• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waris khunsa menurut imam syafi'i dan imam abu hanifah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Waris khunsa menurut imam syafi'i dan imam abu hanifah"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

i

MENURUT IMAM SYAFI’I DAN IMAM ABU HANIFAH

Skripsi

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

ALI AL ANSHORI NIM: 1110043100047

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIKIH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

Ali Al-Anshori, NIM: 1110043100047, Waris Khunsa Menurut Imam Syafi‟i dan Imam Abu Hanifah, Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum, Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fikih, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/ 2015 M.

Skripsi ini merupakan upaya untuk menjelaskan mengenai permasalahan pembagian warisan khunsa berdasarkan pendapat Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah. Allah SWT menciptakan manusia hanya dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan, masing-masing jenisnya memiliki karakteristik dan ciri-ciri yang berbeda. Tetapi dalam kenyataannya, terdapat seseorang yang tidak mempunyai status yang jelas, bukan laki-laki dan bukan perempuan. Orang dengan ketidak jelasan status jenis kelaminnya ini disebut dengan khunsa. Salah satu dari permasalahan khunsa adalah dalam hal menentukan hak waris atau kewarisannya. Dalam al-Qur’an telah jelas dikemukakan secara detail mengenai hukum kewarisan untuk laki-laki dan perempuan. Tapi belum ditemukan dalam al-Qur’an mengenai hukum waris bagi khunsa. Maka dalam skripsi ini akan dijelaskan bagaimana pendapat Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah dalam menetapkan kewarisan khunsa baik musykil maupun ghairu musykil.

Sifat penelitian adalah deskriptif dan jenis penelitian yang digunakan adalah normatif. Bahan hukum dan data diperoleh dari norma-norma hukum Islam tentang kewarisan dan khunsa yang diperoleh dari nash al-Qur’an dan hadis, serta pendapat para fuqaha dan para ahli yang diperoleh dari berbagai literatur tentang kewarisan dan khunsa. Data dicari melalui studi kepustakaan (library research), sumber data primer dan sumber data sekunder.

(6)
(7)

ِمۡسِب

هَّل

ِنَمۡحَّل ِ

ِميِحَّل

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang tiada hentinya dipanjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan nikmat dan petunjuknya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skiripsi ini dengan semaksimal mungkin. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Berkat rahmat dan hidayah dari Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul WARIS KHUNSA MENURUT IMAM SYAFI’I DAN IMAM ABU HANIFAH. Semoga skiripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua pihak yang membaca pada umumnya, serta untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Perbandingan Mazhab Hukum di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(8)

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kemudian kepada para wakil Dekan diantaranya: Dr. Euis Amalia M.ag dan Dr. Asmawi M.ag.

2. Bapak Dr. Khamami Zada, MA Ketua Jurusan Perbandingan Mazhab Hukum dan Ibu Hj. Siti Hana, S.Ag, Lc., MA Sekretaris Jurusan Perbandingan Mazhab Hukum

3. Ibu Dra. Hj. Afidah Wahyuni, M.Ag dan Bapak H. A. Bisyri Abd. Somad, M.Ag, selaku pembimbing skiripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan, saran serta petunjuk dalam menyelesaikan skiripsi ini. 4. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis semasa kuliah, semoga amal kebaikannya mendapatkan balasan dari Allah SWT. 5. Seluruh staf karyawan Perpustakaan Utama dan staf karyawan fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas kerjasamanya dalam pelayanan yang terbaik dalam pengumpulan materi skiripsi dan kelancaran administrasi.

(9)

Bude Mujiah, Pakde Yayan, Bude Yatik, Pakde Yaya Bude Narseh, Pakde Yan (Kasianto) dan Bude Sri, lek Sugiyono, Mba Meilan, bang Adit, Mba Eli, Om Udin, Mas Bambang, Mba Venda, fatimah, Ummi Muwahidah, anak-anak Zahro dan semua kerabat dekat yang tidak bisa aku sebutkan namanya, yang telah mendoakan, memberikan bantuan dana, moril maupun materil serta memberi motivasi sebagai inspirasi bagi penulis.

7. Keluarga besar Pondok Pesantren Daarul Mughni Al-Maaliki, khususnya Sayyid al-Habib Muhammad al-Maaliki, Sayyid al-Habib Abbas al-maaliki, Syekh Kh. Sa’adih al-Batawi, Kh. Musthofa Mughni,Ustadz Ahmad Fauzi, ustadz Ahmad Syamsuri, ustadz Hanbali dan seluruh guru-guruku yang telah mengajariku ilmu yang sangat bermanfaat. Begitupula kepada guru mulia al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin hafidz, Al-al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya, al-Habib Mundzir al-Musawa, al-Habib Jindan bin Novel bin Jindan, al-Habib Ahmad bin Novel bin Jindan, Al-Habib Hasan bin Ja’far Al-Segaf, dan keluarga bin Ja’far al-Segaf, abah Fahmi Ahmadi, dan semua guru-guruku yang tidak dapat aku sebutkan namanya, merekalah orang-orang yang sangat aku hormati dan aku muliakan dan sangat aku harapkan doanya keridoannya, keberkahannya, mudah-mudahan Allah SWT selalu memberikan kepada mereka kemudahan, kesehatan, panjang umur dalam taat kepada Allah SWT.

(10)

teman-teman yang saya kenal maupun yang tidak saya kenal yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Berkat doa dan bantuan kalian saya ucapkan terima kasih.

Semoga amal baik dan jasa yang telah diberikan para pihak kepada penulis diterima oleh Allah SWT dan diberikan pahala yang berlipat ganda. Penulis sadar, skripsi ini masih penuh dengan kekurangan dan kesalahan, dengan segala kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam karya ilmiah ini, besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi para pembaca pada umumnya. Semoga Allah Senantiasa meridhoi setiap langkah kita. Aamiin

Jakarta,10 April 2015

(11)

HALAMAN JUDUL………..…...i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING………..……….ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN……….……….iii

LEMBAR PERNYATAAN…..………..iv

ABSTRAK………..………..v

KATA PENGANTAR………vi

DAFTAR ISI………......x

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………...5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………..5

D. Metode Penelitian………...6

E. Review Studi Terdahulu………...8

F. Sistematika Penulisan………...10

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG KHUNSA DAN HUKUM

(12)

3. Cara Menentukan Status Khunsa……….17

4. Khunsa Dalam Sejarah………19

B. Tinjauan Medis………...21

1. Hermafrodit………..21

2. Macam-macam Hermafrodit………....22

3. Cara Menentukan Status Kelamin Menurut Medis……….24

4. Hermafrodit Dalam Sejarah……….26

C. Hukum Kewarisan Islam………..28

1. Pengertian Hukum Kewarisan Islam………...28

2. Rukun dan Syarat-syarat Kewarisan………30

3. Sebab-sebab Mendapat Kewarisan………..31

4. Penghalang Mendapat Kewarisan………32

5. Jalur-jalur Keturunan Khunsa………..33

BAB III : PENDAPAT IMAM SYAFI’I DAN IMAM ABU HANIFAH TENTANG WARIS KHUNSA A. Biografi dan Metode Istinbat Hukum Imam Syafi’i………34

1. Riwayat Hidup dan Latar Belakang Pendidikan………..34

(13)

4. Pendapat Imam Syafi’i Tentang Status Jenis Kelamin Khunsa……...44

5. Pendapat Imam Syafi’i Tentang Bagian Yang Diperoleh Khunsa Sebagai Ahli Waris………45

B. Biografi dan Metode Istinbat Hukum Imam Abu Hanifah………..48

1. Riwayat Hidup dan Latar Belakang Pendidikan………..48

2. Karya-karya Imam Abu Hanifah……….50

3. Metode Istinbat Hukum Imam Abu Hanifah………...52

4. Pendapat Imam Abu Hanifah Tentang Status Jenis Kelamin Khunsa.53 5. Pendapat Imam Abu Hanifah Tentang Bagian Yang Diperoleh Khunsa Sebagai Ahli Waris………...……55

BAB IV : ANALISIS KOMPARATIF WARIS KHUNSA MENURUT IMAM SYAFI’I DAN IMAM ABU HANIFAH A. Persamaan Pemikiran Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah Tentang Waris Khunsa Musykil dan Ghairu Musykil………..……58

B. Perbedaan Pemikiran Imam Syafi’i dan Abu Hanifah Tentang Waris Khunsa Musykil dan Ghairu Musykil………60

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan………69

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum kewarisan Islam mengatur peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal kepada yang masih hidup.1 Hukum kewarisan ini merupakan hal yang penting, karena menyangkut segala harta yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia. Allah SWT telah menetapkan aturan kewarisan secara tegas dan jelas dalam al-Qur‟an. Penetapan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum terhadap hak milik seseorang dengan cara yang seadil-adilnya.

