PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Hal ini diatur dalam ayat 1 Pasal 8 UU Perbankan yang menyatakan: “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan menurut prinsip syariah, bank umum wajib melaksanakan amanah berdasarkan analisa yang mendalam terhadap niat debitur nasabahnya. serta kesanggupan dan kemampuan membayar utang-utangnya atau membayar kembali pembiayaan sesuai yang diperjanjikan.” Unsur penting bagi suatu bank adalah tingkat kesehatan bank yang harus selalu dijaga agar operasional bank dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan fungsinya. .
Rumusan Masalah
Jadi perjanjian kredit bank adalah perjanjian pinjam meminjam uang antara bank dan nasabah berdasarkan kesepakatan bahwa akan ada imbalan berupa bunga apabila nasabah mengembalikan atau melunasi pinjamannya. Berakhirnya perjanjian kredit bank karena pembayaran kredit dapat diartikan sebagai pelunasan kembali kredit yang telah diberikan debitur kepada bank.
KONSEP HUKUM PERJANJIAN KREDIT
Kriteria Nasabah Bank
Nasabah Tabungan adalah nasabah yang menempatkan dananya pada bank dalam bentuk tabungan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan (Pasal 1 angka 17). Nasabah debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian perbankan dengan nasabah yang bersangkutan (Pasal 1 angka 18).
Hubungan Hukum Bank dan Nasabah
- Hubungan Hukum Bank dan Nasabah Penyimpan Dana
- Hubungan Hukum Bank dan Nasabah Debitur
- Hubungan Hukum Bank dan Walk-in Customer
Oleh karena itu, hubungan hukum antara bank dan nasabah lebih tepat disebut hubungan kepercayaan (fiduciary connection). Dalam konteks ini akan timbul hubungan hukum antara bank dengan penjamin atau pemilik jaminan.
Konsep Hukum Perjanjian Kredit
- Pemberian Kredit Bank (Lending)
- Pengertian Perjanjian Kredit
- Bentuk Perjanjian Kredit
- Berakhirnya Perjanjian Kredit
Pada prinsipnya perjanjian kredit bank tidak berbeda dengan akad pada umumnya, khususnya mengenai syarat sahnya akad sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 BW. Perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok dapat menentukan batal atau tidaknya perjanjian-perjanjian yang menyertainya (penilai), misalnya perjanjian penjaminan (Johannes, 2004:30). Dalam praktik perbankan, kontrak asuransi merupakan kontrak aksesori, yaitu kontrak tambahan terhadap kontrak kredit bank sebagai kontrak utama.
Perjanjian kredit adalah perjanjian yang dibuat dalam bentuk tertulis di bawah tangan atau dalam akta notaris, bank bertindak sebagai kreditur dan nasabah sebagai debitur. Penghapusan perjanjian kredit yang merupakan perjanjian pokok maka mengakibatkan hapusnya perjanjian penjaminan yang merupakan perjanjian tambahan. Konsep perjanjian kredit bank adalah perjanjian tertulis antara bank (kreditur) dengan klien debitur mengenai pembagian kredit bank dan dibuat secara tertulis, baik dengan perjanjian di bawah tangan maupun dengan akta notaris.
Perbuatan hukum bank apabila terjadi pembatalan perkawinan debitur adalah putusan pengadilan tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap perjanjian pinjam meminjam bank dan tetap mempunyai kekuatan hukum tetap sepanjang bank melakukannya dengan itikad baik. Perjanjian pinjaman bank adalah perjanjian tertulis antara bank dengan nasabah debitur yang dapat dibuat dalam bentuk perjanjian di bawah tangan atau akta notaris.Bank harus membuat kriteria tertentu terhadap perjanjian kredit yang dapat dibuat di bawah tangan dan perjanjian kredit yang wajib dilakukan. dengan akta notaris.
KONSEP HUKUM BATALNYA SUATU
Keabsahan Perkawinan Dan Batalnya Perkawinan
1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut Undang-Undang Perkawinan), disebutkan bahwa “Perkawinan adalah ikatan jasmani dan rohani antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan pada satu-satunya Tuhan." Menurut ketentuan Pasal 26 BW “undang-undang hanya mempertimbangkan perkara perkawinan dalam hubungan perdata”. Sebagai catatan, konsep perkawinan menurut UU Perkawinan berbeda dengan konsep perkawinan menurut BW, dimana konsep perkawinan dalam UU Perkawinan adalah poligami, sedangkan konsep perkawinan dalam BW adalah monogami. Pasal 27 BW yang berbunyi “Sekaligus seorang laki-laki boleh kawin hanya dengan satu perempuan saja, dan seorang perempuan hanya mempunyai satu suami.”
