dalam 100 ml darah lengkap dan datanya terlampir pada rekam medik penderita DBD yang diteliti (Sacher, 2004).
e) Jumlah trombosit adalah hasil hitung trombosit yang dianalisa melalui alat hitung trombosit otomatis dan datanya terdokumentasi pada rekam medik penderita DBD yang diteliti (Sacher, 2004).
3.3. Hipotesis
BAB 4
METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan menggunakan metode cross sectional analisys dengan studi retrospektif yaitu mengevaluasi peristiwa yang sudah berlangsung yang dilakukan dalam satu waktu tertentu saja dengan tujuan mencari hubungan nilai trombosit dan hematokrit dengan derajat DBD.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bagian Rekam Medik RSUD. Dr. Pirngadi Medan dengan alasan RSUD. Dr. Pirngadi merupakan salah satu lahan penelitian yang memiliki populasi yg cukup memadai dan juga merupakan rumah sakit yang mudah dijangkau oleh peneliti.
4.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2010.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian
Populasinya ialah pasien dewasa yang didiagnosis menderita DBD oleh dokter.
4.3.2. Sampel Penelitian
1. kriteria klinis dan laboratoris DBD berdasarkan WHO 1999.
2. umur 18-25 tahun, dengan alasan pasien dewasa yang terbanyak ialah rentang umur 18 – 25 tahun dan juga pada rentang usia tersebut telah terjadi stabilitas hemodinamik.
3. tanggal dirawat di Bagian/SMF Penyakit Dalam antara 1 Januari – 31 Desember 2009.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini meliputi:
1. Pasien yang tidak memenuhi kriteria klinis dan laboratoris DBD menurut WHO 1999.
2. Pasien yang memiliki penyakit atau kondisi penyerta yang dapat
mengakibatkan trombosit menurun yaitu ITP, myeloma multiple, kanker (tulang, saluran gastrointestinal, otak), leukemia, anemia aplastik penyakit hati, Systemic Lupus Eritematous (SLE), Koagulasi Intravaskular Disseminata (KID), eklampsia, penyakit ginjal, demam rematik akut dan obat-obat yang dapat mempengaruhi penurunan kadar trombosit seperti antibiotik (kloromisetin, streptomisin), sulfonamide, aspirin, quinidin, diuretik tiazid. 3. Pasien yang memiliki penyakit atau kondisi penyerta yang dapat
mengakibatkan peningkatan kadar hematokrit yaitu dehidrasi, diare berat, polisitemia vera, asidosis diabetikum, emfisema paru (stadium akhir),
4.4. Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian 4.4.1. Metode Pengumpulan Data
Sumber data penelitian adalah data sekunder (rekam medik pasien DBD) di RSUD. Dr. Pirngadi Medan periode 1 Januari – 31 Desember 2009.
4.4.2. Prosedur Penelitian
Nomor registrasi semua penderita DBD selama periode 1 Januari – 31 Desember 2009 di bagian rawat inap penyakit dalam RSUD. Dr. Pirngadi dilakukan
pencatatan. Kemudian sesuai dengan nomor registrasi tersebut dicari kartu status penderita di bagian Rekam Medik RSUD. Dr. Pirngadi Medan. Data yang diperoleh dari kartu status tersebut dibuat catatan yang meliputi nama pasien, jenis kelamin, umur, tanggal dirawat, derajat DBD, dan hasil laboratorium berupa jumlah trombosit dan hematokrit.
4.5. Pengolahan dan Analisis Data 4.5.1. Pengolahan Data
Data penelitian yang telah didapatkan dari bagian rekam medik kemudian dikumpulkan dan ditabulasi dalam tabel dan diolah dalam bentuk distribusi frekuensi. Tabel tersebut memuat rerata nilai trombosit, rerata nilai hematokrit berdasarkan derajat DBD dan distribusi derajat DBD berdasarkan umur dan jenis kelamin.