Allah SWT telah menciptakan Nabi Adam as dan Hawa sebagai cikal bakal manusia. Dari keduanya berkembang biak manusia yang banyak lelaki dan perempuan. Masing-masing memiliki karakteristik dan ciri-ciri yang berbeda-beda di antaranya adalah penampilan, tingkah laku, gaya bicara, bahasa tubuh dan alat kelamin. Kedua alat kelamin itu mempunyai urgensi yang tidak diragukan lagi kebenarannya untuk menentukan seseorang kepada jenis laki-laki atau perempuan. Tidak ada alat kelamin yang lain yang dapat digunakan untuk menentukan suatu makhluk kepada jenis ketiga.2

Tetapi dalam kenyataannya, terdapat seseorang yang tidak memiliki status yang jelas, bukan laki-laki dan bukan perempuan.3 Mereka adalah makhluk Allah yang disebut khunsa. Khunsa adalah orang yang diragukan dan tidak diketahui

1

Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta : Prenada Media, 2005) h. 5-6.

2

Muchit A. Karim, Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan keagamaan, 2012), h. 374.

3

(15)

apakah dia laki-laki atau perempuan, adakalanya dia mempunyai dzakar dan farji atau dia tidak mempunyai dzakar dan farji sama sekali. Adakalanya pula manusia yang dalam bentuk tubuhnya ada keganjilan, tidak dapat diketahui apakah dia laki-laki ataukah perempuan, karena tidak ada tanda-tanda yang merujuk kepada kelakiannya atau kepada keperempuannya, atau samar tanda-tanda itu.4

Ulama Fiqh klasik telah mengidentifikasi jenis kelamin manusia dengan ciri-ciri tertentu, pijakan mereka adalah hal-hal yang lahiriyah semata. Laki-laki ditandai dengan ciri-ciri spesifik seperti adanya zakar, keluar mani, bila dewasa akan tumbuh jenggot, kumis serta adanya kecenderungan hubungan seksual dengan lawan jenisnya. Sedangkan perempuan ditandai dengan ciri-ciri spesifik pula seperti mengembangnya buah dada, keluar asi dari payudaranya, datang bulan, mempunyai vagina dan hamil.5

Al-Quran menetapkan hak kewarisan seseorang berdasarkan jenis kelamin yang dimilikinya, apakah laki-laki atau perempuan. Allah telah menjelaskan pula pusaka orang laki-laki dan perempuan sejelas-jelasnya di dalam al-Qur‟an. Tetapi ayat tersebut tidak menjelaskan bagian seorang khunsa.6 Khunsa menurut Ulama Fiqih di bagi menjadi dua golongan yakni khunsa musykil dan khunsa ghairu musykil. Khunsa musykil ialah khunsa yang sulit ditentukan disebabkan tidak memiliki alat kelamin atau dua alat kelaminnya berfungsi secara bersamaan. Khunsa ghairu musykil ialah khunsa yang dapat di ketahui kedudukannya dilihat

4

Muhammad Muhibbin, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaharuan Hukum Positif di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 135-136.

5

Muchit A. Karim, Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia, h.385.

6

(16)

dari alat kelamin mana yang mengeluarkan urine. kedudukan khunsa musykil ditunggu saat baligh (dewasa).7

Pembahasan tentang jenis kelamin manusia, baik laki-laki maupun perempuan dalam ilmu kedokteran dewasa ini memang sudah sedemikian jauhnya dari apa yang telah diperoleh ulama klasik. Oleh karena itu dalam menentukan status kelamin manusia perlu kiranya memperhitungkan kehandalan ilmu kedokteran. Ilmu kedokteran dapat membantu memberikan kepastian apakah seseorang itu laki-laki atau perempuan.8

Perkembangan ilmu kedokteran dapat dihandalkan dalam mendeteksi organ kelamin manusia. Bahkan para dokter dapat membantu untuk memperbaiki ataupun mengganti kelamin manusia lewat tindakan operasi kedokteran, apakah itu orang yang normal kelaminnya atau tidak. Orang yang normal kelaminnya yaitu laki-laki ataupun perempuan di mana antara organ kelamin dalam dan luar tidak berlawanan. Orang yang tidak normal kelaminnya yaitu mereka yang mengalami kelamin ganda berupa pria atau wanita. Atau dapat juga disebabkan karena organ kelamin luarnya hanya satu tetapi bentuknya kurang sempurna dan adakalanya berlawanan dengan kelamin dalam. Dapat diketahuinya organ kelamin dalam bagi seseorang individu adalah akibat kemajuan ilmu kedokteran. Menurut hukum Islam seseorang yang normal kelaminnya dilarang melakukan pergantian kelamin. Akan tetapi sebaliknya Islam memberikan kemudahan dan mentolerir

7

Facthur Rahman, Ilmu Waris, h. 482.

8

Lusita, Jenike. “kedudukan Orang yang Mempunyai Kelamin Ganda (Khunsa) dalam

(17)

orang yang tidak normal kelaminnya agar diperbaiki atau disempurnakan atas kemaslahatan.9

Operasi perbaikan kelamin yang dilakukan terhadap orang-orang yang mempunyai kelainan pada alat kelaminnya, atau mempunyai alat kelamin ganda atau dapat disebut khunsa ini nantinya akan bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi alat kelamin yang lebih dominan dari orang yang berkelamin ganda itu sendiri. Pengoperasian kelamin yang dilakukan oleh dokter atas permintaan yang bersangkutan akan berpengaruh terhadap status orang tersebut dan pada gilirannya nanti akan berpengaruh pula terhadap pembagian harta warisan bagi orang-orang yang mempunyai kelainan atau berkelamin ganda atau khunsa tersebut.10

Oleh karena itu Ulama menghendaki kejelasan dari kelamin seseorang yang menjadi objek hukum. Meskipun khunsa mempunyai dua alat kelamin namun hukum yang diberlakukan padanya hanya satu yaitu laki-laki atau perempuan. Dan untuk itu harus dipastikan kedudukan jenis kelamin seseorang yang khunsa itu.11 Untuk mengetahui berapa besar bagian dari seseorang khunsa tersebut adalah dengan menemukan kejelasan jenis kelamin orang yang bersangkutan (jenis kelamin yang dominan).12 Akan tetapi jika orang tersebut termasuk dalam khunsa musykil (tidak diketahui kelamin mana yang dominan), maka ulama berbeda pendapat dalam kewarisannya.

9

Muchit A. Karim, Problematika Hukum Kewarisan Islam Kontemporer di Indonesia, h.385.

10

Ibid., 387.

11

Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, h. 139.

12

Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam Lengkap & Praktis

(18)

Berdasarkan pemikiran diatas, maka penulis merasa tertarik mengadakan pembahasan lebih lanjut mengenai permasalahan diatas, untuk selanjutnya dituangkan dalam karya tulis dalam bentuk skripsi. Penelitian ini diberi judul dengan “WARIS KHUNSA MENURUT IMAM SYAFI‟I DAN IMAM ABU HANIFAH”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari pembahasan di atas agar pembahasan lebih terfokus kepada satu titik, maka penulis akan membatasi penulisan skripsi ini hanya dalam masalah waris khunsa menurut Imam Syafi‟i dan Imam Abu Hanifah.

Untuk mempertegas arah pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis akan merinci rumusan permasalahannya dalam bentuk pertanyaan. Adapun rumusan permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan Imam Syafi‟i tentang waris khunsa musykil dan ghairu musykil?

2. Bagaimana pandangan Imam Abu Hanifah tentang waris khunsa musykil dan ghairu musykil?

3. Bagaimana persamaan dan perbedaan pandangan dan istinbat hukum Imam Syafi‟i dan Imam Abu Hanifah tentang waris khunsa musykil

dan ghairu musykil?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

(19)

a. Untuk menjelaskan pendapat Imam Syafi‟i dan Imam Abu Hanifah dalam menentukan status jenis kelamin khunsa.

b. Untuk menjelaskan istinbath hukum yang digunakan Imam Syafi‟i dan Abu Hanifah dalam menentukan status khunsa sebagai ahli waris. c. Untuk menjelaskan bagian warisan yang diterima khunsa dan

bagaimana istinbat hukum yang digunakan Imam Syafi‟i dan Abu Hanifah untuk menetukan bagian khunsa ghairu musykil dan khunsa musykil sebagai ahli waris

2. Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis sebagai upaya penambahan pengetahuan di bidang hukum Islam, khususnya mengenai warisan khunsa.

2. Secara praktis agar masyarakat luas mengetahui tentang warisan khunsa. Sehinggga masyarakat dapat menerima mereka, dan mereka dapat bangkit dari mimpi-mimpi buruk yang menghantui mereka. 3. Melatih penulis untuk untuk dapat membuat karya ilmiah.

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan ini menggunakan pendekatan normatif, yaitu menganalisa data dengan menggunakan pendekatan dalil atau kaidah yang menjadi pedoman perilaku manusia di dalam hukum Islam dan hukum positif

(20)

Adapun jenis dan sifat data yang dikumpulkan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah data kualitatif, yaitu menggali secara mendalam permasalahan yang akan dianalisis. Adapun jenis penelitian adalah penelitian kepustakaan (library Research).13 yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan semacam material yang terdapat di ruang perpustakaan, misalnya buku-buku, naskah-naskah, catatan dan katalog. Pada hakikatnya data yang diperoleh dengan jalan penelitian kepustakaan dijadikan fondasi dan alat utama bagi praktek penelitian di tengah lapangan.14

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:15

a. Sumber Data Primer, diperoleh dari buku-buku fiqih serta buku yang berkaitan dengan skripsi ini.

b. Sumber Data Sekunder, diperoleh dari al-Qur‟an, al-Hadist, buku-buku fiqih dan data-data tertulis lainnya yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini.

c. Bahan hukum tersier: sumber-sumber yang digunakan sebagai pelengkap dari bahan sekunder dan bahan primer yang meliputi: kamus, ensiklopedi dan sumber-sumber sejenis yang diakses dari internet.

