• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM ATAS ORANG YANG TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "HUKUM ATAS ORANG YANG TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah yang penulis ajukan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hukum bagi orang yang ikut serta dalam tindak pidana pembunuhan dalam perspektif hukum pidana Islam”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pandangan hukum pidana Islam terhadap hukum orang yang ikut serta dalam tindak pidana pembunuhan.

Tinjauan Pustaka

Manfaat penelitian ini adalah sebagai sumbangsih pemikiran dalam khazanah hukum Islam di Indonesia, khususnya bagi masyarakat awam untuk mengetahui tujuan mulia hukum pidana Islam, yaitu terkait hukum terhadap orang yang ikut serta dalam tindak pidana pembunuhan. Oleh karena itu dapat dilihat perbedaan posisi penelitian dan luasnya cakupan penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan penelitian sebelumnya.

Metode Penelitian

Mengenai referensi sumber data sekunder dalam penelitian ini meliputi data dari majalah, buletin, surat kabar (media massa), internet dan dokumen lain yang relevan dengan penelitian ini. Dalam konteks penelitian ini, penulis berusaha memaparkan secara objektif dan sistematis berbagai data yang dikumpulkan dari sumber data primer dan sekunder untuk sampai pada kesimpulan tentang hukum keikutsertaan dalam tindakan pembunuhan dari perspektif hukum Islam.

TELAAH PUSTAKA

Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan

Berdasarkan pendekatan normatif di atas, maka penelitian yang dilakukan penulis mengenai hukum keikutsertaan dalam tindak pidana pembunuhan berdasarkan doktrin agama (wahyu) bertujuan untuk sampai pada kebenaran dalam perspektif hukum pidana Islam. Tindak pidana dapat diartikan sebagai “kejahatan (pembunuhan, perampokan, korupsi dan sebagainya)”. 23 Imam Mawardi sebagaimana dikutip H.A. Sedangkan yang dimaksud dengan pembunuhan adalah “perbuatan yang menghilangkan nyawa seseorang”. 25 Abdul Qadir Audah sebagaimana dilanjutkan oleh Ahmad Wardi Muslich mendefinisikan pembunuhan sebagai berikut.

Pembunuhan adalah perbuatan manusia yang menghilangkan nyawa, yaitu membunuh adalah menghilangkan nyawa manusia sebagai akibat dari perbuatan manusia lainnya. Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa tindak pidana pembunuhan merupakan tindak pidana yang dilarang oleh syara. Dilihat dari akibat yang ditimbulkannya, tindak pidana pembunuhan merupakan tindak pidana yang sangat bertentangan dengan prinsip hukum Islam yang bertujuan untuk melindungi dan mewujudkan kemaslahatan kemanusiaan yang meliputi segala aspek kepentingan manusia, yaitu “dharuriyat ( primer), aspek hajiyat (sekunder), dan aspek tahsiniyat (pelengkap). 28 Selain itu, tindak pidana pembunuhan dapat menimbulkan rantai kekerasan yang lebih luas akibat usaha balas dendam yang dilakukan oleh keluarga korban sehingga kerusakan yang terjadi terkadang tidak hanya dirasakan oleh pelaku saja.

Pembunuhan yang pertama dalam sejarah kehidupan manusia ialah pembunuhan yang dilakukan oleh Qabil ke atas Habil.”29 Pembunuhan tersebut sebagaimana dijelaskan dalam ayat 27 AL-Quran Surah AL-Maidah seperti berikut.

Pandangan Hukum Islam tentang Tindak Pidana

Maka nafsu Qabil membuatnya berpikir mudah untuk membunuh saudaranya, karena itulah dia membunuhnya, sehingga dia termasuk orang yang merugi. (Q.S. Al-Maidah; 27) 30. Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) kepada Bani Israil bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain atau bukan karena dia telah menimbulkan kerusakan di muka bumi, itu seperti dia membunuh semua manusia. Dan barangsiapa memelihara nyawa satu orang, maka seolah-olah dia telah memelihara nyawa seluruh manusia (Q.S. Al-Miadah; 32) 33.

Ayat ini menunjukkan keniscayaan persatuan umat dan kewajiban mereka yang tetap terhadap sesama, yaitu harus menjaga keselamatan jiwa dan hidup bersama serta menjauhi hal-hal yang membahayakan umat lain.”34 Oleh karena itu, Islam memandang hak asasi manusia. untuk hidup sebagai hak asasi manusia tidak sesuai dengan warna kulit, suku, ras dan keyakinan. Hal ini semakin menegaskan kemuliaan manusia sebagai khlaifatullah di muka bumi, sebagaimana yang jelas dari firman Allah SWT. Dan sesungguhnya Kami memuliakan anak Adam, Kami membawa mereka di darat dan di laut, Kami memberi mereka kelangsungan hidup dari yang baik dan membuat mereka lebih tinggi dengan keunggulan lengkap atas sebagian besar makhluk yang telah Kami ciptakan.” 35.

