• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS ORANGTUA DENGAN KONSEP DIRI SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS ORANGTUA DENGAN KONSEP DIRI SISWA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS ORANGTUA DENGAN KONSEP DIRI SISWA

THE RELATIONSHIP OF DEMOCRATIC PARENTING WITH STUDENTS SELF-CONCEPT

Oleh:

Salifah Fendri Ani1), Minarti Usman2)

1)2)Universitas Halu Oleo Email: [email protected] Kata Kunci:

Pola Asuh Demokratis, Konsep Diri

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan pola asuh demokratis orangtua dengan konsep diri siswa SMA Negeri 1 Tikep Kabupaten Muna Barat. Jenis Penelitian adalah penelitian korelasional, yaitu untuk mengetahui hubungan pola asuh demokratis orangtua dengan konsep diri siswa SMA Negeri 1 Tikep Kabupaten Muna Barat. Populasi dan sampel dalam penelitian ini berjumlah 36 siswa kelas XII SMA Negeri 1 Tikep Kabupaten Muna Barat yang diambil secara propotional random sampling. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket pola asuh demokratis orangtua dan konsep diri siswa. Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan analisis inferensial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh demokratis orangtua berada pada kategori rendah, begitu pula konsep diri siswa berada pada kategori rendah serta diperoleh nilai thitung = 11,85 ≥ ttabel = 1,697, sehingga disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan pola asuh demokratis orangtua dengan konsep diri siswa SMA Negeri 1 Tikep Kabupaten Muna Barat.

Keywords:

Democratic Parenting, Self- Concept

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the relationship between democratic parenting and students self-concept in SMA Negeri 1 Tikep, West Muna Regency. This type of research is correlational research, which is to determine the relationship between democratic parenting of parents and students' self-concept at SMA Negeri 1 Tikep, West Muna Regency. The population and sample in this study amounted to 36 class XII students of SMA Negeri 1 Tikep, West Muna Regency, which were taken by proportional random sampling. The method of collecting data in this study used a questionnaire on democratic parenting of parents and students' self- concept. Data were analyzed using descriptive analysis and inferential analysis. The results showed that the democratic parenting of parents was in the low category, as well as the students' self-concept was in the low category and the value of tcount = 11.85 ttable = 1.697, so it was concluded that there was a significant relationship between democratic parenting of parents and self-concept. students of SMA Negeri 1 Tikep, West Muna Regency.

(2)

Pendahuluan

Pola asuh orangtua adalah suatu proses interaksi antara orangtua dan anak yang meliputi kegiatan seperti memelihara, mendidik, membimbing serta mendisplinkan dalam mencapai proses kedewasaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pola asuh merupakan pola pengasuhan yang berlaku dalam keluarga, interaksi antar orangtua dan anak selama mengadakan kegiatan pengasuhan.

Orangtua sebagai pendidik memiliki karakter dan sifat yang khas, antara orangtua yang satu dengan lain tidak bisa disamakan. Setiap orangtua memiliki cara tersendiri dalam berinteraksi, mendidik, dan mengarahkan anak yang disebut pola asuh orangtua.

Terdapat 3 macam pola asuh orangtua menurut Stewart dan Koch (Aisyah: 2010) yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh permisif. Pola asuh yang pertama adalah pola asuh otoriter yaitu pola asuh di mana orangtua cenderung mengandalkan kekuasaan daripada alasan untuk menegakkan tuntutan, menciptakan disiplin yang tinggi dan perilaku pengasuhan yang rendah, menilai kepatuhan sebagai suatu kebajikan, mendukung adanya hukuman sebagai usaha untuk menegakkan orangtua, tidak memberikan dorongan dan penerimaan secara verbal, dan menganggap bahwa keputusan mereka bersifat final. Orangtua yang otoriter kemungkinan sering juga melakukan tindakan yang tidak sesuai, seperti memukul anak, menuntut anak untuk mematuhi aturan yang kaku tanpa ada penjelasan dari orangtua, serta cenderung menunjukkan rasa marahnya pada anak.

Pola asuh kedua yaitu pola asuh demokratis. Pada pola asuh ini pola asuh yang memrioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orangtua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran pemikiran. Orangtua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orangtua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat. Pola asuh orangtua yang demokratis pada umumnya ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orangtua dan anak. Mereka membuat semacam aturan-aturan yang disepakati bersama antara anak dan orangtua mereka.

Orangtua yang demokratis ini yaitu orangtua yang mencoba menghargai dan memberi kesempatan pada anak secara langsung.