13

Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 1.

14

Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 33.

15

(21)

E. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisa data-data yang didapat dari literatur yang ada, penulis menggunakan pengelolaan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Editing: pemeriksaan kembali data-data yang didapat dengan cermat dan teliti, terutama dari segi kelengkapan, kejelasan makna, kesesuaian, keselarasan, relevansi dan keseragaman satu dengan yang lainnya.

b. Organizing: pengorganisasian data dengan cara menyusun dan mensistimasikan serta mengklasifikasikan data yang didapat.

c. Analyzing: mengadakan analisis lanjutan terhadap hasil pengorganisasian data yang menggunakan kaedah-kaedah dan teori dan dalil berkenaan dengan status kewarisan khunsa.

F. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini adalah berpedoman kepada buku

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2012”

G. Review Studi Terdahulu

Ada beberapa judul penelitian yang memiliki tema yang tidak jauh berbeda diantaranya adalah yang ditulis oleh Chaula Luthfia yang berjudul “Studi Analisis pemikiran Abu Hanifah Tentang Status Khunsa Musykil Sebagai

Ahli Waris” pada tahun 2013. Dalam skripsinya Chaula menjelaskan bagaimana

(22)

perempuan. Dalam skripsi ini chaula lebih menitik beratkan pembahasannya kepada status khunsa musykil sebagai ahli waris, berdasarkan pemikiran Imam Abu Hanifah. Adapun permasalahan yang dibahas oleh penulis adalah bagaimana pendapat Imam Syafi‟i dan Abu Hanifah dalam status kewarisan khunsa musykil dan ghairu musykil.

Hal serupa juga dibahas oleh Siti Maemah dengan judul “Operasi Penyempurnaan dan Penggantian Alat Kelamin dalam Tinjauan Hukum

Islam Serta Pengaruhnya Terhadap Status Perkawinan dan Kewarisan”.

Maemah dalam skripsinya menjelaskan bahwa penyempurnaan atau penyesuaian alat kelamin adalah mubah (boleh), karena operasi ini mempertegas dan memperjelas alat kelamin yang sudah ada tetapi kurang sempurna dan menyesuaikan organ kelamin dalam dengan organ kelamin luar. sedangkan pengubahan / penggantian alat kelamin adalah haram, karena operasi ini mengakibatkan organ kelamin luar tidak sesuai dengan organ kelamin dalam. Dan hal ini termasuk mengubah ciptaan Allah SWT.

(23)

merubah jenis kelaminnya. Ia tetap berstatus dengan jenis kelamin yang asli dan normal pada waktu lahirnya.

Adapun penjelasannya dalam status kewarisan adalah, Apabila pelaku operasi penyempurnaan kelamin ini dilakukan oleh khunsa wadih (ghairu musykil) maka status kewarisannya adalah sesuai dengan kejelasan status sebelumnya, bahkan lebih menguatkan statusnya sebagai ahli waris. Sedangkan status hukum kewarisan bagi waria (banci) maka tidak merubah kedukannya sebagai ahli waris, ia tetap berkedudukan sebagai ahli waris seperti jenis kelaminnya yang asli sebelum operasi.

Berdasarkan review studi di atas tidak didapatkan tema yang sama seperti yang penulis angkat. Dalam penelitian ini penulis mengangkat tema “Waris

Khunsa Menurut Imam Syafi’i dan Imam Abu Hanifah”. Penulis lebih

mendiskripsikan tentang kajian komparatif tentang waris khunsa menurut pandangan Imam Syafi‟i dan Imam Abu Hanifah.

H. Sistematika Penulisan

Pembahasan skripsi ini melalui tiga tahap, yaitu pendahuluan, isi, dan penutup. Dari bagian-bagian tersebut terdiri dari bab-bab dan didalam bab terdapat sub-sub bab. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

(24)

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG KHUNSA DAN HUKUM

KEWARISAN ISLAM

Bab ini meliputi pengertian khunsa menurut fikih dan medis, macam-macam khunsa, khunsa dalam lintas sejarah. Dan bagaimana tinjauan fikih dan medis dalam menetapkan status kelamin khunsa. Selanjutnya, akan dibahas hukum kewarisan Islam.

BAB III : PENDAPAT IMAM SYAFI’I DAN IMAM ABU HANIFAH

TENTANG WARIS KHUNSA

Bab ini tentang biografi umum Imam Syafi‟I dan Imam Abu Hanifah.

Meliputi riwayat hidup, karya-karya, dan metode istinbat hukum. Dalam bab ini juga akan dibahas pandangan Imam Syafi‟i dan Abu Hanifah terhadap status

kelamin jenis kelamin khunsa dan bagian yang diperoleh khunsa sebagai ahli waris.

BAB IV : ANALISIS KOMPARATIF WARIS KHUNSA MENURUT

IMAM SYAFI’I DAN IMAM ABU HANIFAH

Bab ini adalah analisis penulis terhadap sebab-sebab terjadinya perbedaan di antara kedua pendapat ulama mazhab diatas, persamaan pendapat diantara keduanya, serta istinbat hukum yang mereka gunakan.

BAB V : PENUTUP

(25)

12

TINJAUAN UMUM TENTANG KHUNSA DAN HUKUM KEWARISAN

DALAM ISLAM

A. Tinjauan Khunsa Menurut Fikih

1. Pengertian khunsa

Allah SWT telah menciptakan manusia sepasang, laki-laki dan perempuan. Adapun salah satu hikmah penciptaan itu adalah agar manusia dapat melahirkan keturunannya. Allah swt berfirman dalam QS. al-Syura (49-50): 42

هلل

كۡلم

سل

ۚضۡ أۡل

ثنإ ءٓشي ن ل ي ۚءٓشي م قلۡخي

ءٓشي ن ل ي ا

ك ل

١٥

ۡ أ

ا ۡك ۡم ج ي

ثنإ ا

هنإ ۚ ً يقع ءٓشي نم عۡجي ۖا

ۥ

ميلع

ي ق

٩

(

/

شلا

٩

5

١4

)

Artinya : “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa”.

(26)

perempuan atau tidak memiliki tanda-tanda khusus sebagaimana laki-laki atau perempuan, dia dinamakan khunsa.1

a. Arti Khunsa Menurut Bahasa (Etimologi)

Khunsa berasal dari bahasa Arab ًّخ - ثّخي - ثّخ artinya bertingkah laku seperti perempuan.2 Ibnu manzhur dalam kamus Lisan al-Arab mengatakan: “khunsa adalah orang yang memiliki sekaligus apa yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan”. Juga ibnu manzhur mengatakan: “khunsa adalah orang yang tidak murni

(sempurna) sebagai laki-laki atau perempuan”.3

Sehubungan dengan ini pula, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebutkan sebagai berikut:

1. Banci adalah manusia yang bersifat laki dan perempuan (tidak laki-laki dan tidak perempuan)

2. Banci adalah laki-laki yang bertingkah laku dan berpakaian sebagai perempuan atau sebaliknya, wadam, waria.4

b. Arti Khunsa Menurut Istilah (Terminologi)

Adapun menurut istilah (terminologi) Sayid Sabiq dalam kitab Fiqh Al-Sunnah mengatakan:

1

Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar Mesir, Hukum Waris, Penerjemah Addys Al-Dizar dan Fathurrahman, (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004), h.391.

2

Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdor, Kamus Kontemporer, (Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996), h.862.

3

Ibnu Manzhur, Lisan Al-Arab, (Al-Qahirah: Dar Al-Ma‟arif, t. th), h. 1272.

4

(27)

Artinya: “khunsa adalah orang yang tidak tidak jelas keadaan dirinya dan tidak diketahui apakah dia laki-laki atau perempuan, karena dia memiliki alat kelamin laki-laki dan perempuan sekaligus, atau karena dia sama sekali tidak memiliki kelamin baik laki-laki maupun perempuan”.5

Wahbah Zuhaili mendefinisikan khunsa sebagai berikut:

Artinya: “orang yang berkumpul dalam dirinya dua alat reproduksi (alat kelamin), alat kelamin laki-laki dan perempuan. Atau, orang yang tidak mempunyai alat itu sama sekali.”6

Menurut Ensiklopedi Hukum Islam, khunsa adalah seorang yang diragukan jenis kelaminnya apakah laki-laki atau perempuan karena memiliki alat kelamin secara bersamaan ataupun tidak memiliki alat kelamin sama sekali, baik alat kelamin laki-laki atau perempuan.7

Berdasarkan pengertian khunsa menurut bahasa dan istilah, dapat diambil kesimpulan bahwa khunsa adalah manusia yang tidak sempurna kejadiannya baik secara fisik maupun psikis. Sehubungan dengan kejadian manusia, Allah SWT berfirman dalam surat QS. al-Hajj (22): 4

يأٓي

ّل

ۡي يف ۡمتّك إ

نم

ثۡعبۡل

ا ت نم م ّۡقلخ نإف

ةفۡطن نم مث

مث

ةقلع ۡنم

ةغۡضم نم مث

ةقلخم

ةقلخم ۡيغ

يف قن ۚۡم ل نيبّل

م حۡ أۡل

م

لإ ءٓشن

ٓى

جأ

مسم

ث

ۡفط ۡم ج ۡخن م

ىف تي نم م ّم ۖۡمك شأ آ غلۡبتل مث ا

ۡ أ ٓىلإ د ي نم م ّم

عۡل

مۡلع ۡعب نم ملۡعي لۡي ل

ۡيش

ت ۚا

ضۡ أۡل

5

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, Juz 5, penerjemah Abdurrahim, dkk (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), h. 640.

