• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Waris Anak Dalam Kandungan Menurut Imam Asy-Syafi’i dan Imam Abu Hanifah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Hukum Waris Anak Dalam Kandungan Menurut Imam Asy-Syafi’i dan Imam Abu Hanifah"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah bagaimana hukum anak dalam kandungan sebagai pewaris menurut pandangan Imam asy-Syafi’i dan Imam Abu Hanifah. Perlindungan terhadap hak waris anak dalam kandungan merupakan salah satu tujuan maqasid syariah daruriya (keharusan) yang mempunyai 5 (lima) pokok pokok: hifz al-din (perlindungan agama), hifz an-nafs (perlindungan jiwa). dan badan ) ), hifz al-'aql (perlindungan akal) dan hifz al-mal (perlindungan harta), hifz al-nasl (perlindungan keturunan).

Konsonan Tunggal

Transliterasi kata Arab yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini diatur dengan keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987, yang menguraikan secara garis besar yaitu sebagai berikut :. Ta' Marbutah di akhir kata 1. Ketentuan ini tidak diperlukan untuk kata-kata Arab yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti salat, zakat dan sebagainya, kecuali diinginkan pengucapan aslinya).

Vokal Panjang 1

Penyusunan kata-kata dalam rangkaian kalimat Ditulis menurut penyusunannya

25 BAB III: PENDAPAT IMAM ASY-SYAFI'I DAN IMAM ABU HANIFAH MENGENAI BAYI SEBAGAI WARIS. 51 BAB IV: ANALISIS KAEDAH IJTIHAD IMAM ASY-SYAFI'I DAN IMAM ABU HANIFAH MENGENAI BAYI SEBAGAI WARIS.

انثدح ،ىلعلأا دبع انثدح ،ذاعم نب ينسح انثدح للها دبع نب ديزي نع ،قاحسإ نبا نيعي دممح

Islam sebagai agama yang rahmatan lil 'alamin melindungi dan menjunjung tinggi segala hak pemeluknya dengan berpedoman pada ketentuan syariah'. Salah satu bentuk kepedulian Islam dalam menjaga seluruh hak umatnya untuk mencapai kehidupan yang rahmatan lil ‘alamin adalah dengan menjaga hak waris seorang anak yang masih dalam kandungan ibunya. Anak yang masih dalam kandungan ibunya tetap menjadi bagian ahli waris dari orang yang meninggal.

ثرو دولولما لهتسا اذإ :لاق ملسو ويلع للها ىلص بينلا نع ،ةريرى بيأ نع ،طيسق نب

Namun harta warisan seorang anak dalam kandungan seorang wanita belum dapat ditentukan karena keadaannya belum dapat diketahui secara pasti apakah anak tersebut akan lahir dengan selamat atau tidak, laki-laki atau perempuan dan satu atau kembar. Salah satu syarat seseorang untuk mewarisi adalah masih hidup pada saat pewaris meninggal dunia, karena anak yang masih dalam kandungan tidak dianggap hidup. Kelahirannya dalam keadaan hidup menurut batas waktu yang telah ditentukan syariat, merupakan bukti nyata wujudnya ketika orang yang mewarisi harta warisan tersebut meninggal dunia.3 Untuk menentukan jangka waktu seorang anak dalam kandungan, para ulama fiqh menetapkan batas minimalnya. batasan umur masa kehamilan anak tersebut sehingga dapat dipastikan bahwa anak tersebut telah ada dan dapat mewarisi.

Pakar undang-undang semua aliran bersetuju bahawa umur kehamilan minimum ialah enam bulan. Had kehamilan ini berdasarkan firman Allah dalam Surah Al-Ahqaf Ayat 15 dan Surah Luqman Ayat 14. 2 Muhammad Ali Ash-Shabuni, al -Mawarits fi Shari'atil Islamiyah 'ala Dhau' al-Kitab wa as-Sunnah, diterjemahkan oleh A.M.

