IDENTIFIKASI BUDAYA DAERAH
Untuk memenuhi Tugas Matakuliah Enterpreneurship Seni Pertunjukkan Yang Diampu oleh Dra. E. W. Suprihatin Dyah Pratamawati M. Pd
OLEH
SHERLIELGA RHAMADHANI NIM 200252611661
OFFERING T2
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS SASTRA
S1 PENDIDIKAN SENI TARI DAN MUSIK 2021
KEBUDAYAAN DI KABUPATEN NGANJUK DAN DAERAH SEKITARNYA
Jika dalam alur sejarah, kabupaten yang dulu bernama bernama Anjuk Ladang yang dalam bahasa Jawa Kuno berarti Tanah Kemenangan atau Tanah Perdikan itu berangkat dari keberadaan Kabupaten Berbek di bawah kepemimpinan Raden Toemenggoeng Sosrokoesoemo ke I. disekitar tahun 929 M, di Nganjuk, tepatnya di Desa Candirejo Kecamatan Loceret, telah terjadi pertempuran hebat antara prajurit Pu Sendok, yang pada waktu itu bergelar Mahamantri I Hino (Panglima Perang) melawan bala tentara Kerajaan Melayu atau Sriwijaya. Sebelumnya pada setiap pertempuran, mulai dari pesisir Jawa sebelah barat hingga Jawa Tengah kemenangan senantiasa ada dipihak bala tentara Melayu.
Kemudian pada pertempuran berikutnya, di daerah Nganjuk, bala prajurit Pu Sendok memperoleh kemenangan yang gilang gemilang.
Kemenangan ini tidak lain karena Pu Sendok mendapat dukungan penuh dari rakyat desa-desa sekitarnya. Berkat keberhasilan dalam pertempuran tersebut, Pu Sendok dinobatkan menjadi Raja dengan gelar Sri Maharaja Pu Sendok Sri Isanawikrama Dharmatunggadewa. Kurang lebih delapan tahun kemudian, Sri Maharaja Pu Sendok tergugah hatinya untuk mendirikan sebuah tugu kemenangan atau Jayastamba dan sebuah
Candi atau Jayamerta. Dan terhadap masyarakat desa sekitar candi, karena jasa- jasanya didalam membantu pertempuran, oleh Pu Sendok diberi hadiah sebagai desa perdikan atau desa bebas pajak dengan status sima swatantra Anjuk Ladang. Anjuk berarti tinggi, atau dalam arti simbolis adalah, mendapat kemenangan yang gilang gemilang, Ladang berarti tanah atau daratan. Sejalan dengan perkembangan zaman kemudian berkembang menjadi daerah yang lebih luas dan tidak hanya sekedar sebagai sebuah desa. Sedangkan perubahan kata “Anjuk ” menjadi Nganjuk, karena proses bahasa, atau merupakan hasil proses perubahan morfhologi bahasa, yang menjadi ciri khas dan struktural bahasa Jawa.
Selain beragam kebudayaan dan makanan khas serta memiliki cerita sejarah panjang, Kabupaten Nganjuk juga memiliki puluhan destinisasi wisata yang memukau. Puluhan destinasi wisata kini menjadi icon baru di Kabupaten Nganjuk bermunculan, diantaranya, Mega Wisata Selopark Perning Jatikalen Nganjuk. Coban Unut di Kaki Gunung Wilis. Air Merambat Roro Kuning Bajulan Loceret, Air Terjun Sedudo dan Singo Kromo serta wisata Watu Lawang yang ketiganya berada di kawasan Hutan Ngliman Sawahan. Goa dan Grojokan Putri dalam hutan Sambikerep Rejoso, Wisata Alam Bukit Salju Dusun Salam Judeg, Desa Blongko, Ngetos. Grojokan Duwur, Sumbermiri Lengkong. Air Terjun Sumber Manik area Ladang Blongko Ngetos. Air Terjun Pring Jowo, Blongko, Kepel Ngetos. Candi Ngetos. Air Terjun Coban Tretes di Desa Klodan, Ngetos. Waduk Oro-oro Ombo Ngetos.
Monumen dr Soetomo di Ngepeh Loceret. Air Terjun Gedangan di Desa Ngliman Sahawan.