6

Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, penerjemah, Abdul Hayyie Al-Kattani, dkk (Jakarta: Gema Insani, 20011), h. 485.

7

(28)

م

ع ّۡل نأ ٓا إف

ۡيل

ءٓ ۡل

تۡ

ۡ

ي ب ۡ ك نم ۡتتبنأ ۡتب

٩

(

حلا

/

44

5

٩

)

Artinya: “Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah”.

Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa manusia yang tidak ada kelainan dari kejadiannya sama dengan laki-laki normal atau perempuan normal maka orang tersebut adalah (฀ةقلخم). Akan tetapi, jika ada kelainan dan tidak sama dengan laki-laki atau perempuan yang normal maka ia adalah manusia yang tidak sempurna ( ۡيغ

ةقلخم

฀ ) yang disebut khunsa.8

Ali Akbar dalam kitabnya penggantian kelamin, menjelaskan tentang penyebab adanya kelainan kelamin itu karena tidak seimbangnya hormon-hormon yang terdapat dalam tubuh manusia. Walaupun kelenjar laki-laki menghasilkan hormon laki-laki, tetapi juga dalam tubuhnya terdapat hormon-hormon perempuan. Begitu pula pada perempuan, namun di dalam tubuhnya terdapat hormon laki-laki.9

2. Macam-macam Khunsa

8

Huzaemah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah Kajian Hukum Islam Kontemporer, (Bandung: Angkasa, 2005), h. 199.

9

(29)

Menurut Fuqoha khunsa terbagi menjadi dua macam:

a. Khunsa Ghairu Musykil (Khunsa yang Tidak Sulit/ Jelas)

Yaitu khunsa yang telah dapat dihukumi laki-laki atau perempuan dengan memperhatikan tanda-tandanya. Tanda-tandanya adalah dengan memperhatikan kepada alat kelamin itu sendiri maupun kepada sifat-sifatnya, apakah mirip kepada perempuan atau laki-laki. Amir Syarifuddin mengatakan bahwa khunsa ghairu musykil adalah khunsa yang melalui alat kelamin yang ada dapat dipastikan jenis kelaminnya. Bila melalui tanda yang ada dipastikan ia adalah laki-laki, maka alat kelamin yang satu lagi disebut alat kelamin tambahan, begitu pula sebaliknya.10

b. Khunsa Musykil (Banci yang Sulit Ditentukan)

Khunsa Musykil yaitu manusia yang dalam bentuk tubuhnya ada keganjilan, tidak dapat diketahui apakah dia laki-laki atau perempuan, karena tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan kelelakiannya atau samar-samar tanda-tanda-tanda-tanda itu dan tidak dapat ditarjihkan.11 Menurut Wahbah Zuhaili, khunsa musykil adalah orang yang keadaannya sulit ditentukan, tidak diketahui kelelakiannya atau keperempuanannya. Seperti dia kencing dari alat laki-laki dan perempuan atau tampak jenggot dan payudara dalam waktu yang sama. Biasanya dengan kemajuan kedokteran modern kemusykilan itu diakhiri dengan operasi yang menyebabkan kejelasan keadaannya.12

10

Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 140.

11

Hasybi Al-Shidiqy, Fiqh al-Mawarits (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), h. 280.

12

(30)

Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini, khunsa musykil dapat diketahui kriterianya, yaitu dapat diperiksa dengan ilmu dan peralatan kedokteran, apakah mereka memiliki sperma atau ovum. Jika mereka sudah jelas dan pasti termasuk golongan mana maka hak dan kewajiban mereka sama dengan muslim atau muslimah.13

3. Cara Menentukan Status Khunsa

Dalam menetapkan seorang khunsa itu sebagai laki-laki atau perempuan, ulama klasik menempuh dengan dua acara. Yaitu:

a. Meneliti Tempat Keluarnya Air Seni

Cara ini merupakan cara yang disepakati para ulama dalam menetapkan tanda untuk membedakan jenis kelamin khunsa tersebut.14 Apabila khunsa kencing melalui zakar maka ia dianggap sebagai laki-laki. Dan apabila khunsa ini kencing melalui vagina maka ia dianggap sebagai perempuan.15

Dalil yang digunakan untuk menetapkan laki-laki atau perempuannya seorang khunsa menurut cara pertama ini adalah sabda Rasulullah SAW yang driwayatkan Ibnu Abbas ketika Rasul pernah ditanya tentang kewarisan seorang anak khunsa. ketika itu beliau sedang menimang anak khunsa Anshar. Sabdanya:

ي ها ( . بي ثيح نم ا ث ) بع نبا

13

Huzaemah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah Kajian Hukum Islam Kontemporer, h. 200.

14

Fathur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung: PT. Al-Ma‟arif, 1975), h. 483

15

(31)

Artinya: “berilah warisan anak khunsa ini (seperti bagian anak laki-laki atau perempuan) berdasarkan awal pertama keluar kencingnya”. (HR. Ibnu Abbas).16

Selanjutnya, apabila khunsa kencing melalui kedua alat kelamin tersebut, maka harus diteliti dari alat kelamin mana yang lebih dulu keluar air seninya. Jika dia kencing dengan alat kelamin laki-laki, maka dia laki-laki. Jika dia kencing dengan alat kelamin perempuan, maka dia perempuan.17 Jika masih belum diketahui statusnya dengan cara tersebut, maka ia khunsa musykil.

b. Meneliti Tanda-tanda Kedewasaannya

Jika penelitian alat kelamin yang dipergunakan membuang air kecil tidak berhasil, maka dapat ditempuh jalan yang lain, yaitu meneliti ciri-ciri kedewasaan bagi si khunsa. Ciri-ciri yang spesifik bagi laki-laki antara lain: tumbuh janggut dan kumis, suaranya berubah menjadi besar, keluarnya sperma lewat zakar, timbul jakun di lehernya, dan adanya kecenderungan mendekati wanita. Sedangkan ciri-ciri yang spesifik bagi perempuan antara lain ialah: membesarnya buah dada, mensturasi dan adanya kecenderungan mendekati laki-laki. Dengan diketahui ciri-ciri spesifik tersebut, mudahlah kiranya seorang khunsa itu dipastikan jenisnya, sehinga karenanya tidak menimbulkan kesulitan untuk menentukan pusakanya.18

Khunsa yang dapat ditentukan statusnya berdasarkan tanda-tanda atau cara-cara tersebut di atas dinamakan khunsa ghairu musykil. Sedangkan khunsa yang sulit

16

Ahmad bin Husein bin Ali bin Musa bin Abu Bakar al-Baihaqi, Sunan Baihaqi al-Kubro, juz 6, (Makkah al-Mukarramah: Maktabah Daar al-Baz, 1994), h. 261.

17

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, h. 641.

18

(32)

ditetapkan jenisnya baik dengan cara meneliti alat kelamin yang dipergunakan kencing, ciri-ciri khusus, keterangan dokter, maupun pengakuan sendiri, dinamakan khunsa musykil. Kesulitan dalam menentukan jenisnya berakibat pada kesulitan dalam menetapkan pembagian warisannya.19

4. Khunsa Dalam Sejarah

Ada suatu riwayat bahwa Amir bin al-Dzarb adalah seorang ahli hikmah bangsa Arab pada masa jahiliyah. Lalu orang-orang dari kaumnya datang kepadanya. Mereka bertanya tentang kejadian seorang perempuan yang melahirkan anak laki-laki yang mempunyai dua alat kelamin. Ia bingung dan berkata: “Ia adalah seorang laki -laki dan perempuan”. Spontan orang-orang tidak menerima pendapatnya. Lalu ia

masuk ke rumahnya untuk beristirahat, tetapi ia gelisah di atas tempat tidurnya, tidak bisa tidur. Ia mempunyai pelayan perempuan yang terkenal dengan kecerdasan dan pendapatnya yang bagus. Pelayan itu menghampirinya dan bertanya apa sebabnya ia tidak bisa tidur dan gelisah. Kemudian Amir menceritakan masalahnya kepada pelayannya. Lalu pelayan itu berkata: “tinggalkanlah keadaan ini, dan tetapkanlah

berdasarkan tempat keluarnya air seni”. Lantas Amir menganggap baik pendapat itu, segeralah ia keluar menuju kaumnya, lalu mengatakan: “Perhatikan, apabila anak ini kencing dengan melalui zakarnya maka ia adalah anak laki-laki. Apabila ia kencing