اذإ تىح ارهش نوثلاث ولاصفو ولحمو اىرك وتعضوو اىرك ومأ وتلحم اناسحإ ويدلاوب ناسنلإا انيصوو ةنس ينعبرأ غلبو هدشأ غلب

نأو يدلاو ىلعو يلع تمعنأ تيلا كتمع

ينملسلما نم نيإو كيلإ تبت نيإ تييرذ في لي حلصأو هاضرت الحاص لمعأ

ليإ كيدلاولو لي ركشا نأ ينماع في ولاصفو نىو ىلع انىو ومأ وتلحم ويدلاوب ناسنلإا انيصوو يرصلما

Pokok Masalah

Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Telaah Pustaka

Penelitian ini belum menyentuh secara rinci bagaimana cara berpikir para ulama dalam menentukan hak waris anak yang dikandungnya.17. Tesis Wiwin Dwi Susanti berjudul “Perspektif Hukum Islam Terhadap Warisan Anak Dalam Kandungan Menurut Pasal 2 KUHPerdata”. Tesis ini membahas tentang hak waris anak dalam kandungan menurut Pasal 2 KUHPerdata dan hukum Islam.

Kesimpulan penelitian ini adalah KUH Perdata juga mengatur tentang hak waris anak yang belum dilahirkan, namun tidak merinci teknis pembagiannya, dan menurut KUH Perdata bagian laki-laki dan perempuan adalah sama.18.

Kerangka Teori

Hal ini sesuai dengan teori ushul fiqh yaitu dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashālih (menolak keburukan diutamakan dari pada memperoleh kebaikan). Kontennya merupakan implementasi dari hal ini. Anak dalam kandungan yang statusnya sebagai ahli waris harus diperhatikan dan dilaksanakan hak-haknya seperti ahli waris lainnya. Ijtihad Imam Asy-Syafi’i dalam menentukan batas maksimal hidup seorang anak dalam kandungan yaitu empat tahun merupakan hasil dari proses ‘urf.

Azizi al-Majusuni lahir setelah empat tahun dalam kandungan.21 Masa kehamilan lebih dari sembilan bulan merupakan hal yang jarang terjadi di masyarakat, namun tidak menutup kemungkinan bisa terjadi. Maka dalam ushul fiqh disebut 'urf yang jika dilihat dari ruang lingkup penerapannya adalah 'urf khash, yaitu 'urf yang hanya berlaku pada tempat, waktu atau keadaan tertentu saja.22. Pendapat sahabat ada dua macam yang dapat dijadikan alat bukti, yaitu pendapat sahabat yang menduga kuat bahwa pendapat tersebut benar-benar berasal dari Rasulullah, dan yang kedua adalah pendapat sahabat yang tidak ada sahabat lain yang dapat menyalahkannya, seperti sebagaimana pendapat bahwa nenek mendapat seperenam (1/6) dari harta warisan yang dikemukakan oleh Abu Bakar, dan tidak ada seorangpun sahabat yang berbeda pendapat dengannya.

Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Data tersebut merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah menjadi kitab atau karya ilmiah dan berkaitan dengan pembahasan penelitian ini, seperti kitab fiqh, ushul fiqh dan Hadis. Mengenai kitab fiqh dan ushul fiqh yang akan digunakan seperti: al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu karya Wahbah Az-Zuhaili. Dalam ilmu ushul fiqh oleh Abdul Wahhab bin khallaf, Fiqh as-Sunnah oleh Sayyid Sabiq, dan lain-lain.

Data tersebut berupa kamus yang dapat menjelaskan maksud, maksud dan tujuan yang berkaitan dengan pembahasan. Analisis data yang akan dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode deduktif dan komparatif. Metode deduktif adalah melakukan pembahasan yang bermula dari pengetahuan umum dan dimulai dari sesuatu yang pada akhirnya akan digunakan untuk meneliti peristiwa-peristiwa yang akan ditarik ke dalam pengetahuan yang lebih spesifik.