Pemandian Air Panas Banyu Biru Desa Gondang Wetan Jatikalen. Air Terjun Sri Gunting di Ngliman Sawahan. Candi Lor di Desa Candirejo Loceret. Bukit Watu Songgong di Desa Margopatut Sawahan. Embung Cekdam di Dusun Puh Tulis Desa Suru Kecamatan Ngetos, Taman Rekreasi Anjuk Ladang (TRAL) Ploso, dan Klenteng Hok Yoe Kiong di Sukomoro.
Puluhan destinasi wisata tersebut menjadi memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan.
Kabupaten Nganjuk atau biasa dikenal dengan julukan “Kota Angin” merupakan kabupaten di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Nganjuk. Kabupaten Nganjuk memiliki berbagai budaya yang beragam. Pada zaman dulu sangat kental dalam pengamalannya.
Walaupun pada saat ini sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat, tapi masih juga masih banyak juga yang melestarikannya, tidak hilang begitu saja. Karena di Kabupaten Nganjuk masih banyak tokoh-tokoh budaya yang siap menjaga kebudayaan bersama para penerus mereka. Makanan khas, tarian daerah, dan upacara adat masih dilestarikan. Biasanya di desa- desa atau kecamatan tertentu. Sebenarnya hasil karya kita sendiri tidak kalah dengan hasil dari luar negeri. Buktinya banyak orang-orang yang merantau ke luar kota atau ke luar jawa kangen dengan keragaman budaya daerah mereka. Mereka rindu dengan kekhasan bumbu
masakan asli Nganjuk yang beda dengan yang lain. Tetapi antusias anak-anak muda sekarang sudah tidak peduli hal itu, mereka hanya mengikuti mode saja. Bahkan ketertarikan mereka terhadap budaya kalah dengan para pengunjung dari daerah lain. Mereka tidak sadar betapa indahnya budaya-budaya Nganjuk. Selain itu ada faktor yang menjadikan orang tua enggan membiarkan anak mereka ikut terjun dalam pelestarian budaya karena tidak sesuai dengan nilai agamanya.
Beberapa budaya kesenian di Kabupaten Nganjuk adalah sebagai berikut:
1. TARI SALEPUK
Tari salepok ini berasal dari kecamatan Baron, Nganjuk.tari salepok ini di perankan berpasangan laki laki dan perempuan. Tari Salipuk adalah Tari Tayub yang dikembangkan yang sebelumnya sudah ada di Nganjuk. Seni tari ini menonjolkan keindahan dan kelembutan para penari dalam setiap gerakan yang di tampilkan. Tari ini cocok di perankan oleh semua kalangan, tapi yang sangat cocok untuk menampilkan tari salepok ini adalah anak SMA. Karena tari salepok ini bertemakan pergaulan dan percintaan antara sepasang kekasih.
Kostum yang di pakai dalam menarikan tari salepok adalah memakai baju kemben, memakai sempur, dan make-upnya alisnya dibentuk mangot dan pengot, memberi celak, memberi bayangan mata, memberi pemerah pipi, memberi aisedo, memberi pemerah bibir, diatas kemben memakai lulur, memakai sanggul tengkuk, membawa sintingan mawar di kepala masing-masing 2 buah, menggunakan perhiasan dan aksesoris khas lainnya, agar penari perempuan wajahnya terlihat fresh.
2. TARI TAYUB (WARANGGONO/WARA GENJONG)
Di Kabupaten Nganjuk terletak sebuah padepokan kesenian tradisional yaitu padepokan kesenian tayub, yang lebih jelasnya berada di Desa Ngrajek, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk. Desa Ngrajek, Kecamatan Tanjunganom, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur merupakan daerah pedesaan yang masih asri. Di daerah tersebut para penduduknya masih memegang teguh adat istiadat setempat. Mereka masih sangat menghargai alam dan sangat mencintai kesenian. Jika kita memasuki desa tersebut kita akan merasakan hawa seni yang sangat kental. Para penduduk di desa tersebut sangatlah ramah tamah dengan orang lain. Berbeda dengan masyarakat perkotaan yang sering kali bersifat individualis, bahkan tidak jarang masyarakat perkotaan tidak mengenali siapa yang menjadi tetangganya.