19

(33)

melalui vaginanya maka ia perempuan”. Maka kaumnya menganggap baik pendapat

itu. Dan pendapat ini menjadi ketetapan hukum pada masa jahiliyah.20

Abu Bakar Ahmad bin Husein bin Ali al-Baihaqi dalam kitabnya Sunan al-Kubro menjelaskan bahwa pada zaman Nabi Muhammad SAW sudah ada khunsa yang dikenal namanya antara lain Hita, Matik, dan Hinaba. khunsa di zaman Nabi SAW ada yang memang asli dan ada yang buat-buatan. khunsa asli pada umumnya tingkah lakunya tidak kelihatan membahayakan kepada kaum wanita, dan oleh sebab itu istri-istri Nabi menganggap mereka sebagai ghairu ulil irbah (tidak punya syahwat). Namun meski begitu Nabi melarang mereka bebas masuk dan bergaul dengan kaum wanita dan antara mereka harus ada hijab/ tabir. Bagi mereka yang tidak mematuhi, oleh Nabi dilarang masuk dan tidak boleh kembali kecuali sekali dalam seminggu yaitu setiap hari sabtu untuk menerima jatah makan, selebihnya mereka hidup di Badiyah (perkampungan terpencil).21 Di dalam kitab Sunan al-Kubro juga dijelaskan bahwa khunsa pun ada pada zaman khulafa al-rasyidin.22

B. Tinjauan Khunsa menurut Medis

1. Hermafrodit

Dalam dunia medis khunsa dikenal dengan hermafrodit. Hermafrodit menurut biologi adalah individu yang memiliki dua alat atau organ kelamin, yaitu jantan dan

20

Ali Ash-Shabuni, Hukum Waris Islam, Penerjemah Sarmin Syukur, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), h. 234.

21

Abu Bakar Ahmad bin Husein bin Ali al-Baihaqi, Sunan Al-Kubro, Juz 8, (Beirut: Dar Shadir, t.th), h. 224.

22

(34)

betina.23 Hermafrodit dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bio makhluk (manusia, hewan, tumbuhan) yang berkelamin dua jenis, jantan dan betina sekaligus.24

Hermafrodit terjadi karena penderita memiliki dua jenis kromosom, XX dan XY. Seorang laki-laki mempunyai dua jenis kromosom pada sel sperma yaitu kromosom X dan kromosom Y (selanjutnya terkenal dengan nama kromosom XY), sedangkan seorang perempuan mempunyai kromosom XX (keduanya kromosom X).25

Jadi, hermafrodit adalah suatu kelainan jenis kelamin yang dialami oleh manusia yang terjadi karena adanya jaringan kelamin pria dan wanita serta memiliki dua jenis kromosom sekaligus, XX dan XY. Dalam keadaan seperti ini, akan menyebabkan ambiguitas genital atau keragu-raguan jenis kelamin pada suatu individu. Seorang pria/laki-laki mempunyai dua jenis kromosom pada sel sperma yaitu kromosom X dan kromosom Y (selanjutnya terkenal dengan nama kromosom XY), sedangkan seorang wanita mempunyai kromosom XX (keduanya kromosom X).

2. Macam-macam Hermafrodit

23

Wildan Yatim, Kamus Biologi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), h. 445.

24

Hasan Alwi, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 397.

25

(35)

Menurut kalangan medis khunsa (waria) pun terbagi menjadi dua, yaitu waria jasmaniyah dan waria kejiwaan.

a. Waria (banci) Jasmaniyah

Hermafrodit ditinjau dari segi bentuknya dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Hermaphrodite Complexus, yaitu seorang manusia yang mempunyai kedua alat kelamin dan kelanjar laki-laki maupun perempuan. Waria semacam ini di kalangan fuqoha dikenal sebagai khunsa musykil.

2. Pseudo Hermaphrodite, yaitu manusia yang mempunyai alat kelamin tidak berkembang dengan baik. Seperti penis kecil bagi laki-laki atau klirotisnya membesar bagi wanita. Banci semacam ini dilihat dari sudut alat kelamin yang kelihatan.26

Pseudo Hermaphrodite terbagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Pseudo Hermaprodite laki-laki, yaitu individu yang secara genetik adalah pria dan memiliki gonad pria (testis), tetapi memiliki ciri morfologis wanita yang khas secara signifikan.

26

Siti Maemah, “Operasi Penyempurnaan dan Penggantian Alat Kelamin Dalam Tinjauan

Hukum Islam Serta Pengaruhnya Terhadap Hukum Islam Serta Pengaruhnya Terhadap Status

(36)

2. Pseudo Hermaprodite perempuan, yaitu individu yang secara genetik wanita dan memiliki gonad wanita (ovarium), tetapi memiliki ciri kelamin sekunder pria yang signifikan.27

b. Waria (banci) Kejiwaan

Waria kejiwaan adalah kelompok banci karena awak tubuhnya, bentuk tubuhnya beserta kelenjar kelaminnya berlawanan dengan jiwanya.

Waria (banci) kejiwaan terbagi atas tiga kelompok, yaitu:

1. Homoseksual : adalah hubungan seksual antara orang yang sejenis kelaminnya, baik sesama pria maupun wanita. Namun istilah homoseks ini digunakan untuk pria. Homoseks merupakan penyimpangan dari fitrah manusia karena secara fitrah manusia cenderung untuk melakukan hubungan biologis secara heteroseks, yaitu hubungan seks antara wanita dan pria. Homoseksual merupakan salah satu bentuk kelainan seksual atau tidak normal28

2. Tranvestite : adalah laki-laki dengan alat kelamin sempurna, namun ia mempunyai kesenangan memakai pakaian perempuan. Dengan memakai

27

Newman Dorland, Kamus Kedokteran Dorland, Penerjemah Alifa Dimanti, dkk (Jakarta: EGC Medical Publisher, 2012), h. 1795.

28

(37)

pakaian perempuan itu dapat membangkitkan nafsu seksnya, demikian juga sebaliknya.29

3. Transeksual : adalah orang yang identitas gendernya berlawanan dengan jenis kelaminnya secara biologis. Mereka merasa terperangkap di tubuh yang salah, misalnya, seseorang yang terlahir sebagai laki-laki, tetapi merasa bahwa dirinya adalah Perempuan dan ingin diidentifikasi sebagai Perempuan, demikian juga sebaliknya.30

3. Cara Menentukan Status kelamin menurut medis

Medis mengatakan bahwa penentu jenis kelamin bukan hanya melihat dari bentuk kelamin, tetapi ditentukan berdasarkan susunan kromosom dan gonad. Jika gonad adalah testis dan ada kromosom Y dalam sel, status orang tersebut harus dinyatakan pria. Jika tidak ada testis dan kromosom Y, status orang tersebut dinyatakan sebagai wanita.

Bagian terkecil manusia adalah sel. Di dalam sel terdapat inti sel yang mengandung kromosom berjumlah 46. Laki-laki dan wanita normal mempunyai jumlah kromosom yang sama, hanya penulisan simbolnya tidak sama yaitu 46 XY untuk laki-laki, dan 46 XX untuk wanita. Simbol ini artinya laki-laki dan perempuan mempunyai jumlah kromosom 46 dengan 44 kromosom bukan penanda kelamin

29

Siti Maemah, “Operasi Penyempurnaan dan Penggantian Alat Kelamin Dalam Tinjauan

Hukum Islam Serta Pengaruhnya Terhadap Hukum Islam Serta Pengaruhnya Terhadap Status

Perkawinan dan Kewarisannya”, h. 24.

30

(38)

(autosom) dan 2 kromosom seks (kromosom kelamin) yaitu satu kromosom X dan Y pada laki-laki dan kromosom X pada wanita.31

Kedua kromosom kelamin mempunyai dua lengan yang ukuran panjangnya sama, lengan yang satu lagi pada kromosom Y jauh lebih pendek, dan kandungan gennya pun berbeda. Menurut penelitian pada bagian ujung lengan pendek kromosom Y itulah terkandung gen penumbuhan buah pelir yang disebut testis determining factor/ TDF. Jika dalam sel-sel calon gonad janin ada kromosom Y, calon gonad ini tumbuh menjadi buah pelir (testis).

Testis janin ini akan memproduksi dua macam hormon, yaitu androgen (lesiosieron), yang mendorong pertumbuhan bakal saluran kelamin menjadi saluran buah pelir, kelenjar mani, dan kelamin pria, dan sejenis hormon dan senyawa glikoprotein yang berperan sebagai penekan pertumbuhan jaringan calon saluran menjadi saluran telur, rahim dan kelamin luar wanita. Jika kromosom Y tidak ada, calon gonad tumbuh menjadi indung telur (ovarium), disusul dengan tumbuh saluran kelamin dari calon saluran serta kelamin luar. Jelaslah kehadiran kromosom Y dan satu testis merupakan petunjuk utama menetapkan status kelamin seseorang.32

4. Hermaphrodite Dalam Sejarah

31

Ahmad Muhlasul, “Khunsa Dalam Tinjauan Fikih dan Medis”, (Skripsi S1 Fakultas

Syari‟ah, Universitas Islam Negeri Sunan KaliJaga Yogyagarta, 2009.), h. 10.