Namun apabila perkawinan tidak memenuhi syarat, maka pembatalan perkawinan dapat dimintakan kepada pengadilan, yang diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat. . untuk melangsungkan perkawinan.” Pasal 25 UU Perkawinan menyebutkan bahwa “Permohonan pembatalan perkawinan diajukan kepada pengadilan di tempat perkawinan itu diadakan atau di tempat tinggal suami-istri.” “Mengenai pembatalan perkawinan, hanya pengadilan yang memutuskan,” dan alinea pertama Pasal 74 KHI menyatakan bahwa “permohonan pembatalan suatu perkawinan dapat diajukan kepada pengadilan agama di daerah tempat tinggal suami atau isteri atau tempat perkawinan itu dilangsungkan. "
Alasan Pembatalan Perkawinan
Perkawinan yang dilakukan di hadapan panitera atau wali yang sah tidak sah atau dilaksanakan tanpa 2 (dua) orang saksi (paragraf pertama Pasal 26). Pembatalan perkawinan atau fasakh dalam hukum Islam dapat dilakukan apabila syarat-syarat perkawinan yang telah ditetapkan tidak terpenuhi dalam pelaksanaan akad nikah, misalnya pada saat pelaksanaan akad nikah diketahui untuk kedua kalinya. Menurut BW, bagi perkawinan yang dilakukan dengan melanggar aturan pasal 87 dan 91 BW, hak untuk meminta pembatalan perkawinan mempunyai batas waktu.
Teks Pasal 87 BW menyatakan bahwa bagi perkawinan yang dilakukan tanpa izin mantan suami atau isteri dan terdapat kekeliruan terhadap pihak yang menikah, apabila suami isteri itu tinggal serumah dalam jangka waktu tiga bulan. , hak untuk meminta pembatalan perkawinan batal. Dalam teks Pasal 91 BW, bagi perkawinan yang dilakukan tanpa izin ayah, ibu, kakek, nenek, wali, atau wali, jika perkawinan itu dilakukan secara rahasia atau perkawinan itu dilakukan tanpa perlawanan selama enam bulan, mulai dari awal ketika mereka mengetahui tentang pernikahan ini. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa alasan pembatalan adalah karena suatu kesalahan hukum dalam perkawinan yang mengakibatkan batalnya perkawinan itu, tetapi batalnya perkawinan itu tidak serta merta atau batal dengan sendirinya, ada mekanisme pengajuan permohonan. untuk pembatalan perkawinan perlu dilakukan di pengadilan untuk memperoleh putusan pembatalan perkawinan.
Para Pihak Yang Berhak Memohon Pembatalan Perkawinan
Ketentuan mengenai pihak-pihak yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan ke pengadilan berdasarkan hukum perkawinan dan kompilasi hukum Islam tidaklah sama, meskipun tidak jauh berbeda. Pihak ketiga, sepanjang memperoleh haknya dengan itikad baik, sebelum putusan pembatalan perkawinan mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 98 BW yang menyatakan bahwa batalnya suatu perkawinan tidak boleh merugikan pihak ketiga yang mempunyai itikad baik terhadap suami istri.
Sebab, pembatalan perkawinan nasabah tentunya akan menimbulkan akibat hukum yang besar bagi semua pihak yang terkait, terutama bagi pihak bank dan nasabah debitur itu sendiri, termasuk pihak ketiga yang terikat dalam perjanjian dengan kedua belah pihak. Dengan demikian, batalnya perkawinan debitur tidak terlalu mempunyai dampak langsung terhadap perjanjian kredit antara bank dengan debitur, oleh karena itu bank tidak boleh melakukan intervensi apabila terjadi pembatalan perkawinan. Pembatalan perkawinan adalah pembatalan perkawinan yang dapat dilakukan oleh para pihak atau salah satu pihak dengan cara menghadirkan mekanisme ke pengadilan sehingga menjadi kekuasaan hakim untuk dapat memutus pembatalan perkawinan tersebut.