Setiap harinya para warga di Desa Ngrajek beraktivitas seperti masyarakat biasanya, sehingga desa tersebut tidak terlihat sebagai pusat kesenian tayub di Kabupaten Nganjuk.
Akan tetapi jika ada hari-hari besar atau ada warga yang memiliki hajat desa tersebut pasti diramaikan dengan kesenian tayub. Terlebih jika bulan jawa atau bulan syuro tiba, desa tersebut akan sangat ramai oleh para pendatang dari desa lain bahkan dari kota lain dikarenakan pada bulan tersebut bertepatan dengan acara wisuda para waranggono yang sudah menjadi agenda tahunan di Kabupaten Nganjuk. Tari Tayub atau acara Tayuban.
merupakan salah satu kesenian Jawa yang mengandung unsur keindahan dan keserasian gerak. Tarian ini mirip dengan tari Jaipong dari Jawa Barat. Unsur keindahan diiikuti dengan kemampuan penari dalam melakonkan tari yang dibawakan. Tari tayub mirip dengan tari Gambyong yang lebih populer dari Jawa Tengah. Tarian ini biasa digelar
pada acara pernikahan, khitan serta acara kebesaran misalnya hari kemerdekaan Republik Indonesia. Perayaan kemenangan dalam pemilihan kepala desa, serta acara bersih desa. Anggota yang ikut dalam kesenian ini terdiri dari sinden, penata gamelan serta penari khususnya wanita. Penari tari tayub bisa dilakukan sendiri atau bersama, biasanya penyelenggara acara (pria). Kesenian tayub merupakan seni tari yang mempertontonkan lekak-lekuk tubuh penarinya. Bagi para gadis yang ingin menjadi waranggono, mereka harus melewati beberapa syarat dahulu sebelum mereka diwisuda.
Setelah diwisuda mereka akan mendapatkan surat izin untuk menjadi seorang waranggono.
3. TARI MUNG DHE
Tari Mung Dhe adalah tari tradisional yang berasal dari Desa Garu, Kecamatan Baron, Nganjuk. Dalam tari ini bertemakan kepahlawanan dan cinta tanah air, heroik, patriotisme. Selain itu tari ini berkaitan erat dengan kalahnya prajurit Diponegoro yang dipimpin oleh Sentot Prawirodirdjo). Dalam tari ini menggambarkan beberapa prajurit yang sedang berlatih perang yang lengkap dengan orang yang membantu dan memberi semangat kepada kedua belah pihak yang sedang latihan. Pihak yang membantu dan memberi semangat, di sebut botoh. Botohnya ada dua yaitu penthul untuk pihak yang menang dan tembem untuk pihak yang kalah. Sikap dan tingkah laku kedua botoh
ini gecul atau lucu, sehingga membuat orang lain yang menyaksikan Tari Mung Dhe, terkesan tegang dan kadang merasa geli, karena yang berlatih perang memakai pedang, sedangkan botohnya lucu .
Secara keseluruhan, Tari Mung Dhe melibatkan 14 pemain dengan masing-masing peran pada awalnya, yaitu :
Ø 2 orang berperan sebagi penari atau prajurit Ø 2 orang berperan sebagi pembawa bendera Ø 2 orang berperan sebagai botoh
Ø 8 orang berperan sebagai penabuh atau pengiring
Pada perkembanganya sekarang hanya melibatkan 12 orang, yaitu 6 alat untuk 6 orang pemain. Di dalam pengaturan organisasi tari Mung Dhe untuk penarinya adalah laki-laki serta perempuan dan dalam tingkatan usia dewasa [baik yang menikah atau yang belum]. Pada perkembangan sekarang ini, tari Mung Dhe sering ditampilkan pada acara-acara yang dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Daerah Kabupaten Nganjuk, seperti Pemilihan Duta Wisata, maupun Grebeg Suro, maupun Jamasan Pusaka, serta saat Upacara Wisuda (gembyangan-red) Waranggono.
4. WAYANG TIMPLONG
Wayang Timplong adalah sejenis kesenian wayang dari daerah Nganjuk, Jawa Timur. Kesenian tradisional ini konon mulai ada sejak tahun 1910 dari Dusun Kedung Bajul Desa Jetis, Kecamatan Pace, Provinsi Jawa Timur. Wayang ini terbuat dari kayu, baik kayu waru, mentaos, maupun pinus. Instrumen gamelan yang digunakan sebagai musik pengiring, juga sangat sederhana. Hanya terdiri dari Gambang yang terbuat dari kayu atau bambu, ketuk kenong, kempul dan kendang.