32

Siti Maemah, “Operasi Penyempurnaan dan Penggantian Alat Kelamin Dalam Tinjauan

Hukum Islam Serta Pengaruhnya Terhadap Hukum Islam Serta Pengaruhnya Terhadap Status

(39)

Berikut adalah beberapa sejarah yang berkaitan dengan hermaprodite, pada tahun 1968 telah lahir seorang bayi perempuan yang diberi nama Caroline Kinsey. Ia dilahirkan di Bull Hill Hospital, Darwen, Lancashire. Caroline merupakan anak dari pasangan Monica dan Rudolph Baker. Tetapi saat melahirkan orang tuanya sangat terkejut, ketika perawat mengatakan bahwa bayi perempuannya juga memiliki organ laki-laki. Ia terlahir sebagai hermaprodit dengan memiliki dua organ kelamin. Maka ketika itu orang tua dan dokternya sepakat untuk mengoperasi vaginanya dan membuatnya menjadi seorang laki-laki saja. Dengan dalih mengoperasi vagina lebih mudah ketimbang mengoperasi zakar. Operasi berhasil dan bayi tersebut diubah nama menjadi Carl John Baker. Dokter yang mengoperasi vaginanya menyarankan kepada orang tua Caroline agar tidak memberitahu rahasia tersebut. Keluarga pun memperlakukan caroline sebagai laki-laki sejak saat itu.33

Caroline Kinsey tak mengetahui bahwa dirinya mengalami Disorder of Sex Development (kekacauan pada alat kelamin) saat lahir, karena orang tuanya tak pernah jujur. Tapi dalam perkembangannya, Caroline merasakan ada yang berbeda dengan tubuhnya. Meski memiliki organ kelamin laki-laki, ia merasa tak sama dengan teman laki-laki sebayanya. Hingga saat berusia 19 tahun ia baru tahu kebenarannya, bahwa ia terlahir dengan dua organ kelamin.

Karena rahasia itu, ia pun harus hidup sebagai pria hingga lebih dari 40 tahun. Bahkan ia sempat menikah dengan seorang wanita tapi pernikahannya harus gagal di

33

(40)

tengah jalan. Setelah mengalami kegagalan pernikahan dan depresi, Caroline akhirnya memutuskan untuk mengenakan pakaian layaknya seorang perempuan. Tidak cukup itu, ia pun ingin menjalani operasi kelamin untuk bisa menjadi perempuan tulen.34

Kondisi hermafrodit atau interseks memiliki beberapa abnormalitas sehingga menyebabkan sexual ambiguity (ambigu seksual). Kondisi ini juga disebut dengan XX male syndrome. Orang dengan kondisi ini bisa merupakan laki-laki, tetapi faktanya juga memiliki genetik perempuan, atau sebaliknya. Terkadang, beberapa orang interseks juga memproduksi sperma dan sel telur. Banyak orang tua yang memutuskan untuk memilih salah satu jenis kelamin setelah sang anak lahir, beberapa sukses hingga dewasa namun tak jarang ada yang gagal, salah satunya adalah Caroline.

Di Indonesia pun terdapat orang yang mengalami kelamin ganda, salah satunya yang terjadi di Purwekerto Jawa Tengah. Pengadilan Negeri Purwekerto, Kabupaten Banyumas pada hari Selasa (13/1) menggelar sidang permohonan perubahan jenis kelamin seorang anak bernama Solihatunnisa dari perempuan menjadi laki-laki, dan permohonan penggantian nama Solihatunnisa menjadi Mohammad Solehan. Permohonan pergantian kelamin tersebut diajukan oleh

(41)

orangtua Solihatunnisa, Sunarto dan Santiasih warga kelurahan Karangklesem, Kecamatan Purwokerto Selatan.35

Sidang yang dipimpin oleh Hakim Dwi Winarko dengan agenda pemeriksaan permohonan dan mendengarkan keterangan saksi. Dalam sidang tersebut, kuasa hukum pemohon, Joko Sutanto menghadirkan tiga saksi dari enam saksi yang direncanakan, yakni Bidan Nunung, Ketua RT Iswan Sukardi, dan kepala Kelurahan Karangklesem, Prabowo Santoso. Tiga saksi tersebut menyaksikan perkembangan Solihatunnisa sejak lahir hingga saat ini, pada waktu itu. Bidan Nunung yang membantu persalinan Siti Santiasih, mengatakan, “saat Solihatunnisa lahir diketahui berjenis kelamin perempuan”. “Namun 10 hari kemudian, dukun bayi yang membantu persalinan melihat kemunculan alat kelamin laki-laki pada bayi tersebut”, katanya. Ketua RT Iswan Sukardi mengatakan. “saya mengenal Solihatunnisa ini sebagai anak laki-laki”. Hal yang sama juga disampaikan kepala Kelurahan Karangklesem, Prabowo Santosa.36

Aan (panggilan Solihatunnisa) yang lahir pada 19 September 2002, diketahui berkelamin perempuan, namun dalam perkembangannya Aan memiliki dua alat kelamin sehingga dilakukan pemeriksaan secara medis di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta. Menurut Budi Setiawan saksi ahli dari kedokteran mengatakan, kasus yang menimpa Aan merupakan kasus dengan perbandingan 1 : 1.000, yang

35

http://www.republika.co.id/berita/senggang/unik/08/12/24/22219-ganti-kelamin-disidangkan-pn-purwokerto, artikel diakses pada 7 April 2015.

(42)

disebabkan embrio bayi yang tidak terbentuk sempurna saat dalam kandungan. “Apalagi dia terlahir prematur”, katanya. Selain itu kromosom Aan adalah “XY” dan

ia tidak memiliki rahim. Suwarti, saksi ahli dari psikologi mengatakan, berdasarkan observasi, Aan memiliki perilaku yang mengarah kepada sifat laki-laki dengan kegemaran bermain sepak bola dan suka ikut memancing dengan ayahnya. Menurut psikolog, jenis kelamin Aan harus segera diputuskan agar tidak mengganggu kejiwaannya. Sementara saksi ahli dari MUI Kabupaten Banyumas, Attabiq Yusuf mengatakan, agama tidak mengenal konsepsi “banci” sehingga jenis kelamin Aan

yang secara fisik laki-laki harus dipertegas agar hak dan kewajibannya jelas.37

Setelah mempelajari fakta-fakta yang disajikan kuasa hukum pemohon dan mendengarkan keterangan saksi, hakim Pengadilan Negeri Purwokerto, Dwi Winarko mengabulkan permohonan dari orangtua Aan. Hakim Pengadilan Negeri memutuskan jenis kelamin anaknya adalah laki-laki. Hakim juga memutuskan nama anak tersebut berubah menjadi Mohammad Solehan. Pemerintah Kabupaten Banyumas pun turut memberi bantuan kepada orangtua Aan yang tergolong tidak mampu untuk melakukan operasi bagi Aan untuk pertama kalinya pada tahun 2004, yakni khitan yang sebelumnya selama dua tahun telah dilakukan penyuntikan hormon penumbuh alat vital laki-laki sekali dalam seminggu. Operasi kedua yang dijalani Aan dilaksanakan Maret 2008 yang ditujukan untuk menutup vagina.38

37

http://www.antarantb.com/print/524/namaku-mohammad-solehan-bukan-solihatunnisa, artikel diakses pada 7 April 2015.

(43)

Dari paparan ini dapat diketahui bahwa alat kelamin ganda tidak hanya bawaan dari lahir, akan tetapi alat kelamin ganda juga dapat muncul pada seseorang yang awalnya hanya memiliki satu kelamin, lalu tumbuh alat kelamin kedua ketika ia dewasa. Demikianlah beberapa sejarah dalam dunia Islam dan medis yang menyimpulkan bahwa khunsa sudah ada sejak zaman jahiliyah, zaman Nabi, zaman Khulafa al-Rasyidin, dan tidak dipungkiri pada zaman ini pun khunsa akan tetap ada. Maka dibutuhkan penjelasan hukum untuk mereka di hadapan syari‟at. Khususnya dalam masalah waris yang akan dibahas oleh penulis.

C. Hukum Kewarisan Islam

1. Pengertian Hukum Kewarisan Islam

Dalam berbagai litelatur hukum Islam ditemui beberapa istilah untuk menamakan Hukum Kewarisan Islam, seperti fiqh mawarits, ilmu faraidh, dan hukum kewarisan. Perbedaan dalam penamaan ini terjadi karena perbedaan arah yang dijadikan titik utama dalam pembahasan.

a. Fiqh Mawarits

(44)

melengkapi hukum-hukum yang dipahami para mujtahid dengan jalan ijtihad dan hukum yang tidak diperlukan ijtihad, seperti hukum yang dinashkan dalam al-Qur‟an, al-Sunnah, dan masalah ijma‟.39

b. Ilmu Faraidh

Fiqh mawaris kadang-kadang disebut juga dengan istilah faraidh bentuk jamak dari kata faridhah, artinya kewajiban atau bagian tertentu. Ulama faradhiyyun (ahli waris) mengartikan lafal faraidh semakna dengan mafrudhah, yakni bagian yang telah ditentukan atau bagian yang pasti. Sedangkan ilmu faraidh menurut istilah adalah, ilmu yang berpautan dengan pembagian harta pusaka, pengetahuan tentang cara perhitungan yang dapat menyampaikan kepada pembagian harta pusaka dan pengetahuan tentang bagian-bagian yang wajib dari harta peninggalan untuk setiap pemilik hak pusaka.40

Di dalam ketentuan warisan Islam yang terdapat dalam Al-Qur‟an lebih banyak yang ditentukan dibandingkan yang tidak ditentukan bagiannya. Oleh karena itu, hukum ini dinamai dengan faraidh.41

c. Hukum Kewarisan

Dalam litelatur hukum di Indonesia digunakan pula beberapa nama yang keseluruhannya mengambil dari bahasa Arab, yaitu waris, warisan, pusaka, dan

39

Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum Positif di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 5.