Pola asuh yang ketiga adalah pola asuh permisif. Pola asuh permisif orangtua yaitu pola asuh yang ditandai dengan kebebasan yang diberikan orangtua kepada anak, tidak adanya pemberian tanggung jawab pada anak, anak diberi hak yang sama dengan orang dewasa, dan diberi kebebasan yang seluas-luasnya untuk mengatur diri sendiri, orangtua tidak banyak mengatur dan mengontrol, sehingga anak diberi kesempatan untuk mengatur diri sendiri dan kewenangan untuk mengontrol dirinya sendiri, serta orangtua kurang peduli pada kehidupan anak.

Di antara ketiga pola asuh tersebut, pola asuh demokratis merupakan pola asuh yang dianggap baik menurut beberapa orang. Pola asuh demokratis adalah suatu cara mendidik atau mengasuh yang dinamis, aktif dan terarah yang berusaha mengembangkan setiap bakat yang dimiliki anak untuk kemajuan perkembangannya. Pola ini menempatkan anak sebagai faktor utama dan terpenting dalam pendidikan. Selanjutnya Baumrind (Steinberg, 1993: 142) menjelaskan bahwa pola asuh authoritative (demokratis) yang berarti orangtua menerapkan pola asuh yang lebih responsif terhadap anak-anak dan mereka memaafkan serta mengayomi ketika anak-anak melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan orangtua. Pola asuh orangtua dalam hal ini akan membentuk diri anak terutama psikologis anak yang salah satunya adalah dalam pembentukan konsep diri anak.

Konsep diri adalah pandangan individu mengenai dirinya, meliputi gambaran mengenai diri dan kepribadian yang diinginkan, yang diperoleh dari pengalaman dan interaksi orang lain. Perkembangan dalam kognitif menjadikan anak mulai berpikir rasional tentang banyak hal, termasuk semua hal yang terjadi dan berkaitan dengan dirinya. Pengetahuan individu tentang diri, perpaduan antara perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar ataupun sadar dinamakan konsep diri. Menurut Brook (Rakhmat, 2007) mengemukakan konsep diri merupakan pandangan seseorang tentang dirinya baik fisik, sosial, maupun psikologis yang dibangun dan diperoleh dari pengalaman dan interaksi dengan orang lain.

Terbentuknya konsep diri, melalui proses belajar sejak masa kanak-kanak hingga dewasa serta interaksi yang terjadi saat itu akan membentuk konsep diri anak. Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orangtua akan mewarnai kepribadian anak termasuk konsep dirinya. Sikap atau respon orangtua

(3)

dan lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Oleh sebab itu, sering kali anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif, atau pun lingkungan yang kurang mendukung, cenderung memunyai konsep diri yang negatif. Hal ini disebabkan sikap orangtua yang misalnya: suka memukul, mengabaikan, kurang memerhatikan, melecehkan, menghina, bersikap tidak adil, tidak pernah memuji, suka marah-marah, dan sebagainya, dianggap sebagai hukuman akibat kekurangan, kesalahan atau pun kebodohan dirinya. Anak menilai dirinya berdasarkan apa yang dia alami dan dapatkan dari lingkungan. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik dan positif, maka anak akan merasa dirinya cukup berharga sehingga tumbuhlah konsep diri yang positif.

Berdasarkan studi awal yang peneliti lakukan di SMA Negeri 1 Tikep Kabuaten Muna Barat, ditemukan siswa-siswa dengan perilaku seperti kurang percaya diri, mudah tersinggung, mudah marah, suka memukul dan melakukan kekerasan jika ada masalah, suka mengeluh, dan tidak memiliki keinginan untuk berprestasi. Masalah-masalah tersebut merupakan ciri-ciri individu yang memiliki konsep diri negatif seperti yang dijelaskan Brooks dan Emmert (Rakhmat, 2007) bahwa terdapat 5 ciri yang menunjukkan seseorang memiliki konsep diri negatif yakni peka terhadap kritik, responsif terhadap pujian, sikap hyper kritis, cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain dan bersifat pesimis terhadap kompetisi.

Mengetahui konsep diri siswa di SMA Negeri 1 Tikep kabupaten Muna Barat yang rendah tersebut, dan berdasarkan uraian sebelumnya dikemukakan bahwa konsep diri berhubungan dengan pola asuh orangtua. Sehingga peneliti tertarik untuk melihat apakah konsep diri siswa yang rendah tersebut disebabkan oleh pola asuh orangtua khususnya pola asuh demokratis orangtua dalam suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh demokratis orangtua dengan konsep diri siswa SMA Negeri 1 Tikep Kabupaten Muna Barat.