5. JARANAN
Seni Jaranan itu mulai muncul sejak abad ke 10 Hijriah. Tepatnya pada tahun 1041.
atau bersamaan dengan kerajaan Kahuripan dibagi menjadi 2 yaitu bagian timur Kerajaan Jenggala dengan ibukota Kahuripan dan sebelah Barat Kerajaan Panjalu atau Kediri dengan Ibukota Dhahapura.
6. MAKANAN KHAS DAERAH KABUPATEN NGANJUK :
a. Nasi Becek yaitu sejenis gulai kambing yang memiliki rasa khas dengan penambahan irisan daun jeruk nipis
b. Dumbleg
Dumbleg adalah jajanan tradisional khas Nganjuk, Jawa Timur. Tepatnya di daerah Kecamatan Gondang dan sekitarnya. Makanan yang unik ini memang mirip pudak (makanan khas Gresik) tapi yang membuat berbeda adalah rasa dan tampilannya. Rasa dumbleg ini manis legit dan bentuknya panjang kayak lontong.
Jajanan ini yang terbuat dari tepung beras, gula jawa, dan santan yang dibungkus dari pelepah jambe. Makanan ini hanya ditemukan pada hari-hari tertentu di Pasar Gondang (tiap Pasaran Pon) dan Pasar Rejoso (tiap Pasaran Kliwon).
c. Onde-onde Njeblos yaitu semacam onde-onde tapi tidak berisi. Berbentuk seperti bola yang ditaburi wijen.
d. Nasi Pecel yaitu semacam nasi yang ada sayurnya (kulup) ditaburi dengan pedasnya sambal pecel, ciri khas asli Nganjuk sangat pedas dan rempeyek yang renyah.
e. Nasi Sambal Tumpang yaitu semacam sambal yang dibuat dari tempe dilumatkan dengan bumbu dan rasanya gurih dan pedas.
f. Kerupuk Upil, Krupuk Bakar atau Krupuk Goreng yaitu krupuk yang digoreng tanpa minyak tetapi menggunakan pasir.
g. Kolak Roti yaitu makanan yang erdiri dari roti tawar, ketan, sagu mutiara, dan diberi kacang goreng sebagai taburannya lalu diguyur dengan santan gurih.
7. UPACARA TRADISIONAL NYADRAN
Warga masyarakat Dusun Kemlokolegi termasuk salah satu diantara Dusun dan Desa yang ada di wilayah Kabupaten Nganjuk yang sampai sekarang masih melestarikan upacara tradisional Nyadran. Di beberapa daerah ada yang menyebut Sadran. Tradisi ini sudah berlangsung ratusan tahun yang silam sampai sekarang. Kata Nyadran maupun
Sadran keduanya berasal dari bahasa Sansekerta dari kata Sadra yang kemudian karena perjalanan zaman mengalami perubahan lisan Nyadran atau Sadran. Kata Sadran mempunyai arti ziarah kubur, suatu tradisi masyarakat jawa sejak zaman Hindu-budha di negeri ini. Itu sebabnya dalam acara Nyadran hampir semua warga masyarakat ikut melaksanakan tanpa memandang perbedaan status dan agama yang dianutnya. Bagi warga masyarakat dusun Kemlokolegi, tradisi Nyadran diselenggarakan mengambil hari jumat Pahing atau Jumat Legi, pada bulan-bulan usai masa panen padi. baru akhir-akhir ini dijatuhkan pada bulan April, hal ini dikandung maksud di samping telah usai masa panen padi juga sekaligus ikut merayakan hari jadi Kota Nganjuk.