40

Ibid., h. 8.

41

(45)

hukum kewarisan. Yang menggunakan nama hukum waris, memandang kepada orang yang berhak menererima harta warisan, yaitu menjadi subjek dari hukum ini. Adapun yang menggunakan nama warisan memandang kepada harta warisan yang menjadi objek dari hukum ini.

Di dalam istilah hukum yang baku digunakan kata kewarisan, dengan mengambil kata waris dengan dibubuhi awalan ke dan akhiran an. Kata waris itu sendiri dapat berarti orang, pewaris sebagai subjek dan dapat berarti pula proses. Dalam arti yang pertama mengandung makna hal ihwal orang yang menerima warisan dan dalam arti yang kedua mengandung makna hal ihwal peralihan harta dari yang sudah mati kepada yang masih hidup dan dinyatakan berhak menurut hukum yang diyakini dan diakui berlaku dan mengikat untuk semua orang yang beragama Islam.42

2. Rukun dan Syarat-syarat kewarisan a. Rukun-rukun Waris

Rukun waris ada tiga, yaitu:43

1. Muwarrits (orang yang meninggalkan harta waris) 2. Waris (si penerima waris)

3. Mauruts (benda yang diwariskan / harta peninggalan)

42

Ibid., h. 9.

43

(46)

3. Sebab-sebab Mendapat Kewarisan

Hal-hal yang menyebabkan seseorang berhak menerima warisan ada tiga, yaitu:

a. Hubungan Kekerabatan (nasab)

Ditinjau dari garis yang menghubungkan nasab antara yang mewariskan dengan yang mewarisi, dapat digolongkan dalam tiga golongan, yaitu sebagai berikut:

1. Furu‟, yaitu anak turun (cabang) dari si mayit.

2. Ushul, yaitu leluhur (pokok atau asal) yang menyebabkan adanya si mayit.

3. Hawasyi, yaitu keluarga yang dihubungkan dengan si mayit melalui garis menyamping, seperti saudara, paman, bibi, dan anak turunannya dengan tidak membeda-bedakan laki-laki atau perempuan.44

b. Pernikahan

Yaitu akad yang sah, yang terjadi di antara suami isteri, sekalipun sesudah pernikahan itu belum terjadi persetubuhan atau berduaan di tempat sunyi (khalwat). Mengenai nikah fasid atau nikah batal, tidak bisa menyebabkan hak mewaris.45

c. Hubungan Al-Wala‟

44

Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum Positif di Indonesia, h. 73.

45

(47)

Hubungan wala‟ terjadi disebabkan oleh usaha seseorang pemilik budak yang

dengan sukarela memerdekakan budaknya. Dengan demikian, pemilik budak tersebut mengubah status orang yang semula tidak cakap bertindak, menjadi cakap bertindak untuk mengurusi, memiliki dan mengadakan transaksi terhadap harta bendanya sendiri. Di samping itu, cakap melakukan tindakan hukum sebagai imbalan atas kenikmatan yang telah dihadiahkan kepada budaknya sebagai perangsang agar orang-orang pada waktu itu memerdekakan budak.46

4. Penghalang Mendapat Kewarisan

Halangan mewarisi adalah tindakan atau hal-hal yang dapat menggugurkan hak seseorang untuk mewarisi karena ada sebab atau syarat mewarisi. Namun, karena sesuatu maka mereka tidak dapat menerima hak waris. Halangan mendapatkan warisan ada tiga, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Syafi‟i dalam kitab al-Umm berkata: warisan tidak diterima oleh seseorang yang disebutkan sebagai ahli waris, sehingga 1. agama yang ia peluk sama dengan agama orang yang meninggal dunia, 2. merdeka, dan 3. terbebas dari tuduhan sebagai pembunuh orang yang mewariskan. Jika terlepas dari tiga hal di atas, maka ia berhak mendapat warisan. Namun jika tidak, maka ia tidak berhak mendapat warisan.47

5. Jalur-jalur Keturunan Khunsa

46

Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum Positif di Indonesia, h. 74.

47

(48)

Khunsa memiliki jalur kekerabatan melalui al-bunuwwah (garis keturunan anak), al-ukhuwwah (garis keturunan persaudaraan), al-„umumah (garis keturunan paman), dan al-idla‟ (hubungan langsung) dengan salah satu tersebut. Oleh karena itu, khunsa tidak bisa menjadi bapak, ibu, kakek, atau nenek. Sebab, jika dia menjadi bapak atau kakek, berarti dia adalah laki-laki dan jika dia menjadi ibu atau nenek, berarti dia adalah perempuan. Khunsa juga tidak bisa menjadi suami atau istri karena tidak sah pernikahan khunsa selama ia masih musykil atau belum diketahui jenis kelaminnya.48

48

(49)

36 BAB III

PENDAPAT IMAM SYAFI’I DAN IMAM ABU HANIFAH TENTANG

WARIS KHUNSA

A. Biografi dan Metode Istinbat Hukum Imam Syafi‟i 1. Riwayat Hidup dan Latar Belakang Pendidikan

Imam Syafi‟I dilahirkan di kota Ghazzah, wilayah palestina pada jum‟at akhir

bulan Rajab tahun 150 Hijriyah. Nasab imam Syafi‟i dari pihak bapak adalah, Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Syafi‟i bin Sa‟id bin „Ubaid bin Yazid

bin Hasyim bin Abdul Mutholib bin Abd Manaf bin Qushay Quraisyiy. Abd al-Manaf bin Qushay kakek kesembilan dari Imam Syafi‟i adalah juga merupakan kakek

keempat dari Nabi Muhammad SAW. Jadi nasab Imam Syafi‟i bertemu dengan nasab

Nabi Muhammad SAW pada abd al-Manaf.1 Adapun nasab dari ibunya adalah, Imam Syafi‟i bin Fathimah binti Abdullah bin Hasan bin Husein bin Ali bin Abi Thalib.

Dengan demikian, maka Imam Syafi‟i adalah cucu dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib

khalifah keempat yang terkenal, dan merupakan menantu Nabi Muhammad SAW. Dalam sejarah ditemukan, bahwa Said bin Yazid, kakek Imam Syafi‟i yang kelima

adalah Sahabat Nabi Muhammad SAW.2

1

Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos, 1997), h. 120.

2

(50)

Imam Syafi‟i dilahirkan tepat pada malam wafatnya Imam Abu Hanifah. Oleh karena itu, setelah nama Imam Syafi‟i mulai terkenal, muncul ungkapan, “Telah

tenggelam satu bintang dan muncul bintang lain”. Imam Syafi‟i lahir di

tengah-tengah keluarga miskin. Ayahnya meninggal ketika beliau masih kecil.3 Di Makkah kedua orang ibu dan anak ini hidup dalam keadaan miskin dan kekurangan, namun si anak mempunyai cita-cita yang tinggi untuk menuntut ilmu, sedang si ibu bercita-cita agar anaknya menjadi orang yang berpengetahuan, terutama pengetahuan agama Islam. Oleh karena itu si ibu bertekad akan berusaha sekuat tenaga untuk membiayai anaknya selama menuntut ilmu.4

Setelah dididik di Makkah, beliau dimasukkan ke Madrasah. Berkat usaha ibunya, beliau menghafal al-Qur‟an pada usia sembilan tahun. Kemudian Imam Syafi‟i melanjutkan belajarnya kepada majelis ulama besar di masjid al-Haram yang

diasuh oleh dua ulama yang terkenal pada saat itu, yaitu Sufyan bin Uyaynah dan Muslim Khalid al-Zanji. Dari kedua ulama tersebut, beliau mulai mendalami ilmu-ilmu al-Qur‟an dan al-Hadis sekaligus menghafalnya.5 Ketika gurunya, Muslim bin Khalid memperhatikan kemajuan pesat pada Syafi‟i dan menganggapnya telah cukup

menguasai persoalan-persoalan agama, beliau diizinkan untuk memberikan fatwa kepada masyarakat, padahal saat itu umur beliau masih lima belas tahun. Dan

3

Mahmud Syalthut, Fiqih Tujuh Madzhab, Penerjemah Abdullah Zakiyah al-Kaff, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2000), h. 17

4

Muslim Ibrahim, Pengantar Fiqh Muqaaran, (Jakarta: Erlangga, 1991), h. 88.

