• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum Waris Perdata: Ahli Waris Golongan 1

N/A
N/A
Zein

Academic year: 2025

Membagikan "Hukum Waris Perdata: Ahli Waris Golongan 1"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

Hukum waris kuhperdata

Anggitariani Rayi Larasati Siswanta, S.H., M.Kn.

(2)

Ahli waris

golongan 1

POKOK PEMBAHASAN

a. Ahliwaris Golongan 1

b. Pembagian Warisan diantara Ahliwaris Golongan 1

c. Pewarisan diantara anak-anak pewaris

d. Penggantian tempat diantara keturunan anak pewaris

e. Pewarisan bagi isteri atau suami yang hidup terlama

f. Hak waris isteri atau suami dalam perkawinan kedua dan seterusnya.

(3)

Ahli waris gol 1

Anak-anak pewaris atau sekalian keturunannya, dan suami/isteri yang hidup terlama atau duda/jandanya pewaris (Pasal 852, 852a, 852b)

Kata anak yang dimaksud adalah anak kandung

Kata anak yang dimaksud juga anak sah karena anak luar kawin diatur tersendiri dan merupakan

kelompok ahli waris sendiri

(4)

Ahli waris gol 1

Kata “anak” meliputi anak kandung, anak adopsi

dan/atau anak angkat yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Anak adopsi dan anak angkat sesungguhnya adalah orang lain dan tidak mempunyai hubungan darah dengan orang tua angkatnya, akan tetapi hukum telah menempatkan kedudukan mereka sejajar dengan kedudukan anak kandung.

(5)

WARIS BW

Pasa1 852 ayat (1) yang disebutkan, bahwa :‖anak-

anak atau sekalian keturunan mereka, biar dilahirkan dari lain-lain perkawinan sekalipun, mewaris dari

kedua orang tua, kakek nenek atau semua keluarga

sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas, dengan tiada perbedaan antara laki-laki dan

perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan kelahiran lebih dahulu‖.

(6)

WARIS BW

Pasal 852 ayat (2) menyebutkan, bahwa : Mereka mewaris kepala demi kepala, jika dengan si

meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat ke-satu dan masing-masing mempunyai hak karena diri sendiri; mereka mewaris pancang demi pancang, jika sekalian mereka atau sekadar sebagian mereka bertindak sebagai pengganti.

Mewaris kepala demi kepala: jika derajat 1 atau mewaris karena kedudukan sendiri Mewaris pancang demi pancang: jika mewaris atas dasar penggantian tempat

(7)

Pewarisan golongan 1

1. Mewaris atas dasar kedudukan sendiri

2. Mewaris atas dasar penggantian tempat

(8)

Mewaris atas dasar kedudukan sendiri

Ahliwaris P adalah anak-anak (derajat 1 dan Gol 1), yaitu A, B, C, D, dan E. Mereka mewaris atas dasar kedudukan sendiri, maka bagian masing-masing adalah 1/5 bagian.

Mewaris kepala demi kepala

P A

B C D E

(9)

Mewaris atas dasar kedudukan sendiri

Ahliwaris P adalah anak-anak (derajat 1), yaitu A, B, dan C, mereka

mewaris atas dasar kedudukan sendiri, maka bagian masing-masing

adalah 1/3 bagian.

(10)

Mewaris atas dasar kedudukan sendiri

Ahliwaris P adalah juga para anak (derajat 1) A, B, C, D dan E yang

mewaris atas dasar kedudukan sendiri, masing-masing mendapat

1/5 bagian

(11)

Mewaris atas dasar kedudukan sendiri

P meninggal dunia dan meninggalkan dua orang anak, yaitu A dan B. Akan tetapi semua anak menolak warisan atau termasuk orang yang tidak patut mewaris, maka muncullah C, D, E, F dan G, atau para cucu terpanggil mewaris atas kedudukan sendiri, mereka mewaris kepala demi kepala, sehingga masing-masing mendapat 1/5 bagian. Karena A dan B masih hidup,

maka tidak dapat digantikan tempatnya, sehingga para keturunan A dan B terpanggil mewaris atas dasar kedudukan sendiri.

(12)

Ahli waris gol 1

PENGGANTIAN TEMPAT

Pewarisan berdasar penggantian tempat terjadi, misalnya apabila terdapat seorang anak yang telah meninggal lebih dahulu dari pewarisnya, dan meninggalkan

keturunan, maka keturunan anak tersebut (para cucu) tampil mewaris atas dasar penggantian tempat.