4.5.2. Analisa Data
Data yang diperoleh terdiri dari data ordinal maka setelah data disajikan dalam bentuk tabel kemudian dikelompokkan dan dianalis dengan menggunakan statistik Korelasi Spearman yang diproses dengan komputerisasi SPSS 17 for
BAB 5
HASIL PENELITIAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan sejak tanggal 9 Agustus s.d. 28 Agustus 2010 di RSUD. Dr. Pirngadi Medan pada Bidang Pengolahan Data dan Rekam Medis. Lokasi RSUD. Dr. Pirngadi berada di pusat Kota Medan yakni bangunan lama menghadap Jalan Prof. HM. Yamin SH sedangkan bangunan baru menghadap Jalan Perintis
Kemerdekaan.
Ruang Bidang Pengolahan Data dan Rekam Medis terletak pada Lt. 2 bangunan baru RSUD. Dr. Pirngadi Medan. RSUD. Dr. Pirngadi Medan termasuk rumah sakit Tipe A yang berarti memiliki fasilitas yang lengkap, dokter – dokter
spesialis dan tenaga kesehatan yang terampil.
5.1.2. Karakteristik Subyek Penelitian
Pada penelitian ini diperoleh 170 data rekam medis pasien DBD dewasa usia 18 – 25 tahun di RSUD. Dr. Pirngadi Medan, periode 1 Januari – 31 Desember 2009.
Tabel 5.1. Distribusi kasus DBD berdasarkan Jenis Kelamin pada pasien DBD dewasa di RSUD. Dr. Pirngadi Medan periode 1 Januari – 31 Desember 2009.
Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)
Laki – laki 84 49,4
Perempuan 86 50.6
Berdasarkan tabel diatas didapatkan penderita DBD terbanyak adalah jenis kelamin perempuan sebanyak 86 orang atau 50,6%, sedangkan laki – laki sebanyak 84 orang atau 49,4%.
Tabel 5.2. Distribusi kasus DBD berdasarkan umur dan jenis kelamin pada pasien DBD dewasa di RSUD. Dr. Pirngadi Medan periode 1 Januari – 31 Desember 2009.
Table 5.3. Distribusi kasus DBD berdasarkan derajat DBD dan jenis kelamin pada pasien DBD dewasa di RSUD. Dr. Pirngadi Medan periode 1 Januari – 31 Desember 2009.
Berdasarkan tabel diatas sebanyak 60 orang atau 35% dari total pasien DBD berdasarkan kriteria DBD WHO digolongkan derajat I. Derajat II terdapat pada 78 orang penderita DBD atau 46%, demikian pula derajat III sebanyak 32 orang atau 18,8 %. Pada penelitian ini tidak ditemukan penderita DBD derajat IV.
Berdasarkan tabel diatas nilai trombosit pada pasien DBD dalam penelitian ini antara 7.000 – 286.000/mm³. Pada pasien DBD derajat I didapatkan rata – rata (mean) nilai trombosit, 131.000/mm³, derajat II dengan rata – rata (mean) nilai trombosit, 99.000/mm³, dan derajat III dengan rata – rata (mean) nilai trombosit, 64.000/mm³.
Tabel 5.5. Distribusi kasus DBD berdasarkan nilai hematokrit dan derajat DBD pada pasien DBD dewasa RSUD. Dr. Pirngadi Medan periode 1 Januari – 31 Desember 2009
Berdasarkan tabel diatas nilai hematokrit pada pasien DBD dalam penelitian ini antara 16,5 – 58,1%. Pada pasien DBD derajat I didapatkan rata – rata (mean) nilai hematokrit, 39% , derajat II dengan rata – rata (mean) nilai hematokrit, 41%, dan derajat III dengan rata - rata (mean) nilai hematokrit 45%.
5.1.3. Hasil Analisis Statistik
Tabel 5.6. Hasil analisis statistik korelasi Spearman Nilai Trombosit dengan Derajat DBD
Trombosit Derajat DBD Spearman’s
rho Trombosit
Koefisien Korelasi 1,000 -,524**
Sign. (2-arah) , ,000
N = Jumlah Pasien 170 170
Derajat DBD
Koefisien Korelasi -,524** 1,000
Sig. (2 – arah) ,000 ,
N = Jumlah Pasien 170 170 ** Korelasi bermakna pada level 0,01 (2 – arah)
Berdasarkan tabel diatas hasil analisis statistik korelasi Spearman antara nilai trombosit dengan derajat DBD, didapatkan nilai signifikan 0,000 yang menunjukkan bahwa hubungan antara trombosit dan derajat DBD adalah bermakna (p<0,05). Nilai korelasi Spearman (r) didapatkan sebesar -0,524 menunjukkan arah korelasi negatif dengan kekuatan korelasi yang sedang (0,40 – 0,599).