5

(51)

wewenang yang seperti itu hampir tidak pernah diberikan kepada orang seusia beliau.6

Ketika beliau mengetahui bahwa di Madinah ada seorang ulama besar yang terkenal dan ahli dalam ilmu hadis, yaitu Imam Malik bin Anas. Maka Imam Syafi‟i

berniat untuk belajar kepadanya. Sebelum pergi ke Madinah beliau sudah lebih dahulu menghafal kitab al-Muwattha‟ susunan Imam Malik. Kemudian beliau berangkat ke Madinah untuk belajar kepada Imam Malik dengan membawa surat pengantar dari gubernur Makkah dan dari gurunya, Muslim bin Khalid.7

Sesampainya di Madinah beliau langsung menemui Imam Malik dan menyampaikan surat yang dibawanya kepada Imam Malik, setelah surat itu dibaca oleh Imam Malik, terjadilah perbincangan antara Imam Malik dan Imam Syafi‟:

“siapa namamu?”, Imam Syafi‟i menjawab: “saya Muhammad bin Idris”. Imam

Malik berkata: “hai Muhammad, bertakwalah kepada Allah dan jauhi kemaksiatan.

Saya melihat akan terjadi sesuatu padamu”. “baiklah, besok datanglah kembali, dan akan saya suruh seseorang membacakan al-Muwattha‟ kepadamu” sambung Imam Malik. Imam Syafi‟i menjawab: “tak perlu dicarikan orang lain karena saya sudah

menghafal kitab al-Muwatthaitu”. Imam Malik menjawab: “bacalah!”. Imam Syafi‟i membaca membaca kitab al-Muwattha‟ yang didengar oleh Imam Malik dengan

6

Muslim Ibrahim, Pengantar Fiqh Muqaaran, h. 88.

7

(52)

seksama dan disana-sini membetulkan hafalan Imam Syafi‟i yang lancar itu.8 Demikianlah maka Imam Syafi‟i menjadi murid Imam Malik. Ia menjadi murid yang

disayang oleh gurunya.

Sudah menjadi kebiasaan bahwa setiap musim haji para jamaah setelah melaksanakan manasik haji, mereka berziarah ke makam Rasulullah SAW, dan melakukan shalat di masjid Nabawi sekaligus mengikuti pengajian kitab

al-Muwattha‟yang diasuh oleh Imam Malik. Sejak Imam Syafi‟i berguru kepada beliau,

Imam Syafi‟i sering ditugasi untuk mendiktekan kitab al-Muwattha‟ kepada para jama‟ah, bahkan menggantikan Imam Malik bila Imam Malik sedang berhalangan

mengajar. Melalui media inilah, Imam Syafi‟i mulai dikenal luas. Inilah yang mendorong beliau untuk mengadakan perlawatan ke Irak, Yaman, Mesir dan negara lain di kemudian harinya.9

Imam Syafi‟i mendengar bahwa di Baghdad dan Kufah terdapat banyak sekali

ulama-ulama murid dari Imam Abu hanifah, di antaranya Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan, sehingga tertarik hati beliau untuk mengunjungi Irak. Hal tersebut disampaikan kepada gurunya, Imam Malik. Imam Malik menyetujuinya dan berangkatlah beliau ke baghdad dengan bekal yang diberikan Imam Malik sebesar 50 dinar emas.10

8

Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Madzhab Syafi‟i, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1995), h. 23.

9

Mahmud Syalthut, Fiqih Tujuh Madzhab, h. 18.

10

(53)

Sesampainya di Kufah beliau menemui ulama-ulama sahabat Abu Hanifah, yaitu Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan. Selama di Kufah Imam Syafi‟i singgah

di rumah Muhammad bin Hasan. Di Kufah Imam Syafi‟i mempelajari naskah-naskah,

dan buku-buku yang berhubungan dengan Mazhab Hanafi. Dalam kesempatan ini Imam Syafi‟i dapat mengetahui aliran-aliran dan cara-cara fikih dalam mazhab Hanafi dan Mazhab Maliki. Imam Syafi‟i dapat mendalami dan menganalisa cara

-cara yang dipakai oleh kedua Imam itu. Dan hal ini akan membantu beliau dalam membangun fatwanya dalam Mazhab Syafi‟i.11

Imam Syafi‟I wafat pada malam jum‟at seusai sholat maghrib, yaitu pada hari

akhir pada bulan Rajab. Beliau dimakamkan pada hari jum‟at di tahun 204 atau 819/

820 M. Kuburannya di kota Kairo, dekat masjid Yazar.12 Inilah ringkasan daripada biografi dan latar belakang pendidikan Imam Syafi‟i. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Imam Syafi‟i mempunyai pengetahuan yang sangat luas dalam

bidang keilmuan agama seperti fikih, hadis, bahasa, dan sastra. Dan pengetahuan fikih yang ia miliki meliputi fikih Imam Malik dan Imam Abu Hanifah.13

2. Karya-karya Imam Syafi‟i

Menurut Abu Bakar al-Baihaqy dalam kitab Ahkam al-Qur‟an, bahwa karya Imam Syafi‟i cukup banyak, baik dalam bentuk risalah, maupun dalam bentuk kitab.

Al-Qadhi Imam Abu Hasan bin Muhammad al-Maruzy mengatakan bahwa Imam

11

Ibid., h. 23.

12

Abdullah Muhammad bin Idris as-Syafi‟i, Ringkasan Kitab Al-Umm, h. 9.

13

(54)

Syafi‟i menyusun 113 buah kitab tentang tafsir, fikih, adab, dan lain-lain.14 Di antara

buku-buku yang beliau karang, adalah:15

a. Kitab Al-Risalah, kitab ini adalah kitab yang pertama dikarang Imam Syafi‟i, dan dikarang pada usia beliau masih muda belia. Al-Risalah

merupakan kitab ushul fikih yang pertama kali dikarang, yang sampai bukunya kepada generasi sekarang. Di dalamnya diterangkan pokok-pokok pemikiran Imam Syafi‟i dalam menetapkan hukum.

b. Kitab Al-Umm, kitab ini berisi masalah-masalah fikih yang dibahas berdasarkan pokok-pokok pemikiran beliau yang terdapat dalam al-Risalah. Kitab al-Umm sebenarnya telah disusun oleh Imam Syafi‟i sejak beliau berada di Irak, yang dinamakan dengan Al-Hujjah atau Al-Mabsuth, kemudian setelah beliau berada di Mesir kitab ini direvisi dan diberi nama Al-Umm.

c. Kitab Musnad, berisi hadis-hadis yang terdapat pada kitab al-Umm yang dilengkapi dengan sanad-sanadnya.

Dan masih banyak lagi kitab-kitab yang merupakan karangan beliau atau karangan murid-murid beliau yag disandarkan kepada beliau. Diantaranya adalah Ibthal al-Ihtisan, Ahkam al-Qur‟an, Bayadh al-Fardh, Sifat al-Amr wa al-Nahyi,

14

Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, h. 133.

15

(55)

Ikhtilaf Imam al-Malik wa al-Syafi‟i, Ikhtilaf al-Iraqiyyin, ikhtilaf al-Hadits, Ikhtilaf Muhammad bin Husain, Fadhail Al-Quraisy, Kitab al-Sunan.16

3. Metode Istinbat Hukum Imam Syafi‟i

Adapun pegangan Imam Syafi‟I dalam menetapkan hukum adalah:

a. Al-Qur‟an dan al- Sunnah

Imam Syafi‟i memandang al-Qur‟an dan Sunnah berada dalam satu martabat.

Beliau menempatkan al-Qur‟an dan Sunnah, karena menurut beliau, sunnah itu menjelaskan al-Qur‟an, kecuali hadis ahad tidak sama nilainya dengan al-Qur‟an dan hadis mutawatir. Di samping itu, karena al-Qur‟an dan Sunnah keduanya adalah wahyu, meskipun kekuatan sunnah secara terpisah tidak sekuat seperti al-Qur‟an.17

Dalam pelaksanaannya, Imam Syafi‟i menempuh cara, apabila di dalam al -Qur‟an sudah tidak ditemukan dalil yang dicari, ia menggunakan hadis mutawatir.

Jika tidak dalam hadis mutawatir, ia menggunakan hadis ahad. Jika tidak diketemukan dalil yang dicari dalam kesemuanya itu, maka dicoba untuk menetapkan h

Referensi

Dokumen terkait

Adanya kecenderungan kekurangan zat besi, vitamin C dan tembaga yang kurang pada remaja akibat tidak memperhatikan pola makan dan kurangnya pengetahuan akan

Respons Bibit Manggis (Garcinia Mangostana L.) Terhadap Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskular, Aplikasi Pupuk Fosfat, dan Penaungan Pada Tanah Ultisol di Padang,

Berdasarkan analisis penilaian pada aspek-aspek yang berkaitan dengan kemampuan mengonstruksi teks laporan hasil observasi oleh siswa kelas X SMA Negeri 7 Medan

Dalam lagu Sianjur Mula Mula peranan instrumen garantung ada dua, pertama sebagai instrumen pembawa melodi yang kedua sekaligus memainkan ritmis juga, dengan

Oleh karena itu kebijakakan yang berkaitan dengan alutsista Arhanud yang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi dalam membangun kemampuan satuan Arhanud dalam

Menggunakan sistem informasi geografis untuk melakukan pemetaan secara akurat, dimana Sistem Informasi Geografis disini dapat menentukan titik kordinat secara cepat

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari bahwa tidak terlepas dari partisipasi dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis tidak lupa pula

(Analisis Perbandingan Terhadap Pendapat Imam Syafi’I dan Imam Abu Hanifah), karya Zaid tahun 2008, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Dalam Skripsi tersebut