PENGHITUNGAN: Pancang demi pancang, yaitu dengan menghitung garis kelahiran yang menghubungkan antara ahliwaris dengan pewarisnya, satu garis satu pancang,

dalam hal ini terjadi perhitungan warisan secara kelompok yang disebut pancang

(13)

PENGGANTIAN TEMPAT

P meninggal dunia dengan meninggalkan dua orang anak, yaitu A dan B. akan tetapi A telah

meninggal lebih dahulu dari P dan B menolak warisan. Maka yang berhak mewaris adalah C yang mewaris atas dasar penggantian tempat dan mewaris atas seluruh warisan, sedangkan D, E, F dan G tidak berhak mewaris. D, E, F dan G tidak dapat mewaris atas dasar kedudukan sendiri karena tertutup oleh C, dan tidak dapat mewaris atas dasar penggantian tempat karena B masih hidup

(14)

PENGGANTIAN TEMPAT

A dan B mati lebih dulu dari P, maka C, D, E, F, G mewaris atas dasar pengantian tempat, dan mewaris pancang demi pancang. Terdapat 2 pancang, yaitu pancang A dan pancang B. C

menggantikan tempat A, dan D, E, F dan G menggantikan tempat B. Dalam pancang A terdapat 1 ahliwaris yaitu C mendapat 1/2 bagian dan dalam pancang B terdapat 4 ahliwaris, yaitu D, E, F, G masing-masing 1/8 bagian.

(15)

Pasal 852a ―”Dalam halnya mengenai warisan seorang suami atau isteri yang meninggal terlebih dahulu, si isteri atau suami yang

hidup terlama, dalam melakukan ketentuan-ketentuan dalam bab ini, dipersamakan dengan seorang anak yang sah dari si

meninggal ……”

Pengaturan mengenai hak waris suami atau isteri dalam Pasal 852a, khusus hanya berlaku dalam pewarisan yang diatur dalam Bab XII tentang pewarisan undang-undang. Artinya hanya berlaku dalam pewarisan menurut undang-undang, dan tidak berlaku

dalam pewarisan testamenter.,

Hak bagian suami atau isteri dipersamakan dengan hak waris seorang anak sah.

HAK WARIS

SUAMI/ISTERI

(16)

Mewaris GOLONGAN 1

P meninggal dunia meninggalkan seorang isteri (A), dan 3 orang anak, yaitu B, C, dan D. Ahliwaris P adalah A, B, C, dan D, dan

masing-masing mendapat 1/4 bagian.

(17)

Mewaris GOLONGAN 1

P meninggal dunia dengan meninggalkan seorang isteri (A), dan seorang anak (B), akan tetapi B

menolak warisan atau tidak patut mewaris, dan mempunyai 3 orang anak, yaitu C, D dan E. Ahliwaris P adalah A dan mewaris seluruh warisan, adapun C, D, dan E tidak mewaris karena tertutup oleh A.

Ingat dalam hal ini A sebagai istri, jika selama masih ada istri/suami yang hidup terlama maka cucu- cucu tidak pernah mewaris atas kedudukannya sendiri

(18)

Mewaris GOLONGAN 1

P meninggal dunia dengan meninggalkan seorang isteri (A), dua orang anak (B dan C) yang telah meninggal lebih dahulu dari P, dan lima orang cucu, yaitu D anak dari B, dan E,F, G, H anak dari C. Ahliwaris P adalah A yang mewaris atas dasar kedudukan sendiri dan D, E, F, G dan H yang mewaris atas dasar

penggantian tempat. Bagian masing-masing adalah A = 1/3 bagian, D = 1/3 bagian

dan E, F, G dan H masing-masing 1/12 bagian.

(19)

Pasal 852a kalimat yang akhir sebagai berikut: ― “….. dengan

pengertian, bahwa jika perkawinan suami isteri itu adalah untuk ke dua kali atau selanjutnya, dan dari perkawinan yang dulu ada

anakanak atau keturunan anak-anak itu, si isteri atau suami yang baru tak akan mendapat bagian warisan yang lebih besar daripada bagian warisan terkecil yang akan diterima oleh salah seoranganak tadi atau dalam hal bilamana anak itu telah meninggal lebih

dahulu, oleh sekalian keturunan penggantinya, sedangkan dalam hal bagaimanapun juga, tak bolehlah bagian si isteri atau suami itu lebih dari seperempat harta peninggalan si meninggal”

Hak Waris Suami/Isteri dalam

Perkawinan Kedua dan seterusnya

(20)

Ketentuan di atas intinya adalah mengatur hal-hal sebagai berikut:

• Ahliwarisnya adalah suami atau isteri dalam perkawinan ke dua atau perkawinan seterusnya;

• Pewaris juga meninggalkan anak atau keturunan anak yang dilahirkan dari perkawinan sebelumnya;

• Bagian warisan suami atau isteri kedua atau seterusnya tadi tidak boleh lebih besar dari bagian anak; dan

• Bagian warisan suami atau isteri kedua atau seterusnya tadi tidak boleh lebih besar dari 1/4 warisan.

Hak Waris Suami/Isteri dalam

Perkawinan Kedua dan seterusnya

Hak waris suami atau isteri ke dua dan seterusnya, dalam hal pewaris juga meninggalkan anak atau keturunan anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sebelumnya, maka dibatasi dengan 2 pembatasan, yaitu tidak boleh lebih besar dari bagian anak dan tidak boleh lebih besar dari 1/4 warisan.