Prinsip-prinsip tentang pidana menurut Islam

Berdasarkan ketiga asas pidana di atas, dapat dipahami bahwa menurut hukum Islam, seseorang tidak dapat dibebani kesalahan apapun atas kejahatan yang dilakukan oleh orang lain. Hal ini agar pelaku terlatih berhati-hati dan menjaga kemaslahatan yang lebih luas, yaitu agar seseorang tidak sengaja membuat alasan, padahal faktanya perbuatannya telah merugikan orang lain.

Macam-macam Pembunuhan

Menurut Sayid Sabiq, pembunuhan sengaja adalah “pembunuhan yang dilakukan oleh seorang blasteran terhadap orang yang dilindungi darahnya, dengan menggunakan alat yang dalam prakteknya dapat menyebabkan orang mati”. 45. Alat yang digunakan untuk membunuh adalah alat yang biasanya dapat membunuh, baik alat tersebut dari besi maupun tidak. Mencermati beberapa kriteria pembunuhan sengaja di atas, dapat dipahami bahwa suatu pembunuhan tidak disebut pembunuhan sengaja jika pelakunya tidak mulatto (baligh dan berakal), korban pembunuhan adalah orang yang tidak diakui oleh undang-undang yang dilindungi, dan alat yang digunakan umumnya tidak mematikan.

Apa yang dikatakan dengan sesuatu yang biasa digunakan sebagai alat pembunuhan lebih bersifat umum daripada apa yang dikatakan dengan alat tertentu atau sejenisnya. Mempertimbangkan pendapat di atas, dapat dipahami bahwa alat yang digunakan dalam pembunuhan sengaja dapat berupa benda tajam atau tumpul, tetapi memiliki efek yang mematikan bagi korban. Mencermati beberapa pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pembunuhan setengah sengaja (syibhul `amdi) adalah pembunuhan yang ragu-ragu antara kesengajaan dan kesalahan.

Artinya, pada prinsipnya memukuli seseorang dengan menggunakan alat yang tidak mematikan, misalnya tongkat kecil, tidak dapat dikategorikan sebagai pembunuhan.

Pembuktian atas Tindak Pidana Pembunuhan

Fuqoha menetapkan dua aturan untuk menentukan bersalah atau tidaknya pelaku kejahatan karena kesalahannya. Setiap perbuatan yang menimbulkan kerugian pada orang lain dapat dipertanggung jawabkan kepada pelakunya jika kerugian itu dapat dihindari dengan kehati-hatian dan tidak lalai. Jika kerugian tidak dapat dihindari secara mutlak, pelaku tidak akan dimintai pertanggungjawaban.

Mencermati keterangan-keterangan di atas, dapat dipahami bahwa suatu perbuatan yang mengakibatkan kecelakaan atau hilangnya nyawa seseorang karena kelalaian dan kecerobohannya, pelakunya bertanggungjawab dan termasuk dalam kategori pembunuhan yang dapat dipersalahkan, seperti orang yang mengemudikan kendaraan. tanpa hati-hati dan menyebabkannya menabrak pejalan kaki, maka perbuatan tersebut dikategorikan sebagai pembunuhan yang dapat dipersalahkan. Pertama, dalil yang paling kuat adalah kesaksian dua orang saksi Muslim, dewasa dan sehat, yang saleh lalu dibunuh secara langsung. Jika tidak ada dua orang saksi, terjadinya pembunuhan itu dapat dibuktikan dengan pengakuan yang dibuat dengan sengaja tanpa paksaan oleh pelaku yang dapat diterima pengakuannya, yaitu orang yang sudah dewasa dan berakal sehat.

Berdasarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa tindak pidana pembunuhan harus dibuktikan dengan alat-alat yang sah, baik keterangan dua orang saksi yang beragama Islam, maupun pengakuan pelakunya sendiri.