Mengawali rangkaian upacara tradisi Nyadran, dimulai dengan selamatan di makam Eyang Kunci yang memang cikal bakal leluhur dan orang pertama di Desa Kemlokolegi. Selamatan berlangsung sebelum matahari terbit, kemudian dilanjukan selamatan di makam "Sana Pralaya II" yaitu sebuah makam umum warga masyarakat Dusun kemlokolegi sementara "Sana Pralaya I" , tiada bekas dan sudah menjadi perumahan warga. Masih dalam rangkaian upacara tradisi Nyadran, sebagai puncak acara warga masyarakat selamatan di rumah Lurah atau Kepala Desa istilah sekarang atau di Balai Desa di masa sekarang.berduyun-duyun warga mengusung jolen, di mana keberangkatan dari rumah-rumah warga dibarengi iring-iringan kesenian tradisional menuju rumah Lurah atau Balai Desa di jaman sekarang. Kata Jolen berasal dari kata Joli atau Joli Kencana yaitu sebuah tandu untuk mengusung Raja atau Putra Raja pada waktu hendak anjangsana ke daerah pedesaan. Joli kencana diusung atau dipikul oleh empat orang abdi dalem. Demikian juga Jolen sebagai wadah atau tempat persembahan berupa ambeng dan aneka macam hasil bumi mulai dari pala kependem, pala gemantung, maupun pala kesimpar. Persembahan dimaksudkan sebagai bentuk perwujudan bulu bekti warga atau loyalitas warga kepada Lurah sebagai "pangarsa praja". Jolen dipikul olehempat orang warga layaknya abdi dalem mengusung Raja. Pernak-pernik hiasan mewarnai Jolen sesuai kreativitas warga, meskipun dimasa sekarang terasa kering dan mandul. Tradisi jolen bagi warga masyarakat kemlokolegi sudah berlangsung ratusan tahun yang silam, semenjak adanya pemerintahan desa pertama, semasa Eyang Sinagadangsa ditunjuk oleh Wedana Kertasana sebagai Lurah Desa Kemlokolegi.Eyang Singadangsa adalah putra ketiga Eyang Kunci dari tujuh bersaudara. Waktu itu Desa Kemlokolegi baru terdiri dari tiga pedukuhan yaitu kemlokolegi, blimbing, dan Panggangrambak. Ketiga pedukuhan berada di sebelah utara jalan desa sekarang sedangkan di sebelah selatan jalan masih berupa "alas brendilan". Khusun pedukuhan
Kemlokolegi, waktu itu baru dihuni oleh ketujuh putra Eyang kunci berjajar dari timur ke barat menghadap ke selatan.
Keberadaan Jolen bukan sekedar "simbol etika" akan tetapi memiliki makna yang jauh lebih dalam, di mana disampaikan oleh simbah buyut atau bapa biyung lewat
"kekudangan". Hampir setiap malam kekudangan disampaikan waktu menjelang tidur atau pada waktu tiduran di halaman rumah beralaskan tikae waktu bulan purnama.
Memang diantara "kekudangan" dan "dongeng" disamping memiliki kesamaan waktu penyampaian juga kesamaan tujuan yaitu memberi "piwulang" hidup yang baik dalam menatap kehidupan hari ini dan menyongsong kehidupan di masa yang akan datang.
Perbedaan terletak pada metode penyampaian, dimana kekudangan disampaikan langsung atau "verbal" sehingga tidak menutup kemungkinan terkesan membosankan bagi anak cucu. Berbeda dengan dongeng dimana disampaikan dengan mengandung unsur hiburan lewat tetembangan, dialog, dengan warna suara yang berbeda. "Nilai Luhur" terselubung lewat tokoh-tokoh cerita dan memiliki alur ceritera yang sudah mapan.
Salah satu kekudangan diantaranya yang berkaitan dengan adanya Jolen, waktu itu disampaikan : Lurah diidentikkan dengan Raja atau Presiden untuk masa sekarang.
Untuk itu kepada anak cucu ditanamkan, "wajib untuk selalu taat, patuh, dan ngabekti atau loyal kepada Lurah". Tanpa harus memandang siapa yang menjadi Lurah. Juga disampaikan manakala kelak telah dewasa dan "ambyur" bermasyarakat jangan sampai
"mbalela" mengkang pranatan Lurah. Bahkan disampaikan, dan untuk masa sekarang mungkin dianggap semacam intimidasi, "siapa yang "mbalela" mengkang pranatan lurah tidak akan bisa "mulya" hidupnya bahkan akan hidup sengsara di kemudian hari.