TINDAKAN HUKUM BANK APABILA TERJADI
Akibat Hukum Batalnya Suatu Perkawinan
Mekanisme permohonan pembatalan perkawinan adalah melalui permohonan dan pengajuan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan pengadilan. Hal ini didasarkan pada ketentuan ayat 1 Pasal 28 Undang-Undang Perkawinan yang menyatakan bahwa “batalnya suatu perkawinan dimulai pada saat putusan pengadilan mempunyai kekuatan tetap dan sah sejak perkawinan itu berakhir.” KHI dalam ayat 2 Pasal 74 juga menyatakan bahwa “pembatalan perkawinan dimulai setelah adanya putusan pengadilan agama, yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan berlaku sejak berakhirnya perkawinan.” Jadi akibat hukumnya adalah apabila pengadilan menyatakan perkawinan itu batal dan mempunyai akibat hukum yang tetap, maka perkawinan itu dianggap tidak pernah ada.
Padahal, hal yang tidak kalah penting, termasuk dampaknya terhadap pihak ketiga yang melakukan hubungan hukum dengan suami istri. Namun demikian, batalnya perkawinan tidak serta merta menghilangkan adanya hubungan hukum dengan orang-orang terkait yang telah ada pada saat perkawinan. Hal ini juga dipertegas dengan Pasal 76 KHI yang menyatakan bahwa “Pembatalan perkawinan tidak berarti putusnya hubungan hukum antara anak dengan orang tuanya”.
Penyelesaian Bank Apabila Perkawinan Debitur Dibatalkan
- Pelunasan Kredit Seketika Dan Sekaligus
- Pembaruan Utang (Novasi)
Dalam praktek perbankan, batalnya perkawinan debitur tidak serta merta berarti batalnya perjanjian kredit begitu saja, tanpa memulai upaya hukum untuk menyelesaikannya. Dalam hal ini harus dilakukan pembahasan dan renegosiasi antara bank dan debitur mengenai penyelesaiannya. Oleh karena itu, perjanjian penjaminan harus dilengkapi dengan pembuatan perjanjian penjaminan baru yang ditandatangani oleh bank dan debitur baru.
Kriteria nasabah bank terdiri dari tiga kriteria yaitu nasabah simpanan, nasabah debitur dan nasabah walk in, sehingga terdapat tiga macam hubungan hukum antara bank dan nasabah, yaitu hubungan hukum bank dengan nasabah simpanan, hubungan hukum antara bank dan nasabah. pelanggan debitur dan hubungan hukum bank dan pelanggan walk-in. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah Produk Tabungan dan Deposito, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.
PENUTUP
Kesimpulan
Konsep hukum pembatalan suatu perkawinan adalah apabila status perkawinan itu batal berdasarkan penetapan pengadilan dengan alasan pada saat perkawinan itu tidak memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik kebutuhan formal maupun kebutuhan material secara kumulatif. Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan adalah pihak-pihak yang ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan berlaku surut sampai dengan saat perkawinan tersebut. Dalam praktek perbankan, apabila perkawinan debitur dibatalkan oleh pengadilan, terdapat 3 (tiga) alternatif penyelesaian yang dapat dilakukan bank, yaitu: Pertama, bank akan meminta pelunasan kredit dengan segera dan sekaligus.
Ketiga, pihak bank akan membiarkan keadaan tersebut selama pembayaran pinjaman berjalan lancar, jika dua alternatif pembayaran sebelumnya tidak dapat dipenuhi oleh debitur. Dalam hal ini debitur harus berkomitmen dan menyetujui dengan itikad baik untuk tetap melunasi pinjamannya. Namun apabila ketiga alternatif pelunasan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh debitur dan kredit debitur menjadi macet, maka bank sebagai kreditur preferen akan mengeksekusi agunan debitur yang telah dibebani dengan hak tanggungan atau hak kebendaan lainnya.
Saran
Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/27/PBI/2012, Tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Teroris Bagi Bank Umum. Bank Umum adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah dan dalam kegiatannya menawarkan jasa di bidang lalu lintas pembayaran; Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga negara yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan terpadu terhadap seluruh kegiatan di sektor jasa keuangan, seperti pada sektor perbankan, pasar modal. dan non-pasar modal. sektor jasa keuangan perbankan.
Prinsip syariah adalah aturan kontrak berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan/atau membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lain yang dinyatakan sesuai syariah, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip. Simpanan adalah dana yang dititipkan masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu; Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan berdasarkan syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, giro atau instrumen lain yang sejenis;