Konsep diri

Branden (1983: 62) menyatakan konsep diri adalah sebagai pikiran, keyakinan, dan kesan seseorang tentang sifat dan karakteristik dirinya, keterbatasan dan kapabilitasnya, serta kewajiban dan aset-aset yang dimilikinya. Selanjutnya Nurkancana (2000: 95) menjelaskan konsep diri adalah pendapat seseorang tentang dirinya sendiri. Misalnya pendapat tentang apakah saya pandai, apakah saya pendiam, apakah saya disenangi orang dan sebagainya. Mulyana (Budiarnawan, Antari dan Rati:

2014) menyatakan konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu. Selanjutnya Nurkancana (Budiarnawan, Antari dan Rati: 2014) menjelaskan konsep diri adalah pendapat seseorang tentang dirinya sendiri. Misalnya pendapat tentang apakah saya pandai, apakah saya pendiam, apakah saya disenangi orang dan sebagainya.

Konsep diri terbentuk berdasarkan persepsi seseorang mengenai sikap-sikap orang lain terhadap dirinya. Pada seorang anak, ia mulai belajar berpikir dan merasakan dirinya seperti apa yang telah ditentukan oleh orang lain dalam lingkungannya, misalnya orangtuanya, gurunya ataupun teman- temannya. Sehingga apabila seorang guru mengatakan secara terus menerus pada seorang muridnya bahwa ia kurang mampu, maka lama kelamaan anak akan memunyai konsep diri semacam itu (Gunarsa, 2004). Konsep diri tidaklah langsung dimiliki ketika seseorang lahir di dunia melainkan suatu rangkaian proses yang terus berkembang dan membedakan individu satu dengan yang lainnya.

Hal ini penting dalam pengintegrasian kepribadian, memotivasi tingkah laku yang pada akhirnya tercapainya kesehatan mental sehingga konsep diri menjadi sebuah gambaran tentang bagaimana individu itu sendiri berbeda dengan individu yang lainnya (Rola dalam Juniarti, 2020).

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah cara pandang dan gagasan-gagasan individu terhadap dirinya. Dengan mengetahui konsep diri seseorang, kita akan lebih mudah meramalkan dan memahami tingkah laku orang tersebut walaupun dalam hal ini belum tentu benar, biasanya tingkah laku yang ia tampilkan berhubungan dengan kekurangan yang dia persepsi secara subyektif tersebut.

(4)

Jenis konsep diri

Menurut Brooks (Hendri, 2005), ada dua jenis konsep diri yang dimiliki oleh seseorang, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Kemudian Burns (Hendri, 2019) mengartikan konsep diri positif sebagai evaluasi yang menyenangkan terhadap diri, penghargaan diri, dan penerimaan diri yang positif sedangkan konsep diri negatif evaluasi yang tidak menyenangkan terhadap diri.

Faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri

Fitts (Agustiani, 2006: 139) mengemukakan konsep diri seseorang dipengaruhi beberapa faktor yaitu:

1. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal yang memunculan perasaan positif dan berharga.

Pengalaman yang diperoleh dalam kehidupan, karena konsep diri adalah hasil dari sebuah interaksi individu dengan lingkungannya, maka pengalaman interpersonal merupakan faktor yang paling penting bagi perkembangan konsep diri seseorang.

2. Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain.

3. Kompetensi yang dimaksud dalam bidang tertentu, mengenai kemampuan individu yang ditampilkan sehingga mendapatkan penghargaan atau pengakuan dari orang lain.

4. Aktualisasi diri, atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang sebenarnya. Sebagai potensi-potensi fisik maupun psikologis yang ada pada diri individu untuk mencapai tujuannya.

Pola asuh orangtua

Perilaku mengasuh dan mendidik anak sudah menjadi pola yang sadar tidak sadar keluar begitu saja ketika menjadi orangtua. Pola bimbingan atau pola asuh orangtua pada umumnya sangat memengaruhi kepribadian seorang anak. Pola bimbingan orangtua dalam mendidik anak dapat terlihat pada kemandirian, mengenali dan memahami dirinya, mampu membuat pilihan dan dapat merencanakan masa depannya (Harbeng, 2017). Casmini (2007: 76) mengemukakan pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memrioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orangtua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran.

Menurut Shochib (2010), orangtua yang menerapkan pola asuh authoritative banyak memberikan kesempatan pada anak untuk membuat keputusan secara bebas, berkomunikasi dengan lebih baik, mendukung anak untuk memiliki kebebasan sehingga anak memunyai kepuasan sedikit menggunakan hukuman badan untuk mengembangkan disiplin. Selanjutnya, Hurlock (1999: 32) mengemukakan jika ditinjau dari cara menanamkan disiplin, pola asuh demokratis adalah menggunakan penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan. Metode ini lebih menekankan aspek edukatif dari disiplin dari pada aspek hukumannya. kecenderungan untuk menyenangi disiplin yang berdasarkan prinsip-prinsip demokratis sekarang meningkat.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pola asuh orangtua demokratis adalah pola asuh orangtua yang menekankan pada pendidikan aspek-aspek disiplin dengan menerangkan, berdiskusi dan menolong agar anak mengerti mengapa ia diminta untuk bertindak menurut aturan-aturan tertentu beserta akibat-akibatnya pada anak, penjelasan dilakukan berulang- ulang sampai anak dapat menerimanya orangtua memberi kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pendapatnya apabila peraturan tersebut dirasa kurang sesuai. Jika anak memunyai alasan-alasan yang kuat, orangtua demokratis akan bersedia merubah atau memodifikasi peraturan tersebut. Pola asuh ini memrioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orangtua selalu bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran- pemikiran, bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak, dan juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