(21)

Hak Waris Suami/Isteri dalam

Perkawinan Kedua dan seterusnya

P meninggal dunia dengan meninggalkan seorang anak (A) yang dilahirkan dari perkawinan pertama, seorang isteri (B) dari perkawinan ke dua dan seorang anak (C) yang dilahirkan

dari perkawinan ke dua. Dalam peristiwa seperti ini, tidak dapat diberikan bagian yang

sama besar diantara para ahliwaris (A, B dan C), karena bertentangan dengan pembatasan ke dua, yaitu tidak boleh lebih besar dari 1/4 warisan. Maka pembagian warisan P adalah B

= 1/4 bagian, adapun sisa warisan sebesar 3/4 dibagi 2 untuk A dan C, atau masing-masing

3/8 bagian.

(22)

Hak Waris Suami/Isteri dalam

Perkawinan Kedua dan seterusnya

P meninggal dunia dengan meninggalkan 2 orang anak dari perkawinan pertama (A, dan

B), seorang isteri dari perkawinan ke dua (C), dan dua orang anak dari perkawinan ke dua

(D, dan E). Ahliwaris P adalah A, B, C, D dan E dan mereka berbagi dengan hak bagian yang

sama, atau masing-masing 1/5 bagian.

(23)

Pasal 180 disebutkan bahwa dalam

perkawinan untuk kedua kali dan seterusnya

berlaku demi hukum persatuan harta kekayaan secara bulat antara suami isteri, kecuali

ditentukan lain dalam perjanjian kawin.

Pasal 181 ditentukan bahwa dalam

perkawinan untuk kedua kali dan seterusnya, apabila dari perkawinan pewaris yang

sebelumnya dilahirkan anak, atau kalau anak- anak tersebut telah meninggal digantikan oleh keturunannya, maka isteri atau suami baru

tidak akan memperoleh manfaat --- dari percampuran harta --- melebihi apa yang

ditentukan undang-undang dalam Pasal 852 a

Hak Waris Suami/Isteri dalam

Perkawinan Kedua dan seterusnya

Akibat percampuran harta

(24)

P pertama kali menikah dengan A dan mempunyai 4 orang anak, yaitu B, C, D dan E. Setelah A mati, P menikah lagi dengan F.

Kedalam perkawinan ke dua, P membawa kekayaan senilai Rp 900 juta, sedangkan F membawa kekayaan senilai Rp 100 juta.

Berdasarkan Pasal 180, apabila tidak ada perjanjian kawin, maka terjadilah percampuran bulat antara kekayaan P dengan kekayaan F

= harta persatuan senilai Rp 1000 juta atau 1 M. Akan tetapi

berdasarkan ketentuan Pasal 181, karena P mempunyai anak yang dilahirkan dari perkawinan pertama, maka F tidak akan

mendapatkan keuntungan dari percampuran harta tersebut melebihi apa yang sudah ditentukan dalam Pasal 852a.

Akibat percampuran harta

(25)

Harta persatuan = 900juta + 100 juta = 1M

F mendapatkan 1/4 bagian dari pemisahan harta persatuan = Rp 250 juta.

Harta warisan P adalah Rp 1 M dikurangi Rp 250 juta = Rp 750 juta.

Harta warisan tersebut dibagi diantara B, C, D, E dan F, masing-masing akan mendapat Rp 1/5 x 750 juta = Rp 150 juta.

(26)

Thank you

SEE YOU ON THE NEXT MEETING!

Referensi

Dokumen terkait

dimaksudkan itu adalah pasal 1056 KUH Perdata yang secara singkat mengatakan bahwa ahli waris yang telah menolak harta warisan masih dapat menerima kembali selama ahli

Anak angkat tidak mendapatkan warisan, karena dia bukan termasuk dalam golongan ahli waris, akan tetapi dia bisa mendapatkan wasiat wajibah sebagaimana diatur dalam pasal 209

Beberapa masyarakat Kelurahan Sucenjurutengah masih menganut sistem pembagian waris dengan ketentuan istri sebagai ahli waris tunggal setelah kematian suami

Dari pembagian hak waris anak angkat penerima wasiat wajibah dengan keponakan sebagai ahli waris pengganti tersebut, apabila keponakan yang menjadi ahli waris

pembagian warisan secara hukum perdata barat lebih menekankan memberikan hak waris kepada keluarga yang sedarah atau yang terikat perkawinan, hal ini dianggap

"IMPLEMENTASI HAK ATAS AHLI WARIS ANAK KANDUNG NON MUSLIM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM YANG BERLAKU DI INDONESIA", Jurnal Ius Constituendum, 2017 Publication

ahli waris mewarisi secara individu, sistem kewarisan kelompok dimana para ahli waris secara kolektif bersama-sama mewarisi harta peninggalan yang tidak dapat dibagi-bagi kepemilikannya

Persamaan Kedudukan ahli waris pengganti menurut Kompilasi Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sama-sama terjadi apabila seorang ahli waris telah lebih dahulu meninggal