Sistematika Pembahasan

Bab ketiga menjelaskan pandangan Imam asy-Syafi'i dan Imam Abu Hanifah mengenai hukum dan syarat anak dalam kandungan yang boleh dikategorikan sebagai waris. Bab keempat adalah perbandingan pendapat dua tokoh berkenaan hak pewarisan anak dalam kandungan, yang kemudiannya akan dianalisis. Imam al-Syafi dan Imam Abu Hanifa bersepakat bahawa anak dalam kandungan adalah ahli waris dengan pengesahan hadis daripada Abu Huraira, cuma dalam menentukan syarat dan bahagian anak dalam kandungan, kedua-dua imam tersebut mempunyai kaedah tersendiri. daripada ijtihad.

Memahami kedua ayat tersebut, dapat diketahui bahwa enam bulan adalah usia minimal seorang anak dalam kandungan dapat dianggap sebagai ahli waris. Dalam menentukan batas maksimal usia anak dalam kandungan, Imam Asy-Syafi’i berpendapat bahwa batas maksimal usia anak dalam kandungan adalah empat tahun, sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa batasan maksimal usia anak dalam kandungan tetap dianggap ahli waris adalah dua tahun dengan ijtihad dengan fatwa para sahabat yaitu perkataan. Imam asy-Syafi’i dalam menentukan batas maksimal usia anak dalam kandungan berdasarkan kondisi lingkungan yaitu bertemu dengan seorang wanita yang telah hamil empat tahun.

Saran-saran

Namun menurut Imam Abu Hanifah, jika harta warisan itu dibagi sebelum anak itu lahir, maka bagian anak itu dihitung empat orang anak laki-laki. Apabila anak tersebut dilahirkan dalam keadaan hidup kemudian langsung meninggal, Imam Syafii berpendapat bahwa anak tersebut bukanlah ahli waris jika belum keluar sempurna dari rahim ibunya, sedangkan menurut Imam Abu Hanifah jika sebagian besar bagian tubuh anak sudah keluar. , kemudian dia meninggal, maka dia tetap menjadi ahli waris. Seharusnya ada peraturan dalam common law yang mengatur dengan jelas status anak yang belum dilahirkan sebagai ahli waris sebagai pedoman apabila perkara pembagian warisan menyangkut anak yang masih dalam kandungan.

Fleksibilitas hukum Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan (maslahah) dapat diterapkan dalam urusan waris, seperti penentuan hukum waris bagi anak dalam kandungan yang dapat dilakukan dengan pendekatan kedokteran dan disiplin ilmu lainnya untuk dapat area jawaban, dimana keamanan situasinya tidak diketahui.

Fiqh dan Ushul Fiqh

Ibnu Katsir, Ismail Ibnu Umar, Musnad al-Farūq Li Ibn Katsîr, 2 jilid, Al-Manshurah, Dār al-Wafa, 1991. Khatib, Muhammad bin Ahmad al-, Mugni al-Muhtāj ila Ma'rifati Ma'āni alfāi - Minhāj, 6 jilid, t.t: Dar Polar al-'Ilmiyah, 1994. Nasution, Amin Husien, Hukum Warisan: Analisis Komparatif Pemikiran Mujtahid dan Ringkasan Hukum Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

Muhammad Ali, Muhammad Ali Ash-Shabuni, al-Mawarits fi Syari'atil Islamiyah 'ala Dhau' al-Kitab wa as-Sunnah, alih bahasa A.M. Zuhaili, Wahbah bin Musthafa az-, al-Fiqh al-Islamic wa Adillatuhu, 10 jilid, Damsyiq: Dār al-Fiqr.

Umum

Kamus

Perundang-undangan

Skripsi

Internet

Daftar Terjemahan

Iaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak-anak itu semuanya perempuan lebih daripada dua tahun, maka dua pertiga daripada harta itu ditinggalkan kepada mereka; jika anak perempuan seorang sahaja, dia akan menerima separuh daripada aset. Dan bagi dua orang ibu bapa, masing-masing berhak mendapat satu perenam daripada harta yang ditinggalkan, jika si mati mempunyai anak; Jika isteri-isteri kamu mempunyai anak, kamu akan menerima satu perempat daripada harta yang ditinggalkan selepas menunaikan wasiat yang mereka buat atau (dan) selepas membayar hutang.