Tabel 5.7. Hasil analisis statistik korelasi Spearman Nilai Hematokrit dengan Derajat DBD
Hematokrit Derajat DBD Spearman’s
rho Hematokrit
Koefisien Korelasi 1,000 ,388**
Sign. (2-arah) , ,000
N = Jumlah Pasien 170 170
Derajat DBD
Koefisien Korelasi ,388** 1,000
Sig. (2 – arah) ,000 ,
Berdasarkan tabel diatas hasil analisis statistik korelasi spearman antara nilai hematokrit dengan derajat DBD, didapatkan nilai signifikan 0,000 yang menunjukkan bahwa hubungan antara hematokrit dan derajat DBD bermakna (p<0,05). Nilai korelasi Spearman (r) sebesar 0,388 menunjukkan arah positif dengan kekuatan korelasi yang lemah (0,20 – 0,399).
5.2. Pembahasan 5.2.1. Nilai Trombosit
Dari hasil penelitian didapati nilai trombosit pada pasien DBD memiliki arah yang negatif artinya semakin besar derajat DBD pada pasien tersebut maka semakin menurun nilai trombositnya. Pada pasien DBD derajat 1 didapati nilai trombosit rata
– rata 131.000/mm³, derajat 2 sebesar 99.000/mm³, dan derajat 3 sebesar 64.000/mm³. Jumlah trombosit yang menurun (trombositopenia) merupakan salah satu parameter laboratorium yang dikeluarkan WHO (1999) untuk menegakkan diagnosis DBD (WHO, 2009).
Penyebab trombositopenia pada pasien DBD antara lain diduga trombopoeisis yang menurun dan destruksi trombosit dalam darah meningkat serta gangguan fungsi trombosit. Ditemukannya kompleks imun pada permukaan trombosit diduga sebagai penyebab agregasi trombosit yang kemudian akan dimusnahkan oleh system retikuloendotelial khususnya dalam limpa dan hati. Sekuestrasi yang dilakukan oleh limpa atau hati didukung dengan ditemukannya hepatomegali dan splenomegali pada pasien DBD (Nasiruddin, 2008; Soegeng, 2008).
5.2.2. Nilai Hematokrit
Dari hasil penelitian nilai hematokrit pada pasien DBD memiliki arah yang positif artinya semakin besar derajat DBD pada pasien tersebut maka semakin meningkat nilai hematokritnya. Pada pasien DBD derajat 1 didapati nilai trombosit rata – rata 39%, derajat 2 sebesar 41%, dan derajat 3 sebesar 45%.
Selain jumlah trombosit yang menurun (trombositopenia), jumlah hematokrit yang meningkat (hemokonsentrasi) juga merupakan salah satu parameter laboratorium yang dikeluarkan WHO (1999) untuk menegakkan diagnosis DBD (WHO, 2009).
Nilai hematokrit adalah konsentrasi (dinyatakan dalam persen) eritrosit dalam 100 mL darah lengkap. Peningkatan hematokrit (hemokonsentrasi) pada pasien DBD dapat terjadi karena aktivasi sistem komplemen oleh kompleks antigen-antibodi yang akan mengakibatkan pelepasan C3a dan C5a yang mengaktifkan C3 dan C5. Dimana
pengaktifan dari sistem ini akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular (Soegeng, 2008).
Yang dapat menyebabkan komplikasi ataupun kematian pada hampir seluruh pasien DBD adalah renjatan (DSS) yang diakibatkan oleh perembesan plasma. Berdasarkan hal tersebut penilaian yang akurat terhadap resiko renjatan merupakan kunci penting dalam penatalaksanaan yang adekuat (Hapsari dkk, 2006).
Dalam penelitian Nurhayati (2004) mengungkapkan bahwa mendeteksi dan menilai derajat perembesan plasma memiliki relevansi yang lebih bermakna dalam pengelolaan penderita dengan alasan penggantian cairan plasma merupakan dasar penatalaksanaan penderita DBD.
