HUKUM ACARA PERSAINGAN
USAHA
• Sumber Hukum Acara
• Sumber Hukum acara di bidang persaingan usaha terdiri dari :
(1). UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ;
(2). Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor : 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara ;
DAHULU SK No 05/KPPU/ KEP/IX/2000 tentang tata Cara
Penyampaian Laporan dan Penanganan Dugaan Pelanggaran Terhadap UU No 5 Tahun 1999 (SK 05) menjadi Peraturan
Komisi No 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU (Perkom 1/2006) dan
(3). Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 3 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU, tanggal 14 Juli 2005
• Pasal 38, 39 dan Pasal 40 UU No.5 Tahun 1999 menugaskan KPPU untuk melakukan
pemeriksaan terhadap pelanggaran UU atau dugaan terjadinya pelanggaran UU baik karena adanya laporan dari anggota masyarakat yang mengetahui, dan/atau laporan dari pelaku
usaha yang dirugikan maupun atas inisiatif KPPU sendiri tanpa adanya laporan.
• Proses penanganan perkara persaingan usaha berdasarkan UU No.5 Tahun 1999 sebahagian
berada dalam lingkup kewenangan penuh dari KPPU dan sebahagian lagi berada di luar lingkup
kewenangan KPPU.
• Proses penanganan perkara yang berada sepenuhnya berada dalam lingkup kewenangan KPPU terdiri dari : (1). Tindak lanjut pelaporan
Dalam hal ini UU tidak menyebutkan secara jelas
bagaimana tindakan konkrit dari tindak lanjut laporan tersebut, akan tetapi dalam Pasal 38 ayat (4) diberikan wewenang kepada KPPU untuk mengatur lebih lanjut ketentuan pelaporan.
(2). Pemeriksaan pendahuluan atas Laporan masyarakat baik yang tidak dirugikan secara langsung maupun
laporan pelaku usaha yang dirugikan dan pemeriksaan atas inisiatif KPPU tanpa adanya laporan masyarakat.
(3). Pemeriksaan Lanjutan (4). Membuat Putusan
• Sedangkan proses penanganan perkara yang
berada diluar lingkup kewenangan penuh KPPU adalah :
(1). pemeriksaan upaya hukum keberatan (2). kasasi ;dan
(3). eksekusi putusan
• Penanganan proses tersebut harus melibatkan badan peradilan, yakni Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung RI.
• Tahapan Penanganan Perkara Persaingan Usaha
1 Laporan
Penyampaian Laporan Dasar Hukum.
• Dasar hukum pelaporan telah terjadinya pelanggaran atau patut diduga terjadinya
pelanggaran atas UU No.5 Tahun 1999 adalah Pasal 38 UU No.5 Tahun 1999
• Berdasarkan pasal tersebut maka pihak pelapor terbagi menjadi dua yaitu:
1. Setiap orang yang mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999
2. Pihak yang dirugikan sebagai akibat terjadinya pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999
• Berdasarkan pasal 38 ayat 1 dan 2 maka bentuk dan syarat pelaporan:
1. Laporan diajukan kepada KPPU secara tertulis dengan keterangan yang jelas tentang telah
terjadinya pelanggaran (serta kerugian yang telah ditimbulkan); dan
2. Menyertakan identitas Pelapor.
• Ketentuan tentang syarat laporan dipertegas dalam Pasal 11 Perkom No. 1 Tahun 2010
• Prosedur Pengaduan :
1. Laporan ditujukan langsung kepada Ketua KPPU dengan perihal Laporan atau Pengaduan.
• Surat laporan dapat dikirimkan melalui alamat berikut ini: Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha Jl. Ir. H. Juanda No. 36 Jakarta Pusat 10120 DKI Jakarta Faks. (021) 3507008 Telp. (021) 3507015, 3507016, 3507043
2. Identitas Pelapor
• Pelapor mencantumkan identitas lengkap yang dapat dapat
dihubungi, yaitu setidak-tidaknya mencantumkan: - Nama lengkap - Alamat lengkap - Nomor telepon/ faks.