Ciri-ciri pola asuh demokratis

Hurlock (Walgito, 2010) mengemukakan ciri-ciri pula asuh demokratis adalah sebagai berikut: 1) anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol internal, 2) anak diakui sebagai

(5)

pribadi oleh orangtua dan turut dilibatkan dalam pengambilan keputusan, 3) menetapkan peraturan serta mengatur kehidupan anak, 4) apabila anak harus melakukan suatu aktivitas, orangtua memberikan penjelasan alasan perlunya hal tersebut dikerjakan, 5) anak diberi kesempatan untuk memberikan alasan mengapa ketentuan-ketentuan itu dilanggar sebelum menerima hukuman, 6) hukuman diberikan berkaitan dengan perbuatannya dan berat ringannya hukuman tergantung kepada pelanggarannya, 7) hadiah dan pujian diberikan oleh orangtua untuk perilaku yang diharapkan.

Selanjutnya, Yusniah (2008) menjelaskan ciri-ciri pola asuh demokratis adalah sebagai berikut:

1. Menentukan peraturan dan disiplin dengan memerhatikan dan mempertimbangkan alasan-alasan yang dapat diterima, dipahami dan dimengerti oleh anak.

2. Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan dan yang tidak baik agar ditinggalkan.

3. Memberikan bimbingan dengan penuh pengertian.

4. Dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga.

5. Dapat menciptakan suasana komunikatif antara orangtua dan anak serta sesama keluarga.

Adapun ciri-ciri pola asuh demokratis menurut Baumrind (Santrock, 2002) antara lain:

1. Adanya kendali dari orangtua, kontrol terhadap perilaku anak dengan standar yang telah ditetapkan oleh orangtua, usaha untuk merubah perilaku kekanak-kanakan, kecenderungan perilaku agresif, ketergantungan.

2. Adanya tuntutan terhadap perilaku matang, tuntutan terhadap tingkah laku matang merupakan tingkah laku orangtua untuk mendorong kemandirian anak dan supaya anak memiliki rasa tanggung jawab atas segala tindakan.

3. Komunikasi antara orangtua dan anak, merupakan usaha orangtua menciptakan komunikasi verbal dengan anak. Beberapa komunikasi yang dapat terjadi yaitu komunikasi berpusat pada orangtua, berpusat pada anak atau terjalin komunikasi dua arah.

4. Adanya kehangatan dan keterlibatan orangtua dalam pengasuhan serta pemeliharaan, merupakan pencurahan cinta dan pengorbanan orangtua yang ditunjukkan dengan sentuhan fisik, pemberian dukungan, orangtua mengenali tingkah laku dan perasaan anak, merasa bangga dan senang atas keberhasilan anak, serta memberi perhatian pada kesejahteraan anak.

Hubungan pola asuh orangtua dengan konsep diri siswa

Konsep diri bukanlah sesuatu yang dapat berdiri sendiri tetapi terdiri dari beberapa bagian, di mana tiap-tiap bagian merupakan unsur-unsur yang saling melengkapi untuk membentuk konsep diri. Untuk menjelaskan mengenai komponen konsep diri, peneliti sejalan dengan pendapat Calhoun dan Acocella (Satmoko, 1995: 67) yang menyatakan bahwa “konsep diri memiliki tiga dimensi yaitu pengetahuan, harapan dan penilaian. Konsep diri berkembang seiring dengan pertumbuhan yang dialami oleh individu. Oleh karena itu, apabila perkembangan seorang anak normal, maka konsep diri yang dimiliki individu ketika anak-anak harus berganti dengan konsep diri yang baru dan sejalan dengan berbagai macam penemuan-penemuan ataupun pengalaman yang diperoleh oleh usia-usia selanjutnya (Gunarsa dan Gunarsa, 2002).