5.2.3. Hubungan Nilai Trombosit dan Hematokrit dengan Derajat DBD
Pendekatan bagaimana hubungan nilai trombosit dan hematokrit dengan derajat DBD diselidiki dengan meggunakan uji korelasi Spearman. Dari hasil didapat, analisis statistik antara nilai trombosit dengan derajat DBD, didapatkan nilai signifikan 0,000 yang menunjukkan bahwa korelasi antara trombosit dan derajat DBD adalah bermakna (p<0,05). Nilai korelasi Spearman (r) didapatkan sebesar -0,524 menunjukkan arah korelasi negatif artinya semakin besar nilai suatu variable maka akan semakin kecil nilai variable lainnya dan kekuatan korelasi yang didapati adalah sedang (0,40 – 0,599).
Sedangkan pada hasil analisis statistik antara nilai hematokrit dengan derjat DBD, didapatkan nilai signifikan 0,000 yang menunjukkan bahwa korelasi antara hematokrit dan derajat DBD bermakna (p<0,05). Nilai korelasi Spearman (r) sebesar 0,388 menunjukkan arah positif artinya semakin besar nilai suatu variable maka akan
semakin besar nilai variable lainnya dan kekuatan korelasi yang didapati adalah lemah (0,20 – 0,399).
Secara umum pada penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna antara nilai trombosit dan hematokrit dengan derajat DBD. Seperti yang telah diketahui, diagnosis derajat DBD didasarkan oleh gejala klinis yang ditemukan. Berdasarkan kriteria itu, tidak ada klasifikasi khusus untuk pembagian derajat DBD berdasarkan batasan nilai trombosit maupun hematokrit tertentu. Berapapun nilai trombosit maupun hematokritnya, asalkan terjadi penurunan jumlah trombosit sampai dibawah 100.000/mm³ dan peningkatan hematokrit lebih dari 20% serta memenuhi gejala klinis DBD sesuai kriteria WHO, maka pasien didiagnosis DBD sesuai klasifikasi derajat tersebut (WHO 2009).
Penelitian yang sama juga pernah dilakukan oleh Ihsan (2008) di Surakarta dengan hasil yang berlawanan dengan hasil pada penelitian ini. Dalam hasil penelitiannya diungkapkan bahwa kadar hematokrit dan trombosit tidak dapat dijadikan sebagai faktor prediktor derajat klinis DBD karena dalam penelitiannya didapati pasien yang telah dikonfirmasi mengalami infeksi dengue, pasien mengalami syok tetapi tidak terjadi trombositopenia maupun hemokonsentrasi, hal itu tidak sesuai dengan kriteria laboratorium yang diajukan oleh WHO untuk diagnosis DBD.
Perbedaan hasil penelitian yang didapat dapat disebabkan oleh bermacam – macam faktor antara lain daerah tempat penelitian apakah endemik DBD atau tidak,
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Bagian Medik RSUD. Dr. Pirngadi Medan pada bulan Agustus 2010 dengan data penelitian sebanyak 170 data rekam medik diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari total data rekam medik yang didapati maka pasien DBD terbanyak adalah pasien DBD derajat 2 yaitu sebesar 46 % sedangkan pasien DBD
derajat 1 sebesar 35 % dan derajat 3 sebesar 19%.
2. Pada penderita DBD derajat 1 didapatkan mean trombosit dan hematokrit masing – masing 131.000/mm³ dan 39%.
3. Pada penderita DBD derajat 2 didapatkan mean trombosit dan hematokrit
masing – masing 99.000/mm³ dan 41%.
4. Pada penderita DBD derajat 3 didapatkan mean trombosit dan hematokrit masing – masing 64.000/mm³ dan 45%.
5. Terdapat hubungan (correlation) yang bermakna antara trombosit dan derajat DBD dengan kekuatan hubungan (correlation) yang sedang serta arah hubungan (correlation) negatif.
6. Terdapat hubungan (correlation) yang bermakna antara hematokrit dan derajat DBD dengan kekuatan hubungan (correlation) yang lemah serta arah hubungan (correlation) positif.