Hukuman bagi macam-macam pembunuhan

Wahai orang-orang yang beriman bahawa qishaash diwajibkan ke atas kamu terhadap orang-orang yang dibunuh; .. lelaki merdeka dengan lelaki merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Orang yang membunuh orang Islam yang sama merdeka dan tidak dibunuh adalah anaknya (anak pembunuh itu sendiri) dan dibunuh dengan sengaja, hendaklah menerima pembunuhan qishash jika dituntut oleh keluarga yang terbunuh. Melihat kepada kenyataan di atas. dapat difahami bahawa apabila orang yang dibunuh itu adalah kafir, budak, atau anak pembunuh, maka orang yang membunuh itu tidak tertakluk kepada hukum qishash.Begitu juga hukum qishash tidak berlaku untuk kanak-kanak kecil, orang gila, atau orang yang perkembangan inteleknya terganggu kerana bukan orang yang terkena syar.

Pendapat lain dikemukakan oleh Imam Malik sebagaimana yang dinukilkan oleh Muhammad Hasbi Ash-Siddiqie "Orang Islam yang membunuh zdimmy atau orang yang berada dalam perjanjian persahabatan, atau orang kafir yang dalam jaminan keselamatan dengan tipu daya dibunuh."73. Islam menghapuskan diskriminasi sesama umatnya, justeru Islam tidak membezakan antara orang yang mulia dan orang yang hina..., cuma dalam bab ini perbezaannya adalah dari segi kedurhakaan seseorang atau Islam atau kemerdekaan atau perhambaan seseorang, Islam tidak nampak. di pihak - pihak adalah sama dalam hubungan dengan kes pembunuhan. Orang Islam yang membunuh orang kafir tidak dikira kerana taraf orang Islam itu lebih tinggi daripada orang kafir yang membunuh, begitu juga tuan yang membunuh hambanya.

Tetapi seorang Muslim yang membunuh seorang kafir zdimmy atau tuan yang membunuh hambanya adalah wajib.

Pihak yang berwenang Melaksanakan Qishash

Ada pendapat yang mengatakan bahwa orang yang membunuh diqishash sesuai dengan carra ketika dia membunuh. Jika dia membunuh dengan cara dipukul dengan batu, maka dia dihukum dengan cara yang sama. Mereka mengatakan, kecuali siksaan dengan cara ini akan berlangsung lama, maka penggunaan pedang lebih baik.86.

Pandangan yang berbeda dari pandangan di atas diungkapkan oleh Abu Hanifah sebagaimana dikutip oleh Muhammad Hasbie Ash-Siddiqie yang mengatakan, “Dalam segala hal, alat yang digunakan untuk qishhash adalah pedang.”87. Mencermati uraian di atas, terlihat bahwa dalam tata cara pelaksanaan qishash terdapat dua pendapat yang berbeda. Imam Malik dan Syafi`i berpendapat bahwa qishash dilakukan sesuai dengan cara pelaku pembunuhan membunuh korban.

Namun, Imam Malik dan Syafi berpendapat apabila penyeksaan dilakukan, kishash dilakukan dengan pedang.

ANALISIS HUKUM TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA

Analisi Hukum Pidana Islam

  • Pengertian Hukum Pidana islam
  • Asasa-asas Hukum Pidana Islam

Analisis Turut serta dalam Tindak Pidana Pembunuhan

  • Deskripsi Tentang Turut serta dalam Tindak
  • Pendapat Fuqoha` tentang Turut sera dalam Tundak Pidana

KESIMPULAN DAN SARAN

Saran

Bagi umat Islam hendaknya lebih memahami hukum pidana Islam agar dapat membawa ketentraman dan kemaslahatan dalam realitas masyarakat. Abdur Rahman I Doi, Islamic Law, Terjemahan Zaimudin dan Rusydi Sulaiman, Raja Grafindo, Jakarta, 1996. Ali Ash-Shabuni, Rawaiul Bayan Tafsir Ayatil Ahkam Minal Quran Juz I, Terjemahan Saleh Mahfoed, Al-Ma`arif Bandung, 1994 .

Mestika Zed, Library Research Methods, Indonesian Foundation, Jakarta 2004 Moh Nazir, Research Methods, Ghalia Indonesia, Jakarta, Cet: 3, 1980. Language Center Ministry of National Education, Big Indonesian Dictionary, Balai Pustaka, Jakarta, Tredje udgave 3. udgave 3 , 2003 h. Saleh Fauzan, al-Mulakhkhasul Fiqhi, Oversættelse af Abdul Hayyi El-Katatani et al, Gema insani, Jakarta, 2006.

Sulaiman Rasjid, Islamic Fiqh, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 38. natis, 2005, Disbantald Team, Al-Quran and its Translation, Sari Agung, Jakarta, 9. natis, 1995.

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini peneliti tertarik dengan Implementasi kegiatan pramuka pandega terhadap pendidikan karakter di Racana IAIN Metro, karena akhir-akhir ini hilangnya nilai-nilai luhur