Keberhasilan yang diperoleh seseorang, tidak terlepas dari pola asuh orangtua yang diberikan dan dengan pola asuh orangtua menyebabkan individu terdorong untuk mencapai hasil yang lebih baik dari kondisi sebelumnya. Konsep diri siswa akan baik atau tinggi jika siswa memandang positif terhadap kemampuan yang dimilikinya. Dengan memiliki pandangan yang positif terhadap kemampuannya, maka siswa akan termotivasi untuk meraih prestasi dan mengaplikasikan mental yang baik. Sebaliknya, siswa yang memandang negatif kemampuan yang dimilikinya, maka siswa tersebut akan merasa bahwa dirinya tidak memiliki mental untuk mencapai suatu prestasi sehingga dalam dirinya kurang memiliki motivasi untuk mental dalam meraih prestasi.

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa konsep diri berhubungan dengan pola asuh orangtua pada siswa. Bila konsep diri positif, maka pola asuh demokratis orangtua lebih tinggi karena siswa menerima apapun tentang dirinya baik kelebihan, kekurangan atau baik positif maupun negatif tentang dirinya. Bila konsep diri negatif, maka pola asuh orangtua lebih rendah karena individu akan

(6)

merasa cemas terus-menerus, menghadapi informasi tentang dirinya yang tidak dapat diterimanya dengan baik dan mengancam konsep dirinya. Harapan orang yang memiliki konsep diri negatif terhadap dirinya sangat sedikit. Mereka menganggap dirinya tidak bisa malakukan sesuatu yang berharga (Agustiani, 2006).

Metode Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di SMA Negeri 1 Tikep Kabupaten Muna Barat. Penelitian ini adalah penelitian korelasional, yaitu untuk mengetahui hubungan pola asuh demokratis orangtua dengan konsep diri siswa SMA Negeri 1 Tikep Kabupaten Muna Barat. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII dan XIII SMA Negeri 1 Tikep berjumlah 36 orang siswa, pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling yaitu pengambilan sampel dilakukan dengan pertimbangan tertentu.

Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan pertimbangan memilih siswa dengan skor angket skrining terendah dengan asumsi siswa tersebut memiliki pola asuh demokratis orangtua yang rendah. Pengambilan sampel dilakukan pada 20% responden, hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Arikunto (2006: 134) bahwa “apabila jumlah subyek kurang dari 100 maka lebih baik mengambil semuanya, sebagai sampel. Jika jumlah subyeknya lebih dari 100 maka bisa mengambil 10 – 15% atau lebih dari 20 – 25% atau lebih, dari sampel tersebut.”

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket. Menurut Sugiyono (2013:199), angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Dalam penelitian ini ada dua angket yang digunakan yaitu angket tentang pola asuh demokratis orangtua dan konsep diri siswa. Angket dibuat dalam bentuk skala likert yang terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif dengan 4 (empat) alternatif jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Skor alternatif jawaban masing-masing adalah 4, 3, 2, dan 1 untuk pernyataan positif dan sedangkan pernyataan negatif adalah 1, 2, 3, dan 4. Angket tersebut dibuat sendiri oleh peneliti dan dikonsultasikan dengan dosen pembimbing.

Data dalam penelitian ini dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan analisis inferensial.

Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui dan mendeskripsikan atau memberikan gambaran pola asuh demokratis orangtua dan konsep diri siswa. Selanjutnya analisis inferensial digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian. Uji hipotesis ini menggunakan analisis korelasi product moment pearson dengan menggunakan bantuan aplikasi SPSS (Statistical Packages for Social Science) versi 16.0.

Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil penelitian

Deskripsi data pola asuh demokratis orangtua

Data pola asuh Demokratis orangtua diukur menggunakan angket yang terdiri dari 57 butir pernyataan dengan menggunakan skala 1 sampai dengan 4. Adapun distribusi frekuensi data pola asuh demokratisorangtua yang dianalisis secara manual dapat dilihat pada tabel 1 berikut:

Tabel 1

Distribusi Frekuensi Pola Asuh Demokratis Orangtua

Kategori Interval Frekuensi %

Sangat Rendah 57 – 99 0 0

Rendah 100 – 142 20 55,56

Tinggi 143 – 185 16 44,44

Sangat Tinggi 186 - 228 0 0

Jumlah 36 100

(7)

Berdasarkan tabel 1 tersebut diketahui bahwa frekuensi data pola asuh demokratis orangtua terdapat pada interval 57 – 99 sebanyak 0 (0%) siswa berkategori sangat rendah, interval 100 – 142 sebanyak 20 (55,56%) siswa berkategori rendah, interval 143 – 185 sebanyak 16 (44,44%) siswa berkategori tinggi dan interval 186 – 228 sebanyak 0 (0%) yang berkategori sangat tinggi.