Jika kamu mempunyai anak, maka isteri-isteri itu mendapat seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dilaksanakan wasiat atau (dan) sesudah dibayar hutang kamu. 12 II 22 10 Kami mewariskan setiap pusaka dari harta peninggalan ibu bapa dan kerabat terdekat. 34; Allah memberi fatwa kepada kamu tentang kalalah (iaitu): jika seseorang mati dalam keadaan tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudara lelakinya separuh dari harta yang ditinggalkannya, dan saudara lelakinya mewarisi (semua harta saudara lelaki perempuan itu) jika dia tidak mempunyai. kanak-kanak; tetapi jika ada dua saudara perempuan, maka bagi keduanya dua pertiga daripada harta peninggalan si mati.

Bilbiografi Ulama 1. Al-Sayyid Sabiq

  • T.M Hasbi al-Shiddieqy
  • Imam Bukhari
  • Imam Al-Mawardi
  • Imam as-Sarakhsi

Nama penuh beliau ialah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardzibah al-Bukhari dengan nama keluarga "al-Ju'fi". Guru-guru beliau dalam bidang hadis melebihi 1000 orang, antaranya: Ahmad bin Hambal, al-Asim al-Nabi, Abu Mansur dan Ahmad bin Iskab. Beliau belajar hadis di Basra daripada beberapa ulama besar hadis antaranya; al-Hasan bin „Ali bin Muhammad al-Jabali, Muhammad bin „Adi bin Zuhar al-Muqri, Muhammad bin al-Ma‟li al-Azdi, Ja‟far bin Muhammad al-Fadhal al-Baghdadi.

Semasa dalam bidang fiqh, beliau belajar di bawah Abul Qasim "Abdul Wahid bin Muhammad ash-Shabmari, dan Abu Hamid Ahmad bin Abi Thahir al-Asfiraini di Baghdad. Nama penuh beliau ialah Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Abi Sahl as-Sarakhsi yang dilahirkan di Sarakh (Sarkhas), daerah Khurasan (timur laut Iran). Pada masa mudanya beliau mendalami ilmu fiqh di bawah Abdul Aziz bin Ahmad bin Nas al-Huwa'i, seorang ahli fiqh terkemuka mazhab Hanafi yang digelar Syams al-Aimmah (matahari para imam).

Referensi

Dokumen terkait

Metode Istinbath Hukum Imam Abu Hanifah dan Imam Malik bin Anas tentang permasalahan pernikahan tanpa wali dan saksi yakni Metode Istinbath hukum yang dilakukan

Berbeda dengan Imam Musli bin al-Hujjaj, seperti yang dikatakan dalam bukunya al-Kunyiy wa al- Asma’u mengatakan bahwa Abu Hanifah adalah Shahibu al- ra’yi dan beliau

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa tidak terlepas dari partisipasi dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis tidak lupa pula

Yang membedakan di antara penelitian-penelitian yang lain adalah dalam penelitian ini penulis akan menguraikan mengenai pendapat Imam Abu Hanifah mengenai status

Mengenai pendapat Imam Abu Hanifah, yang mana beliau menetapkan dan mendahulukan seorang anak laki-laki untuk menjadi wali nikah, menurut hemat penulis, pendapat

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh dua orang tokoh Mazhab Mu‟tabaroh yaitu Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi‟i yang mempunyai perspektif berbeda berkaitan dengan

Dasar penetapan hukum pernikahan anak perempuan yatim di bawah umur oleh selain wali mujbir menurut Imam Abu Hanifah ini dengan berhujjah menggunakan Hadits Nabi SAW, bahwasanya

Jadi menurut Imam Abu Hanifah jiikalau terjadi peristiwa yang menyebabkan kematian secara tidak wajar, dalam artian seluruh bagian tubuh korban sudah hancur