6.2. Saran
Dari kesimpulan diatas dapat diambil saran sebagai berikut:
mortalitas akibat DBD dapat diturunkan karena mengingat Negara Indonesia merupakan Negara endemis DBD.
2. Karena jumlah kejadian DBD setiap tahunnya meningkat maka diharapkan kepada tenaga medis khususnya dokter dapat memberikan pelayanan yang cepat dan tepat pada setiap kasus DBD.
3. Kepada peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian yang sama disarankan untuk mengambil sampel dalam rentang waktu yang lebih lama lagi agar mendapatkan jumlah pasien yang lebih banyak sehingga bisa mendapatkan hasil yang lebih dapat dipercayai lagi.
4. Penelitian untuk menganalisis hubungan hasil pemeriksaan darah rutin berupa eritrosit, leukosit, limfosit, dan Hb dengan derajat DBD dapat dilakukan oleh peneliti lain sebagai hasil tindak lanjut dari penelitian ini. 5. Kurangnya penelitian dan literatur yang menyediakan informasi yang
DAFTAR PUSTAKA
Adnin, M., 2000. Evaluasi Tes Serologi Elisa dan Imunokromatografi untuk
Mendeteksi Ab IgM dan IgG terhadap Virus Dengue pada Penderita DBD.
Centers for Disease Control and Prevention, 2003. Fact Sheet: Dengue and DHF.
Depkes RI , 2004. Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan,
Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Direktorat Jenderal
Kesehatan.
Dharma, R., Hadinegoro, S.R., Priatni, I., 2006. "Disfungsi Endotel pada DBD".
Jurnal Ilmiah Makara, Seri Kesehatan.
April 2010.
Hiswani, 2003. Pencegahan dan Pemberantasan DBD.
diakses: Maret 2010.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Tingkat Kematian DBD Naik.
Duwi, P., 2009. 5 Jam Belajar Olah Data dengan SPSS 17. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Kumar, V., Abbas, A.K., Fausto, N, 2005. Robbins and Cotran Pathology Basis of
Disease. 7th edition. Philaelphia: Elsevier Saunders, p. 123-43, 198-203, 365,
Kusriastuti, R., Data Kasus DBD per Bulan di Indonesia 2008, 2009.
Margaret, D. 2007. Korelasi antara Trombositopenia dan Hemokonsentrasi sebagai
Faktor Predisposisi Terjadinya Syok pada Pasien DBD Dewasa di RSUP. Dr.
Kariadi Semarang. Skripsi Program Pendidikan Sarjana FK UNDIP, diakses:
Oktober 2010.
Nurhayati, D., 2004. Perbedaan Nilai Maksimum dan Minimum Protein Plasma,
Hematokrit, dan Trombosit terhadap Awal Kejadian Syok Penderita DBD di
Instalasi Kesehatan Anak RS Dr. Sardjito. PPDS 1 Testis, diakses: November
2010.
Priatna, Nana, 2005. Pengantar Statistika. Yogyakarta: Graha Ilmu, hal: 62 -3.
Sacher, R.A., McPherson, R.A., 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. ed.11. Jakarta: EGC, hal. 16-7, 41-2.
Sarwanto, 2001. Kematian Karena DBD pada Anak dan Faktor Penentunya.
Setiati, T.E., Retnaningsih A., Supriatna M., Soemantri A., 2005. Skor Kebocoran
Vaskuler Sebagai Prediktor Awal Syok pada DBD. Jurnal Kedokteran
Brawijaya. XXI: 16 – 21.
Shepherd, S.M., 2007. Dengue Fever. Available from:
Accessed: Maret 2010.
Siregar, A.D., 2006. Gambaran pasien DBD di Bangsal Anak RSUD Dr. Abdul Azis,
Soedarmo, S.S.P., 2005. Demam Berdarah Dengue pada Anak. Ed. 2. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia: 26 - 45
Soegijanto, S., 2008. Demam Berdarah Dengue. ed. 2. Surabaya: Airlangga University Press.
Soejoso, Atmaji, D., 1998. Gambaran Hematokrit, Trombosit, dan Plasma Protein
pada Penderita DBD
Sugiyono, 2006. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, hal. 237 - 40
Suhendro, Nainggolan.L., Chen Kie, Pohan.H., 2007. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI, hal. 1709-13.