Kekudangan yang erat hubungannya dengan keberadaan Jolen ini sampai sekarang dipegang teguh oleh anak cucu warga masyarakat terutama "trah" dari Eyang kunci. Dari dulu sampai sekarang bila ditelusuri belum pernah terjadi anak cucu mbalela mengkang pranatan. Kalau toh pernah terjadi dapat dipastikan oleh warga atau orang-orang diluar garis.
Pemikiran para leluhur desa lewat kekudangan waktu itu sepertinya telah berpijak pada "tembang-tembang pedesaan" atau buku Nagara Kertagama karya Empu Prapanca semasa kerajaan Majapahit yang telah mempersatukan bumi nusantara. kesamaan dalam upacara Nyadran sebagaimana tertulis dalam Wirama 65, Jagaddhita Bait 257, yang menguraikan tentang Srada (Nyadran) : Sang ari natha ri wengkerspeneda wawan yasa pethani tadhah niradhika. Sarwendah racananya mulya madulur dhana witarana wartta
ring sabha. Artinya : baginda Raja Wengker mempersembahkan santapan utama dengan tempat berbentuk tiruan rumah yang indah.. Beraneka ragam hiasan yang indah dilengkapi barang-barang yang dibagi-bagikan sebagai pemberian di balai pertemuan.
8. UPACARA RITUAL SIRAMAN SEDUDO
Siraman sedudo merupakan suatu Upacara ritual yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali yaitu pada bulan Suro dan tepat pada tanggal 1 Suro dalam kalender Jawa atau dalam kalender Islam adalah bulan Muharram. Upacara Ritual sering disebut juga upacara keagamaan.Setiap Bulan Muharram atau Bulan Suro, segenap masyarakat dan pejabat di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, menggelar ritual Siraman Sedudo.
Ritual ini merupakan tradisi yang masih di pegang teguh masyarakat di sekitar lereng Gunung Wilis, Kabupaten Nganjuk, sejak ratusan tahun silam. Untuk diketahui, Air Terjun Sedudo yang berlokasi di Desa Ngliman, Kecamatan Sawahan, Kabupaten Nganjuk ini tercatat sebagai air terjun tertinggi ke-4 di Jawa Timur dan tertinggi ke-10 se-Indonesia. Panjangnya mencapai 105 meter (344 kaki), dan berada pada ketinggian 1.438 meter dari permukaan laut (mdpl).
Ritual Siraman Sedudo dipimpin oleh sesepuh desa yang rangkaian ritualnya diiringi musik gamelan Jawa, belasan gadis belia diarak untuk mengambil air langsung dari bawah guyuran air terjun Sedudo. Setelah selesai, para gadis yang sudah ditunjuk dengan dibantu beberapa orang perjaka mengambil air dari guyuran air terjun secara langsung.
Air yang disimpan dalam kendi kecil ini kemudian dimasukkan ke dalam wadah khusus untuk di pakai jika sewaktu-waktu ada warga yang memerlukan, baik untuk pengobatan ataupun untuk kepentingan-kepentingan yang lainnya.
Ritual siraman Sedudo kali ini berlangsung meriah dan sakral tidak hanya dihadiri pejabat pemerintah daerah tetapi juga para penggiat alam, dan wisatawan lokal. Nilai kesakralan prosesi ini ditandai dengan tari Bedhayan Amek Tirta, sepuluh penari perempuan memainkan sebuah koreografi sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat yang hadir didampingi Wabup Marhaen Djumadi mengatakan, ke depan sektor pariwisata di Kabupaten Nganjuk, khususnya Sedudo yang menjadi ikon Kabupaten, harus bisa mendatangkan devisa terbesar di Kabupaten Nganjuk. "Tidak hanya itu, Sedudo yang selama ini masih perlu pembenahan akan kita berikan perbaikan agar wisata Sedudo lebih mudah dijangkau,"
janjinya. Saya akan support perbaikan insfrastruktur jalan serta penataan agar lebih cantik, " kata Mas Novi sapaan akrabnya, usai rangkaian acara siraman. Menurutnya Sedudo sudah lama dikenal, bahkan tradisi siraman Sedudo dipercaya masyarakat bisa membuat awet muda. "Kawasan ini nantinya diharapkan bisa dikenal tidak hanya di tingkat Regional, tapi juga dikenal tingkat Internasional," pungkasnya.