Deskripsi data konsep diri siswa

Data konsep diri siswa diukur menggunakan angket yang terdiri dari 68 butir pernyatan dengan menggunakan skala 1 sampai dengan 4. Adapun distribusi frekuensi data konsep diri siswa yang dianalisis secara manual dapat dilihat pada tabel 2 berikut:

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Data Konsep Diri Siswa

Berdasarkan tabel 2 tersebut diketahui bahwa frekuensi data konsep diri siswa yang terdapat pada interval 68 – 118 sebanyak 12 (33,33%) siswa berkategori sangat rendah, interval 119 – 169 sebanyak 17 (47,22%) siswa berkategori rendah, interval 170 – 220 sebanyak 7 (19,45%) siswa berkategori tinggi dan interval 221 – 271 sebanyak 0 (0%) yang berkategori sangat tinggi.

Analisis inferensial

Analisis inferensial digunakan untuk mengetahui apakah hipotesis dalam penelitian ini diterima atau ditolak. Pengujian hipotesis ini menggunakan rumus analisis korelasi product moment pearson dengan menggunakan SPSS Version 16.0 seperti pada tabel 3 berikut:

Tabel 3

Korelasi Product Moment Pearson

Berdasarkan tabel 3 di atas diketahui bahwa nilai koefisien korelasi data nilai angket pola asuh demokratis orangtua dan konsep diri siswa SMA Negeri 1 Tikep sebesar 0,704, jika dibandingkan dengan rtabel pada α = 0,05 dan n = 36 sebesar 0,275, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang kuat pola asuh demokratis orangtua dan konsep diri siswa. Dengan demikian, maka hipotesis penelitian (Ha) diterima bahwa ada hubungan positif pola asuh demokratis orangtua dengan konsep diri siswa pada siswa kelas XII SMA Negeri 1 Tikep.

Uji signifikansi pola asuh demokratis orangtua dan konsep diri siswa diperoleh thitung = 11,85, jika dibandingkan dengan ttabel pada α = 0,05 dan db = n – 2 = 36 – 2 = 34 (yang mendekati 30).

Kategori Interval Frekuensi (%

Sangat Rendah 68 – 118 12 33,33

Rendah 119 – 169 17 47,22

Tinggi 170 – 220 7 19,45

Sangat Tinggi 221 - 271 0 0

Jumlah 36 100

Correlations

Pola_Asuh Konsep_Diri Pola_Asuh

Pearson Correlation 1 .704**

Sig. (2-tailed) .000

N 36 36

Konsep_Diri

Pearson Correlation .704** 1 Sig. (2-tailed) .000

N 36 36

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

(8)

Sehingga diperoleh ttabel = 1,697, yang berarti ada hubungan yang signifikan pola asuh demokratis orangtua dengan konsep diri siswa SMA Negeri 1 Tikep. Selain nilai koefisien korelasi, diperoleh nilai koefisien determinan (r2) sebesar 0,496 atau 49,6%, yang berarti bahwa sebesar 49,6% varian skor konsep diri siswa dipengaruhi oleh pola asuh demokratis orangtua, dan sisanya sebesar 50,04%

dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang kuat antara pola asuh demokratis orangtua dengan konsep diri siswa. Pola asuh demokratis yang diterapkan oleh orangtua siswa di SMA Negeri 1 Tikep tergolong rendah atau dapat dikatakan cenderung ke pola asuh selain demokratis. Padahal, pola asuh demokratis memiliki banyak kelebihan seperti yang dikemukakan oleh Surbakti (Safitri, 2012) yaitu dapat mengembangkan dalam hal: 1) mengembangkan sikap menghargai pendapat orang lain, 2) menghormati perbedaan pendapat dengan orang lain, 3) membangun dan membina dialog, 4) menghindarkan sikap mau menang sendiri, 5) memupuk persaudaraan dan persahabatan, 6) mengedepankan sikap tenggang rasa, 7) membangun kerja sama, 8) mengembangkan jiwa kepemimpinan kolektif, 9) menumbuhkan sikap kritis, 10) menghormati kesetaraan peran, 11) menumbuhkan semangat gotong royong, dan 12) mengembangkan potensi diri. Lebih lanjut, pola asuh demokratis membuat anak mampu mengembangkan kontrol terhadap perilakunya sendiri dengan hal-hal yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini mendorong anak untuk mampu berdiri sendiri, bertanggung jawab dan yakin terhadap diri sendiri. Daya kreativitasnya berkembang dengan baik karena orangtua selalu merangsang anaknya untuk mampu berinisiatif (Yatim dan Irwanto 1991: 96- 97).

Keberhasilan yang diperoleh seseorang, tidak terlepas dari pola asuh orangtua yang diberikan dan dengan pola asuh orangtua menyebabkan individu terdorong untuk mencapai hasil yang lebih baik dari kondisi sebelumnya. Pola asuh orangtua khususnya pola asuh demokratis akan melahirkan anak-anak yang memiliki pandangan positif terhadap kemampuan yang dimilikinya. Dengan memiliki pandangan yang positif terhadap kemampuannya, maka siswa akan termotivasi untuk meraih prestasi dan mengaplikasikan mental yang baik. Sebaliknya, siswa yang memandang negatif kemampuan yang dimilikinya, maka siswa tersebut akan merasa bahwa dirinya tidak memiliki mental untuk mencapai suatu prestasi sehingga dalam dirinya kurang memiliki motivasi untuk mental dalam meraih prestasi.