3. Identitas Terlapor
• Pelapor mencantumkan identitas lengkap pihak yang diduga
melakukan pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999. Setidaknya mencantumkan keterangan mengenai: - Nama lengkap - Alamat
lengkap - Nomor telepon/ faks. (Pihak Terlapor dapat lebih dari satu).
4. Penjelasan Kronologis Kejadian
• Pelapor menjelaskan secara jelas dan lengkap peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi terjadinya pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999.
Penjelasan ditulis dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar,
sederhana serta difokuskan hanya pada penjelasan mengenai dugaan pelanggaran.
5. Dugaan Pasal yang dilanggar
• Pelapor menentukan pasal mana dari UU No. 5 Tahun 1999 yang diduga dilanggar oleh Terlapor. Pelapor juga menjelaskan indikasi
pelanggaran yang telah dilakukan oleh Terlapor untuk masing-masing pasal. UU No. 5 Tahun 1999 dapat diperoleh di www.kppu.go.id
6. Dokumen Pendukung
• Pelapor sebaiknya melampirkan dokumen-dokumen yang dapat dijadikan alat bukti dugaan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999.
7. Saksi-saksi
• Pelapor sebaiknya melampirkan identitas pihak-pihak yang dapat dijadikan saksi.
Tahap Pemeriksaan Oleh KPPU
• a. Panggilan
• Sebelum proses pemeriksaan dilaksanakan, KPPU terlebih dahulu menyampaikan
panggilan kepada pelaku usaha, saksi atau pihak lain untuk hadir dalam proses
pemeriksaan. Surat panggilan dari KPPU
biasanya memuat tanggal, hari, jam sidang serta tempat persidangan yang akan
dilaksanakan
• Pelaku usaha atau saksi yang telah dipanggil namun tidak hadir dalam persidangan di KPPU dapat diancam dengan tindakan tidak
kooperatif yang melanggar Pasal 42 UU No.5/1999, kemudian perkara diserahkan kepada kepolisian (Pasal 41 ayat 3 UU
No.5/1999). Ini berarti bahwa perkara berubah menjadi perkara pidana.
• b. Pemeriksaan
• 1). Administratif
• Prosedur administratif meliputi pemeriksaan identitas dan pembacaan hak yang dimiliki oleh pelaku usaha, saksi atau pihak lain. Menurut Pasal 39(3), Komisi wajib menjaga
kerahasiaan informasi yang diperoleh dari pelaku usaha apabila memang informasi tersebut termasuk rahasia perusahaan. Menurut Pasal 39(5),
• dalam melakukan pemeriksaan, anggota Komisi dilengkapi dengan surat tugas.
• Menurut ketentuan Pasal 20 Keputusan KPPU No 05 Tahun 2000, pihak yang diperiksa tersebut berhak didampingi
oleh kuasa hukumnya yaitu advokat sebagaimana diatur dalam UU Advokat No 18 Tahun 2003.
• 2). Pokok permasalahan
• Dalam memeriksa pokok permasalahan, terdapat dua tahap yaitu pemeriksaan oleh KPPU dan
pemberian kesempatan pada pelaku usaha untuk menyampaikan keterangan atau dokumen.
Pemeriksaan yang ilakukan oleh KPPU sifatnya searah, artinya KPPU memberikan pertanyaan
pertanyaan kepada pelaku usaha, sedangkan pelaku usaha tidak diberi kesempatan memberikan
tanggapan atas dokumen yang diperoleh KPPU atau saksi yang telah diperiksa
• 3). Pembuktian
• Pasal 42 UU No.5/1999 menentukan bahwa yang dapat dijadikan alat bukti dalam pemeriksaan oleh KPPU terdiri dari: keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan atau
dokumen, petunjuk, keterangan terlapor/saksi pelaku usaha. Keterangan ahli diperlukan dalam pemeriksaan perkara yang rumit. Saksi ahli dapat dihadirkan atas
inisiatif pelaku usaha maupun KPPU. Walaupun tidak ada definisi yang pasti tentang saksi ahli dalam perkara
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, dapat
disimpulkan bahwa pengertian ahli disini adalah orang
yang mempunyai keahlian di bidang praktik monopoli dan persaingan usaha, dan memahami bidang usaha yang
dilakukan oleh pelaku usaha yang sedang diperiksa.