Sutedjo, AY., 2007. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Yogyakarta: Amara Books, hal. 27-8, 125-6.
Wahyuni, A.S., 2008. Non Parametrik. Statistik Kedokteran. Jakarta Timur: Bamboedoea Communication, hal 103-8.
World Health Organisation, 2009. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment,
prevention and control. new edition. Geneva. Available from:
Accessed: Maret 2010.
World Health Organisation, Regional Office for South East Asia, 1999. Guidelines
for Treatment of Dengue Fever in Region. Available from:
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ade Keumala Putri
Tempat / Tanggal Lahir : B.Aceh, 18 September 1989
Agama : Islam
Alamat : Jl. Ismailiyah No.59 Medan
Riwayat Pendidikan : 1. SDN 2 B.Aceh (1996 – 2001)
2. SLTPN 1 B.Aceh (2001 – 2004)
3. SMAN 3 B.Aceh (2004 – 2007)
Riwayat Pelatihan : Workshop RJPO dan Traumatologi
160. 69-71-09 P 22 56.000 45,4 2
161. 69-72-59 P 21 135.000 42,5 2
162. 69-94-83 P 19 130.000 41,8 2
163. 69-82-59 P 19 96.000 44,3 1
164. 69-33-53 P 21 88.000 46,5 2
165. 70-30-37 L 20 93.000 48,7 2
166. 70-16-55 L 19 72.000 48,2 2
167. 70-15-75 L 20 54.000 49,2 2
168. 70-03-77 P 25 114.000 46,1 1
169. 70-02-75 P 23 151.000 42,9 1
FREKUENSI
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
CROSSTAB
Jenis Kelamin * Derajat DBD Crosstabulation
DerajatDBD
Total derajat1 derajat2 derajat3
JenisKelamin L Count 27 38 19 84
% within JenisKelamin 32.1% 45.2% 22.6% 100.0%
P Count 33 40 13 86
% within JenisKelamin 38.4% 46.5% 15.1% 100.0%
Total Count 60 78 32 170
% within JenisKelamin 35.3% 45.9% 18.8% 100.0%
Usia * Jenis Kelamin Crosstabulation
JenisKelamin
Total L P
Usia 18 10 12 22
19 15 17 32
20 20 17 37
21 3 12 15
22 10 7 17
23 12 10 22
24 9 6 15
COMPARE MEANS
Nilai Trombosit
Derajat
DBD Mean N Minimum Maximum
I 131.116,67 60 45.000 286.000
II 98.910,26 78 10.000 165.000 III 64.187,50 32 7.000 150.000
Total 103.741,18 170 7.000 286.000
Nilai Hermatokrit
Derajat
DBD Mean N Minimum Maximum
I 38,972 60 31,5 54,5 II 40,576 78 16,5 50,1 III 44,978 32 16,6 58,1
CORRELATION
Correlations Nilai Trombosit dengan Derajat DBD
KadarTrombosit DerajatDBD
Spearman's rho Nilai Trombosit Correlation Coefficient 1.000 -.524**
Sig. (2-tailed) . .000
N 170 170
Derajat DBD Correlation Coefficient -.524** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 170 170
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations Nilai Hematokrit dengan Derajat DBD
NilaiHermatokrit DerajatDBD
Spearman's rho Nilai Hermatokrit Correlation Coefficient 1.000 .388**
Sig. (2-tailed) . .000
N 170 170
Derajat DBD Correlation Coefficient .388** 1.000
Sig. (2-tailed) .000 .
N 170 170
Tabel Panduan Interpretasi Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan Kekuatan Korelasi, Nilai P, dan arah Korelasi
No. Parameter Nilai Interpretasi
1. Kekuatan Korelasi (r) 0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000
Sangat lemah Lemah Sedang Kuat
Sangat Kuat
2. Nilai p P<0,05
P>0,05
Terdapat korelasi yang bermakna antara dua variable yang diuji
Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variable yang diuji
3. Arah Korelasi + (positif)
- (negatif)
Searah, semakin besar nilai suatu variable, semakin besar pula nilai variable lainnya