Pada pola asuh demokratis, kedudukan antara orangtua dan anak adalah sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak harus di bawah pengawasan orangtua dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Orangtua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena.

Anak diberi kepercayaan dan dilatih untuk mempertanggungjawabkan segala tindakannya. Akibat positif dari pola asuh ini, anak akan menjadi seorang individu yang memercayai orang lain, bertanggung jawab atas segala tindakannya, tidak munafik, jujur. Namun akibat negatifnya, anak akan cenderung merongrong kewibawaan otoritas orangtua, kalau segala sesuatu harus dipertimbangkan antara anak-orangtua.

Pola asuh demokratis juga akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, memunyai hubungan baik dengan teman-temannya, mampu menghadapi stress, memunyai minat terhadap hal-hal yang baru dan kooperatif terhadap orang lain. Banyak anak yang dibesarkan dengan cara otoriter menunjukkan tanda-tanda masalah psikologi seperti depresi, sering merasa takut, dan pada kasus terberat keinginan nekat seperti bunuh diri karena stress (Hurlock:

1999).

Hasil penelitian ini menguatkan penelitian yang dilakukan oleh Syafaah (2009), berdasarkan hasil penelitiannya diperoleh kesimpulan terdapat hubungan yang sangat kuat pola asuh orangtua dengan konsep diri pada remaja. Lebih lanjut penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Budiarnawan, Antari dan Rati (2014) yang menyimpulkan bahwa konsep diri dan pola asuh orangtua berhubungan secara signifikan terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V SD di Desa Selat Kecamatan Sukasada Bandung baik secara terpisah maupun simultan.

(9)

Orangtua harus mengetahui tumbuh kembang anak yang normal sesuai dengan usia anak.

Kemudian orangtua harus memberikan kesempatan, dukungan dan dorongan. Oleh karena itu peran orangtua dan pola pengasuhan yang baik akan menjadikan anak yang mandiri. Bagi orangtua diharapkan mulai mengubah cara pola asuh yang otoriter dan pola asuh permisif ke pola asuh demokratis, karena dengan pola asuh demokratis dapat membantu meningkatkan konsep diri yang baik bagi anak.

Konsep diri merupakan pandangan individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu. Konsep diri terbentuk berdasarkan persepsi seseorang mengenai sikap-sikap orang lain terhadap dirinya. Pada seorang anak, ia mulai belajar berpikir dan merasakan dirinya seperti apa yang telah ditentukan oleh orang lain dalam lingkungannya, misalnya orangtuanya, gurunya ataupun teman-temannya. Sehingga apabila seorang guru mengatakan secara terus menerus pada seorang muridnya bahwa ia kurang mampu, maka lama kelamaan anak akan memunyai konsep diri semacam itu (Gunarsa, 2004).

Konsep diri siswa akan baik atau tinggi jika siswa memandang positif terhadap kemampuan yang dimilikinya. Dengan memiliki pandangan yang positif terhadap kemampuannya, maka siswa akan termotivasi untuk meraih prestasi dan mengaplikasikan mental yang baik. Sebaliknya, siswa yang memandang negatif kemampuan yang dimilikinya, maka siswa tersebut akan merasa bahwa dirinya tidak memiliki mental untuk mencapai suatu prestasi sehingga dalam dirinya kurang memiliki motivasi untuk mental dalam meraih prestasi.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data pembahasan penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh demokratis orangtua berada pada kategori rendah, begitu pula konsep diri siswa berada pada kategori rendah. Hasil analisis inferensial menunjukkan ada hubungan signifikan antara pola asuh demokratis orangtua dengan konsep diri siswa SMA Negeri 1 Tikep Kabupaten Muna Barat dengan nilai thitung = 11,85 sedangkan nilai ttabel sebesar= 1,697. Jika nilai thitung ≥ ttabel atau 11,85 ≥ 1,697, hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis orangtua dengan konsep diri siswa SMA Negeri 1 Tikep Kabupaten Muna Barat. Dengan demikian Ha diterima atau ada hubungan pola asuh demokratis orangtua dengan konsep diri siswa SMA Negeri 1 Tikep Kabupaten Muna Barat.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penulis mengajukan saran-saran sebagai berikut:

1. Bagi orangtua, agar menerapkan pola asuh demokratis bagi anak karena dengan penerapan pola asuh demokratis dapat meningkatkan konsep diri anak sesuai tahap perkembangannya.