• c. Pembacaan Putusan
• Pasal 43 ayat (3) UU No.5/1999 mensyaratkan setelah 30 hari pemeriksaan maka KPPU wajib memutuskan apakah telah terjadi pelanggaran ataupun tidak.
• Dalam penjelasan Pasal 43 ayat (3) UU No 5 Tahun 1999 disebutkan bahwa pengambilan keputusan itu diambil
dalam suatu sidang Majelis yang beranggotakan sekurang kurangnya 3 orang anggota Komisi.
• Putusan komisi tersebut harus dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan segera diberitahukan kepada pelaku usaha (Pasal 43 ayat (4) UU No 5 Tahun
1999). Berdasarkan penjelasan Pasal 43 ayat (4) UU ini yang dimaksudkan dengan pemberitahuan kepada pelaku usaha tersebut adalah penyampaian petikan putusan komisi
kepada pelaku usaha atau kuasa hukumnya.
Pelaksanaan Putusan KPPU
• Terhadap putusan KPPU terdapat tiga kemungkinan, yaitu:
a. Pelaku usaha menerima keputusan KPPU dan secara sukarela melaksanakan sanksi yang dijatuhkan oleh KPPU. Pelaku usaha dianggap menerima putusan KPPU apabila tidak melakukan
upaya hukum dalam jangka waktu yang diberikan oleh UU untuk mengajukan keberatan (Pasal 44 ayat 2). Selanjutnya dalam
waktu 30 hari sejak diterimanya pemberitahuan mengenai putusan KPPU, pelaku usaha wajib melaksanakan isi putusan tersebut dan menyampaikan laporan pelaksanaannya kepada KPPU.
Dengan tidak diajukannya keberatan, maka putusan KPPU akan
memilikikekuatan hukum tetap (Pasal 46 ayat (1) UU No 5 Tahun 1999) dan terhadap putusan tersebut, dimintakan fiat eksekusi kepada Pengadilan Negeri (Pasal 46 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999).
• b. Pelaku usaha menolak putusan KPPU dan selanjutnya mengajukan keberatan kepada
Pengadilan negeri. Dalam hal ini pelaku usaha yang tidak setuju terhadap putusan yang
dijatuhkan oleh KPPU, maka pelaku usaha dapat mengajukan keberatan ke Pengadilan negeri dalam jangka waktu 14 hari setelah
menerima pemberitahuan tersebut (Pasal 44 ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999).
• c. Pelaku usaha tidak mengajukan keberatan, namun menolak melaksanakan putusan KPPU. Apabila pelaku usaha tidak mengajukan keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (2) UU No 5 Tahun 1999, namun
tidak juga mau melaksanakan putusan KPPU dalam jangka waktu 30 hari, KPPU menyerahkan putusan
tersebut kepada penyidik untuk melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini putusan KPPU akan dianggap sebagai bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan (Pasal 44 ayat (5) UU No. 5 Tahun 1999).
Putusan KPPU Memerlukan Fiat Eksekusi
• Putusan KPPU merupakan salah satu sumber penting Hukum Persaingan Usaha di Indonesia
karena merupakan bentuk implementasi terhadap UU No 5 Tahun 1999. Oleh karena itu, wajar kiranya ketentuan bahwa setiap putusan Komisi yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap harus
dimintakan penetapan eksekusi dari PN. Hal ini dapat diartikan bahwa kekuatan dan pelaksanaan putusan tersebut berada di bawah pengawasan Ketua PN.