2. Bagi sekolah, hendaknya dapat menjalin komunikasi yang baik dengan orangtua sehingga dapat memberikan masukan pada orangtua siswa tentang pola asuh demokratis yang baik bagi perkembangan konsep diri siswa.

Daftar Pustaka

Agustiani, H. (2006). Psikologi perkembangan: Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri.

Bandung: PT. Refika Aditama.

Aisyah. (2010). Pola Asuh Orangtua Terhadap Tingkat Agresivitas Anak. Jurnal Medtek, 2 (1), 3-7.

Arikunto. Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Branden. (1983). Psikologi Sosial: Integrasi Pengetahuan Wahyu dan Pengetahuan Empirik. Jakarta:

Rajawali.

(10)

Budiarnawan, Antari dan Rati. (2014). Hubungan Antara Konsep Diri dan Pola Asuh Orangtua Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD di Desa Selat Kecamatan Sukasada Badung.

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD, 2 (1).

Casmini. (2007). Emotional Parenting. Yogyakarta: Nuansa Aksara.

Gunarsa, Singgih & D. Gunarsa, Yulia Singgih. (2002). Psikologi untuk. Membimbing. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Hendri. (2019). Peran Pola Asuh Orangtua Terhadap Pembentukan Konsep Diri Pada Anak. Banda Aceh: Jurnal AL-Taujih Bimbingan dan Konseling Islam Prodi Bimbingan dan Konseling Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry.

Hurlock. Eliza. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang. Rentang Kehidupan.

Alih bahasa: Istiwidayati & Soedjarwo. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Juniarti, Ni Komang Riski dkk. (2020). Hubungan Antara Pola Asuh Orangtua dan Konsep Diri dengan Kompetensi Pengetahuan Matematika Siswa. Singaraja: Jurnal Ilmiah Sekolah Dasar Volume 4, Number 1, 2020 pp. 17-25.

Masni, Harbeng (2017). Peran Pola Asuh Demokratis Orangtua Terhadap Pengembangan Potensi Diri Dan Kreativitas Siswa. Jambi: Jurnal Ilmiah Dikdaya, dikdaya.unbari.ac.id

Nurkancana. (2000). Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Rakhmat, Jalaludin. (2007). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Santrock, J. W. (2002). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup (edisi kelima.

(Penerjemah. Achmad Chusairi, Juda Damanik; Ed. Herman Sinaga, Yati Sumiharti). Jakarta:

Erlangga.

Satmoko, R. S. (1995). Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan. Kemanusiaan. Semarang: IKIP Semarang Press

Shochib, Mohammad. (1997). Pola Asuh Orangtua (untuk Membantu Anak. Mengembangkan Disiplin Diri Sebagai Pribadi yang Berkarakter). Jakarta: Rineka Cipta.

Steinberg, Laurence. (1993). Adolescence: Third Edition. New York. ST: Temple University.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D. Bandung: Aflabeta

Syafaah, Nurus. (2009). Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Konsep Diri Para Remaja Usia 16 – 18 Tahun di SMA PGRI 1 Tuban. Skripsi. Stikes NU Tuban.

Walgito, Bimo. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: CV Andi.

Yatim, dan Irwanto. (1991). Kepribadian, Keluarga, dan Narkotika: Tinjauan Sosial Psikologis.

Jakarta: Arcan.

Yusniah. (2008). Hubungan Pola Asuh Orangtua Dengan Prestasi Belajar Siswa. Mts Al Falah Jakarta Timur. Skripsi: Universitas Islam Negeri Syarif.

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya dari hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan rumus korelasi pearson product moment diperoleh r sebesar 0,318 yang berarti bahwa pengaruh pendidikan

Selanjutnya dari hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan rumus korelasi pearson product moment diperoleh r sebesar -0.226 yang berarti bahwa pengaruh pendidikan

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) antara variabel X

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan teknik analisis korelasi sederhana Product Moment dari Pearson antara konsep diri positif (variabel

Hasil penelitian yang dianalisis secara statistik menggunakan SPSS 16 for Windows melalui pro- gram Analisis Regresi untuk menguji korelasi antara variabel Konsep Diri dan

Analisis Korelasional untuk menguji hubungan antara pola asuh demokratis dengan kejadian pernikahan usia dini digunakan rumus teknik korelasi product moment Yusuf 2016, dengan rumus: =

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji pearson product moment yang disajikan, diperoleh temuan penelitian bahwa terdapat hubungan yang sinifikan dan positif antara

Berdasarkan hasil uji korelasi Product Moment Pearson yang dilakukan dengan bantuan IBM SPSS versi 21.0, dimana level of significant 𝛼 0,01 dan diperoleh nilai koefisien korelasi rxy =